Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PORTOFOLIO MATERNITAS

“DISTOSIA”

Disusun oleh:
DEVA VIBIOLA AGUSTIN
NIM. 1910025

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
TA.2021-2022
BAB I
KONSEP DASAR

A. Defenisi
Distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandi dengan adanya
hambatan kemajuan dalam persalinan.
Distosia di definisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau
abnormal, yang timbul akibat sebagai kondisi yang berhubungan dengan berbagai
macam keadaan.
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan disebabkan kelainan
his, letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.

B. Klasifikasi
1. Distosia kelainan his
a) Inersia uteri
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat
untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Inersia
uteri dibagi menjadi 2 :
a. Inersia uteri primer : terjadi pada awal fase laten.
b. Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif
(1)Etiologi :
Multipara, kelainan letak janin, disproporsi sefalovelvik,
kehamilan ganda, hidramnion, utrus bikornis unikolis.
(2)Komplikasi
a. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan
b. Kemugkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian
perinatal.
c. Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya denyut nadi
naik, suhu meninggi, asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan
turgor berkurang
(3)Faktor predisposisi
Anemia, hidromanion, grande multipara, primipara, pasien
dengan emosi kurang baik.
(4)Penatalaksanaan
Inesri primer, perbaiki KU pasien. Rujuk ke RS jika Kala I aktif
lebih dari 12 jam pada multipara atau prmipara. Berikan sedatif lalu nilai
kembali pembukaan serviks setelah 12 jam. Pecahkan ketuban dan beri
infus oksitosin bila tidak ada his.
Inersi sekunder, pastikan tidak ada disproporsi sefalopelvik,
rujuk ke RS bila persalinan kala I aktif lebih dari 12 jam baik multi
maupun primipara. Pecahkan ketuban dan berikan infus oksitosin 5
satuan dalam larutan glukosa 5% secara infus IV dengan kecepatan 12
tetes per menit. Tetesan dapat dinaikan perlahan-lahan sampai 50 tetes
per menit.
b) Incordinate uterina action
Incoordinate uterina action yaitu kelainan his pada persalinan
berupa perubahan sifat his, yaitu meningkatnya tonus otot uterus, di dalam
dan di luar his, serta tidak ada kordinasi antara kontraksi bagian atas,
tengah, dan bawah, sehingga his tidak efisien mengadakan pembukaan
serviks.
(1)Etiologi :
Pemberian oksitoksin yang berlebihan atau ketuban pecah lama
yang disertai infeksi.
(2)Komplikasi
Hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter
(3)Penatalaksanaan
Dilakukan pengobatan simtomatis karena belum ada obat untuk
memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian – bagian uterus. Bila
terjadi lingkaran konstriksi pada kala I , lakukan seksio sesar

2. Distosia kelainan letak


a) Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun
melalui PAP dengan sutura sagitalis melintang atau miring, sehingga ubun-
ubun kecil dapat berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri depan,
kanan depan, kiri belakang atau kanan depan. Dalam keadaan fleksi bagian
kepala yang pertama mencapai dasar panggul ialah oksiput. Pada kurang
dari 10% keadaan, kadang-kadang ubun-ubun kecil tidak berputar kedepan,
sehingga tetap di belakang.
(1)Etiologi
Adanya usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk ukuran
panggul, otot-otot panggul yang sudah lembek pada multipara atau
kepala janin yang kecil dan bulat, sehingga tidak ada paksaan pada
belakang kepala janin untuk memutar ke depan.
(2)Kompolikasi
Macet tidak bisa lahir harus di Sc
(3)Mekanisme persalinan
Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka dibawah simfisis
pubis. Kelahiran janin dengan ubun-ubun kecil di belakang
menyebabkan regangan besar pada vagina dan perineum yang diikuti
bagian kepala janin yang lain.
(4)Prognosis
Persalinan pada umumnya berlansung lebih lama, kemungkinan
kerusakan jalan lahir lebih besar, sedangkan kematian perinatal lebih
tinggi.
(5)Penanganan
Persalinan perlu pengawasan yang seksama dengan harapan
terjadinya persalinan spontan. Ekstraksi cunam pada persalinan letak
belakang kepala akan lebih mudah jika ubun-ubun kecil berada didepan,
maka perlu diusahakan ubun-ubun diputar kedepan. Jika dalam keadaan
janin posisi letak rendah maka dapat dilakukan ekstraksi vakum.
b) Presentasi puncak kepala
Presentasi puncak kepala adalah kelainan akibat defleksi ringan
kepala janin ketika memasuki ruang panggul sehingga ubun-ubun besar
merupakan bagian terendah.
(1)Penatalaksanaan
Pasien dapat melahirkan spontan pervaginaan
(2)Komplikasi
(a)Pada ibu
Pada ibu dapat terjadi partus yang lama atau robekan jalan
lahir yang lebih luas, selain itu karena partus lama dan molage hebat.
(b) Pada bayi
Mortalitas anak agak tinggi (9%). Pada ibu dapat terjadi partus
yang lama atau robekan jalan lahir yang lebih luas. Selain itu karena
partus lama dan moulage hebat, maka mortalitas anak agak tinggi
(9%) (Mochtar, 2002).
c) Presentasi Muka
Keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal,
sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka yang merupakan
terendah menghadap ke bawah.
(1)Diagnosis
Tubuh janin berada dalam keadaan ekstensi, sehingga pada
pemeriksaan luar dada akan teraba seperti punggun
(2)Etiologi :
a) Defleksi kepala
b) Panggul sempit dan janin besar
c) Multiparitas dan perut gantung
d) Kelainan janin seperti : anensefalus dan tumor dileher.
(3)Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada presentasi muka, meliputi:
(a)Prolapsus tali pusat.
(b) Obstruksi persalinan, karena:
i. Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang tidak dapat
ditangani.

ii. Presentasi muka posterior presisten mengakibatkan obstruksi


persalinan

(c)Kelahiran operasi  mungkin dibutuhkan.


(d) Trauma perineum berat dapat terjadi karena, meskipun
diameter sub mento bregmatik hanya 9,5 cm, sub mento vertikal 11,5
cm akan memperlebar vagina dan perineum. Bentuk tengkorak fetus
abnormal disebabkan perdarahan intrakranial.
(e)Muka memar dan oedem.
(4)Faktor predisposisi
Multipara, perut gantung.
(5)Prognosis
Pada umumnya berlansung tanpa kesulitan, tetapi kesulitan
persalinan dapat terjadi karena adanya panggul sempit dan janin besar,
letak belakang kepala, muka tidak dapat melakukan dilatasi serviks
secara sempurna dan bagian terendah harus turun sampai dasar panggul
sebelum ukuran terbesar kepala melewati PAP. Angka kematian
perinatal pada presentasi muka adalah 2,5-5%.
(6)Penanganan
Pemeriksaan yang teliti perlu dilakukan guna menentukan adanya
disproporsi sefalofelvik. Dalam beberapa keadaan dapat diubah presentai
muka menjadi presentai belakang kepala dengan cara memasukan tangan
penolong ke dalam vagina, kemudian menekan muka pada daerah mulut
dan dagu ke atas.
d) Presentasi dahi
Keadaan di mana kedudukan kepala berada di antara fleksi
maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian
terendah, namun pada umumnya keadaan ini hanya bersifat sementara dan
sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka.
(1)Diagnosis
Di curigai bila kepala janin tidak dapat turun ke dalam rongga
panggul. Pada pemeriksaan dalam sutura frontalis teraba, ubun-ubun
besar, pangkal hidung dan lingkaran orbita, namun mulut dan dagu tidak
dapat teraba. DJJ jauh lebih jelas di dengar pada bagian dada.
(2)Etiologi
a) Defleksi kepala
b) Panggul sempit dan janin besar
c) Multiparitas dan perut gantung
d) Kelainan janin seperti : anensefalus dan tumor dileher.
(3)Komplikasi
(a)Ibu : Partus lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang hebat dan
ruptur uteri.
(b) Anak : Mortalitas janin tinggi
(4)Prognosis
Janin yang kecil masih dapat lahir spontan, tetapi janin dengan
berat dan besar normal tidak dapat lahir spontan per vainam, hal ini
karena kepala turun melalui PAP dengan sirkumferensia
maksilloparietalis yang lebih besar dari pada lingkaran PAP.
(5)Penatalaksanaan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal,
tidak akan dapat lahir spontan per vaginam, sehingga harus dilahirkan
dengan seksio sesarea. Jika janin kecil dan panggul yang luas dengan
presentasi dahi akan lebih mungkin lahir secara normal
e) Letak sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di
fundus uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.
(1)Etiologi
Multiparitas, prematuritas, kehamilan ganda, hidramnion,
hidrosefallus, anensefalus, plasenta previa, panggul sempit, kelainan
uterus dan kelainan bentuk uterus, implantasi plasenta di kornu fundus
uteri.
(2)Prognosis
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi
dinamding dengan letak kepala.
(3)Komplikasi
Komplikasi persalinan letak sungsang dapat dibagi sebagai
berikut :
(a)Komplikasi pada ibu
(b) Trias komplikasi ibu : perdarahan, robekan jalan lahir, dan
infeksi
(c)Komplikasi pada bayi
(4)Penatalaksanaan
Lakukan versi luar pada umur kehamilan 34 – 38 minggubila
syarat versi luar terpenuhi. Bila pada persalinan masih letak sungsang ,
singkirkan indikasi seksio sesar. Lahirkan janin dengan prasat bracht.
f) Letak lintang
Letak lintang ialah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak
lurus dengan sumbu memanjang tubuh. Bila sumbu memanjang tersebut
membentuk sudut lancip, disebut letak oblik, yang biasanya karena
kemudian akan berubah menjadi posisi longitudinal pada persalinan.
(1)Etiologi
Relaksasi berlebih dinding abdomen akibat multiparitas uterus
abnormal, panggul sempit, tumor daerah panggul, pendulum dari
dinding abdomen, plasenta previa, insersi plasenta di fundus, bayi
prematur, hidramnion, kehamilan ganda.
(2)Diagnosis
(a)Pemeriksaan luar : uterus lebih melebar dn fundus uteri lebih rendah,
tidak sesuai dengan umur kehamilan. Fundus uteri kosong, kepala
janin berada disamping. Di atas simfisis juga kosong, kecuali bila
bahu sudah trun ke dalam panggul. Denyut jantung janin ditemukan
di sekitar umbilikus.
(b) Pemeriksaan dalam : teraba bahu dan tulang-tulang
iga/ketiak/punggung (teraba skapula dan ras tulang belakang)/dada
(teraba klavikula). Kadang-kadang teraba tali pusat yang
menumbung.
(3)Komplikasi
Cedera tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah dan lengan
menumbung melalui vagina, kematian janin, ruptur uteri.
(4)Prognosis
Bila terjadi ruptur uteri spontan atau ruptur traumatik akibat versi
dan ekstraksi yang buruk/terlambat, dapat terjadi kematian. Bila
diagnosis berhasil ditegakan secara dini dan penanganannya tepat maka
prognosis baik.
(5)Penatalaksanaan
Lakukan versi luar bila syarat luar terpenuhi. Ibu diharuskan
masuk RS lebih dini pada permulaan persalinan. Pada permulaan
persalinan masih dapat diusahakan untuk melakukan versi luar asalkan
pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah.
Primigravida, bila versi luar tidak berhasil, segera lakukan seksio
sesarea. Pada multigravida, bila riwayat obstetri bak, tidak ada
kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan
diawasi sampai pembukaan serviks lengkap kemudian dilakukan versi
ekstraksi.
Pada letak kintang kasep, bila janin masih hidup, segera lakukan
seksio sesarea. Bila janin sudah mati lahirkan pervaginam dengan
dekapitasi.
g) Presentasi ganda
Presentasi ialah keadaan di mana di samping kepala janin di dalam
rongga panggul dijumpai tangan, lengan atau kaki, atau keadaan di mana di
samping bokong janin di jumpai tangan. Presentasi ganda jarang ditemukan
yang paling sering diantaranya ialah adanya tangan atau lengan di samping
kepala.
Apabila pada presentasi ganda ditemukan prolapsus funikuli, maka
penanganan bergantung pada kondisi janin dan pembukaan serviks. Bila
janin baik dan pembukaan belum lengkap sebaiknya dilakukan seksio
sesarea. Dalam keadaan janin sudah meninggal, diusahakan untuk
persalinan spontan, sedangkan tindakan untuk mempercepat persalinan
hanya dilakukan atas indikasi ibu.

3. Distosia kelainan bentuk janin


a) Pertumbuhan janin yang berlebihan
Berat neonatus pada umumnya < 4000 gram dan jarang melebihi
5000 gram. Yang dinamakan bayi besar ialah berat janin > 4000 gram. Pada
panggul normal, janin dengan BB 4000-5000 gram pada umumnya tidak
mengalami kesulitan dalam melahirkannya. Pada janin besar faktor
keturunan memegang peranan penting, selain itu kehamilan dengan Dm,
grande multipara, pola makan ibu hamil dan bertambah besarnya janin
masih diragukan.
(1)Diagnosis
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis kadang sulit,
namun adanya janin besar terdeteksi setelah tidak adanya kemajuan
persalinan pada panggul normal dan his yang kuat, dan perlu
pemeriksaan untuk menentukan apakah terdapat disproporsi
sefalopelvik.
(2)Prognosis
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500
gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan.
Kesukaran dapat terjadi akibat kepala yang besar, karena bahu yang
lebar sehingga sulit melewati PAP. Jika kepala janin telah dilahirkan dan
bagian-bagian lain belum lahir akibat besarnya bahu dapat
mengakibatkan asfiksia.
(3)Penatalaksanaan
Pada proporsi sefalopelvik karena janin besar, SC perlu
dipertimbangkan. Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga
sebelumnya. Episiotomi dilakukan apabila kepala telah lahir dan bahu
sulit untuk dilahirkan. Pada keadaan janin telah meninggal sebelum bahu
dilahirkan, dapat dilakukan klieidotomi pada satu atau kedua klavikula
untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.
b) Hidrosefalus
Hidrosefalus ialah keadaan terjadinya penimbunan cairan
serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta
terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun
dalam ventrikel antara 500 sampai 1500 ml, akan tetapi kadang-kadang
mencapai 5 liter. Hidrosefalus sering disertai dengan spina bifida.
Hidrosefalus akan selalu menyebabkan disproporsi sefalopelvik
(1)Diagnosis
Pada palpasi ditemukan kepala jauh lebih besar dari biasanya
serta menonjol di atas simfisis. Kepala janin yang terlalu besar dan tidak
dapat masuk ke dalam panggul, DJJ terdengar jelas pada tempat yang
lebih tinggi. Pemeriksaan dalam teraba sutura dan ubun-ubun melebar
dan tegang. Sedangkan tulang kepala tipis dan mudah ditekan.
Pemeriksaan rontgenologik menunjukan kepala janin lebih besar, dengan
tulang-tulang yang sangat tipis. Untuk menghindari kesalahan pada
pemeriksaan rontgenologik harus diperhatikan beberapa hal :
(a)Muka janin sangat kecil di bandingkan tengkorak
(b)Kepala bentuk bulat, berbeda dengan kepala biasa yang berbentuk
ovoid
(c)Bayangan tulang kepala sangat tipis
Untuk menghilangkan keragu-raguan pemeriksaan dapat dibantu
dengan pemeriksaan ultrasonik/MRI. Kemungkinan hidrosefalus
dipikirkan apabila;
(a) Kepala janin tidak masuk kedalam panggul, pada persalinan
dengan panggul normal dan his yang kuat.
(b) Kepala janin teraba sebagai benda besar di atas simfisis
(2)Prognosis
Apabila tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya rupture uteri
akan mengancam penderita. Rupture uteri hidrosefalus dapat terjadi
sebelum pembukaan serviks menjadi lengkap, karena tengkorak yang
besar ikut meregangkan segmen bawah uterus.
(3)Penatalaksanaan
Persalinan perlu pengawasan secara seksama, karena
kemugkinan bahaya ruptur uteri selalu mengancam. Pada hidrosefalus
yang nyata, kepala janin harus dikecilkan pada permulaan persalinan.
Pada pembukaan 3 CSF dikeluarkan dengan cara pungsi kepala. Bila
janin dalam letak sungsang, pengeluaran CSF melalui foramen
oksipitalis magnum atau sutura temporali
c) Prolaps funikuli
Prolaps funikuli ialah keadaan di mana tali pusat berada di samping
atau melewati bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban
pecah.
(1)Etiologi
Keadaan-keadaan yang menyebabkan prolaps funikuli seperti
gangguan adaptasi bagian bawah janin, sehingga PAP tidak tertutup oleh
bagian bawah janin. Janin dengan letak lintang, letak sungsang terutama
presentais bokong kaki, dan disproporsi sefalopelvik.
(2)Diagnosis
Adanya tali pust menubung baru diketahui dengan pemeriksaan
dalam setelah terjadi pembukaan ostium uteri. Pada tali pusat terdepan,
dapat diraba bagian yang berdenyut di belakang selaput ketuban,
sedangkan prolapsus funikuli dapat diraba dengan dua jari, tali pusat
yang berdenyut menandakan janin masih hidup. Pemeriksaan dalam
dilakukan pada saat ketuban pecah dan terjadi kelambatan DJJ tanpa
sebab yang jelas.
(3)Penatalaksanaan
Pada janin dengan prolapsus funikuli akan mengakibatkan
hipoksia akibat tali pusat yang terjepit. Pada prolapsus funikuli dengan
tali pusat yang masih berdenyut tetapi pembukaan belum lengkap maka
dapat dilakukan reposisi tali pusat dan menyelamatkan persalinan
dengan sesiosesarea (SC). Reposisi dilakukan bila wanita ditidurkan
dalam posisi trendelemburg. SC di lakukan dengan keadaan tali pusat
tidak mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian terendah janin.Pada
keadaan di mana janin telah meninggal tidak ada alasan untuk
menyelesaikan persalinan dengan segera. Persalinan spontan dapat
berlansung dan tindakan hanya dilakukan apabila diperlukan demi
kepentingan ibu.

4. Distosia Kelaian Pelvis


Jenis-jenis panggul mempunyai ciri penting yaitu :
a. Panggul ginekoid dengan PAP yang bundar
b. Panggul antropoid dengan arkus pubis menyempit
c. Panggul android dengan PAP berbentuk segitiga
d. Panggul platilloid dengan diameter yang lebih pendek dengan arkus pubis
yang luas.
(1) Ditosia pelvis
Distosia pelvis dapat menyertai terjadinya kontraktur diameter
pelvis yang mengurangi kapasitas tulang pelvis, termasuk pintu atas
panggu (pelvicinlet), panggul tengah (mid pelvic), pintu bawah panggul
(pelvic outlet) atau setiap kombinasi tulang tulang tersebut.kontraktur
pelvis dapat disebab kan kelainan kongenital, malnutrisi ibu, neoplasma
dan ganguan spinal bagian bawah (lower spinaldisorder) ukuran pelvis
yang tidak matur merupakan faktor predis posisi bagi para ibu remaja
untuk mengalami distosia pelvis.deformitas pelvis dapatterjadi akibat
kecelakaan mobil dan kecelakaan lain.
Kontraktur pintu atas panggul terjadi 1%-2% pada kelahiran aterm
dan diagnosis ditegakan bila konyugata kurang dari 11,5cm.insiden
presentasi muka dan bahu terus meningkat. Presentasi ini mencegah
penancapan(engagement)dan penurunan janin,sehingga neningkatkan
resiko prolaps tali pusat.kontraktur pintu atas panggul berkaitann dengan
penyakit riketsia maternal dan panggul datar atau panggul sempit.kontraksi
uterus yang lemah dapat ditemukan selama kal satu persalinan.
Kontraktur midplane, penyebab umum terjadinya distosia pelvis,
diterpkan sebagai diagnosis bila jumlah spina interiskiumdan diameter
sagital posterior panggul tengah kurang atau sama dengan 13,5cm.
Penurunan janin tertahan/posisi lintang tetap (trans verse arrest) karena
kepal tidak dapat melakukan putaran paksi dalam (rotasi internal).
Kelahiran seksio sesaria adalah penata laksanaan yamg biasa dilakukan
setiap ekstraksi vakum dilakukan jika servikstelah ditasi lemgkar.
Kelahiran dengan bantuan forsep tengah (midforceps) biasanya di hindari
karena morbiditas perinatal akibat intervensi ini meningkat.
Kontraktur pintu bawah panggul terjadi bila interiskium 8 cm atau
kurang.ini jarang terjadi bila arkus pubissempit, panjang dan pelvis
berbentuk android.penurunan janin tertahan. Komplikasi maternal meliputi
laserasiperineum yang luas selama kelahiran per cvaginam karena kepala
janin terdorong ke arah posterior.
(2) Distosis jaringan lunak
Ditosia jaringan lunak terjadi akibat obstruksi jalan lahir oleh
kelainan anatomi, selain kelainan pada tulang pelvis. Obstruksi .bisa
terjadi karena plasenta previa (plasenta letak rendah) yang sebagian atau
seluruhnya menutup ostium internal pada serviks.penyebab lain seperti
lelomioma (fibroid uterus) di segmen bawah uterus, tumor ovrium, dan
kandung kemih atau rektum penuh dapat mencegah lanin masuk kewdalam
pelvis.kadang kadang terjadi edema serviks selama persalinan waktu
serviks terjepit antara bagian terendah simfisis, sehingga mencegah dilatasi
lengkap. Lingkaran bandl, suatu cincin retraksi patologis, berhubungan
dengan ruptur selaput ketuban yang lama dan partus yang lama.
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian data dasar klien


1. Aktivitas/istrahat
a) Melaporkan keletihan, kurang energi
b) Letargi, penurunan penampilan
2. Sirkulasi
a) Tekanan darah dapat meningkat
b) Mungkin menerima magnesium sulfat untuk hipertensi karena kehamilan
3. Eliminasi
Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada
4. Integritas ego
Mungkin sangat cemas dan ketakutan
5. Nyeri/ketidaknyamanan
a) Mungkin menunjukan persalinan palsu di rumah
b) Kontraksi jarang, dengan intensitas ringan sampai sedang (kurang dari tiga
kontraksi dalam periode 10 menit)
c) Dapat terjadi sebelum awitan persalinan (disfungsi fase laten primer) atau
setelah persalinan terjadi (disfungsi fase aktif sekunder)
d) Fase laten persalinan dapat memanjang ; 20 jam atau lebih lama pada
nulipara rata-rata adalah 8½ jam), atau 14 jam pada multipara (rata-rata
adalah 5½ jam)
e) Tonus istirahat miometrial mungkin 8 mm Hg atau kurang dan kontraksi
dapat terukur kurang dari 30 mm Hg atau dapat terjadi masing-masing
lebih dari 5 menit. Sedangkan, tonus istrahat dapat lebih besar dari 15 mm
Hg, pada peningkatan kontraksi 50 sampai 85 mm Hg dengan peningkatan
frekuensi dan penurunan intensitas.
6. Keamanan
a) Dapat mengalami versi eksternal setelah gestasi 34 minggu dalam upaya
untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala.
b) Penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam pada nulipara atau kurang
dari 2 cm/jam pada multipara (penurunan dengan durasi yang lebih lama
(protracted). Tidak ada kemajuan yang terjadi dalam 1 jam atau lebih
untuk nulipara atau dalam 30 menit pada multipara (penghentian
penurunan)
c) Pemeriksaan vagina dapat menunjukan janin dalam malposisi (misalnya
dagu, wajah, atau posisi k
d) Serviks mungkin kaku/tidak siap.
e) Dilatasi mungkin kurang dari 1,2 cm/jam pada primipara atau kurang dari
1,5 cm/jam untuk multipara, pada (fase aktif protraksi)
7. Seksualitas
a) Dapat primigravida atau grande multipara
b) Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion, gestasi multipel,
janin besar, atau grande multriparitis.
c) Dapat mengalami tumor uterus tidak teridentifikasi.
8. Pemeriksaan diagnostik
a) Tes pranata : dapat memastikan polihidramnion, janin besar, atau gestasi
multipel
b) Tes stres kontraksi/tes nonstres : mengkaji kesejahteraan janin
c) Ultrasound atau pelvimetri sinar-X : mengevaluasi arsitektur pelvis,
presentasi janin, posisi dan formasi
d) Pengambilan sampel kulit kepala janin : mendeteksi atau
mengesampingkan asidosis.
9. Prioritas masalah keperawatan
a) mengkaji dan mengatasi pola uterus abnormal
b) memantau respons fisik maternal/janin terhadap pola kontraksi dan
lamanya persalinan
c) memberikan dukungan emosional untuk klien/pasangan
d) mencegah komplikasi

B. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan yang lambat.
2. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan dengan persalinan yang lama,
malpresentasi janin, hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu, CPD.
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi, kerentanan
pribadi, harapan/persepsi tidak realistis, ketidakadekuatan sistem pendukung.
C. Rencana keperawatan
1. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan dengan persalinan yang lama,
malpresentasi janin, hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu, CPD.
Hasil yang diharapkan :
a) Terhindar dari cedera persalinan
b) Persalinan berjalan dengan rentang waktu normal

Intervensi Rasional
Mandiri
Tinjau ulang riwayat Membantu dalam mengidentifikasi
persalinan, awitan dan durasi kemungkinan penyebab, kebutuhan
pemeriksaan diagnostik, dan intervensi
yang tepat. Disfungsi uterus dapat
disebabkan oleh keadaan atonik atau
hipertonik. Atonik uterus diklasifikasikan
primer bila ini terjadi sebelum awitan
persalinan (fase laten) atau sekunder bila ini
terjadi setelah persalinan yang baik (fase
aktif).

Catat waktu/jenis obat. Hindari Pola kontraksi hipertonik dapat terjadi pada
pemberian narkotik atau respons terhadap oksirosin, sedatif yang
anestetik blok epidural sampai diberikan terlalu dini (atau melebihi
serviks dilatasi 4 cm kebutuhan) dapat menghambat atau
menghentikan persalinan

Evaluasi tingkat keletihan Kelelahan ibu yang berlebihan


yang menyertai, serta aktivitas menimbulkan disfungsi sekunder atau
dan istrahat, sebelum awitan mungkin akibat dari persalinan
persalinan lama/persalinan palsu.
Kaji pola kontraksi uterus Disfungsi kontrkasi memperlama persalinan
secara manual atau secara meningkatkan risiko komplikasi
elektronik maternal;/janin. Pola hipotonik ditunjkan
dengan kontraksi sering dan ringan yang
terukur kurang dari 30 mm Hg. Pola
hipertonik ditunjukan dengan peningkatan
frekuensi dan penurunan intensitas
kontraksi, pada peningkatan tonus istrahat
lebih besar dari 15 mmHg.

Catat kondisi serviks. Pantau Serviks kaku atau tidak siap tidak akan
tanda amnionitis. Catat dilatasi, menghambat penurunan
peningkatan suhu atau jumlah janin/kemajuan persalinan. Terjadinya
sel darah putih; catat bau dan amnionitis secara langsung dihubungkan
warna rabas vagina dengan lamanya persalinan,sehingga
melahirkan harus terjadi dalam 24 jam
setelah pecah ketuban.

Catat penonjolan, posisi janin, Indikator kemajuan persalinan ini dapat


dan presentasi janin mengindentifikasi timbulnya penyebab
persalinan lama. Sebagai contoh, presentasi
bokong tidak seefektif lebarnya dilatasi
serviks pada presentasi verteks.

Palpasi abdomen pada klien Pada persalinan terhambat, depresi cincin


kurus terhadap adanya cincin patologis (cincin Bandl) dapat terjadi pada
retraksi patologis di anatara hubungan segmen atas dan bawah,
segmen uterus. (Cincin ini menandakan ancaman ruptur uterus.
tidak dapat dipalpasi melalui
vagina, atau melalui abdomen
pada klien gemuk)

Tempatkan klien pada posisi Relaksasi dan peningkatan perfusi uterus


rekumben lateral dan anjurkan dapat memperbaiki pola hipertonik.
tira baring atau ambulasi Ambulasi dapat membantu kekuatan
sesuai toleransi gravitasi dalam merangsang pola persalinan
normal dan dilatasi serviks.
Anjurkan klien berkemih Kandung kemih penuh dapat menghambat
setiap 1-2 jam. Kaji terhadap aktivitas uterus dan mempengaruhi
kepenuhan kandung kemih penurunan janin.
diatas simfisis pubis.

Kaji derajat hidrasi. Catat Persalinan yang lama dapat megakibatkan


jumlah dan jenis masukan. ketidakseimbangan cairan-elektrolit serta
(Rujukan pada DK; kekurangan cadangan glukosa,
kekurangan volume cairan, mengakibatkan kelelahan dan persalinan
risiko tinggi terhadap) lama dengan peningkatan risko infeksi
uterus, hemoragi pascapartum, atau
pencetus kelahiran pada adanya persalinan
hipertonik.

Tinjau ulang kebiasaan Kepenuhan usus dapat menghambat


defekasi dan keteraturan aktivitas uterus dan mempengaruhi
evakuasi penurunan janin.

Tetap bersama klien ; berikan Reduksi rangsang dari luar mungkin perlu
lingkungan yang tenang sesuai untuk memungkinkan tidur setelah
indikasi pemberian obat unbtuk klien dalam status
hipertonik. Juga membantu dalam
menurunkan tingkat ansietas, yang dapat
menimbulkan disfungsi uterus baik primer
dan sekunder.

Sediakan kotak peralatan Mungkin diperlukan pada kejadian pencetus


kedaruratan persalinan dan kelahiran, yang berhubungan
dengan hipertonitisitas uterus.

Kolaborasi
Siapkan klien terhadap Pecah ketuban menghilangkan distensi
amniotomi dan bantu dalam uterus berlebihan (penyebab disfungsi baik
prosedur, bila serviks dialatasi primer dan sekunder) dan memungkinkan
3-4 cm. bagian presentasi mendekat dan persalinan
maju pada tidak adanya disproporsi
sefalopelvik (CPD).

Gunakan rangsangan puting Oksitosin mungkin perlu untuk menambah


untuk menghasilkan oksitosin atau memulai aktivitas miometrik untuk
endogen, atau memulai infus pola uterus hipotonik. Ini biasanya
oksitosin eksogen atau dikonindikasikan pada pola persalinan
prostaglandin. hipertonik karena ini dapat menambah
hipertonisitas, tetapi dapat dicoba dengan
amniotomi bila fase laten memanjang dan
bila CPD dan malposisi dikesampingkan.

Berikan narkotik atau sedatif Dapat membantu membedakan antara


seperti morfin, fenobarbnital, persalinan sejkati dan palsu. Pada
atau sekobarbital, untuk tidur, persalinan palsu, kontraksi berhenti, pada
sesuai indikasi. persalianan sejati, pola lebih efektif dapat
terjadi mengikuti istrahat. Morfin
membantu menigkatkan sedasi berat dan
menghilangkan pola kontraksi hipertonik.
Periode istrahat mengubah energi dan
menurunkan penggunaan glukosa untuk
menghilangkan kelelahan.

Bantu dengan persiapan untuk Melahirkan sesaria segera diindikasikan


seksio sesaria sesuai indikasi, untuk cincin Bandl untuk distres janin
untuk malposisi, CPD, atau karena CPD
cincin bandl (rujuk pada MK :
kelahiran sesaria)

Siapkan untuk melahirkan Kelelahan ibu yang berlebihan,


dengan forsep, bila perlu. mengakibatkan upaya mengejan tidak
efektif pada persalinan tahap II,
memerlukan penggunaan forsep.

2. Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan yang lambat.


Hasil yang diharapkan :
a) Pasien tidak trampak stress
b) Pasien tidak kawatir dengan keadaannya

Intervensi Rasional
Kaji tingkat ansietas Mengetahui tingkat ansietas klien

Berikan rasa nyaman pada Agar klien merasa nyaman dengan


klien keadaannya

Singkirkan stimulasi yang Mengurangi kekawatiran klien


berlebihan

Dorong klien untuk Agar klien lebih merasa tidak terbebani


mengungkapkan dengan keadaannya
perasaannya

Pahami perasaan klien Agar klien terasa nyaman dengan perawat


terhadap situasi stress jika klien mengungkapkan perasaannya

Minta suami atau keluarga Untuk menurunkan ansietas pada klien dan
untuk mendampingi selama mengurangi rasa takut
proses persalinan untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi rasa takut

Ajarkan klien teknik Memberikan kenyamanan pada klien untuk


relaksasi mengurangi ansietas

3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi, kerentanan


pribadi, harapan/persepsi tidak realistis, ketidakadekuatan sistem pendukung
Hasil yang diharapkan :
a) Mengungkapkan pemahaman tentang apa yang terjadi.
b) Mengidentifikasi/menggunakan teknik koping efektif.

Intervensi Rasional
Mandiri
Tentukan kemajuan persalinan. Persalinan yang lama yang berakibat
keletihan dapat menurunkan kemampuan
klien untuk mengatasi/mengatur kontraksi.
Peningkatan nyeri bila serviks tidak
dilatasi/membuka dapat menandakan
terjadinya anoksia sel-sel uterus.

Kaji derajat nyeri dalam Ketidaknyamanan dan nyeri dapat


hubungannya dengan disalahartikan pada kurangnya kemajuan
dilatasi/penonjolan yang tidak dikenali sebagai masalah
disfungsional.

Kenali realitas keluhan klien Mendengarkan perasaan dan mendukung


akan nyeri/ketidaknyamanan dapat menurunkan ketidaknyamanan dan
membantu klien rileks dan mengatasi
situasi.

Tentukan tingkat ansietas klien Ansietas berlebihan meningkatkan aktivitas


dan pelatih. Perhatikan adanya adrenal/pelepasan katekolamin,
frustasi menyebabkan ketidakseimbangan endokrin.
Kelebihan epinefrin menghambat aktivitas
miometrik. Tekankan juga penurunan
penyimpangan glikogen, menurunkan
ketersediaan glukosa untuk sintesis
adenosin trifosfat (ATP), yang diperlukan
untuk kontraksi uterus.

Diskusikan kemungkinan Klien mungkin mampu rileks lebih baik bila


kepulangan klien ke rumah pada lingkungan yang dikenal. Memberikan
sampai mulainya persalinan kesempatan untuk
aktif mengalihkan/memfokuskan kembali
perhatian dan menyelesaikan tugas yang
berpengaruh pada tingkat ansietas/frustasi.

Berikan tindakan kenyamanan Menurunkan ansietas, meningkatkan


dan pengubahan posisi klien. kenyamanan, dan membantu klien
Anjurkan penggunaan teknik mengatasi situasi secara positif.
relaksasi dan pernapasan yang
dipelajari

Berikan dorongan pada upaya Mungkin bermanfaat untuk memperbaiki


klien/pasangan untuk kesalahan konsep bahwa klien terlalu
berkencan bereaksi terhadap persalinan atau kadang
menyalahkan terhadap perubahan rencana
kelahiran yang diantisipasi

Berikan informasi faktual Dapat membantu reduksi ansietas dan


tentang apa yang terjadi meningkatkan koping

D. Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi, berdasarkan tujuan yang
hendak dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan sebelumnya.
Saat evaluasi perawat hendaknya selalu memberi kesempatan klien dan keluarga
untuk menilai keberhasilannya, kemudian diarahkan sesuai dengan kemampuan
klien dan keluarga dibidang kesehatan.
KEGAWAT DARURATAN OBSTETRIK

A. Pengertian Kegawat daruratan Obstetri


Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup
bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus,
mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan
pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea,
retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma,
dan koagulopati obstetri.

B. Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri


Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik, yaitu :
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya
kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore,
tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan
plasenta dan kemungkinan kematian janin. Pada abortus septik, perdarahan per
vagina yang banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala
iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.
a) Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab
diantaranya :
(1)Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8
minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain :
kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil
pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat
yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol
dan infeksi virus.
(2)Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan
pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit
darah tinggi yang menahun.
(3)Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu
seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus
toxoplasma.
(4)Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada
mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya
ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri,
dan kelainan bawaan pada rahim.
b) Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
(1)Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan
kurang dari 20 minggu.
(2)Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang
tertinggal.
(3)Abortus Insipiens
`Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks
yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di
dalam rahim.
(4)Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam,
sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di
dalam rahim.
(5)Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih dalam kandungan.
(6)Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
(7)Abortus Infeksius
Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
(8)Abortus Septik
Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan
produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang
dibedakan menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
(1)Abortus Komplet
Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya apabila
menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya
makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
(2)Abortus Inkomplet
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus
dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase,
bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
(3)Abortus Insipiens
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang
dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
(4)Abortus Iminens
Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan
menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien
gelisah.
(5)Missed Abortion
Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang plasenta
melekat erat pada rahim.
(6) Abortus Habitualis
Cari penyebab Transfusi leukosit / Heparin.
(7)Abortus Infeksius- Abortus Septi
Infus ; Kp Transfusi Anti Biotika Spektrum Luas Kultur –
Sensitivity Test Bila keadaan sudah layak Kuret Kalau Tetanus :
(1) Inj. ATS
(2) Irigasi H2O2
(3) Histerektomi

c) Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah
dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin
(pengekspansi plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi
untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan
memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika
kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa
anestesi kemudian. Methergin. Pada abortus pada demam menggigil,
tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan
pemberian infus.
2. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan
di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah
kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan
hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili
khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara
histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan
hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya
terdapat sedikit pembuluh darah.
a) Etiologi
Penyebab pasti yaitu mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-
faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola,
antara lain:
(1)Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati,
tetapi terlambat dikeluarkan
(2)Imunoselektif dari trofoblast
(3)Keadaan sosioekonomi yang rendah
(4)Paritas tinggi
(5)Kekurangan protein
(6)Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
b) Klasifikasi
(1)Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih.
Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai
beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung
pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh adanya, antara lain:
(a) Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus
(b) Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
(c) Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
(d) Tidak adanya janin dan amnion
(2)Mola Hidatidosa Parsial
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang
berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi
perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi
yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh lainnya
dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien
dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada
mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang
mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan
vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan
fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi
merupakan penemuan yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya
yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid
dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua
sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna,
ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi
chorionic.
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi
diluar endometrium kavum uteri.
a) Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi
mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di
ampula, jarang terjadi kehamilan di ovarium.
b) Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral
(abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang
jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap
tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
(1) Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada
abdomen bagian atas.
(2) Abdomen tegang.
(3) Mual.
(4) Nyeri bahu.
(5) Membran mukosa anemis.
c) Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama,
perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).
d) Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
(1)Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
(2)Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit
bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
(3)Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan
yaitu :
(1)Kondisi penderita pada saat itu,
(2)Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
(3)Lokasi kehamilan ektopik.
(4)Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan
bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan
terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat.

Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :


(1)Transfusi, infus, oksigen,
(2)Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan
antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat
mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di
rumah sakit
e) Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma
(Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir
a) Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu
dapat diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan
atrofi pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan
plasenta previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa
plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas
fungsi, memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta
tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar.
Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya,
sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
b) Gambaran klinis plasenta previa
(1)Perdarahan tanpa nyeri
(2)Perdarahan berulang
(3)Warna perdarahan merah segar
(4)Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
(5)Timbulnya perlahan-lahan
(6)Waktu terjadinya saat hamil
(7)His biasanya tidak ada
(8)Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
(9)Denyut jantung janin ada
(10) Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
(11) Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
(12) Presentasi mungkin abnormal.

c) Diagnosis
(1)Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada
pemeriksaan hematokrit.
(2)Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu
atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu
atas panggul.
(3)Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
(4)Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta
secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
(5)Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi
5 cm disebut plasenta letak rendah.
(6) Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO
yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks
pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat,
tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
d) Klasifikasi
(1)Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan
Plasenta
(2)Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh
jaringan Plasenta
(3)Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan.
(4)Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen
bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir

e) Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
(1)Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau
serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah
diawetkan dalam jumlah mencukupi.
(2)Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera
dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.
(3)Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm),
pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan
tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi
vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
(4)Tindakan setelah melahirkan.
(a) Cegah syok (syok hemoragik)
(b) Pantau urin dengan kateter menetap
(c) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
(d) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
f) Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat
praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan
infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus
pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara
perlahan.
5. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta
yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak
lahir .
a) Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti.
Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya,
antara lain :
(1)Penyakit hipertensi menahun
(2)Pre-eklampsia
(3)Tali pusat yang pendek
(4)Trauma
(5)Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior uterus yang
sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan
ganda pada waktu anak pertama lahir.
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
(1)Umur lanjut
(2)Multiparitas
(3)Ketuban pecah sebelum waktunya
(4)Defisiensi asam folat
(5)Merokok, alcohol, kokain
(6) Mioma uteri
b) Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
(1)Solusio placenta ringan
(2)Solusio placenta sedang
(3)Solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai
derajat terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat
pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan
akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan
perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi
berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta.
Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/tersembunyi. Kadang- kadang
darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
c) Gejala klinis
(1)Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
(2)Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
(3)Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah
dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus
teregang (uterus en bois).
(4)Palpasi sukar karena rahim keras.
(5)Fundus uteri makin lama makin naik
(6) Bunyi jantung biasanya tidak ada
(7)Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus
bertambah
(8)Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
d) Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum
yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir,
ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta
akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
e) Gambaran klinik
(1)Solusio plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan
ibu ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya
akan kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak
sakit atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini harus
diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang karena
perdarahan terus menerus. Bagian bagian janin masih mudah teraba.
(2)Solusio plasenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai
duapertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul
perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan
gejala sakit perut terus menerus, yang disusul dengan perdarahan
pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, mungkin
perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus
menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila
janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop
biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya
telah ada dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah
dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada
solusio plasenta berat.
(3)Solusio plasenta berat.
Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi
sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah
meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan
pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin ,
perdarahan pervaginam belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah
terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
f) Penanganan solusio plasenta
(1)Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya
kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi
tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit
dengan observasi ketat.
(2)Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio
plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio
plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat
dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio
caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan
ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila
janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan
dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam
500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.
g) Pengobatan
(1) Umum :
a) Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana
keadaan umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio
placenta dapat ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi
sekurang-kurangnya 1000ml.
b) Pemberian O2
c) Pemberian antibiotik.
d) Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
(2) Khusus :
Terhadap hipofibrinogenemi : substitusi dengan human
fibrinogen 10 gr atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan
trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika
perlu 100.000 iu / jam dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan
meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%. Jadi apabila kadar
fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali, diperlukan
sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis
fibrinogen darah 150mg%. Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen
yang dilarutkan dalam glucosa 10%, diberikan IV perlahan-lahan
selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen, transfusikan darah
segar yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per
1000ml.Sehingga dengan transfusi darah lebih dari 2000ml,
kekurangan fibrinogen dalam darah dapat diatasi. Untuk merangsang
diuresis : manitol, diuresis yang baik lebih dari 30-40cc/jam. Pimpinan
persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat
persalinan sedapatdapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila
persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan selesai dalam waktu
6 jam setelah pemecahan selaput ketuban dan infus oksitosin, satu-
satunya cara adalah dengan melakukan sectio caesaria. Histerektomi
dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat diatasi
dengan usaha-usaha yang lazim.
Alasan :
(1)Bagian placenta yang terlepas meluas
(2)Perdarahan bertambah
(3)Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah
6. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah
bayi lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir
spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
a) Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
(1)Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik
dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
(2)Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
(3)Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus
yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu
dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta
pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
b) Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
(1)Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih
dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali
dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan
indikasi untuk mengeluarkannya.
Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
(a)Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran
basal.
(b)Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua sampai ke miometrium.
(c)Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum
menembus serosa.
(d)Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding
rahim.
(2)Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata).
c) Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
(1)Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi
darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan
darah.
(2)Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
(3)Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
(4)Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
(5)Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
(6)Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
(7)Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
d) Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan
tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara
manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya
plasenta,lakukan palpasi sekunder.
7. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh
dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet),
ataU dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi
peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
a) Klasifikasi
(1)Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
(a)Ruptur Uteri Gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
(b)Ruptur Uteri Durante Partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR.
Jenis inilah yang terbanyak.
(2)Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
(a)Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
(b)Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju).
SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah
ruptur uteri.
(c)Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau
versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
(d)Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
(3)Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
(a)Ruptur Uteri Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya
(perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga
perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
(b)Ruptur Uteri Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek.
Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke
ligamentum latum.
(4)Menurut etiologinya
(a)Rupture uteri spontanea
Menurut etiologi dibagi menjadi 2:
i. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas
SC, miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan
plasenta secara manual

ii. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada
panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti
janin penderita DM, hidrops fetalis, post maturitas dan grande
multipara.

(b)Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain


seperti:
i. ekstraksi forsef
ii. Versi dan ekstraksi
iii. Embriotomi
iv. Versi brakston hicks
v. Sindroma tolakan (pushing sindrom)
vi. Manual plasenta
vii. Curetase
viii. Ekspresi kisteler/cred
ix. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
x. Trauma tumpul dan tajam dari luar
(5)Menurut gejala klinis:
i. Rupture uteri imminens (membakat=mengancam): penting untuk
diketahui
ii. Rupture uteri sebenarnya

b) Etiologi
Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:
(1)Tindakan obstetri
(2)Ketidakseimbangan fetopelvik
(3)Letak lintang yang diabaikan
(4)Kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinan
(5)Jaringan parut pada uterus
(6)Kecelakaan.
8. Perdarahan Pasca persalinan
Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan
pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Penyebab gangguan ini
adalah kelainan pelepasan dan kontraksi, rupture serviks dan vagina (lebih
jarang laserasi perineum), retensio sisa plasenta, dan koagulopati.
Perdarahan pascapersalinan tidak lebih dari 500 ml selama 24 jam
pertama, kehilangan darah 500 ml atau lebih berarti bahaya syok. Perdarahan
yang terjadi bersifat mendadak sangat parah (jarang), perdarahan sedang (pada
kebanyakan kasus), dan perdarahan sedang menetap (terutama pada ruptur).
Peningkatan anemia akan mengancam terjadinya syok, kegelisahan, mual,
peningkatan frekuensi nadi, dan penurunan tekanan darah.
a) Klasifikasi Klinis
(1)Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau
Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama.
Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Terbanyak dalam 2 jam pertama.
(2)Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder
atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan
pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan
pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan
rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
b) Gejala Klinis
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus
setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-
tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat
dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain.
Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelum ia
tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama.
c) Diagnosis
Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta
belum lahir biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah
plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat
diketahui dengan palpasi uterus ; fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus
lembek, kontraksi uterus tidak baik. Sisa plasenta yang tertinggal dalam
kavum uteri dapat diketahui dengan memeriksa plasenta yang lahir apakah
lengkap atau tidak kemudian eksplorasi kavum uteri terhadap sisa plasenta,
sisa selaput ketuban, atau plasenta suksenturiata (anak plasenta). Eksplorasi
kavum uteri dapat juga berguna untuk mengetahui apakan ada robekan
rahum. Laserasi (robekan) serviks dan vagina dapat diketahui dengan
inspekulo. Diagnosis pendarahan pasca persalinan juga memerlukan
pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan Hb, COT (Clot
Observation Test), kadar fibrinogen, dan lain-lain.
d) Faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan pascapersalinan
(1)Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini
dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita
belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35
tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih
besar. Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian
maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun
2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi
pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali
setelah usia 30-35tahun.

(2)Perdarahan pascapersalinan dan gravida


Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk
multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya
perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk
golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada
multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga
kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.
(3)Perdarahan pascapersalinan dan paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian
maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka
kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang
rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan
yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil
dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan
dan nifas.
(4)Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin
fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan
nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat
diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas
rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin
terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat
diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care
tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan
ditanggulangi dengan cepat.
(5)Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai
hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal
ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan
mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.

e) Komplikasi perdarahan pascapersalinan


Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan
memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita
berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi
insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi,
anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan
fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan
ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan
fungsi laktasi.
(1)Penanganan perdarahan pascapersalinan
Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya
adalah :
(a)Hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan
diberi infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander,
Dextran-L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen.
(b)Pada perdarahan sekunder atonik:
a) Beri Syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV, tetes oksitosin dengan
dosis 20 unit atau lebih dalam larutan glukosa 500 ml.
b) Pegang dari luar dan gerakkan uterus ke arah atas.
c) Kompresi uterus bimanual.
d) Kompresi aorta abdominalis.
e) Lakukan hiserektomi sebagai tindakan akhir.
9. Syok Hemoragik
Semua keadaan perdarahan diatas, dapat menyebabkan syok pada
penderita, khususnya syok hemoragik yang di sebabkan oleh berkurangnya
volume darah yang beredar akibat perdarahan atau dehidrasi.
a) Penyebab gangguan ini.
(1)Perdarahan eksterna atau interna yang menyebabkan hiposekmia atau
ataksia vasomotor akut.
(2)Ketidakcocokan antara kebutuhan metabolit perifer dan peningkatan
transpor gangguan metabolic, kekurangan oksigen jaringan dan
penimbunan hasil sisa metabolik yang menyebabkan cidera sel yang
semula reversibel kemudian tidak reversibel lagi.
(3)Gangguan mikrosirkulasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tekanan darah dan nadi;
pemeriksaan suhu, warna kulit, dan membrane mukosa perbedaab suhu
antara bagian pusat dan perifer badan; evaluasi keadaan pengisian
(kontraksi) vena dan evaluasi palung kuku; keterlambatan pengisian
daerah kapiler setelah kuku ditekan; dan ekskresi urin tiap jam.
b) Penanganan Syok Hemoragik
Pada syok hemoragik tindakan yang esensial adalah menghentikan
perdarahan dan mengganti kehilangan darah. Setelah diketahui adanya syok
hemoragik,:
(1)Penderita dibaringkan dalam posisi Trendelenburg, yaitu dalam posisi
terlentang biasa dengan kaki sedikit tinggi ( 30 derajat ).
(2)Dijaga jangan sampai penderita kedinginan badannya. Setelah kebebasan
jalan napas terjamin, untuk meningkatkan oksigenasi dapat diberi oksigen
100% kira-kira 5liter/menit melalui jalan napas.
(3)Sampai diperoleh persediaan darah buat transfusi, pada penderita melalui
infuse segera diberi cairan dalam bentuk larutan seperti NaCI 0,9%, ringer
laktat, dekstran, plasma dan sebagainya.
(4)Jika dianggap perlu kepada penderita syok hemoragik diberi cairan
bikarbonat natrikus untuk mencegah atau menanggulangi asidosis.
Penampilan klinis penderita banyak memberi isyarat mengenai keadaan
penderita dan mengenai hasil perawatannya
10. Syok Septik (Bakteri, Endotoksin)
Penyebab gangguan ini adalah masuknya endotoksin bakteri gram
negative (coli, proteus, pseudomonas, aerobakter, enterokokus). Toksin bakteri
gram positif (streptokokus, Clostridium welchii) lebih jarang terjadi. Pada
abortus septic, sering terjadi amnionitis atau pielonefritis. Adanya demam
sering didahului dengan menggigil, yang diikuti penurunan suhu dalam
beberapa jam, jarang terjadi hipotermi. Tanda lain adalah takikardia dan
hipotensi yang jika tidak diobati hamper selalu berlanjut ke syok yang tidak
reversible. Gangguan pikiran sementara (disorientasi) sering tidak
diperhatikan. Nyeri pada abdomen (obstruksi portal dan ekstremitas yang tidak
tegas). Ketidakcocokan antara gambaran setempat dan keparahan keadaan
umum. Jika ada gagal ginjal akut dapat berlanjut ke anuria.Trobopenia sering
terjadi hanya sementara.
a) Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah tindakan segera selama fase awal.
Terapi tambahan untuk pengobatan syok septic (bakteri) selalu bersifat
syok hipovolemik (hipovolemia relatif) adalah terapi infuse secepat
mungkin yang diarahkan pada asidosis metabolik. Terapi untuk infeksi
adalah antibiotika (Leucomycin, kloramfenikol 2-3 mg/hari, penisilin
sampai 80 juta satuan/ hari). Pengobatan insufisiensi ginjal dengan
pengenalan dini bagi perkembangan insufisiensi ginjal, manitol
(Osmofundin). Jika insufisiensi ginjal berlanjut 24 jam setelah kegagalan
sirkulasi, diperlukan dialysis peritoneal.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pemeriksaan klinik lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan
pemeriksaan obstetri termasuk pemeriksaan panggul secara sistematis meliputi
sebagai berikut :
1. Anamnesis
Diajukan kepada pasien atau keluarganya beberapa hal berikut dan
jawabannya dicatatat dalam catatan medik.
a. Masalah atau keluhan utama yang menjadi alasan pasien datang ke klinik.
b. Riwayat penyakit atau masalah tersebut, termasuk obat-obatan yang sudah
didapat.
c. Tanggal hari pertama haid yang terakhir dan riwayat haid.
d. Riwayat kehamilan sekarang.
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu termasuk kondisi
anaknya.
f. Riwayat penyakit yang pernah diderita dan penyakit dalam keluarga.
g. Riwayat pembedahan.
h. Riwayat alergi terhadap obat.
2. Pemeriksaan fisik umum
a. Penilaian keadaan umum dan kesadaran penderita.
b. Penilaian tanda vital.
c. Pemeriksaan kepala dan leher.
d. Pemeriksaan dada (pemeriksaan jantung dan paru-paru).
e. Pemeriksaan perut ( kembung, nyeri tekan atau nyeri lepas, tanda abdomen
akut, cairan bebas dalam rongga perut).
f. Pemeriksaan anggota gerak (edema tungkai bawah dan kakai)
3. Pemeriksaan obstetri
a. Pemeriksaan vulva dan perineum
b. Pemeriksaan vagina
c. Pemeriksaan servik
d. Pemeriksaan rahim (besarnya, kelainan bentuk, tumor dan sebagainya)
e. Pemeriksaan adneksa
f. Pemeriksaan his (frekuensi, lama, kekuatan, relaksasi, simetri dan dominasi
fundus)
g. Pemeriksaan janin :
1) Didalam atau diluar rahim
2) Jumlah janin
3) Letak janin
4) Presentasi janin dan turunnya presentasi seberapa jauh
5) Posisi janin, moulage dan kaput suksedaneum
6) Bagian kecil janin disamping presentasi (tangan, tali pusat)
7) Anomali kongenital pada janin
8) Tafsiran berat janin
9) Janin mati atau hidup, gawat janin atau tidak
4. Pemeriksaan panggul
a. Penialaian pintu atas panggul :
1) Promontorium teraba atau tidak
2) Ukuran konjugata diagonalis dan konjugata vera
3) Penilaian linea inominata teraba berapa bagian atau seluruhnya
b. Penilaian ruang tengah panggul
1) Penilaian tulang sakrum (cekung atau datar)
2) Penilaian dinding samping (lurus atau konvergen)
3) Penilaian sepina iskiadika (runcing atau tumpul)
4) Ukuran jarak antar spina iskiadika (distansia interspinarum)
c. Penilaian pintu bawah panggul
1) Arkus pubis (lebih besar atau kurang dari 90o)
2) Penilaian tulang kogsigis (kedepan atau tidak)
d. Penilaian adanya tumor jalan lahir yang menghalangi persalian pervagina
e. Penilaian panggul (panggul luas, sedang, patologik)
5. Penilaian imbang feto-pelvik : (imbang feto-pelvik baik atau disproporsi-
sefalo-pelvik)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b/d perdarahn intra servikal
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan nafsu
makan
3. Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal
4. Cemas b.d terdiagnose c.a serviks sekunder akibat kurangnya pengetahuan
tentang Ca. Serviks dan pengobatannya.
5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan
terhadap pemberian sitostatika.

C. Intervensi keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan intra servikal
Tujuan :
Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam diharapkan perfusi jaringan
membaik
Kriteria hasil :
a. Perdarahan intra servikal sudah berkurang
b. Konjunctiva tidak pucat
c. Mukosa bibir basah dan kemerahan
d. Ektremitas hangat
e. Hb 11-15 gr %
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama )
c. Cek Hb
d. Cek golongan darah
e. Beri O2 jika diperlukan
f. Pemasangan vaginal tampon.
g. Therapi IV

2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan


nafsu makan.
Tujuan :
Setelah  dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi penurunan berat badan
b. Porsi makan yang disediakan  habis.
c. Keluhan mual dan muntah kurang
Intervensi :
a. Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
b. Berika makan TKTP
c. Anjurkan makan sedikit tapi sering
d. Jaga lingkungan pada saat makan
e. Pasang NGT jika perlu
f. Beri Nutrisi parenteral jika perlu.

3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara
mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami
Kriteria hasil :
a. Klien dapat menyebutkan cara-cara mengurangi nyeri yang dirasakan
b. Intensitas nyeri berkurangnya
c. Ekpresi muka dan tubuh rileks
Intervensi :
a. Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
b. Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri.
c. Ajarkan teknik relasasi dan distraksi
d. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
e. Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri

4. Cemas yang berhubungan dengan terdiagnose kanker serviks sekunder


kurangnya pengetahuan tentang kaker serviks, penanganan dan prognosenya.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat informasi
tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan prognosenya.
Kriteria hasil :
a. Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita
b. Klien mengetahui tindakan - tindakan  yang harus dilalui klien.
c. Klien  tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah
komplikasi.
d. Sumber-sumber koping teridentifikasi
e. Ansietas berkurang
f. Klien mengutarakan  cara mengantisipasi ansietas.
Intervensi
a. Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya.
b. Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata
cara mengentrol dirinya.
c. Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan penyesuaian.
( Ego yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak efektif, kurang
motivasi, kurangnya sistem pendukung yang positif).
d. Tunjukkan adanya harapan
e. Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik

5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan
sekunder terhadap pemberian sitostatika.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi
stabil
Kriteria hasil :
a. Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya
b. Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang
dekat.
c. Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara
konstruktif.
d. Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri.
Intervensi :
a. Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan sikap
positif.
b. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikanbperasaan dan pikian
tentang kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan pengobatan.
c. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap mispersepsi
tentang penyakitnya.
d. Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri
melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal,
peningkatan pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian serta
perkembangan spiritual dan moral.
e. Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan (menyangkal
perubahan, penurunan kemampuan merawat diri, isolasi sosial, penolakan
untuk mendiskusikan masa depan.
f. Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan
konseling secara profesional. 

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Distosia di definisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau
abnormal, yang timbul akibat sebagai kondisi yang berhubungan dengan berbagai
macam keadaan. (editor renata komalasari, 2005)
Klasifikasi :
1. Distosia karena kelainan tenaga/his
2. Distosia karena kelainan letak
3. Kehamilan karena kelainan bentuk
4. Distosia karena kelainan pelvis

Diagnosa keperawatan pada distosia :


1. Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan yang lambat.
2. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan dengan persalinan yang lama,
malpresentasi janin, hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu, CPD.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik,
muntah, diforesis hebat, pembatasan masukan oral, diuresis ringan berkenaan
dengan pemberian oksitosin.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, et all, 2005. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC


Doenges, Marilyn E., 2001. Rencana Perawatan Maternal atau Bayi. Jakarta : EGC.

Manuaba, Ida Bagus Gde., 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit dan Keluarga

Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai