Anda di halaman 1dari 9

Tinjauan Pustaka

Diagnosis dan Penatalaksanaan Melioidosis


Ade Dharmawan,* Monica Cherlady Anastasia**

* Staf Pengajar Bagian Mikrobiologi FK Ukrida


** Staf Pengajar Bagian Radiologi FK Ukrida
Alamat Korespondensi : Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

Abstrak
Melioidosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan akibat kontak dengan tanah dan air
yang terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia pseudomallei. Melioidosis terjadi secara
endemik di Australia Utara dan Asia Tenggara. Infeksi dapat terjadi melalui kulit yang
terabrasi, inhalasi, dan tertelan. Gejala klinisnya tidak khas, diagnosis pasti dapat ditegakkan
dengan kultur mikroorganisme penyebab. Terapi antibiotika yang tepat dapat menurunkan
mortalitas dan mencegah kekambuhan melioidosis.

Kata Kunci: Melioidosis, Burkholderia pseudomallei

Abstract
Melioidosis is an infectious disease caused by contact with soil and water contaminated by
the bacterium Burkholderia pseudomallei. Melioidosis occurs endemic in Northern Australia
and Southeast Asia. Infections can occur by skin abrasions, inhalation and ingestion. The
clinical symptoms are not typical, definitve diagnosis with cultures of microorganisms.
Appropriate antibiotic therapy can reduce mortality and prevent recurrence of melioidosis.

Key Words: Melioidosis, Burkholderia pseudomallei

Pendahuluan penting morbiditas dan mortalitas di negara-


negara tersebut.4
Melioidosis merupakan penyakit Melioidosis pertama kali dikenali sebagai
infeksi pada manusia dan hewan yang penyakit fatal "seperti glanders" di Myanmar
disebabkan akibat kontak dengan tanah dan air pada tahun 1911 oleh Alfred Whitmore.
yang terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia Kesamaan genetik dari organisme penyebab
pseudomallei.1 Burkholderia pseudomallei glanders, yaitu Burkholderia mallei, telah
merupakan bakteri gram negatif berbentuk dikonfirmasi dengan studi molekuler. B.
batang. Melioidosis, terjadi secara endemik di pseudomallei sebelumnya diklasifikasikan
Australia utara dan Asia Tenggara.2 dalam berbagai genera (misalnya,
Melioidosis juga muncul di Brasil dan Malleomyces, Pfeifferella, Actinobacillus,
Amerika Selatan.3 Penyakit ini sudah muncul Bacillus, Pseudomonas) namun, oleh
selama 25 tahun terakhir sebagai penyebab Yabuuchi pada tahun 1992, diklasifikasikan
dalam genus baru, Burkholderia.4,5
Etiologi dan Patogenesis pada kulit yang mengalami abrasi, juga dapat
melalui inhalasi, maupun tertelan. Infeksi yang
B. pseudomallei adalah bakteri batang didapat dari laboratorium pernah ditemukan,
gram negatif, bersifat aerob, motil, dan sedangkan penyebaran dari manusia ke
oksidase positif. Mikroorganisme ini sering manusia dan infeksi dari hewan ke manusia
ditemukan pada air dan tanah di daerah sangat jarang terjadi.1 Masa inkubasi
endemik. Manusia dan hewan terinfeksi melioidosis berkisar antara 1 – 21 hari dengan
melalui kontak kulit dengan tanah yang rata-rata sembilan hari.6
terkontaminasi B. pseudomallei, terutama

Gambar 1. Patogenesis Melioidosis1

Epidemiologi Angka kejadian di Thailand bagian timur laut


diperkirakan rata-rata mencapai 4,4 per
Daerah endemik utama melioidosis adalah 100.000 penduduk antara tahun 1987-1991,
Asia Tenggara dan Australia utara. dan meningkat menjadi 21,3 per 100.000
Diperkirakan 2.000-5.000 kasus terjadi setiap penduduk pada tahun 1997-2006. Melioidosis
tahun di Thailand, sementara hingga 50 kasus saat ini menjadi penyebab kematian ketiga
didiagnosis setiap tahunnya di Singapura dan tersering dari penyakit infeksi, setelah HIV
Australia. Dalam beberapa tahun terakhir dan TBC.6 Di Banda Aceh, terdapat 4 kasus
diketahui distribusi daerah endemik yang telah dilaporkan yang terjadi pada korban
melioidosis telah meluas sampai mencakup Tsunami pada tahun 2005.7 Melioidosis dapat
Kamboja, Laos, Vietnam, Indonesia, Cina menyerang semua kelompok usia, tetapi
Selatan, India, Hong Kong, dan Taiwan. Kasus kejadian yang paling sering terjadi antara usia
sporadis pernah dilaporkan dari pulau-pulau 40 – 60 tahun. Rasio perbandingan antara pria
Pasifik, Afrika Tengah, Amerika Tengah dan dan wanita adalah 3:2 di Thailand, hal ini
Selatan, serta Karibia. Penyakit ini mungkin mungkin karena perbedaan paparan tanah yang
kurang terdiagnosis di banyak daerah ini, terkontaminasi selama bercocok tanam.4
karena diperlukan fasilitas laboratorium yang Angka kejadian melioidosis juga dipengaruhi
relatif canggih untuk mengonfirmasi diagnosis oleh cuaca, dimana sekitar 75% kasus muncul
melioidosis.4 saat musim hujan. Meskipun melioidosis dapat
terjadi pada orang yang sehat, namun sekitar penyakit paru kronis (termasuk kistik fibrosis),
60 – 90% kasus memiliki penyakit lain yang keganasan, talasemia, penyakit granulomatosa
mendasarinya. Faktor risiko yang sering kronik, dan kehamilan. Tetapi tidak ada bukti
adalah diabetes melitus, gagal ginjal kronik, bahwa infeksi HIV merupakan faktor
penggunaan terapi imunosupresif termasuk predisposisi terjadinya melioidosis.4,6
steroid, konsumsi alcohol, penyakit hati,

Gambar 2. Distribusi Global Melioidosis6


 
Gejala Klinis menyebar melalui aliran darah.
Meningoensefalitis, pneumonia tanpa
Gejala klinis infeksi B. pseudomallei septikemia, osteomielitis, septik artritis, abses
sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala lokal di hampir setiap organ dalam atau
sampai terjadi septikemia. Infeksi dapat jaringan lunak superfisial, semuanya pernah
bersifat akut atau kronis, dan lokal atau dilaporkan.3 Pada melioidosis septikemia,
menyebar. Pneumonia merupakan bentuk biasanya pasien memiliki riwayat demam,
manifestasi klinis yang paling sering ditemui menggigil. Penurunan kesadaran, dan jaundice
pada melioidosis dan terjadi pada lebih dari atau diare dapat juga menjadi gejala yang
setengah kasus melioidosis. Bentuk klinis dari menonjol. Kerusakan seringkali terjadi secara
penyakit ini di Australia Utara dan Asia cepat dengan perkembangan metastasis abses
Tenggara paling sering adalah septikemia yang luas, terutama di paru-paru, hati, limpa,
dengan atau tanpa pneumonia.1,5 Keterlibatan parotis, dan prostat.6 Ada empat bentuk
fokus organ lainnya sering terjadi, baik manifestasi klinis melioidosis, yang dijelaskan
sebagai sumber utama terjadinya septikemia pada Tabel 1.8
atau sebagai akibat lokalisasi yang kemudian
Tabel 1. Manifestasi Klinis Melioidosis8

A B

Gambar 3. Gambaran Radiografi Paru pada Pasien dengan Melioidosis4

A. Konsolidasi lobus kanan atas pada pasien dengan bakteremia, pneumonia, pielonefritis, dan abses
subkutan
B. Kesuraman bilateral pada pasien dengan bakteremia, pneumonia, dan abses multipel pada hati dan
limpa
   

Gambar 4. Gambaran Ultrasonografi Abdomen,


Keterangan: Gambaran Menunjukkan Abses Hati Multipel pada Septikemia Melioidosis6

Diagnosis klinik, dan secara khusus untuk mendapatkan


isolat B. pseudomallei dari kultur darah,
Diagnosis melioidosis sulit dilakukan dahak, cairan serebrospinal, atau spesimen
hanya berdasarkan gejala klinis saja. lainnya. Jumlah bakteri dalam darah vena
Diagnosis definitif melioidosis dengan (CFU/mL) dapat mencapai jumlah yang tinggi
mendapatkan hasil kultur B. pseudomallei selama septikemia dan B. pseudomallei dapat
yang positif, sehingga untuk menegakkan tumbuh dengan baik, sehingga metode kultur
diagnosisnya memerlukan fasilitas yang relatif darah konvensional merupakan cara yang
canggih, yang tidak tersedia di banyak daerah efektif untuk menegakkan diagnosis
endemik.6 B. pseudomallei terkadang sulit bakteriologis. Sampel dari tempat yang tidak
diidentifikasi dengan tepat, dan juga terkadang steril biasanya kurang membantu karena
hanya dianggap sebagai kontaminan, sehingga jumlah B. pseudomallei mungkin jauh lebih
dapat menyebabkan kesalahan dalam rendah, dan pertumbuhannya dapat terhambat
diagnosis.3 Karena potensi terjadi latensi, oleh sejumlah besar spesies bakteri komensal.
diagnosis harus dipertimbangkan pada setiap Tetapi hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
pasien yang pernah mengunjungi daerah agar selektif untuk menekan pertumbuhan
endemik yang datang dengan septikemia atau bakteri komensal. Media yang dapat
abses, terutama jika ada bukti dari penyakit digunakan adalah Agar Selektif Ashdown
yang mendasari seperti diabetes melitus.4 (ASA) atau Agar Selektif B. pseudomallei
(BPSA).3 Di laboratorium, B. pseudomallei
Mikroskopik dan Kultur tumbuh secara aerob dan koloninya dapat
terlihat jelas dalam waktu 48 jam pada media
Mikroorganisme harus dicari baik di selektif pada suhu 37°C. ASA merupakan agar
dalam darah, pus, swab tenggorok, sputum, selektif yang mengandung Kristal violet,
urin, atau spesimen lainnya yang sesuai gliserol, dan gentamisin.9 Media ini sering
dengan gambaran klinis. Mikroskopik dari digunakan untuk kultur B. pseudomallei.
pewarnaan gram dapat terlihat bentuk batang Koloninya menunjukkan karakteristik seperti
bipolar (seperti peniti) Gram-negatif, namun pada gambar 6. Identifikasi kultur dapat
pewarnaan gram memiliki sensitivitas dan dilakukan dengan menggunakan uji biokimia
spesifisitas yang rendah.4 konvensional, kit komersial (API, Vitek), atau
Konfirmasi diagnosis melioidosis sangat uji lateks aglutinasi.4
bergantung pada laboratorium mikrobiologi
Gambar 5. Pewarnaan Gram Burkholderia pseudomallei10

Gambar 6. Morfologi Koloni B. pseudomallei pada media ASA, 48 jam (kiri) dan 7 hari
(kanan)11
klinis. Salah satu uji memiliki sensitivitas
Deteksi Antigen dan Asam Nukleat diagnostik 91%, tetapi yang kedua memiliki
sensitivitas yang jauh lebih rendah, yaitu 61%.
Beberapa teknik diagnostik cepat Sensitivitas diagnostik PCR tertinggi pada
untuk deteksi antigen B. pseudomallei telah spesimen pus dan yang rendah pada spesimen
dikembangkan, tetapi sebagian besar memiliki darah. Loop-mediated isothermal
sensitivitas yang kurang optimal bila amplification (LAMP) juga telah
digunakan secara langsung pada sampel klinis dikembangkan untuk mendeteksi B.
dan/atau teknik ini tidak tersedia secara luas. pseudomallei, dan pada evaluasi klinis terbukti
Uji Polymerase Chain Reaction (PCR) memiliki sensitivitas diagnostik 44%. Saat ini,
konvensional yang menargetkan gen 16S diagnostik molekuler tidak cukup sensitif
rRNA untuk deteksi B. pseudomallei pada untuk menggantikan peran kultur untuk
spesimen klinis dilaporkan memiliki menegakkan diagnosis melioidosis.4,6
sensitivitas diagnostik yang tinggi, tetapi
spesifisitasnya kurang. Beberapa uji real-time Deteksi Antibodi
PCR telah dikembangkan, dan dua di
antaranya telah mengalami evaluasi klinis Uji sero-diagnosis yang paling banyak
untuk deteksi B. pseudomallei pada spesimen digunakan di daerah endemik adalah uji
hemaglutinasi tidak langsung (IHA) dan perawatan intensif (ICU). Perhatian khusus
Enzyme Linked Immunosorbent Assay harus diberikan pada penurunan volume cairan
(ELISA). Uji ini kurang standar, dan ada dan syok septik, gagal nafas dan gagal ginjal,
variasi antar-laboratorium yang cukup besar hiperglikemia, atau ketoasidosis. Abses harus
antara titer yang dianggap positif. Pada fase dikeringkan bila memungkinkan.4
akut uji IHA dan ELISA seringkali negatif.
IHA dan tes serologi lain yang saat ini tersedia Terapi Antibiotik
tidak bermanfaat di daerah endemik
melioidosis endemik, karena populasi B. pseudomallei secara intrinsik
penduduk yang sehat sering sero-positif. resisten terhadap banyak antibiotik, termasuk
Pengujian serologi mungkin memiliki utilitas aminoglikosida dan β-laktam generasi awal.
diagnostik yang lebih besar pada orang yang Pengobatan terdiri atas dua fase: fase akut,
biasanya tidak berada di daerah endemik yang tujuannya adalah untuk mengurangi
melioidosis, termasuk pekerja laboratorium angka kematian, dan fase eradikasi, yang
yang terpapar B. pseudomallei. Perbedaan titer tujuannya untuk mengurangi risiko kambuh.
IHA telah digunakan untuk menyimpulkan Uji klinis telah menunjukkan penurunan angka
hasil yang positif, tetapi peningkatan titer kematian yang signifikan dengan pemberian
tunggal (> 1: 40) atau kenaikan titer pada dini antibiotik intravena yang sesuai.
seseorang dari daerah non-endemik, dapat Ceftazidime adalah antibiotik pertama yang
mengarahkan adanya infeksi B. pseudomallei. menunjukkan penurunan angka kematian yang
Hasil tes serologi negatif tidak menyingkirkan jelas. Imipenem dan Meropenem telah terbukti
kemungkinan infeksi, karena didapatkan juga sama efektifnya dengan Ceftazidime. Setelah
beberapa pasien dengan melioidosis yang terapi parenteral, pemberian antibiotik oral
terbukti dengan kultur, tetapi tidak memiliki diperlukan untuk mencegah kekambuhan,
antibodi yang terdeteksi.4,6 yang dapat terjadi pada sampai 23% kasus,
dan lebih sering terjadi pada kasus yang berat.
Penatalaksanaan Hal ini dapat berkurang sampai kurang dari
Terapi Suportif 10% jika antibiotik diberikan selama 20
minggu. Rekomendasi pengobatan terapi oral
Pasien dengan melioidosis septikemia eradikasi adalah dengan Trimethoprim-
biasanya membutuhkan terapi suportif yang Sulphamethoxazole ditambah dengan
agresif, dan idealnya harus dirawat di unit Doxycycline.3,4
Tabel 2. Terapi Antibiotik Melioidosis3

Kesimpulan Infectious Diseases, Eighth Edition.


Elseviers Saunders; 2015. p.2541-51. 
Melioidosis merupakan tantangan, 2. Gibney KB, Cheng AC, Currie BJ.
baik bagi klinisi maupun dokter mikrobiologi Cutaneous Melioidosis in the Tropical Top
klinik. Kurangnya sensitivitas dan kecepatan End of Australia: A Prospective Study and
metode diagnosis laboratorium akan terus Review of the Literature. Clinical
menghambat penegakan diagnosis melioidosis. Infectious Diseases 2008; 47:603–9. 
Baik klinisi maupun dokter mikrobiologi 3. Inglis TJJ, Rolim DB, Rodriguez JLN.
klinik harus meningkatkan kewaspadaan Clinical Guideline for Diagnosis and
terhadap penyakit ini, karena selain gejalanya Management of Melioidosis. Rev. Inst.
yang tidak khas, seringkali Burkholderia Med. trop. S. Paulo. 48(1):1-4, January-
pseudomallei hanya dianggap kontaminan, February, 2006 
karena septikemia yang disebabkan oleh 4. Peacock SJ, Dance DAB. Melioidosis.
bakteri gram negatif lainnya lebih sering Tropical Infectious Disease: Principles,
terjadi. Pemberian terapi antibiotik yang cepat Pathogens and Practice. Third Edition.
dan tepat dapat menurunkan angka kematian Elseviers Inc; 2011. p.219-22. 
akibat melioidosis, serta pemberian terapi 5. Cheng AC, Currie BJ. Melioidosis:
antibiotik untuk fase eradikasi dapat Epidemiology, Pathophysiology and
mengurangi risiko kekambuhan dari penyakit Management. Clinical Microbiology
ini.3 Reviews, Apr. 2005, p.383–416. 
6. Dance DAB. Melioidosis. Manson’s
Daftar Pustaka Tropical Diseases. Twenty-Third Edition.
Elseviers. 2014. p.410-5. 
1. Currie BJ. Mandell, Douglas, and 7. Athan E, Allworth AM, Engler C, Bastian
Bennett's Principles and Practice of   I, Cheng AC. Melioidosis in Tsunami
Survivors. Emerging Infectious Diseases. 10. Pandey V, Rao SP, Rao S, Acharya KK,
October 2005; 11(10): 1638-9.  Chhabra SS. Burkholderia pseudomallei
8. Burivong W, Wu X, Saenkote W, Stern musculoskeletal infections (melioidosis) in
EJ. Thoracic Radiologic Manifestations of India. Indian J Orthop. 2010 Apr-Jun;
Melioidosis. Curr Probl Diagn Radiol 44(2): 216–20. 
2012;41:199-209.  11. Howard K, Inglis TJJ. Novel Selective
9. White NJ. Melioidosis and Glanders. Medium for Isolation of Burkholderia
Hunter’s Tropical Medicine and Emerging pseudomallei. Journal Of Clinical
Infectious Disease. Ninth Edition. Microbiology, July 2003.p.3312–6
Elseviers Inc; 2013.p.580-3 
 

Anda mungkin juga menyukai