Anda di halaman 1dari 53

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis: Skizofrenia


1. Pengertian
a. Skizofrenia paranoid yaitu pada tipe ini adanya pikiran-pikiran yang
absurd (tidak ada pegangannya) tidak logis, dan delusi yang berganti-
ganti. Sering diikuti halusinasi dengan akibat kelemahan penilaian kritis
(critical judgement)nya dan aneh tidak menentu, tidak dapat diduga,
dan kadang-kadang berperilaku yang berbahaya. Orang-0rang dengan
tipe ini memiliki halusinasi dan delusi yang sangat mencolok,yang
melibatkan tema-tema tentang penyiksaan dan kebesaran (W.F.
Maramis, 2009).
b. Schizofrenia adalah kerusakan pola pikir (fragmented thinking) dan
ketidakmampuan melakukan hubungan dengan dunia lain. Skizofrenia
merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai
oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, adanya perilaku menarik diri
dari interaksi sosial serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal
persepsi, pikiran dan kognisi (Stuart Sudden dalam Achir Yani, 2009).
2. Etiologi
a. Faktor biologis
1) Faktor herediter
a) Kontribusi gen terhadap skizofrenia

Studi terhadap keluarga, anak kembar dan anak adopsi melengkapi


bukti-bukti bahwa gen terlibat dalam transmisi (penyebaran)
skizofrenia. Beberapa peneliti berpendapat bahwa banyak gen
(polygenic) model tambahan, yang membentuk jumlah dan
konfigurasi gen abnormal untuk membentuk skizofrenia. Adanya
lebih banyak gen yang terganggu meningkatkan kemungkinan
berkembangnya skizofrenia dan meningkatkan kerumitan

1
2

gangguan tersebut. Individu yang lahir dengan beberapa gen tetapi


tidak cukup untuk menunjukkan simtom-simtom bertaraf sedang
atau ringan skizofrenia, seperti keganjilan dalam pola bicara atau
proses berpikir dan keyakinan-keyakinan yang aneh.

b) Pembesaran Ventrikel

Struktur utama otak yang abnormal sesuai dengan skizofrenia


adalah pembesaran ventrikel. Ventrikel adalah ruang besar yang
berisi cairan dalam otak. Perluasan mendukung atropi (berhentinya
pertumbuhan), deteriorasi di jaringan otak lainnya. Orang-orang
skizofrenia dengan pembesaran ventricular cenderung
menunjukkan penirinan secara social, ekonomi, perilaku, lama
sebelum mereka mengembangkan simtom utama atau inti dati
skizofrenia. Mereka juga cenderung untuk memiliki simtom yang
lebih kuat dari pada orang skizofrenialainnya dan kurang
responsive terhadap pengobatan karena dianggap sebagai
pergantian yang buruk dalam pemfungsian otak, yang sulit untuk
ditangani/dikurangi melalui treatment. Perbedaan jenis kelamin
mungkin juga berhubungan dengan ukuran ventricular. Beberapa
studi menemukan bahwa laki-laki dengan skizofrenia memiliki
pelebaran ventrikel yang lebih kuat.

2) Faktor Anatomis Neuron


Abnormalitas neuron secara otomatis pada skizofrenia memiliki
beberapa penyebab, termasuk abnormalitas gen yang spesifik (khas),
cedera otak berkaitan dengan cedera waktu kelahiran, cedera kepala,
infeksi virus defisiensi (penurunan) dalam nutrisi dan defisiensi
dalam stimulus kognitif.
3) Komplikasi Kelahiran
Komplikasi serius selama prenatal dan masalah-masalah berkaitan
dengan kandungan pada saat kelahiran merupakan hal yang lebih
sering dala sejarah orang-orang dengan skizofrenia dan mungkin
3

berperan dalam membuat kesulitan-kesulitan secara neurologist.


Komplikasi dalam pelepasan berkombinasi dengan keluarga beresiko
terhadap terjadinya karena menambah derajad pembesaran ventricle.
Penelitian epidemiologi telah menunjukkan angka yang tinggi dari
skizofrenia dikalangan orang-orang yang memiliki ibu terjangkit
virus influenza ketika hamil.
b. Neurotransmitter
Neurotransmiter dopamine dianggap memainkan peran dalam
skizpfrenia. Teori awal dari dopamine menyatakan bahwa simtom-
simton skizofrenia disebabkan oleh kelebihan jumlah dopamine di otak,
khususnya di frontal labus dan system limbic. Aktivitas dopamine yang
berlebihan / tinggi dalam system mesolimbik dapat memunculkan
simtom positif skizofrenia : halusinasi, delusi, dan gangguan berfikir.
Karena atipikal antipsikotis bekerja mereduksi simtom-simtom
skizofrenia dengan mengikat kepada reseptor D4 dalam system
mesolimbik. Sebaliknya jika aktivitas dopamine yang rendah dapat
mendorong lahirnya simtom negative seperti hilangnya motivasi,
kemampuan untuk peduli pada diri sendiri dalam aktivitas sehari-hari.
Dan tidak adanya responsivitas emosional. Hal ini menjelaskan bahwa
phenothiazines, yang mereduksi aktivitas dopamine, tidak meredakan
atau mengurangi simtom.
c. Faktor Psikososial
1) Teori Psikodinamika

Ahli-ahli teori psikodinamika berpendapat bahwa skizofrenia


merupakan hasil dari paksaan atau tekanan kekuatan biologis yang
mencegah atau menghalangi individu untuk mengembangkan dan
mengintegrasikan persaan atau pemahaman atas dirinya. Berargumen
bahwa jika ibu secara ekstrim atau berlebihan kasar dan terus-
menerus mendominasi, anak akan mengalami taraf regresi dan
kembali ke taraf perkembangan bayi dalam hal pemfungsiannya,
4

sehingga ego akan kehilangan kemampuannya dalam membedakan


realita.

2) Pola-Pola Komunikasi

Orangtua (khususnya ibu) pada anak-anak sklizofrenia menempatkan


anak mereka dalam situasi ikatan ganda (double binds) yang secara
terus menerus mengkomunikasikan pesan-pesan yang bertentangan
pada anak-anak. Yang dimaksud ikatan ganda adalah pemberian
pendidikan dan informasi yang nilainya saling bertentangan. Dalam
teori doble-bind tentang pola-pola komunikasi dalam keluarga
orang-orang dengan skizofrenia, menampakkan keganjilan.
Keganjilan-keganjilan itu membentuk lingkungan yang penuh
ketegangan yang membuat lebih besar kemungkinan seorang anak
memiliki kerawanan secara biologis terhadap skizofrenia akan
mengembangkan sindrom skizofrenia sepenuhnya atau bahwa
seseorang dengan skizofrenia akan memiliki frekuensi kekambuhan
psikotis yang lenih tinggi.

3) Tampilan Emosi

Berdasarkan beberapa penelitian bahwa gaya interaksi penderita


skizofrenia dapat dilihat dari ekspresi emosinya. Keluarga-keluarga
yang pengekspresian emosinya kuat terlalu melibatkan diri dengan
setiap anggota keluarga lainnya, Overprotekif terhadap anggota
keluarganya terganggu dan bersikap mengorbankan diri bagi anggota
keluarganya yang terganggu tetapi juga suka mengkritik,
bermusuhan dan memarahi anggota keluarga yang terganggu.

4) Stres dan Kekambuhan

Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stress (stresfull)


mungkin tidak menyebabkan seseorang terjangkit skizofrenia, tetapi
keadaan tersebut dapat memicu episode baru pada orang-orang yang
mudah terkena serangan atau rawan terhadap skizofrenia.
5

Berdasarkan penelitian bahwa lebih dari 50 % orang yang


mengalami kekambuhan skizofrenia adalah mereka yang dalam
kehidupannya telah mengalami kejadian-kejadian buruk sebelum
mereka kambuh. Banyak kejadian dalam hidup orang-orang
skizofrenia alami dalam beberapa miggu sebelum mereka kambuh
mungkin secara actual disebabkan oleh simtom-simtom prodormal
yang muncul sebelum kambuh kedalam psikotis. Sebagai contoh,
satu dari simtom-simtom prodormal dari kekambuhan skizofrenia
adalah menarik diri dari lingkungan social yang pada gilirannya
kejadian-kejadian buruk dalam kehidupannya sebagian besar
mendahului sebuah kekambuhan, seperti pecah/hancurnya jalinan
atau hubungan (relation ship) atau hilangnya sebuah pekerjaan.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Bleuler gejala – gejala schizofrenia dibagi menjadi dua:
a. Gejala Primer
Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, dan isi pikir). Yang
terganggu terutama adalah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum
selesai diutarakan sudah timbul ide lain. Terdapat pemindahan
maksud. Jalan pikiran pada schizofrenia sukar diikuti dan dimengerti.
Hal ini dinamakan inkoherensi. Seorang schizofrenia juga mempunyai
kecenderungan untuk menyamakan hal - hal. Kadang - kadang pikiran
seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi, dinamakan “blocking”.
Timbul ide-ide yang tidak dikehendaki, tekanan pikiran (pressure of
thoughts). Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan disebut
perseverasi atau stereotipi pikiran. Pikiran melayang / flight of ideas
lebih sering dijumpai pada mania, sedangkan pada schizofrenia lebih
sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan antara
emosi dan pikiran, jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali.
Sedangkan pada pikiran melayang selalu ada eforia dan jalan pikiran
masih bertujuan dan dapat diikuti meskipun ide muncul sangat cepat.
1) Gangguan afek dan emosi meliputi :
6

a) Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting).


b) Paramimi (Pasien senang tapi dia menangis).
c) Parathimi (seharusnya senang tapi timbul rasa sedih).
d) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan.
e) Emosi yang berlebihan.
f) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi
yang baik.
g) Terpecah - belahnya kepribadian.
2) Gangguan Kemauan
Penderita schizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka
tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam
suatu keadaan.
3) Gejala Psikomotor juga dinamakan gejala - gejala katatonik atau
gangguan perbuatan.
b. Gejala Sekunder
1) Waham : Sering tidak logis sama sekali dan sangat bizzare.
2) Halusinasi : Timbul tanpa adanya penurunan kesadaran.
3) Menarik diri : Mengidentifikasi dirinya sebuah obyek yang tidak
ada artinya.
4. Psikopatologi
Tanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa premorbid.
Biasanya simtom ini muncul pada masa remaja dan kemudian diikuti
dengan berkembangnya simtom prodormal dalam kurun waktu beberapa
hari sampai beberapa bulan. Adanya perubahan social/lingkungan dapat
memicu munculnya simtom gangguan. Masa prodormal ini bisa langsung
sampai bertahun-tahun sebelum akhirnya muncul simtom psikotik yang
terlihat.
Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi.
Setelah sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal
untuk waktu lama (remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus
dipertahankan. Namun yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami
7

kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi membuat pasien mengalami


deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi sebelum ia kambuh.
Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi depresi, dan ini
bisa berlangsung seumur hidup.Seiring dengan berjalannya waktu, simtom
positif hilang, berkurang, atau tetap ada, sedangkan simtom negative
relatif sulit hilang bahkan bertambah parah. 
Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah
Mempunyai anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika
salah satu orang tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita
skizofrenia, kesulitan pada waktu persalinan yang mungkin menyebabkan
trauma pada otak, terdapat penyimpangan dalam perkembangan
kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang sangat pemalu, menarik diri,
tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau sangat penurut, proses
berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan, mempunyai orang tua
denga sikap paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan
bola mata yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti
amfetamin, kanabis, kokain, Mempunyai riwayat epilepsi, memilki
ketidakstabilan vasomotor, gangguan pola tidur, control suhu tubuh yang
jelek dan tonus otot yang jelek.
5. Jenis Schizofrenia
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di
muka, skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang
mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi
dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia  Sebagai tambahan:
Halusinasi dan atau waham harus menonjol:
1) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
8

2) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,


atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol.
3) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
b. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia:
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25
tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan
senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk
menentukan diagnosis. 
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan.
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; Afek pasien
dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum
sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli
secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan
kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); Proses pikir mengalami
disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi
biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
9

(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku


penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami
jalan pikiran pasien.
c. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih
dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya ;
1) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak
berbicara)
2) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
3) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
4) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan
kearah yang berlawanan)
5) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya)
6) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar);
7) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta
kalimat-kalimat. 
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda
sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala
lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan
petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
10

dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan


obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.Selama
stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya
sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena
adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.
d. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien
tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ
III yaitu: 
1) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia tidak memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik. 
2) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca skizofrenia.
e. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:
1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria
diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini.
2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya).
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi
paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam
kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak lagi
menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia
yang sesuai.
f. Skizofrenia Residual
11

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus


dipenuhi semua
1) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya
perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam
kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk
seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan
posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.
2) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia.
3) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom “negative” dari skizofrenia.
4) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik
lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan
disabilitas negative tersebut. 
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang
terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya
kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk
memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan
social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan
pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe
residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut
tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.

g. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan
dan progresif dari : gejala “negative” yang khas dari skizofrenia
residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi
12

lain dari episode psikotik, danmdisertai dengan perubahan-perubahan


perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan
minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.Gangguan ini kurang jelas gejala
psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.
Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita
mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau
pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada
orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur,
atau penjahat.
6. Terapi
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi,
karena 75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat
neuroleptika. Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat
antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada
penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara
sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan
lithium. Namun, karena lithium belum terbukti lebih baik dari
neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas obat penopang.
Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah disbanding dengan
neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen
neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia.
Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini
dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi
kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial.
Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan
13

kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya


tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-
perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi
bawah sadar.Tujuannya adalah :
a. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan
skizofrenia.
b. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu
penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.
c. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak
berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
d. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional
penderita. Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko
relaps.
e. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota
keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan
keluarga.
f. Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan
keuntungan bagi individu skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat
kemajuan. Terapi individual menguntungkan bila dipusatkan pada
penatalaksanaan stress atau mempertinggi kemampuan social spesifik,
serta bila berlangsung dalam konteks hubungan terapeutik yang
ditandai dengan empati, rasa hormat positif, dan ikhlas. Pemahaman
yang empatis terhadap kebingungan penderita, ketakutan-ketakutannya,
dan demoralisasinya amat penting dilakukan.
14

B. Teori Keperawatan: Halusinasi


1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar).
Klien memberi resepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara
(Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan
(Keliat, 2009).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang
berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai
klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut
(Stuart, 2007).
Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli
mengenai halusinasi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan
halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar
suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang membicarakan apa
yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Penyebab Halusinasi
a. Faktor predisposisi
Menurut Stuart (2006) faktor predisposisi meliputi:
15

1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-
mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu
sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
16

b. Faktor Presipitasi
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon
neurobiologist maladaptive meliputi:
a) Gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik
otak, yang mengatur proses informasi
b) abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
(komunikasi saraf yang melibatkan elektrolit), yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus.
2) Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara
biologis beinteraksi dengan stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku (Stuart, 2006).
3. Tanda dan Gejala Halusinasi
Tanda dan gejala halusinasi menurut Stuart & Sundeen dalam Trimelia
(2011: 26-27) sebagai berikut:
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2) Bibir bergerak tanpa adanya suara
3) Gerakan mata yang cepat
4) Respon verbal lambat atau diam
5) Diam dan tampak dipenuhi oleh sesuatu yang menyenagkan
6) Tampak berbicara sendiri
7) Bola mata bergerak dengan cepat
8) Melakukan gerakan seperti membuang dan mengambil sesuatu
17

9) Duduk terdiam, melihat sesuatu secara tiba-tiba lari ketempat lain.


10) Perubahan sikap dan pola komunikasi
11) Gelisah dan ansietas
12) Sensitif terhadap stimulus
13) Melaporkan adanya halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2008), halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar
tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman: yaitu manifestasi perasaan yang
konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan
biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai hubungan sosial: perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-
norma social dan budaya umum yang berlaku.
e. Hubungan sosial harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam
bentuk kerjasama.
f. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi
impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran
sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai
dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek
keluar berlebihan atau kurang.
h. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh
norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
18

i. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma
sosial atau budaya umum yang berlaku.
j. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.

4. Jenis Halusinasi
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidung sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
19

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.


Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
f. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
g. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

5. Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
a. Fase I (Sleep Disorder): Klien mengalami perasaan mendalam seperti
ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk
berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II (Comforting): Pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini
terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III (Condeming): Klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini
klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak
20

mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.
d. Fase IV (Controling): Pengalaman sensori menjadi mengancam jika
klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan.

6. Rentang Respon Halusinasi


Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses 1. Gangguan proses


2. Persepsi akurat piker terganggu pikir (waham)
3. Emosi konsisten 2. Ilusi 2. Halusinasi
dengan 3. Emosi 3. Perilaku tidak
pengalaman berlebihan/kurang terorganisir
4. Perilaku sesuai 4. Perilaku tidak 4. Isolasi sosial
5. Hubungan sosial biasa
harmonis 5. Menarik diri

maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiology. Rentang


respon neurobiologi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar
tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
21

b. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek


keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung
tidak lama.
c. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social
dan budaya umum yang berlaku.
d. Hubungan sosial harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam
bentuk kerjasama.
e. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi
impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran
sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai
dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
f. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek
keluar berlebihan atau kurang.
g. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh
norma – norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
h. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma
sosial atau budaya umum yang berlaku.
i. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.

7. Konsep Dasar Keperawatan


Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan
keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian
22

menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan


keperawatan, implementasi dan evaluasi.
a. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan
awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial
dan spiritual.Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi,
penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping
yang dimiliki klien.
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum,
pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut
Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain:
1) Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku,
status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2) Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga
merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan
hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa
ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
3) Faktor predisposisi
Faktor perkembangan terlambat
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa
aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda.
b) Tidak ada komunikasi.
c) Tidak ada kehangatan.
23

d) Komunikasi dengan emosi berlebihan.


e) Komunikasi tertutup.
f) Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua
yang otoritas dan komplik orang tua.
5) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
6) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
7) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
8) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu.Namun demikian kromoson yang keberapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson
nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan
22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia,
sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak
yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
9) Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
a) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak
24

b) .Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu


(mekanisme penerimaan abnormal).
c) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Faktor pemicu gejala respon neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007).
1) Faktor pemicu: Respon neurobiologis
2) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya
latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
3) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas
sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi
social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil
dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat
transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.
4) Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya
diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan
keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa
punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu
memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain
dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan
sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan
pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.
5) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak
diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara
25

inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan


yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya.Apabila perawat mengidentifikasi adanya
tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya
harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi
saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan
meliputi:
a) Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar,
apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa
bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual,
bau apa yang tercium jika halusinasi penghidung, rasa apa yang
dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan
dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b) Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu,
atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami
halusinasi.
c) Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi
apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
d) Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi
klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat
mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
26

mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya


terhadap halusinasinya.
10) Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan klien.
a) Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
(1) Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
(2) Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
(3) Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
(4) Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
(5) Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil
dan ambivalen
(6) Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
(7) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus
yang ada sesuai dengan informasi.
(8) Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak
berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses
pikir.
(9) Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
realistis.
(10) Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
b) Memori
(1) Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih
setahun berlalu.
(2) Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu
yang lalu dan pada saat dikaji.
(3) Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan
menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana.
27

(4) Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan


sampai berat.
(5) Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan
tentang diri.
(6) Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari
termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur,
perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan
sera aktifitas dalam dan luar ruangan.
c) Mekanisme koping
(1) Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
(2) Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan
berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang
lain.
(3) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik
dengan stimulus internal.
d) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan
dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau
pemukiman.
b. Masalah Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada
klien halusinasi adalah:
1) Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
2) Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
3) Isolasi sosial : menarik diri.
4) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
5) Defisit perawatan diri.

c. Pohon Masalah
Menurut (Keliat, 2006) :
Resiko Perilaku Kekerasan
28

Perubahan Persepsi Sensori :Halusinasi

Menarik diri : Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


d. Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006) terdiri dari
tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi
keperawatan. Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan
masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
adalah sebagai berikut:
Rencana Tindakan Keperawatan Klien
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Nama Klien : Dx Medis :
No.RM : Ruangan :
Diagnosa Perencanaan
No Tgl/Bln Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1. Gangguan SP 1 :
Persepsi Klien dapat Setelah 1 x 1. Identifikasi isi halusinasi klien 1. Tingkah laku klien terkait
Sensori : mengidentifikasi isi, pertemuan (seperti : “bunuh dia, cekik dia, halusinasi menunjukkan isi
Halusinasi frekuensi, waktu diharapkan klien dll). halusinasi yang klien alami
pendengaran terjadi, situasi dapat 2. Identifikasi frekuensi (dalam .
pencetus, perasaan, mengidentifikasi isi, sehari) klien mengalami 2. Tingkah laku klien terkait
respon halusinasi. frekuensi, waktu halusinasi halusinasi menunjukkan frekuensi
terjadi, situasi halusinasi yang klien alami.
pencetus, perasaan, 3. Identifikasi waktu terjadinya
respon halusinasi. halusinasi dengan klien 3. Tingkah laku klien terkait
4. Identifikasi situasi dan kondisi halusinasi menunjukkan waktu
yang menimbulkan atau tidak terjadinya halusinasi
menimbulkan halusinasi 4. Tingkah laku klien menunjukkan
5. Identifikasi perasaan yang saat situasi dan kondisi halusinasi
itu pasien rasakan (saat yang klien alami
halusinasi) 5. Ungkapan menunjukkan apa yang
6. Identifikasi dengan klien apa dibutuhkan dan dirasakan oleh
yang dirasakan jika terjadi klien
halusinasi, beri kesempatan 6. Respon yang dirasakan saat itu

29
klien untuk mengungkapkan menunjukkan halusinasi yang
perasaannya dialami klien

SP 1 :
Klien dapat Setelah 1 x Jelaskan kepada klien cara-cara Mengontrol halusinasi merupakan
menjelaskan cara pertemuan yang dapat mengontrol halusinasi : salah satu upaya untuk
mengontrol diharapkan klien a. Menghardik mengurangi/mengatasi halusinasi
halusinasi : dapat menjelaskan b. Pemberian obat pada klien
menghardik, obat, cara mengontrol c. Bercakap-cakap
bercakap-cakap dan halusinasi : d. Melakukan kegiatan
melakukan kegiatan menghardik, obat,
bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan
SP 1:
Klien dapat Setelah 1 x 1. Jelaskan pengertian mengontrol 1. Menghardik halusinasi adalah
mendemonstrasikan pertemuan halusinasi dengan menghardik upaya mengendalikan diri
cara mengontrol diharapkan klien 2. Jelaskan tujuan mengontrol terhadap halusinasi dengan cara
halusinasi dapat halusinasi dengan menghardik menolak halusinasi yang muncul.
(menghardik) mendemonstrasikan 3. Jelaskan cara mengontrol 2. Tujuan dari menghardik agar
cara mengontrol halusinasi dengan menghardik pasien tidak larut untuk menuruti
halusinasi 4. Demonstrasikan cara halusinasinya
(menghardik) menghardik (dilakukan oleh 3. Meningkatkan kognitif pasien
perawat) 4. Memberikan gambaran pada klien
5. Demonstrasikan cara cara menghardik
menghardik bersama dengan 5. Melihat sejauh mana kemampuan
pasien pasien
6. Minta klien mendemonstrasikan 6. Menilai kemampuan klien

30
cara mengontrol halusinasi 7. Meningkatkan kepercayaan diri
dengan cara menghardik klien
7. Beri pujian pada pasien

SP 1:
Klien dapat Setelah 1 x Bantu klien untuk memasukkan Memasukkan kegiatan mengontrol
memasukkan latihan pertemuan latihan cara mengontrol halusinasi halusinasi ke dalam jadwal kegitan
cara mengontrol diharapkan klien dengan cara menghardik ke dalam harian merupakan upaya untuk
halusinasi dengan dapat memasukkan jadwal kegiatan harian membiasakan diri melatih dan
cara menghardik ke ke dalam jadwal mengaplikasikan cara mengontrol
dalam jadwal kegiatan halusinasi klien.
kegiatan harian

2. Gangguan SP 2 :
Persepsi Klien dapat Setelah 1 x 1. Evaluasi aktivitas yang sudah 1. Menilai keberhasilan latihan
Sensori : menyebutkan pertemuan terjadwal sebelumnya.
Halusinasi aktivitas yang sudah diharapkan klien a. Tanyakan apakah aktivitas 2. Meningkatkan kepercayaan diri
pendengaran terjadwal mampu yang terjadwal sudah klien
mengevaluasi dilakukan
latihan sebelumnya b. Anjurkan klien untuk
(menghardik menyebutkan dan
halusinasi) memperagakan aktivitas
yang sudah dilakukan
(menghardik halusinasi)

31
2. Beri pujian pada pasien

SP 2 :
Klien dapat Setelah 1 x 1. Jelaskan jenis, kegunaan, serta 1. Jenis : agar klien lebih mengenali
menjelaskan jenis pertemuan dosis obat. jenis obat yang dikonsumsi
obat, guna obat, diharapkan klien 2. Jelaskan frekuensi, cara dirinya.
dosis obat, frekuensi dapat mengontrol pemberian dan kontinuitas Kegunaan : agar klien
obat, cara pemberian halusinasi dengan minum obat. mengetahui manfaat dari obat
obat dan kontinuitas teratur minum obat 3. Demonstrasikan (oleh perawat) yang diprogramkan
minum obat. tentang minum obat secara Dosis : agar klien memahami
teratur dengan prinsip 6 benar dosis yang diberikan
(jenis, guna, dosis, frekuensi, 2. Klien memahami frekuensi, cara
cara, kontinuitas minum obat) pemberian dan kontinuitas minum
4. Demonstrasikan (perawat obat yang diprogramkan
bersama pasien) tentang minum 3. Mensukseskan program
obat secara teratur dengan pengobatan klien
prinsip 6 benar (jenis, guna, 4. Mensukseskan program
dosis, frekuensi, cara, pengobatan klien
kontinuitas minum obat) 5. Mensukseskan program
5. Minta pasien pengobatan klien
mendemonstrasikan dengan 6. Meningkatkan kepercayaan diri
mandiri tentang minum obat klien
secara teratur dengan prinsip 6
benar (jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas
minum obat)
6. Beri reinforcement positif pada

32
klien
SP 2 :
Klien memasukkan Setelah 1 x Dorong klien untuk memasukkan Memasukkan kegiatan untuk
latihan mengontrol pertemuan latihan mengontrol halusinasi mengontrol halusinasi ke dalam
halusinasi dengan diharapkan klien dengan cara menghardik dan jadwal kegiatan harian merupakan
cara menghardik dan dapat memasukkan minum obat ke dalam jadwal upaya untuk membiasakan diri
minum obat ke latihan mengontrol kegiatan harian. melatih mengaplikasikan cara
dalam jadwal halusinasi dengan menghardik dan minum obat saat
kegiatan harian. cara menghardik klien mengalami halusinasi.
dan minum obat ke
dalam jadwal
kegiatan harian.

3. Gangguan SP 3 :
Persepsi Klien dapat Setelah 1 x 1. Evaluasi latihan menghardik 1. Menilai perkembangan
Sensori : mendemonstrasikan pertemuan halusinasi yang dilakukan klien kemampuan klien
Halusinasi cara menghardik dan diharapkan klien a. Anjurkan klien 2. Menilai perkembangan
pendengaran minum obat mampu menjelaskan tujuannya kemampuan klien
mengevaluasi b. Anjurkan klien untuk 3. Meningkatkan kepercayaan diri
latihan sebelumnya memperagakan cara klien
(menghardik menghardik
halusinasi dan 2. Evaluasi latihan teratur minum
mengontrol dengan obat
cara minum obat) a. Anjurkan klien
menjelaskan 6 benar obat

33
(jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara dan
kontinuitas minum obat)
b. Anjurkan klien untuk
memperagakan minum
obat dengan teratur
3. Beri pujian kepada klien

SP 3 :
Klien dapat Setelah 1 x 1. Jelaskan tujuan bercakap- 1. Dengan bercakap-cakap maka
mengontrol pertemuan cakap dengan orang lain terjadi distraksi, focus perhatian
halusinasi dengan diharapkan klien 2. Demonstrasi terlebih dahulu klien akan beralih dari halusinasi
cara bercakap-cakap dapat mengontrol cara bercakap-cakap dengan ke percakapan yang dilakukan
dengan orang lain halusinasi dengan orang lain (perawat) dengan orang lain.
cara bercakap-cakap 3. Latih bersama-sama dengan 2. Memberikan gambaran terlebih
dengan orang lain klien cara mengontrol dahulu pada klien
halusinasi (bercakap-cakap 3. Melatih klien cara bercakap-
dengan orang lain) cakap

4. Beri kesempatan klien untuk 4. Mengevaluasi kemampuan klien


mendemonstrasikan cara 5. Meningkatkan kepercayaan diri
bercakap-cakap dengan orang serta asertif klien saat
lain. marah/jengkel.
5. Beri reinforcement positif
SP 3 :
Klien dapat Setelah 1 x Motivasi klien untuk memasukkan Memasukkan kegiatan untuk
memasukkan cara pertemuan latihan menghardik, minum obat mengontrol halusinasi ke dalam

34
mengontrol diharapkan klien dan bercakap-cakap hari ini ke jadwal kegitan harian merupakan
halusinasi dapat memasukkan dalam jadwal kegiatan upaya untuk membiasakan diri
(menghardik, minum cara mengontrol melatih dan mengaplikasikannya.
obat dan bercakap- halusinasi
cakap dengan orang (menghardik,
lain) ke dalam minum obat dan
jadwal kegiatan bercakap-cakap
harian dengan orang lain)
ke dalam jadwal
kegiatan harian
4. Gangguan SP 4 :
Persepsi Klien dapat Setelah 1 x 1. Evaluasi latihan menghardik 1. Menilai perkembangan
Sensori : mendemonstrasikan pertemuan halusinasi yang dilakukan klien kemampuan klien
Halusinasi cara menghardik, diharapkan klien 2. Anjurkan klien menjelaskan 2. Menilai perkembangan
pendengaran minum obat dan mampu tujuannya kemampuan klien
bercakapcakap mengevaluasi 3. Anjurkan klien untuk 3. Menilai perkembangan
dengan orang lain. latihan sebelumnya memperagakan cara kemampuan klien
(menghardik menghardik 4. Meningkatkan kepercayaan diri
halusinasi, 4. Evaluasi latihan teratur minum klien
mengontrol dengan obat
cara minum obat a. Anjurkan klien menjelaskan
dan bercakap-cakap 6 benar obat (jenis, guna,
dengan orang lain) dosis, frekuensi, cara dan
kontinuitas minum obat) 5. Meningkatkan kepercayaan diri
b. Anjurkan klien untuk serta asertif klien saat
memperagakan minum obat marah/jengkel
dengan teratur

35
5. Evaluasi klien cara bercakap-
cakap dengan orang lain
a. Anjurkan klien menjelaskan
tujuan bercakap-cakap
dengan orang lain
b. Anjurkan klien
memperagakan kembali
cara bercakapcakap
dengan orang lain.

SP 4 :
Klien dapat Setelah 1 x 1. Latih klien melakukan kegiatan 1. Untuk mengurangi risiko
mengontrol pertemuan harian yang terjadwal : munculnya kembali halusinasi
halusinasi dengan diharapkan klien a. Jelaskan pentingnya dengan menyibukkan diri dengan
melakukan kegiatan dapat mengontrol kegiatan yang teratur aktivitas yang teratur, aktivitas
harian (seperti : halusinasi dengan b. Diskusikan kegiatan yang secara terjadwal, klien tidak akan
menyapu, merajut melakukan biasa dilakukan oleh mengalami banyak waktu luang
bagi yang perempuan aktivitas/kegiatan pasien sendiri yang seringkali
dan mengepel, harian . c. Latih pasien melakukan mencetuskan halusinasi.
membersihkan kegiatannya 2. Meningkatkan kepercayaan diri
kamar mandi bagi d. Demonstrasikan salah satu klien
laki-laki) dari kegiatan (seperti :
menyapu, merajut bagi
yang perempuan dan
mengepel, membersihkan
kamar mandi bagi laki-
laki)

36
e. Demonstrasikan bersama
dengan pasien salah satu
dari kegiatan (seperti :
menyapu, merajut bagi
yang perempuan dan
mengepel, membersihkan
kamar mandi bagi laki-
laki)
f. Minta klien
mendemonstrasikan salah
satu kegiatannya
2. Beri reinforcement positif jika
pasien melakukan sesuai
kegiatan yang sudah disusun

SP 4 : Setelah 1 x Motivasi klien untuk memasukkan Memasukkan kegiatan untuk


Klien dapat pertemuan latihan menghardik, minum obat, mengontrol halusinasi ke dalam
memasukkan cara diharapkan klien bercakap-cakap dan kegiatan jadwal kegitan harian merupakan
mengontrol dapat memasukkan harian hari ini ke dalam jadwal upaya untuk membiasakan diri
halusinasi cara mengontrol kegiatan melatih dan mengaplikasikannya.
(menghardik, minum halusinasi
obat, bercakap-cakap (menghardik,
dengan orang lain minum obat,
dan kegiatan harian) bercakap-cakap
ke dalam jadwal dengan orang lain
kegiatan harian dan kegiatan harian)
ke dalam jadwal

37
kegiatan harian

5. Gangguan
Persepsi Klien dapat Setelah 1 x 1. Evaluasi latihan menghardik 1. Menilai perkembangan
Sensori : mendemonstrasikan pertemuan halusinasi yang dilakukan klien kemampuan klien
Halusinasi cara menghardik, diharapkan klien a. Anjurkan klien 2. Menilai perkembangan
pendengaran minum obat, mampu menjelaskan tujuannya kemampuan klien
bercakap-cakap mengevaluasi b. Anjurkan klien untuk 3. Menilai perkembangan
dengan orang lain latihan sebelumnya memperagakan cara kemampuan klien
dan melakukan (menghardik menghardik 4. Menilai perkembangan
kegiatan harian. halusinasi, 2. Evaluasi latihan teratur minum kemampuan klien
mengontrol dengan obat 5. Meningkatkan harga diri klien
cara minum obat, a. Anjurkan klien
bercakap-cakap menjelaskan 6 benar obat
dengan orang lain (jenis, guna, dosis,
dan melakukan frekuensi, cara dan
kegiatan harian. kontinuitas minum obat)
b. Anjurkan klien untuk
memperagakan minum
obat dengan teratur
3. Evaluasi klien cara bercakap-
cakap dengan orang lain
a. Anjurkan klien
menjelaskan tujuan
bercakap-cakap dengan

38
orang lain
b. Anjurkan klien
memperagakan kembali
cara bercakapcakap dengan
orang lain.
4. Evaluasi klien cara melakukan
kegiatan harian
a. Anjurkan klien untuk
melakukan kegiatan harian
sesuai yang didiskusikan
pertemuan sebelumnya
(seperti : menyapu,
merajut bagi yang
perempuan dan mengepel,
membersihkan kamar
mandi bagi laki-laki)
5. Beri pujian kepada klien
setelah selesai melakukan
seluruh evaluasi pertemuan
hari ini.
SP 5:
Klien dapat Setelah 1 x 1. Jelaskan pentingnya aktifitas 1. Untuk mengurangi risiko
melakukan kegiatan pertemuan yang teratur untuk mengatasi munculnya kembali halusinasi
harian secara mandiri diharapkan klien halusinasi. dengan menyibukkan diri dengan
dari bangun pagi mampu melakukan 2. Diskusikan aktivitas yang biasa aktivitas yang teratur
hingga tidur malam. kegiatan harian dari dilakukan oleh klien 2. Dengan aktivitas secara
bangun pagi sampai 3. Latih klien melakukan aktivitas terjadwal, klien tidak akan

39
tidur malam 4. Bantu menyusun jadwal mengalami banyak waktu luang
aktivitas sehari-hari sesuai sendiri yang seringkali
dengan aktivitas yang telah mencetuskan halusinasi.
dilatih. Upayakan klien 3. Menilai kemampuan klien
memiliki aktivitas dari bangun 4. Agar aktivitas dilakukan sesuai
tidur sampai tidur malam jadwal.

SP 5 : Setelah 1 x 1. Pantau pelaksanaan jadwal


Klien dapat pertemuan kegiatan yang sudah disusun 1. Mengetahui perilaku yang
melakukan kegiatan diharapkan klien 2. Berikan penguatan terhadap dilakukan klien
secara mandiri mampu melakukan perilaku klien yang positif Meningkatkan harga diri klien
kegiatan secara 3. Berikan penilaian kemampuan 2. Mengetahui perkembangan
mandiri klien yang mandiri kemampuan klien dalam
melakukan kegiatan secara
mandiri.
SP 5 :
Klien dapat Setelah 1 x 1. Pantau perkembangan 1. Memantau kemampuan klien.
mengontrol pertemuan kemampuan klien dalam 2. Mengetahui kemampuan klien
halusinasi diharapkan klien mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi
dapat mengontrol (menghardik, teratur minum 3. Meningkatkan harga diri klien
halusinasi obat, bercakap-cakap, dan
melakukan kegiatan)

40
2. Berikan penilaian pada pada
kemampuan klien dalam
mengontrol halusinasi
3. Selalu berikan penguatan
positif pada klien

6. Gangguan SP 1 Keluarga :
Persepsi Keluarga dapat Setelah 1 kali Diskusikan bersama keluarga Menggali masalah yang dirasakan
Sensori : mengungkapkan pertemuan mengenai masalah merawat klien keluarga dalam merawat klien
Halusinasi masalah dalam diharapkan keluarga dengan halusinasi
pendengaran merawat klien mampu
mengungkapkan
masalah dalam
merawat klien

SP 1 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x Diskusikan bersama keluarga Menggali sejauh mana pengetahuan
menjelaskan pertemuan tentang halusinasi (pengertian, keluarga mengenai klien dengan
pengertian, tanda diharapkan keluarga tanda gejala serta proses terjadinya halusinasi.
gejala serta proses mampu menjelaskan halusinasi)
terjadi halusinasi pengertian, tanda
gejala serta proses
terjadi halusinasi

SP 1 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x 1. Jelaskan cara merawat klien 1. Penanganan yang tepat dapat

41
menjelaskan cara pertemuan dengan halusinasi : membantu proses penyembuhan
merawat pasien diharapkan keluarga a. Jangan membantah klien dengan halusinasi
dengan halusinasi mampu menjelaskan halusinasi atau
cara merawat pasien menyokongnya.
dengan halusinasi b. Jangan biarkan melamun
dan sendiri
c. Minum obat secara
teratur
d. Bila tanda halusinasi
muncul, putus halusinai
dengan cara menepuk
punggung klien,
anjurkan klien untuk
menghardik/bercakap-
cakap dengan orang lain.
SP 1 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x 1. Latih cara merawat klien 1. Keluarga mampu menerapkan
mempraktekkan cara pertemuan dengan halusinasi cara menghardik kepada klien
merawat klien diharapkan keluarga (menghardik) : dengan halusinasi.
dengan halusinasi mampu a. Jelaskan tujuan cara
(menghardik) mempraktekkan mengontrol halusinasi :
cara merawat klien menghardik kepada 2. Memberikan semangat positif
dengan halusinasi keluarga pada keluarga agar tetap merawat
(menghardik) b. Jelaskan cara menghardik klien.
pada keluarga
c. Demonstrasikan cara
menghardik halusinasi

42
(perawat memberi contoh
terlebih dahulu)
d. Demonstrasikan bersama-
sama dengan keluarga cara
menghardik halusinasi
klien
e. Beri kesempatan keluarga
untuk melakukan secara
mandiri cara menghardik
klien dengan halusinasi
2. Beri reinforcement positif pada
keluarga klien
SP 1 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x Anjurkan keluarga membantu klien Agar kegiatan pasien dapat berjalan
membantu klien pertemuan sesuai jadwal dan memberi klien sesuai jadwal.
untuk melakukan diharapkan keluarga pujian
kegiatan sesuai mampu membantu
jadwal dan memberi klien untuk
pujian. melakukan kegiatan
sesuai jadwal dan
memberi pujian.

7. Gangguan SP 2 Keluarga :
Persepsi Keluarga mampu Setelah 1 x 1. Evaluasi kegiatan keluarga 1. Mengetahui perkembangan yang

43
Sensori : menjelaskan kembali pertemuan dalam merawat klien halusinasi dilakukan keluarga dalam
Halusinasi cara merawat klien diharapkan keluarga dengan menghardik merawat klien dengan halusinasi
pendengaran halusinasi dengan mampu menjelaskan a. Tanyakan keluarga tujuan
cara menghardik kembali cara merawat klien halusinasi
merawat klien dengan cara menghardik
dengan menghardik b. Anjurkan keluarga untuk
demonstrasi kembali cara
mengontrol halusinasi
(menghardik) pada klien
SP 2 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x 1. Jelaskan keluarga 6 benar cara 1. Meningkatkan pengetahuan
menjelaskan 6 benar pertemuan memberikan obat pada klien : keluarga dalam merawat klien
cara memberikan diharapkan keluarga a. Benar jenis obat dengan halusinasi
obat (benar jenis, klien mampu b. Benar guna obat
guna, dosis, menjelaskan c. Benar dosis obat
frekuensi, cara kembali cara d. Benar frekuensi obat
pemberian dan mengontrol e. Benar cara pemberian obat
kontinuitas minum halusinasi 2 yaitu f. Benar kontinuitas minum
obat) teratur minum obat obat
pada klien
SP 2 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x 1. Jelaskan kepada keluarga 1. Meningkatkan kognitif keluarga
membimbing klien pertemuan tujuan tentang pentingnya 2. Meningkatkan kognitif keluarga
untuk teratur minum diharapkan keluarga membimbing klien dalam 3. Meningkatkan psikomotor
obat mampu teratur minum obat. keluarga dalam merawat klien
membimbing klien 2. Jelaskan pada keluarga cara 4. Meningkatkan psikomotor
untuk teratur minum membimbing klien untuk keluarga dalam merawat klien

44
obat teratur minum obat 5. Meningkatkan psikomotor
3. Demonstrasikan pada keluarga keluarga dalam merawat klien
cara memberikan obat dengan 6. Meningkatkan semangat positif
prinsip 6 benar (perawat keluarga agar tetap membimbing
terlebih dahulu) klien dalam mengatasi
4. Demosntrasikan secara halusinasinya.
bersama-sama dengan keluarga
cara memberikan obat dengan
prinsip 6 benar
5. Minta keluarga untuk
redemonstrasi cara
memberikan obat dnegan
prinsip 6 benar
6. Berikan penguatan positif pada
keluarga
SP 2 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x Anjurkan keluarga membantu klien Agar kegiatan pasien dapat berjalan
membantu klien pertemuan sesuai jadwal dan memberi klien sesuai jadwal.
untuk melakukan diharapkan keluarga pujian
kegiatan sesuai mampu membantu
jadwal dan memberi klien untuk
pujian. melakukan kegiatan
sesuai jadwal dan
memberi pujian.
8. Gangguan SP 3 Keluarga :
Persepsi Keluarga mampu Setelah 1 x 1. Evaluasi kegiatan keluarga 1. Mengetahui perkembangan yang
Sensori : menjelaskan kembali pertemuan dalam merawat klien halusinasi dilakukan keluarga dalam

45
Halusinasi cara merawat klien diharapkan keluarga dengan menghardik merawat klien dengan halusinasi
pendengaran dengan menghardik mampu menjelaskan a. Tanyakan keluarga tujuan
dan membimbing kembali cara merawat klien halusinasi
klien teratur minum merawat klien dengan cara menghardik
obat. dengan menghardik b. Anjurkan keluarga untuk
dan membimbing demonstrasi kembali cara
klien teratur minum mengontrol halusinasi 2. Mengetahui perkembangan yang
obat. (menghardik) pada klien dilakukan keluarga dalam
2. Evaluasi kegiatan keluarga merawat klien dengan halusinasi
dalam membimbing klien 3. Memberikan semangat positif
untuk teratur minum obat pada keluarga agar tetap merawat
a. Tanyakan keluarga prinsip klien.
6 benar dalam pemberian
obat
b. Anjurkan keluarga untuk
demonstrasi cara
membimbing klien dengan
6 benar obat
3. Beri resinforcement positif
pada keluarga
SP 3 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x Jelaskan cara bercakap – cakap dan Meningkatkan kognitif keluarga
menjelaskan kembali pertemuan melakukan kegiatan untuk dalam merawat klien dengan
cara merawat klien diharapkan keluarga mengontrol halusinasi halusinasi
dengan bercakap – mampu menjelaskan
cakap dan kembali cara
melakukan kegiatan mengontrol

46
halusinasi pada
klien dengan
bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan

SP 3 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x 1. Latih dan sediakan waktu 1. Bercakap-cakap- merupakan
melatih dan pertemuan bercakap – cakap dengan klien salah satu cara mengontrol
menyediakan waktu diharapkan keluarga terutama saat timbulnya halusinasi klien, ketika klien
bercakap – cakap mampu melatih dan halusinasi bercakap-cakap dengan orang
dengan klien menyediakan waktu a. Jelaskan tujuan bercakap- lain maka terjadi distraksi, focus
terutama saat bercakap – cakap cakap pada keluarga perhatian klien akan beralih dari
halusinasi dengan pasien b. Jelaskan cara bercakap- halusinasi ke percakapan yang
terutama saat cakap pada keluarga dilakukan dengan orang lain
halusinasi c. Demonstrasikan terlebih tersebut.
dahulu pada keluarga cara 2. Memberikan semangat positif
bercakap-cakap pada keluarga agar tetap merawat
d. Demonstrasikan bersama- klien
sama dengan keluarga cara
bercakap-cakap pada klien
e. Beri kesempatan keluarga
melakukan secara mandiri
cara bercakap-cakap
2. Beri reinforcement positif pada
keluarga
SP 3 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x Anjurkan keluarga membantu klien Agar kegiatan pasien dapat berjalan

47
membantu pasien pertemuan sesuai jadwal dan memberi klien sesuai jadwal.
melakukan kegiatan diharapkan keluarga pujian
dan memberi pujian mampu membantu
pasien melakukan
kegiatan sesuai
jadwal dan memberi
pujian

9. Gangguan SP 4 Keluarga :
Persepsi Keluarga mampu Setelah 1 x 1. Evaluasi kegiatan keluarga 1. Mengetahui perkembangan yang
Sensori : menjelaskan kembali pertemuan dalam merawat klien halusinasi dilakukan keluarga dalam
halusinasi cara merawat klien diharapkan keluarga dengan menghardik merawat klien dengan halusinasi
pendengaran dengan menghardik, mampu menjelaskan c. Tanyakan keluarga tujuan
membimbing klien kembali cara merawat klien halusinasi
teratur minum obat merawat klien dengan cara menghardik 2. Mengetahui perkembangan yang
dan bercakap-cakap. dengan menghardik, d. Anjurkan keluarga untuk dilakukan keluarga dalam
membimbing klien demonstrasi kembali cara merawat klien dengan halusinasi
teratur minum obat mengontrol halusinasi 3. Mengetahui perkembangan yang
dan bercakap-cakap. (menghardik) pada klien dilakukan keluarga dalam
2. Evaluasi kegiatan keluarga merawat klien dengan halusinasi
dalam membimbing klien 4. Memberikan semangat positif
untuk teratur minum obat pada keluarga agar tetap merawat
c. Tanyakan keluarga prinsip klien.
6 benar dalam pemberian
obat
d. Anjurkan keluarga untuk
demonstrasi cara

48
membimbing klien dengan
6 benar obat
3. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat klien halusinasi
dengan bercakap-cakap
a. Tanyakan keluarga
mengenai tujuan dari
bercakap-cakap
b. Anjurkan keluarga untuk
demonstrasi cara bercakap-
cakap
4. Beri reinforcement positif pada
keluarga klien

SP 4 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x 1. Jelaskan follow up (catatan 1. Menentukan tindakan
memahami mengenai pertemuan perkembangan) klien ke selnajutnya
follow up ke diharapkan keluarga RSJ/PKM 2. Meningkatkan kognitif keluarga
RSJ/PKM, tanda mampu memahami 2. Jelaskan tanda-tanda kambuh selama merawat klien dengan
kambuh dan rujukan mengenai follow up selama perawatan klien di halusinasi.
ke RSJ/PKM, tanda rumah : 3. Memperoleh penanganan lebih
kambuh dan rujukan a. Halusinasi Pendengaran lanjut, cepat dan tepat.
(Bicara atau tertawa

49
sendiri tanpa lawan
bicara, mencondongkan
telinga kearah tertentu,
menutup telinga.
b. Halusinasi penglihatan
(menunjuk-nunjuk kea
rah tertentu, ketakutan
pada objek yang tidak
jelas
c. Halusinasi penghidu
(menghidu seperti
sedang membaui bau-
bauan tertentu, menutup
hidung)
d. Halusinasi pengecapan
(seing meludah dan
muntah)
e. Halusinasi Perabaan
(menggaruk-garuk
permukaan kulit,
mengatakan ada
serangga di permukaan
kulit).
3. Segera hubungi pelayanan
kesehatan terdekat bila ada
gejala-gejala di atas (rujukan)

50
SP 4 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x Anjurkan keluarga membantu klien Agar kegiatan pasien dapat berjalan
membantu pasien pertemuan sesuai jadwal dan memberi klien sesuai jadwal.
melakukan kegiatan diharapkan keluarga pujian
dan memberi pujian mampu membantu
pasien melakukan
kegiatan sesuai
jadwal dan memberi
pujian
10. Gangguan SP 5 Keluarga :
Persepsi Keluarga mampu Setelah 1 x 1. Evaluasi kegiatan keluarga 1. Mengetahui perkembangan yang
Sensori : menjelaskan kembali pertemuan dalam merawat klien dilakukan keluarga dalam
Halusinasi cara merawat klien diharapkan keluarga halusinasi dengan menghardik merawat klien dengan halusinasi
pendengaran dengan menghardik, mampu menjelaskan a. Tanyakan keluarga tujuan 2. Mengetahui perkembangan yang
membimbing klien kembali cara merawat klien halusinasi dilakukan keluarga dalam
teratur minum obat, merawat klien dengan cara menghardik merawat klien dengan halusinasi
bercakap-cakap, dengan menghardik, b. Anjurkan keluarga untuk 3. Mengetahui perkembangan yang
melakukan kegiatan membimbing klien demonstrasi kembali cara dilakukan keluarga dalam
harian dan follow up. teratur minum obat, mengontrol halusinasi merawat klien dengan halusinasi
bercakap-cakap, (menghardik) pada klien 4. Mengetahui perkembangan yang
melakukan kegiatan 2. Evaluasi kegiatan keluarga dilakukan keluarga dalam
harian dan follow dalam membimbing klien merawat klien dengan halusinasi
up. untuk teratur minum obat 5. Mengetahui perkembangan yang
a. Tanyakan keluarga prinsip dilakukan keluarga dalam
6 benar dalam pemberian merawat klien dengan halusinasi
obat
b. Anjurkan keluarga untuk

51
demonstrasi cara 6. Memberikan semangat positif
membimbing klien dengan pada keluarga agar tetap
6 benar obat merawat klien.
3. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat klien halusinasi
dengan bercakap-cakap
a. Tanyakan keluarga
mengenai tujuan dari
bercakap-cakap
b. Anjurkan keluarga untuk
demonstrasi cara bercakap-
cakap
4. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih klien
melakukan kegiatan harian
a. Tanyakan keluarga tujuan
dari kegiatan harian yang
dilakukan klien
b. Anjurkan keluarga melatih
klien untuk melakukan
kegiatan harian (laki-laki :
membersihkan kamar
mandi dan melap kaca,
perempuan : cuci piring,
cuci pakaian)
5. Tanyakan keluarga tentang
follow up ke RSJ/PKM

52
6. Beri reinforcement positif pada
keluarga klien

SP 5 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x Berikan penilaian kemampuan Mengetahui kemampuan keluarga
merawat klien pertemuan keluarga dalam merawat klien merawat klien
dengan halusinasi diharapkan keluarga
mampu merawat
klien dengan
halusinasi
SP 5 Keluarga :
Keluarga mampu Setelah 1 x Berikan penilaian keluarga dalam Mengetahui kemampuan keluarga
melakukan kontrol pertemuan melakukan kontrol ke RSJ/PKM dalam melakukan kontrol klien ke
ke RSJ/PKM diharapkan keluarga RSJ/PKM.
mampu melakukan
kontrol ke
RSJ/PKM

53

Anda mungkin juga menyukai