Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“ MAWARIS & PERNIKAHAN ”

Disusun Oleh :
SUKMA

Kelas : XII AP

SMK NEGERI 4 MERANGIN


TP. 2019/2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah telah menetapkan aturan main bagi kehidupan manusia di atas
dunia ini. Aturan ini dituangkan dalam bentuk titah atau kehendak Allah tentang
perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia. Aturan Allah
tentang tingkah laku manusia secara sederhana adalah syariah atau hukum
syara’ yang sekarang ini disebut hukum Islam.
Hukum Islam melingkupi seluruh segi kehidupan manusia di dunia, baik
untuk mewujudkan kebahagiaan di atas dunia maupun di akhirat kelak.
Dalam hukum perdata Islam banyak sekali aturan yang mengatur
beberapa hal, diantaranya yaitu tentang pernikahan dan kewarisan. Adanya
hukum yang mengatur hukum pernikahan dan kewarisan ialah untuk
mendapatkan hukum yang relavansi dengan kehidupan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis memandang perlu adanya rumusan
masalah, yaitu diantaranya sebagai berikut.
1. Apa pengertian dari pernikahan beserta bagian-bagian dari pernikahan?
2. Apa pengertian dari waris beserta bagian-bagian dari hukum waris?

C. Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis memiliki bebarapa tujuan yang hendak
dicapai yakni sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian pernikahan dan mengetahui bagian-bagian
dari pernikahan.
2. Untuk mengetahui pengertian waris dan mengetahui bagian-bagian dari
waris.

BAB II

2
PEMBAHASAN
MAWARIS DALAM ISLAM

A. MAWARIS
1. Pengertian Ilmu Mawaris
Ilmu mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pembagian
harta yang telah di tentukan  dalam Alquran dan  Hadits.cara pembagian
menurut ahli mawarits adalah yang terbaik, seadil-adilnya dengan tanpa
melupakan hak seorang ahli waris sekalipun terhadap anak-anak yang
masih kecil.
            Ilmu mawaris disebut juga dengan ilmu faraidh, ilmu faraidh
merupakan suatu cara yang sangat efektif untuk mendapat pembagian
warisan-warisan yang berprinsip dan nilai-nilai keadilan yang
sesungguhnya .
Ilmu mawaris dan ilmu faraidh pada prinsipnya adalah sama yaitu
ilmu yang membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenan dengan
harta peninggalan orang yang meninggal dunia.
Para waris dari golongan laki-laki yang di sepakati pewaris mereka
ada 10 orang yang secara garis besar dan Ada 15 orang secara terperinci.
a. Golongan dari laki-laki
1. Anak laki-laki
2. Putra dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah
3. Ayah
4. kakek yang shohih dan seterusnya ke atas.
5. saudara laki-laki seayah dan seibu
6. saudara laki-laki seayah
7. saudara laki-laki seibu
8. putra saudara laki-laki seayah dan seibu
9. putra saudara laki-laki seayah
10. saudara laki-laki ayah yang seayah seibu
11. saudara laki-laki seayah
12. putra saudara laki-laki yang seayah seibu
13. putra saudara laki-laki ayah yang seayah
14. suami
15. orang yang laki laki yang membebaskan budak.

b. Golongan dari perempuan


1. Anak perempuan
2. Ibu
3. putri dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
4. nenek yang shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ibu )
5. nenek yang shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ayah )
6. saudara perempuan seayah dan seibu
7. saudara perempuan seayah
8. saudara perempuan seibu

3
9. Istri
10. orang perempuan yang membebaskan budak[2]

2. Sebab-sebab Menerima harta warisan dan penghalang mendapatkan


warisan.
Dalam Agama islam sebab-sebab menerima harta warisan, adalah sebagai
berikut:
 Hubungan kekeluargaan
Dalam hubungan kekeluargaan tidak membedakan antara ahli
waris laki-laki dan perempuan, orang tua dan anak-anak, orang yang
kuat dan Lemah. Sesuai ketentuan yang
berlaku semuanya harta warisan.
 Hubungan perkawinan
Selama perkawinan masih utuh bisa menyebabkan adanya saling
waris mewarisi. Akan tetapi, jika perkawinan sudah putus maka
gugurlah saling waris mewarisi, kecuali istri dalam keadaan masa
iddah pada talak raj’i.
 Hubungan wala’ ( memerdekakan budak )
Seseorang yang telah memerdekakan budak bisa menyebabkan
memperoleh warisan. Jika budak yang di merdekakan itu meninggal
dunia, maka orang yang memerdekakan itu berhak menerima warisan.
Akan tetapi, jika orang yang memerdekakan itu meninggal dunia maka
budak yang telah di merdekakan itu tidak berhak mendapatkan apa-
apa.
 Hubungan Agama
Apabila ada orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli
waris, baik dari hubungan kekeluargaan, perkawinan, wala’, maka
harta warisannya itu di berikan kepada kaum muslimin, yaitu
diserahkan ke baitul Mal untuk kemashlahatan umat islam.
Sebab-sebab Tidak menerima / Hilangnya Hak menerima Harta Warisan:

3. Pengelompokkan ahli waris dan hak masing-masing.


 Ahli Waris Yang masuk golongan ashabah ialah:
Anak Laki-laki
1. Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
2. Ayah
3. Kakek Laki-laki dan seterusnya keatas
4. Saudara laki-laki seibu
5. Saudara seayah
6. Anak laki-laki dari saudara seibu seayah
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
8. Paman seibu seayah

4
9. Paman seayah
10. Anak laki-laki dari paman laki-laki seibu seayah
11. Anak laki-laki dari paman saudara seayah
12. Laki-laki yang memerdekakan.
13. Perempuan yang memerdekakan
Ahli waris ashabah ini menerima warisan berdasarkan peringatan
di mulai dari peringkat pertama Bila ada ashabah pada peringkat yang
lebih dekat tentu ashabah yang barada di peringkat berikutnya akan
terhijab otomatis.
Mengenal kedudukan ayah dan kakek memang strategis, satu sisi
mereka adalah dzaul furudh tetapi disisi lain mereka juga jadi ashabah,
tentu manakala atau cucu laki-laki tidak ada, ayah dan kakek tetap
menjadi dzaul furudh.
 Bahagian Ahli Waris Dzaul Furudh
 Yang menerima setengah (1/2)
1. Anak perempuan apabila hanya seorang
2. Anak perempuan dari anak laki-laki ( cucu perempuan ),
Apabila hanya seorang, selama tidak ada anak perempuan dan
cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Saudara perempuan seayah, jika hanya seorang saja, dan tidak
juga tsb pada point 1 dan 2
4. Suami, jika tidak ada anak, dan tidak ada cucu laki-laki dan
anak laki-laki
 Yang menerima seperempat  (1/4)
1. Suami, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-
laki
2. Istria tau beberapa orang istri, jika tidak ada anak atau cucu
laki-laki dari anak laki-laki
 Yang menerima seperdelapan (1/8)
Istri atau beberapa orang istri bila ada anak atau cucu dari anak
laki-laki
 Yang mendapat dua pertiga (2/3)
1. Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak
mempunyai saudara laki-laki
2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak lak-laki,
selama tidak ada anak perempuan atau saudara laki-laki
3. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih, jika tidak
ada anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki,
atau saudara laki-laki mereka.
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada
yang tsb dari point 1,2, 3
 Yang mendapat (1/3)

5
1. Ibu, jika tidak terhalang, jika tidak meninggalkan anak atau
cucu laki-laki. Atau tidak pula meninggalkan dua orang
saudara baik laki-laki maupun perempuan , baik seibu seayah
atau bukan.
2. Dua orang laki-laki atau lebih, juga saudara perempuan seibu,
dua orang atau lebih, jika tidak ada pokok dan cabang (ayah
atau kakek dan anak atau cucu).itulah yang di maksud dengan
“kalalah”. Selain itu jumlah mereka harus ada dua orang atau
lebih baik mereka lelaki atau perempuan.
 Yang menerima seperenam (1/6)
1. Ibu, jika ada anak, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau
dua orang atau lebih dari saudara laki-laki dan perempuan.
2. Ayah, jika tidak ada anak atau cucudari anak  laki-laki
3. Nenek perempuan jika tidak ada ibu
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama-sma dengan
seoranganak perempuan sekandung.
5. Saudara perempuan seayah, jika bersama-sama dengan
seorang saudara perempuan sekandung ayah.
 Ahli waris zul arham
Ahli waris zul arham adalah orang-orang yang mempunyai
hubungan kerabat dengan pewaris, namun tidak dijelaskan bagiannya
dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi sebagai zaul furudh dan tidak pula
termasuk dalam kelompok ashabahbila kerabat yang menjadi ashabah
adalah laki-laki dalam garis keturunan laki-laki, maka zaul arham itu
adalah perempuan atau laki-laki melalui garis keturunan perempuan.
 Cara membagi Waris
Sebagaimana di ketahui bahwa pembagian dalam harta warisan
telah di tetapkan bagian masing-masing ahli waris, yaitu ada ahli waris
yang menerima bagian tertentu yang berupa seberapa dari warisan, di
sebut furudhul muqaddarah, dan ahli waris menerima seluruh yang
tersisa setelah di ambil oleh bagian ahli waris yang termasuk alquran-
furudhul muqaddarah disebut ashabah.

B. PERNIKAHAN
Pengertian Nikah
secara bahasa : kumpulan, bersetubuh, akad.
secara syar’i : dihalalkannya seorang lelaki dan untuk perempuan
bersenangg-senang, melakukan hubungan seksual, dll .

a. Arti Pernikahan

6
Pernikahan berasal dari kata dasar nikah. Kata nikah memiliki
persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti
berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syarak, nikah itu berarti melakukan
suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan
kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga
bahagia yang diridhoi oleh Allh SWT.
b. Hukum Pernikahan
 Hukum Asal Nikah adalah Mubah
Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya
boleh dikerjakan boleh ditinggalkan. Dikerjakan tidak ada pahalanya
dan ditingkalkan tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari segi
kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat
berubah menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram.
 Nikah yang Hukumnya Sunnah
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah itu
sunnah. Alasan yang mereka kemukakan bahwa perintah nikah dalam
berbagai Al-Qur’an dan hadits hanya merupakan anjuran walaupun
banyak kata-kata amar dalam ayat dan hadits tersebut. Akan tetapi,
bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak semua amar harus wajib,
kadangkala menunjukkan sunnah bahkan suatu ketika hanya mubah.
Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu
memberi nafkah dan berkehendak untuk nikah.

1. RUKUN DAN SYARATNYA PERNIKAHAN


Rukun pernikahan ada lima :
1. Mempelai laki-laki syaratnya: bukan dari mahram dari calon istri, idak
terpaksa, atas kemauan sendiri, orangnya tertentu, jelas orangny,calon
suami, syaratnya antara lain beragama Islam, benar-benar pria, tidak
karena terpaksa, bukan mahram (perempuan calon istri), tidak sedang
ihram haji atau umrah, dan usia sekurang-kurangnya 19 tahun.
2. Mempelai perempuan syaratnya-syaratnya: tidak ada halangan syar’I
yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang dalam iddah,
merdeka, atas kemauan sendiri, jelas orangnya. Calon istri, syaratnya
antara lain beragama Islam, benar-benar perempuan, tidak karena
terpaksa, halal bagi calon suami, tidak bersuami, tidak sedang ihram haji
atau umrah, dan usia sekurang-kurangnya 16 tahun.

2. HIKMAH PERNIKAHAN
Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami
istri. Ia merupukan pintu gerbang kehidupan berkeluarga yang mempunyai
pengaruh terhadap keturunan dan kehidupan masyrakat. Keluarga yang

7
kokoh dan baik menjadi syarat penting bagi kesejahteraan masyarakat dan
kebahagiaan umat manusia pada umumnya.
Agama mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik, dan
mulia. Pernikahan menjadi dinding kuat yang memelihara manusia dari
kemungkinan jatuh ke lembah dosa yang disebabkan oleh nafsu birahi yang
tak terkendalikan.
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam pernikahan, antara lain
sebagai kesempurnaan ibadah, membina ketentraman hidup, menciptakan
ketenangan batin, kelangsungan keturunan, terpelihara dari noda dan dosa,
dan lain-lain. Di bawah ini dikemukakan beberapa hikmah pernikahan.
a. Pernikahan Dapat Menciptakan Kasih Sayang dan ketentraman
Manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelengkapan jasmaniah dan
rohaniah sudah pasti memerlukan ketenangan jasmaniah dan rohaniah.
Kenutuhan jasmaniah perlu dipenuhi dan kepentingan rohaniah perlu
mendapat perhatian. Ada kebutuhan pria yang pemenuhnya bergantung
kepada wanita. Demikian juga sebaliknya. Pernikahan merupakan
lembaga yang dapat menghindarkan kegelisahan. Pernikahan merupakan
lembaga yang ampuh untuk membina ketenangan, ketentraman, dan
kasih sayang keluarga. Allah berfirman :
Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah dia meniptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar
terhadap tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir (QS.
Ar-Rum/30:21)
b. Pernikahan Dapat Melahirkan keturunan yang Baik
Setiap orang menginginkan keturunan yang baik dan shaleh. Anak yang
shaleh adalah idaman semua orang tua. Selain sebagai penerus
keturunan, anak yang shaleh akan selalu mendoakan orang tuanya.
Rasulullah saw. bersabda:
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw., bersabda: “Apabila telah mati
manusia cucu Adam, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu
sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang
mendoakannya”. (HR. Muslim)

3. HUKUM NIKAH
Para fuqaha mengklasifikasikan hukum nikah menjadi 5 kategori yang
berpulang kepada kondisi pelakunya :
 Wajib, bila nafsu mendesak, mampu menikah dan berpeluang besar jatuh
ke dalam zina.
 Sunnah, bila nafsu mendesak, mampu menikah tetapi dapat memelihara
diri dari zina.

8
 Mubah, bila tak ada alasan yang mendesak/mewajibkan segera menikah
dan/atau alasan yang mengharamkan menikah.
 Makruh, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah tetapi
tidak merugikan isterinya.
 Haram, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah sehingga
merugikan isterinya.

BAB III
PENUTUP

9
A. KESIMPULAN
Harta seseorang yang telah mati beralih kepada seseorang yang masih hidup
bila diantara keduanya terdapat suatu bentuk hubungan, hubungan kewarisan
menurut islam ada dalam beberapa bentuk :
a. Hubungan kekerabatan atau nasab atau disebut juga hubungan darah
b. Hubungan perkawinan
c. Hubungan pemerdekaan hamba
d. Hubungan sesama islam

B. MAWARIS
1. Pernikahan yaitu ikatan dua orang hamba berbeda jenis dengan suatu ikatan
akad
2. Hukum-hukumnya nikah adalah jaiz, sunnat, wajib, makruh, haram.
3. Diantaranya rukun-rukun nikah adalah mempelai laki-laki, mempelai
perempuan, wali, dua orang saksi, sighat.
4. Tujuan adanya pernikahanan ternyata sangat banyak ditinjau dari berbagai sisi

DAFTAR PUSTAKA

10
Hafsah, Fiqih, ( Medan : Cita Pustaka Media Perintis, 2011 )
Imran Ali, Fikih, ( Medan : Cita Pustaka Media perintis, 2011 )
Drs. H. Moh. Muhibbin, hukum kewarisan islam, sinar grafika, 2009, Jakarta.
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, Prenada Media, 2003, Jakarta.
Dep. Agama, Ilmu Fiqih, Jakarta, 1986.

[1] Drs. H. Moh. Muhibbin, hukum kewarisan islam, sinar grafika, 2009,
[2] Imran Ali, Fikih, ( Medan : Cita Pustaka Media perintis, 2011 )
 [3] Hafsah, Fiqih, ( Medan : Cita Pustaka Media Perintis, 2011 )
 [4] Drs. H. Moh. Muhibbin, hukum kewarisan islam, sinar grafika, 2009,
JAKARTA. Hal 76-79
[5] Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, Prenada Media, 2003,
Jakarta. Hal 162-169
[6] Dep. Agama, Ilmu Fiqih, Jakarta, 1986. Hal 119-125

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan terjemahnya. Toha Putra


Mughniyah, Muhammad Jawad. 2006. Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Lentera
Rasjid, H. Sulaiman. 2008. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Rifa’I, H. Moh. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra
Drs. H. Muh. Rifa’i. Fiqih Islam Lengkap. (Semarang: PT Karya Toha Putra)
 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Departemen Agama Islam)
 H. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. (Bandung: Sinar Baru Algesindo) 381-383
http://rumahabi.info, http://id.shvoong.com, http://www.eramuslim.com

11

Anda mungkin juga menyukai