untuk Kejagung
Merdeka.com - Ratusan karyawan bus PT Arimbi Jaya Agung yang terdiri dari sopir
dan kernet melakukan aksi demonstrasi kepada perusahaan tersebut di Jalan MH Thamrin,
Kebon Nanas, Kota Tangerang, Jumat (23/5). Hal tersebut dipicu tindakan sewenang-wenang
yang dilakukan pihak manajemen.
Dalam aksinya, para sopir mengeluhkan terkait tidak adanya jaminan hukum terhadap
sopir saat terlibat kecelakaan di jalan. Pihak manajemen malah memecat sopir.
"Kalau kecelakaan, menabrak atau ditabrak, perusahaan tidak mau tahu. Sopir disuruh
ganti rugi sendiri, kalau dipenjara tidak dibantu, sudah gitu dipecat juga lagi," tukas Bule, salah
satu sopir.
Menurutnya, dalam bekerja para sopir mempunyai tanggung jawab terhadap penumpang
dan bus yang dibawanya. Untuk itu perlu ada jaminan perlindungan hukum dari perusahaan.
"Tanggung jawab kita besar loh. Masak kalau kita ada masalah tidak dibantu, itu kan tidak adil,"
tegasnya.
Hadi, sopir lainnya mengatakan, sudah banyak karyawan yang dipecat karena kecelakaan
yang belum tentu salah mereka. Bahkan ada yang dipenjara dan hingga kini belum keluar.
"Mereka harus dapat bantuan hukum dan dibebaskan," katanya.
Dia juga menuntut agar wakil personalia perusahaan bus Arimbi Stefen Joe dipecat dari
jabatannya. Pasalnya, semenjak dia menjabat, para karyawan selalu mendapat perlakuan
sewenang-wenang. "Kita selalu resah dan bekerja tidak tenang, karena banyak karyawan yang
dipecat sama dia. Kita akan terus demo sampai tuntutan terpenuhi," tukasnya.
Aksi demo sopir ini membuat operasional bus berhenti. Banyak para penumpang yang
tidak bisa menggunakan jasa bus untuk pergi ke luar kota.
"Saya kecewa, masak demo sampai mengorbankan penumpang. Saya jadi tidak bisa
pergi ke Bandung, padahal ada urusan penting. Saya biasa naik Arimbi, kalau begini jadi
bingung mau naik bus apa," ujar Sogo, warga Bugel, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang.
Gaji di bawah UMP, pegawai outsourcing Bank
Sumut di Medan demo
Merdeka.com - Puluhan pegawai outsourcing Bank Sumut berunjuk rasa di halaman kantor
pusat perusahaan daerah itu, Jalan Imam Bonjol Medan, Jumat (23/5). Mereka menuntut
kejelasan status di perusahaan itu.
Para pengunjuk rasa juga menuntut agar pihak manajemen Bank Sumut segera menghapuskan
sistem outsourcing dan sistem kontrak. "Kami meminta penjelasan soal status kami. Selama ini
pihak manajemen masih memakai sistem kontrak kepada kami. Kami minta itu dihapuskan,"
ujar Halim, koordinator aksi.
Dia memaparkan, saat ini terdapat 1.760 orang pegawai outsourcing di Bank Sumut. Akibatnya,
banyak yang hanya digaji di bawah standar upah minimum provinsi (UMP). Selain itu, mereka
tidak mendapatkan fasilitas layaknya karyawan lain.
"Pegawai outsourcing seperti sopir, cleaning service, satpam dan yang lain gajinya masih Rp 1,3
juta per bulan, itu kan di bawah UMP," ujarnya.
Para pegawai outsourcing ini berunjuk rasa dengan tertib. Namun, mereka mengancam akan
melakukan unjuk rasa dengan jumlah yang lebih besar jika tuntutannya tidak ditanggapi.
"Kami akan datang ke pemilik saham, seperti Gubernur Sumut," sambung Halim.
Tawuran, Pelajar Tewas dengan Celurit
Tertancap
TEMPO.CO, Bogor - Tawuran pelajar terjadi di Jalan Raya Kemang, Bogor, Rabu, 12 Februari
2014. Seorang pelajar bernama Ade Sudrajat, 16 tahun, tewas dalam peristiwa itu. Sebuah
celurit masih menancap di kepalanya. "Saat ini korban sudah dibawa ke ruang forensik RSU
PMI Bogor untuk diotopsi," kata Kepala Unit Reserse Kriminal Polisi Sektor Kemang Ajun
Komisaris Suradi.
Kasus tawuran itu melibatkan dua kelompok pelajar dari SMK Wiyata Kharisma dan SMK
Menara Siswa, Bogor. Korban tercatat sebagai siswa kelas X SMK Wiyata Kharisma yang
berdomisili di Kampung Tegal RT 01 RW 03, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.
Suradi mengatakan tawuran itu terjadi sekitar pukul 14.00. "Menurut saksi, tawuran berlangsung
di tengah jalan saat arus lalu lintas padat," kata dia. Polisi segera datang ke lokasi setelah
mendapat laporan. Ketika itu sudah ada yang tergeletak berlumuran darah. "Ada satu siswa yang
kami tangkap. Dia bersembunyi di rumah warga dan tidak berani ke luar karena banyak warga
yang mengepung," kata dia.
Menurut Iwan Herman, 23 tahun, seorang kerabat korban, Ade adalah anak pertama dari tiga
bersaudara. Keluarga tidak menyangka Ade terlibat tawuran. Apalagi selama ini anak itu dikenal
pendiam. "Dia jarang ngobrol. Makanya kami tidak menyangka kalau dia mau ikut-ikutan
tawuran," kata Iwan.
Hendak Tawuran, Pelajar SMK Dihukum Bernyanyi
TEMPO.CO, Bogor - Tawuran pelajar SMP berujung fatal. Mohamad Mahdor, 15 tahun, siswa
kelas 3 SMP Telaga Kausar, Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor,
tewas karena menderita luka bacok akibat sabetan senjata tajam.
"Aksi tawuran antarpelajar-nya terjadi Selasa kemarin," kata Kepala Kepolisian Sektor
Cibungbulang, Komisaris Rony Mardiyatun, Rabu, 20 November 2013.
Rony mengatakan, korban terluka pada bagian leher sebelah kanan. Sempat mendapat perawatan
medis di klinik dekat rumahnya, Mahdor akhirnya tak tertolong. "Korban awalnya sudah dibawa
pulang ke rumahnya, namun kita minta keluarga agar korban diotopsi terlebih dahulu di rumah
sakit untuk awal penyelidikan kasus tersebut," katanya.
Tawuran bermula ketika korban bersama tujuh temannya tiba-tiba diserang oleh pelajar SMP
sekolah lain di depan Kantor Desa Cibatok, Jalan Raya Cibatok, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor. Menurut Ronny, saat itu kelompok korban hendak pulang dengan berjalan
kaki.
Berdasarkan informasi dan keterangan dari teman korban, penyerang terdiri dari tiga orang yang
mengendarai sepeda motor. Si penumpang menggunakan celurit, langsung menyabet secara
membabi-buta. Sabetan itu mengenai leher Mahdor yang langsung ambruk bersimbah darah.
Polisi langsung mengejar para penyerang yang belakangan diketahui berinisial AH (13), HA
(13), dan ES (13). Ketiganya ditangkap pukul 19.30 di rumahnya masing-masing di Kampung
Gunungmenyan, Desa Gunungmenyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. "Semuanya
siswa SMP Pandu," kata Rony.
Para Petugas mengamankan sejumlah sabuk berkepala besar milik para pelajar SMKN 1 Budi
Utomo saat akan melakukan aksi tawuran di Kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, (19/08).
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat ada 229
kasus tawuran pelajar sepanjang Januari-Oktober tahun 2013. Jumlah ini meningkat sekitar 44
persen dibanding tahun lalu yang hanya 128 kasus. Dalam 229 kasus kekerasan antarpelajar
SMP dan SMA itu, 19 siswa meninggal dunia.
"Karena itu, tahun ini merupakan tahun darurat terhadap kekerasan anak," ujar Ketua Umum
Komnas Anak Arist Merdeka Sirait, Rabu, 20 November 2013.
Aris berpendapat, salah satu penyebab tawuran adalah kurangnya saluran bagi energi para
remaja. Karena itu, lanjutnya, sudah semestinya sekolah menyediakan fasilitas yang memadai,
misalnya kegiatan ekstrakurikuler seperti bermain musik, basket, dan lainnya.
Arist menyayangkan sikap pemerintah DKI Jakarta yang represif terhadap remaja nakal. Dia
tidak setuju dengan penjatuhan hukuman bagi pelajar yang terlibat tawuran. "Cara menghukum
tak akan menyelesaikan persoalan. Yang mesti dicari adalah kenapa mereka melakukan seperti
itu. Ini yang belum terjawab oleh pemerintah," katanya