Anda di halaman 1dari 17

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN VIII
“PENETAPAN PERMEASI OBAT IN VITRO DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DIFUSI FRANZ (DIFUSI OBAT)”

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD FAISAL

NIM : G7011812

KELAS/KELOMPOK : A/II (DUA)

HARI/TANGGAL : KAMIS, 29 APRIL 2021

ASISTEN : NURUL AMALIA

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Biofarmasi meneliti pengaruh formulasi Obat terhadap efek terapeutiknya.
Dengan kata lain, dalam bentuk sediaan mana, Obat harus dibuat agar
menghasilkan efek yang optimal. Ketersediaan hayati Obat dalam tubuh
untuk diresorpsi dan untuk melakukan efeknya juga dipelajari
(Pharmaceutical dan biological availability). Begitu pula kesetaraan
terapeutik dari sediaan yang mengandung zat aktif sama (therapeutic
equivalence). Ilmu ini mulai berkembang pada akhir tahun 1950-an dan erat
hubungannya dengan farmakokinetika (Tjay & Rahardja, 2015).

Secara fisik, sebagian besar obat berbentuk padat. Kelarutan (Solubility)


suatu. Obat merupakan sifat fisikokimia yang sangat penting. Penentuan
kelarutan obat dan cara memodifikasi (meningkatkan dan menurunkan)
kelarutan sangat penting dalam pengembangan sediaan. Ketersediaan hayati
(Bioavailability/BA) dari suatu obat yang diberikan secara oral bergantung
terutama pada kelarutan obat dalam saluran cerna dan permeabilitasnya
melewati sel membran saluran cerna. Hal ini merupakan dasar pokok sistem
klasifikasi biofarmasetika (Biopharmaceutical Clasification System/BSC)
Sebelum dapat diserap molekul Obat harus berada dalam keadaan terlarut,
molekul obat yang kelarutannya kecil atau yang rendah di dalam air dapat
menunda atau memperlama dan membatasi absorpsi Obat. Kelarutan Obat
sangat penting untuk diketahui bila Obat masuk kedalam aliran darah. Selain
itu, dalam studi farmakologi, toksikologi dan farmakokinetik kelarutan Obat
penting diketahui selama tahap pengembangan Obat (Fatmawaty Aisyah et
al., 2019).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis dapat mengetahui


permeasi in vitro dengan berbagai formulasi transdermal, permeasi in vitro
gel diklofenak menggunakan sel difusi franz, pengaruh variable formulasi
terhadap permeasi obat dan memprediksi fluks (kecepatan difusi dalam satuan
luas) dan koefisien permeas. Hal inilah yang melatarbelakangi percobaan ini.
B. Maksud Percobaan
1. Memahami permeasi in vitro dengan berbagai formulasi transdermal
2. Memahami permeasi in vitro gel diklofenak menggunakan sel difusi franz
3. Memahami pengaruh variable formulasi terhadap permeasi obat
4. Mengetahui dan memprediksi fluks (kecepatan difusi dalam satuan luas) dan
koefisien permeasi

C. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui permeasi in vitro dengan berbagai formulasi transdermal
2. Mengetahui permeasi in vitro gel diklofenak menggunakan sel difusi franz
3. Mengetahui pengaruh variable formulasi terhadap permeasi obat
4. Mengetahui dan memprediksi fluks (kecepatan difusi dalam satuan luas) dan
koefisien permeasi

D. Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini yaitu kita dapat memahami dan mengetahui
permeasi in vitro dengan berbagai formulasi transdermal, permeasi in vitro gel
diklofenak menggunakan sel difusi franz, pengaruh variable formulasi terhadap
permeasi obat dan memprediksi fluks (kecepatan difusi dalam satuan luas) dan
koefisien permeasi.

E. Prinsip Percobaan
F. Dasar Teori
Kulit merupakan target masuknya obat dari sediaan transdermal. Kulit
merupakan barrier penghalang yang terdiri dari berbagai lapisan. Lapisan
paling luar dari kulit, yaitu stratum korneum, terdiri dari keratin dan dikelilingi
oleh lapisan lipid interseluler sehingga sulit untuk ditembus. Agar zat aktif dari
sediaan transdermal dapat masuk ke dalam kulit dan mencapai target kerjanya
dengan maksimal, maka penetrasi zat aktif melalui kulit perlu ditingkatkan.
Salah satu cara meningkatkan penetrasi obat melalui kulit yang umum
digunakan adalah dengan menambahkan zat peningkat penetrasi pada sediaan
transdermal (Suwalie & Mita, 2017).

Sediaan obat melalui kulit memiliki kaitan yang erat dengan pelepasan zat
aktif, di mana penetrasi molekul obat akan dihambat oleh lapisan pada kulit.
Oleh karena itu perlu dilakukan uji pelepasan zat aktif yang dapat menembus
kulit. Pengujian pelepasan zat aktif secara in vitro sediaan semisolid
diantaranya dapat dilakukan dengan menggunakan metode assay, metode
membran, sel difusi Franz dan lempeng agar, yang dapat digunakan terutama
untuk membandingkan pelepasan obat dari sediaan semisolid pada basis yang
bervariasi. Teknik in vitro penting untuk mengaji penetrasi kulit, yang meliputi
penggunaan beberapa macam sel difusi kulit binatang atau manusia yang
terikat pada suatu tempat dan senyawa-senyawa yang lewat dari permukaan
epidermis ketempat cairan yang diukur (Gozali et al., 2015)

Pengujian difusi merupakan pengujian dasar terhadap suatu sediaan obat.


Difusi adalah suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa
oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan adanya
perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas. Difusi mikroemulsi
terjadi pada saat sediaan melepaskan senyawa obat ke dalam cairan tubuh
untuk diabsorpsi. Medium yang digunakan adalah NaCl fisiologis, phosphate
buffer saline (PBS) dan isopropanol-air (1:9) serta dua larutan pengekstraksi
kloroform dan pentana untuk mengetahui pelepasan kadar tertinggi dari TU
dan MPA dalam sediaan mikroemulsi. Pengujian difusi dengan Franz Diffusion
Cell yang terdiri dari dua kompartemen yaitu kompartemen donor dan
kompartemen reseptor. Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh barrier/
membran otot paha tikus sebagai studi in vitro dalam pengembangan sediaan
baru (Azrifitria et al., 2017).

Menurut (Dewi et al., 2019) prinsip kerja sel difusi Franz yaitu meletakkan
membran semi permeabel diantara kompartemen donor dan reseptor, kemudian
senyawasenyawa yang masuk kedalam cairan reseptor diukur kadarnya
menggunakan instrumen analisis yang sesuai. Uji penetrasi secara in vitro
memiliki dua parameter utama yaitu jumlah kumulatif zat aktif yang
terpenetrasi dan laju penetrasi atau fluks. Tahapan perjalanan obat menembus
kulit meliputi:
1. Disolusi suatu obat dalam pembawanya,
2. Difusi obat terlarut dari pembawa ke permukaan kulit, dan
3. Penetrasi obat kedalam kulit.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan penetrasi obat kedalam
kulit meliputi konsentrasi obat, koefisien partisi, pH tempat absorpsi dan pKa
bahan obat, dan variasi biologis kulit

Salah satu obat yang sering digunakan dengan atau tanpa resep dokter adalah
obat anti-inflamasi non steroid (NSAID). Kalium diklofenak menyebabkan
iritasi salurang cerna melalui dua mekanisme patofisiologi. Mekanisme
pertama adalah dengan menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan
tubuh melalui penghambatan siklooksigenase 1 dan 2. Siklooksigenase-2 tidak
ada dalam keadaan normal, melainkan diinduksi pada keadaan inflamasi
sehingga enzim ini meningkat apabila ada proses inflamasi seperti artitis.
Siklooksigenase-1 merupakan enzim dengan fungsi sebagai perlindung mukosa
lambung. Akibat dari penghambatan pada siklooksigenase tersebut
menyebabkan efek samping pada saluran pencernaan (dyspepsia, mual,
gastritis). Mekanisme kedua dikarenakan kalium diklofenak merupakan asam
lemah, pada waktu pH lambung netral akan terdifusi ke epitel membran sel
mukosa.(Purnamasari et al., 2019).
G. Uraian Bahan
1. Aquadest (FI III, 1979; 96)
Nama Resmi : AQUADESTILLATA
Nama Lain : Air suling
Rm/Bm : H2O/18,02

Rumus Struktur :

(Pubchem.com)

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,


tidak memiliki rasa
Kelarutan : -

Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

2. Etanol (FI Edisi III :1979:65)


Nama Resmi : AETCHANOLUM
Nama Lain : Etanol/ alkohol
Rm/Bm : C2H5OH/46,06

Rumus Struktur :

(Pubchem.com)
: Cairan tiidak berwarna, jernih, mudah,
Pemerian
menguap, dan mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dalam kloroform p
dan pada eter p.
Kegunaan : Sebagai pembasah
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
H. Uraian Sampel
1. Na Diklofenak (FI IV 1995 Hal 1405)
Nama Resmi : DICLOFENAC SODIUM
Nama Lain : Natrii-diklofenak,
Rm/Bm : C14H10C12NNaO2 /318,13

Rumus Struktur :

(Pubchem.com)
: Serbuk hablur putih hingga hamper putih,
Pemerian
higroskopik

Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, larut dalam etanol,


agak sukar larut dalam air, praktis larut dalam
kloroform dan dalam eter.
Kegunaan : Sebagai Gelling agent
Khasiat : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah kedap dan tertutup rapat
I. Prosedur Kerja

1. Pembuatan dapat fosfat pH7,4


- Pembuatan larutan A : Timbang 3,5 g disodium hydrogen fosfat dan
larutkan dalam 100 ml airsuling.
- Pembuatan larutan B : Timbang 2,76 g natrium dihydrogen fosfat dan
larutkan dalam 100 ml airsuling
- Campur 40,5 ml larutan A dengan 9,5 ml larutan B dan cukupkan
volume hingga 100ml
2. Pembuatan larutan stock standar
a. Timbang secara akurat 100 mg natrium Dikofenak p.a dan pindahkan
kedalam labu ukur 100 ml dn cukupkan volumenya dengan air suling
(Stok I, 1 mg/ml). pindahkan 10 ml stok I ke labu ukur 100 ml yang
lain kemudian cukupkan volume (Stok II, 100g/ml).
b. Dari larutan stok II, pipet 0,4 ; 0,8; 1,2; 1,6;, 2 dan 2,4 ml ke dalam
labu ukur 10 ml dan cukupkan volume untuk mendapatkan konsentrasi
dalam kisaran 4-24µg/ml
a. Pengukuran absorbansi : ukur absorbansi dari masing masing
pengenceran pada panjang gelombang maksimum 270 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Visible. Plot grafik absorbansi
natrium diklofenak versus konsentrasi. Tentukan slop dan intersep dari
grafik di MS Exel.
3. Pelepasan in vitro danpermeasi
a. Penentuan permeasi obat menggunakan sel difusi Franz dengan
menggunakan sel difusi franz dengan luas area difusi 4,7 cm2 dan
kapasitas 37ml
b. Letakan membrane selofan diantara kompratemen donor danreseptor
Isi kompratemen reseptor dengan sekitar 37 ml buffer fosfat (pH 7,4).
Pertahankan suhu sel pada 37oC dengan cara menyirkulasikan isi bak
air termostatis dengan pompa melalui lapisan sekeliling sel. Adukisi
kompartemen reseptor pada 600 rpm dengan magnetic stirrer yang
ditempatkan di dalam sel selama percobaan.
c. Pastikan membrane harus bersentuhan dengan mediareseptor
d. Letakkan 1 gram gel diklofenak dalam kompartemen donor dan tutup
sel donor dengan aluminium foil untuk menghindaripenguapan.
e. Ambil 2 ml sampel dari kompartemen reseptor pada interval waktu
yang telah ditentukan dan segera ganti dengan 2 ml larutan reseptor,
pada suhu yangsama.
f. Encerkan sampel yang diambil jika diperlukan dan analisis secara
spektrofotmetri pada panjang gelombang 270nm.
g. Gunakan kurva kalibrasi untuk menentukan jumlah natrium diklofenak
yangterdifusi.
h. Plot grafik jumlah obat yang tersebar per satuan luas terhadap waktu
dan tentukan kemringan garis darigrafik.
i. Hitung koefisin permeabilitas dengan menggunakan rumus berikut:

Kp = Jss/Cv

Dimana,

K = koefisien permebilitas(cm/jam)

Jss = fluks (mg/cm2/jam), slop dari garis linier plot jumlah obat yang
terdifusi per satuan luas versus waktu
A = luas membrane difusi(cm2)

C= konsentrasi awal obat dalam kompartemen donor(mg).


J. Uraian Hewan
J.1 Klasifikasi
1. Ular (M. reticulatus) (Mattison.2017)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Subordo : Serpentes
Famili : Pythonidae
Genus : Malayopython
Spesies : M.reticulatus
K. Alat dan Bahan
K. 1 Alat
- Timbangan
- Stopwatch
- Lap kasar
- Gelas beker
- Elrenmeyer
- Pengaduk
- Sel Difusi franz
- Tabung reaksi
- Pipet tetes
- Spektrofotometer UV-Vis
- Magnetic stirrer
- Water Bath

K. 2. Bahan
- Geldiklofenak
- Kalium dihydrogenortosofosfat
- Membraneselofan
- Membrane kulitular
- Masker

K. 3. Sampel
- Natrium diklofenak

K. 4. Hewan uji
- Ular (M. reticulatus)
DAFTAR PUSTAKA

Azrifitria, A., Supandi, S., & Ritonga, M. (2017). Optimasi Uji Difusi Kombinasi
Testosteron Undekanoat (TU) dan Medroksi Progesteron Asetat (MPA)
dalam Sediaan Mikroemulsi. MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana), 1(2),
62–67. https://doi.org/10.24123/mpi.v1i2.187

Dewi, L. O., Priani, S. E., & Darusman, F. (2019). Pengaruh Berbagai Jenis
Peningkat Penetrasi Terhadap Difusi Perkutan Kafein dalam Sediaan Body
Serum. Prosiding Farmasi, 5(2), 146–153.

Fatmawaty Aisyah, Nisa, M., & Riski, R. (2019). Teknologi Sediaan Solida (1th
ed.). Deepublish.

Gozali, D., Waheda, F., Levita, J., & Khoirunisa, A. (2015). Enhancing the
Permeation of Ketoprofen Microemulsion. Indonesian Journal of
Pharmaceutical Science and Technology, 2(2), 55–62.
https://doi.org/10.15416/ijpst.v2i2.7811

Purnamasari, N., Alatas, F., & Gozali, D. (2019). Formulasi Dan Evaluasi
Transdermal Patch Kalium Diklofenak. Kartika : Jurnal Ilmiah Farmasi,
7(1), 43. https://doi.org/10.26874/kjif.v7i1.209

Suwalie, E. R., & Mita, S. R. (2017). Terpen sebagai peningkat penetrasi pada
sediaan transdemal. Farmaka, 15(3), 102–110.
http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/13664

Tjay, T. H., & Rahardja, K. (2015). Obat-obat Penting (3th ed.). PT. Elex Media
Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai