Anda di halaman 1dari 7

Keratomikosis

PENDAHULUAN

Infeksi jamur pada kornea atau keratomikosis merupakan masalah tersendiri secara oftalmologik,
karena sulit menegakkan diagnosis keratomikosis ini, padahal keratomikosis cukup tinggi
kemungkinan kejadiannya sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia yang agraris dan
iklim kita yang tropis dengan kelembaban tinggi. Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi
 jamur yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan
menyebabkan 6%-53% kasus keratitis ulseratif. ebih dari 70 spesies jamur telah
dilaporkan menyebabkan keratitis jamur.

Masalah keratitis jamur menyebabkan kekha$atiran dokter-dokter mata. enting untuk selalu
siap akan kemungkinan infeksi ini dan menganjurkan pemeriksaan laboratorium yang memadai
untuk membuat diagnosis dan terapi yang tepat. ada masa sekarang infeksi jamur bertambah
dengan pesat dan dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid
yang tidak tepat.

Keluhan mulai timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian. asien akan
mengeluh sakit mata yang hebat,berair, dan silau.ada mata akan terlihat infiltrat yang
berhifa dan satelit
 bila terletak didalam stroma. &iasanya disertai dengan cincin endotel dengan plaque dan
hipopion. (ampak tukak yang jelas dan menonjol ditengah tukak nampak bercabang-cabang,
dengan endotelium plaque, ganbaran satelit pada kornea, dan lipatan descement. )ebaiknya
diagnostik dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan K*+0% terhadap kerokan
kornea yang menunjukkan adanya.

asien dengan infeksi jamur dira$at dan diberi pengobatan natamisin 5% setiap - jam saat
 bangun atau anti jamur lain seperti miconaol, amfoterisin, nistatin, dan lain-lain. /iberikan
sikloplegik disertai obat oral anti glaukoma bila terjadi peningkatan tekanan intra okuler. &ila
tidak berhasil diatasi maka dilakukan keratoplasti.
Keratitis atau peradangan kornea akibat jamur 
Keratitis jamur lebih berpre0alensi di 1merika )erikat bagian selatan dan barat daya.
Kenyataaan
 bah$a ada peningkatan jumlah kasus di 1merika )erikat sejak tahun 260 yang diperkirakan
adanya peningkatan insidens dan mungkin juga pengenalan keratitis jamur yang baik. &eberapa
kejadian diperkirakan karena penggunaan kortikosteroid yang berlebih mungkin memberi
kontribusi pada peningkatan insidens. &anyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian
ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat
immunosupresif dan lensa kontak, di samping juga bertambah baiknya kemampuan diagnostik
klinik dan laboratorik.

Insidens musiman keratitis jamur, biasanya disebabkan karena jamur berfilamen, sebagian karena
faktor lingkungan. Keratomikosis bukan merupakan tipe infeksi kornea yang sering terjadi, tetapi
salah satu dari kausa mayor keratitis infeksius di daerah tropis. enting untuk
mempertimbangkan kausa jamur untuk keratitis infeksius karena kerusakan okuler yang hebat
dapat terjadi tanpa diagnosa dan penanganan yang tepat dan efektif. )etelah diagnosis
ditegakkan, masalah pengobatan juga merupakan kendala, karena jenis obat anti jamur yang
masih sedikit tersedia secara komersial di Indonesia serta perjalanan penyakitnya yang sering
menjadi kronis.

DEFINISI

Keratitis adalah reaksi inflamasi kornea. Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi jamur yang
serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan menyebabkan 6%-
53% kasus keratitis ulseratif. ebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan menyebabkan
keratitis
 jamur.

Keratitis merupakan infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea
yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau bo$man dan
keratitis profunda atau interstisialis atau disebut juga keratitis parenkimatosa4 yang mengenai
lapisan stroma.

aktor predisposisi antara lainnya adalah trauma, pemakaian kontak lensa, dan steroid topikal.
(rauma pada kornea yang memicu terjadinya keratomikosis, biasanya trauma dengan tumbuhan
atau benda-benda organik.

INSIDENSI

alaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 772 oleh eber,
tetapi baru mulai periode 250-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan dilaporkan,
terutama di
 bagian selatan 1merika )erikat dan kemudian diikuti laporan-laporan dari 8ropa dan 1sia
termasuk Indonesia. &anyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan
dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat immunosupresif dan
lensa kontak, di samping juga bertambah baiknya kemampuan diagnostik klinik dan
laboratorik, seperti dilaporkan di 9epang dan 1merika )erikat. )ingapura melaporkan selama
,5 tahun4 dari
 kasus ulkus kornea,  beretiologi jamur, sedang di :) Mata ;icendo &and ung selama
6
 bulan4 didapat 3 kasus dari 50 ulkus kornea, (ai$an selama 0 tahun4 2< dari 563 ulkus, bahkan
 baru-baru ini &angladesh melaporkan <6 dari 70 ulkus kern ungkinan keratitis 0irus sudah
disingkirkan4.

ETIOLOGI ATAU PENYEBAB

)ecara ringkas dapat dibedakan =

• 9amur berfilamen filamentous fungi4 = bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.

o 9amur bersepta = urasium sp, 1cremonium sp, 1spergillus sp, ;ladosporium sp,
enicillium sp, aecilomyces sp, hialophora sp, ;ur0ularia sp, 1ltenaria sp.

o 9amur tidak bersepta = Mucor sp, :hiopus sp, 1bsidia sp.

• 9amur ragi yeast4 yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas = ;andida albicans,
;ryptococcus sp, :odotolura sp.

o 9amur difasik. ada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium = &lastomices sp, ;occidiodidies sp, +istoplastoma sp,
)porothri> sp.

(ampaknya di 1sia )elatan dan 1sia (enggara tidak begitu berbeda penyebabnya, yaitu
1spergillus sp dan usarium sp, sedangkan di 1sia (imur 1spergillus sp.

FAKTOR RESIKO
aktor resiko terjadinya keratomikosis termasuk =

. (rauma mis., lensa kontak, benda asing4? dalam sebuah studi fungal keratitis di selatan
lorida, trauma dengan sayuran merupakan faktor risiko mayor yaitu sebanyak <<% dari
 jumlah pasien keratomikosis.

. emakaian kortikosteroid topikal yang lama

3. *perasi kornea seperti keratoplasti tembus, operasi katarak @sutureless”, atau laser in
situ keratomileusis 1)IK4

<. Keratitis kronis akibat herpes simple>, herpes oster, atau keratoconjungti0itis 0ernal

5. (iada penyakit mata yang signifikan

6. :i$ayat penyakit trauma terutama terkait dengan tumbuhan4

7. ekerjaan dalam bidang pertanian

Keratitis fungal lebih jarang dibanding keratitis bakterial, secara umum gambarannya kurang
dari 5%-0% infeksi kornea yang dilaporkan di klinik dari amerika serikat. Keratitis fungal
filamentous terdapat lebih banyak pada daerah yang hangat, kebanyakan daerah lembab pada
 beberapa daerah di 1merika serikat.

(rauma dengan bahan-bahan dari tanaman atau tumbuhan faktor resiko yang penting dari
keratitis fungal. redisposisi utama adalah para petani yang menggunakan alat pemotong
rumput atau sejenisnya yang menggunakan peralatan mesin dilapangan berumput, tanpa
memakai
 pelindung mata. (rauma dihubungkan dengan penggunaan kontak lensa yang merupakan faktor
resiko umum yang lain untuk terjadinya keratitis fungal. Kortikosteroid topikal adalah faktor
resiko mayor lainnya, Kortikosteroid topikal mengakti0asi dan meningkatkan 0irulensi jamur
dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi. Meningkatnya penggunaan
kortikosteroid topikal selama akhir dekade ke-empat merupakan implikasi mayor penyebab
meningkatnya insiden keratitis fungal selama periode tersebut. )elain itu, penggunaan
kortikosteroid sistemik
 bisa mensupresi respon sistem imun, karena itu merupakan predisposis terjadinya keratitis
fungal. aktor resiko lainnya adalah termasuk operasi kornea contohnya keratoplasti dan
keratotomi radial4, dan keratitis kronis contohnya herpes simpleks, herpes oster, atau 0ernalB
konjungti0itis alergi4.

9amur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada epithelium, kemudian
memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada jaringan dan menyebabkan reaksi
inflamasi. Kerusakan pada epitelium biasanya disebabkan dari trauma contohnya, penggunaan
kontak lensa, benda asing, operasi kornea4. *rganisme dapat menembus kedalam membran
descmentyang intak dan mencapai bagian anterior atau segmen posterior. Mikotoksin dan
enimproteolitik menambah kerusakan jaringan yang ada. Keratitis fungal juga dapat terjadi
sekunder dari endophthalmitis fungal. ada kasus ini,organisme jamur dari segmen posterior
menembus membran /escemet dan masuk kedalam stroma kornea.

PROSES TERJADINYA ATAU PERJALANAN PENYAKIT

ungi biasanya tidak menyebabkan keratitis mikroba karena normalnya, fungi tidak dapat
 berpenetrasi ke dalam lapisan epitel kornea yang intak dan tidak masuk ke dalam kornea le$at
 pembuluh darah limbus episklera. /efek pada epitel sering diakibatkan oleh trauma mis.,
 pemakaian lensa kontak, benda asing, ri$ayat operasi kornea4. *rganisme dapat berpenetrasi ke
dalam membran /escement yang intak dan masuk ke dalam stroma.. Ia membutuhkan cedera
 penetrasi atau ri$ayat defek epitel untuk masuk ke dalam kornea. )etelah berada di dalam
kornea, organisme dapat berproliferasi.

*rganisme yang menginfeksi defek pada epitel sebenarnya merupakan mikroflora normal yang
terdapat pada konjungti0a dan andeksa. ungi filamentosa merupakan kausa tersering dari
infeksi pasca trauma. ungi filamentosa berproliferasi di dalam stroma kornea tanpa
melepaskan substansi kemotaktik, sehingga menunda munculnya respon imun hostB respon
inflamasi. &erbeda dengan fungi filamentosa, ;andida albicans memproduksi fosfolipase 1 dan
lisofosfolipase pada permukaan blastospora, untuk membantu ia masuk ke dalam jaringan.
usarium solani, yang merupakan fungus yang 0irulen, dapat menyebar di dalam stroma
kornea dan berpenetrasi ke dalam membrane /escemet. (rauma kornea akibat tumbuhan
merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya keratomikosis. (erutamanya, petani yang tidak
memakai alat proteksi diri, khususnya kaca mata. (rauma akibat pemakaian lensa kontak juga
adalah salah satu faktor resiko terjadinya keratomikosis. (rauma kornea paling sering
menyebabkan
keratomikosis dan merupakan factor resiko major tipe keratitis tersebut .

)eorang dokter harus mempertimbangkan besar kemungkinan suatu keratomikosis jika pasien
mempunyai ri$ayat trauma kornea, terutama adanya kontak dengan tumbuhan atau tanah.
:esiko trauma akibat pemakaian lensa kontak adalah kecil, dan bukan merupakan faktor resiko
major untuk keratomikosis.

)elain dari itu, kortikosteroid topikal diketahui dapat mengakti0asi dan meningkatkan 0irulensi
organisme jamur dengan menurunkan resistensi kornea terhadap infeksi. ;andida sp
menyebabkan infeksi okuler pada hospes yang mengalami imunodefisiensi dan pada kornea
dengan ulkus kronik. emakaian kortikosteroid yang semakin meningkat sejak < dekade yang
lalu telah berimplikasi sebagai suatu penyebab utama peningkatan insidensi keratomikosis.
(ambahan, pemakaian kortikosteroid sistemik dapat menekan respon imun hospes, sehingga
terjadi perdisposisi kepada keratomikosis. aktor resiko lainnya termasuk operasi kornea mis.,
K, keratotomi radial4 dan keratitis kronik mis., herpes simpleks, herpes oster, atau
konjungti0itis 0ernalBalergi4.

9ika pada hospes normal keratomikosis acapkali didahului oleh trauma, atau pemakaian steroid,
 pada penderita 1I/) kelainan ini dapat timbul secara spontan tanpa faktor predisposisi pada
kornea, dan dapat terjadi pada satu mata atau dua mata.

MANIFESTASI KLINIK

:eaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam bentuk
mikotoksin, enim-enim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. 1gen-agen ini dapat
menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut, respon antigenik dengan formasi
cincin imun, hipopion, dan u0eitis yang berat. asien biasanya datang dengan keluhan rasa
mengganjal, nyeri yang bertambah berat, penglihatan menurun secara tiba-tiba, kemerahan pada
mata, lakrimasi berlebihan, dan fotofobia takut cahaya4.

Clkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-abu
sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak ele0asi
keatas. esi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan
mikroabses stroma. lak endotel dapat terlihat paralel terhadap u lkus. ;incin imun dapat
mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi
tubuh. )ebagai tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. :eaksi injeksi
konjungti0a dan kamera okuli anterior dapat cukup parah.

)ebenarnya gambaran yang khas pada ulkus kornea tidak ada. Infeksi a$al dapat sama seperti
infiltrasi stafilokokus, khususnya dekat limbus. Clkus yang besar dapat sama dengan keratitis
 bakteri.
Cntuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut =

. :i$ayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.

. esi satelit.
. lap konjungti0a, partial atau total

3. Keratoplasti tembus

(idak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi? kriteria penyembuhan antara lain
adalah adanya penumpulan blunting atau rounding-up4 dari lesi-lesi ireguler pada tepi ulkus,
menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga daerah
sekitar tepi ulkus. erbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau 0irus. 1danya
defek epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bah$aterapi tidak berhasil, bahkan
kadang-kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. 9adi pada terapi keratomikosis
diperlukan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita semua.

KOMPLIKASI

Clkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea $alaupun jarang. +al ini
dikarenakan lapisan kornea semakin tipis disbanding dengan normal sehingga peningkatan
tekanan intraokuler dapat mencetuskan terjadinya ulkus kornea. embentukan jaringan parut
kornea menghasilkan kehilangan penglihatan parsial maupun kompleks. (erjadinya
neo0askularisasi dan astigmatisme ireguler, penipisan kornea, sinekia anterior, sinekia posterior,
glaucoma, dan katarak juga bisa terjadi.

Keratitis fungal dapat berperan utama untuk infeksi berat yang melibatkan setiap struktur
intraokular dan dapat membuat hilangnya penglihatan atau kehilangan mata. erforasi kornea
 jarang terjadi, dan endophthalmitis sekunder telah dilaporkan.

PROGNOSIS

rognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya kornea yang terlibat, status
kesehatan pasien contohnya immunocompromised4, dan $aktu penegakkan diagnosis klinis
yang dikonfirmasi dengan kultur di laboratorium.asien dengan infeksi ringan dan diagnosis
mikrobiologi yang lebih a$al memiliki prognosis yang baik? bagaimana pun, kontrol dan
eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau struktur intraokular sangat sulit. /iperkirakan
satu dari ketiga infeksi jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi kornea.

1. Duane, D Thomas : Clinical Ophthalmology, Volume 4, Philadelphia, Harper & ow Publisher,
1#$7.
. Grayson, (errill : Diseases o) The Cornea, *econd +dition, ondon, The C. V. (osby
Company, 1#$3.
3. lyas, *., (ailang/ay, H.H.0., Taim, H, *aman, .., *imarmata, (., idodo, P.* :
lmu Penya/it (ata untu/ Do/ter 2mum dan (ahasiswa 3edo/teran, edisi /edua,
 a/arta, C. V. *agung *eto, 55.
4. lyas, *idarta : lmu Penya/it (ata, edisi /edua, a/arta, 0alai Penerbit 6a/ultas 3edo/teran
2ni7ersitas ndonesia, 55.
8.
http:99www./albe)arma.com9les9cd/9les911n)e/siamur5$7.pd)911n)e/siamur5$7.
html.
;. http:99www.usmicro<solutions.com9)ungi.html

Anda mungkin juga menyukai