Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam merupakan salah satu gangguan yang menyebabkan penderitaan
pada anak dan menjadi penyebab utama kecemasan pada orangtua. Demam
terjadi pada hampir 70% anak-anak dibawah usia sekolah dan menyebabkan
ketidaknyamanan, mengganggu aktifitas, menurunkan selera makan,
mengganggu tidur pada anak dan orangtua (Jurnalis, 2015).
Demam ialah suatu kondisi pada saat suhu tubuh diatas normal yaitu
38ºC. Pada penanganan demam terdapat berbagai macam cara yang dapat
digunakan untuk menurunkan panas seperti melakukan penanganan tanpa
obat dan penanganan dengan obat (Surya, 2018).
Obat yang dapat menurunkan demam disebut obat antipiretik, contohnya
Acetaminofen dan ibuprofen. Antipiretik adalah zat-zat yang dapat
mengurangi suhu tubuh atau obat untuk menurunkan panas. Dapat
menurunkan panas karena bekerja menghambat prostaglandin pada sistem
saraf pusat. Pada usia 0-5 bulan, ditemukan penggunaan obat antipiretik
hanya jenis acetaminophen saja sebesar 20% kasus. Mulai usia 6 bulan
sampai >36 bulan mulai dikonsumsi obat antipiretik jenis ibuprofen saja,
acetaminophen saja dan kombinasi acetaminophen-ibuprofen. Paling banyak
penggunaan kombinasi acetaminophen ibuprofen pada usia 6-11 bulan
sebesar 5,9%, penggunaan acetaminophen saja juga pada usia 6-11 bulan
sebesar 28% dan ibuprofen saja pada usia 24- 35 bulan sebesar 8,2%
(Jurnalis, 2015).
Mekanisme kerja antipiretik adalah dengan mengembalikan fungsi thermostat
di hipotalamus ke posisi normal dengan cara pembuangan panas melalui
bertambahnya aliran darah ke perifer disertai dengan keluarnya keringat. Zat
antipiretik dapat mengikat enzim siklooksigenase yang memicu pembentukan
prostalandin, sehingga kadar prostagladin menurun kadarnya di daerah thermostat
dan menurunkan suhu tubuh. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada

1
sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu di hipotalamus (Tjay,
2007).
Dosis aman ibuprofen adalah pada 10 mg/kg bb/kali dengan frekuensi
pemberian setiap 6 jam, dosis maksimal sehari 40 mg/kg bb/hari. NHS
Clinical Knowledge Summaries menyatakan dosis aman untuk ibuprofen
adalah 10 mg/kgbb, dengan pemberian selanjutnya dengan interval paling
cepat 6 jam. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kgbbdengan pemberian tiap 4-8 jam
(Jurnalis, 2015). Acetaminophen atau paracetamol (N-acetyl-
paraaminophenol atau APAP) adalah jenis obat-obatan golongan antipiretik
yang paling luas digunakan diseluruh dunia. Ibuprofen merupakan golongan
antipiretik kedua terluas digunakan setelah acetaminophen (Jurnalis, 2015).
Dosis acetaminophen oral dan intravena dimulai pada dosis 20mg/kgbb,
kemudian 15 mg/kgbb setiap 4-6 jam, dengan kadar maksimal 4gram/hari
atau dosis 60 mg/kgbb, dan maksimal dalam 48 jam hanya 90mg/kgbb.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan praktikum percobaan
antipiretik yang bertujuan agar mahasiswa mampu menganalisis efek antipiretik
dari ibu profen dan obat antipiretik lainnya yang diujikan pada hewan coba.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme dari efek antipiretik dari ibu profen dan obat
antipiretik lainnya?
1.3 Maksud dan Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu menganalisis efek antipiretik dari ibu profen dan obat
antipiretik lainnya yang diujikan pada hewan coba.
1.4 Prinsip Praktikum
1. Efek antipiretik diamati dengan terjadinya penurunan suhu tubuh mencit yang
diinduksi dengan induktor demam setelah pemberian antipiretik.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Pengertian Demam
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam
tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat –
obatan (Surinah dalam Hartini, 2015).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada
anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di
hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat
menyerang sistem tubuh.Selain itu demam mungkin berperan dalam
meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu
pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin dalam Wardiyah, 2016).
2.1.2 Etiologi Demam
Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi
juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap
pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya
perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis
penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan riwayat penyekit
pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi
pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan holistic (Nurarif,
2015).

3
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam
dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit
metabolik maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam
otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-
penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton dalam Thabarani, 2015)
2.1.3 Patofisiologi Demam
Exogenous dan virogens (seperti; bakteri, virus kompleks antigen-antibodi)
akan menstimulasi sel host inflamasi (seperti; makrofag sel PMN) yang
memproduksi indogeneus pyrogen (Eps). Interleuikin 1 sebagai prototypical eR
Eps menyebabkan endothelium hipotalamus meningkatkan prostaglandin dan
neurotransmitter, kemudian beraksi dengan neuron preoptik di hipotalamus
anterior dengan memproduksi peningkatan “set-point”. Mekanisme tubuh secara
fisiologis mengalami(Vasokinstriksi perifer, menggigil),dan perilaku ingn
berpakaian yang tebal-tebal atau ingin diselimuti dan minum air hangat. Demam
seringkali dikaitkan dengan adanya penggunaan pada “set-point” hipotalamus
oleh karena infeksi, alergi, endotoxin atau tumor (Suriadi, 2006).
2.1.4 Klasifikasi Demam
Menurut Nurarif (2015) klasifikasi demam adalah sebagai berikut:
a. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan
normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan
tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu
hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

4
d. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.
2.1.4 Antipiretik
Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan suhu tubuh
pada keadaan demam. Antipiretik bekerja dengan merangsang pusat pengaturan
panas di hipotalamus sehingga pembentukan panas yang tinggi akan dihambat
dengan cara memperbesar pengeluarn panas yaitu dengan menambah aliran darah
ke perifer dan memperbanyak pengeluaran keringat (Tjay dan Rahardja,2015).
2.1.5 Mekanisme Antipiretik
Mekanisme kerja antipiretik adalah dengan mengembalikan fungsi
thermostat di hipotalamus ke posisi normal dengan cara pembuangan panas
melalui bertambahnya aliran darah ke perifer disertai dengan keluarnya keringat.
Zat antipiretik dapat mengikat enzim sikooksigenase yang memicu pembentukan
prostalandin, sehingga kadar prostagladin menurun kadarnya di daerah thermostat
dan menurunkan suhu tubuh. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada
sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu di hipotalamus (Tjay dan
Rahardja,2015).
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Rumus Molekul : C2H6O
Rumus Struktur : H H

H- C - C-O-H

H H

5
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
Pemerian : Cairan tak berwarna; jernih; mudah menguap; dan
mudah bergerak; bau khas dan rasa panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Antiseptik (menghambat mikroorganisme)
Kegunaan : Mensterilkan alat.
2.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979 )
Nama Resmi : AQUADESTILLATA
Nama Lain : Air Suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18.02 gr/mol’
Rumus Struktur : O

H H

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
2.2.3 Na-CMC (Dirjen POM, 1979 )
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHIL CELLULOSUM
Nama Lain : Natrium Karboksimetil selulosa
Rumus molekul : C23H46N2O6H2SO4H2O
Berat molekul : 694,85
Rumusstruktur :

Pemerian :Serbuk atau butiran atau kuning gading.


Kelarutan :mudah terdispersi dalam air membentuk suspense
tidak larut dalam etanol
Kegunaan :sebagai kontrol
2.2.4 Pepton (Dirjen POM, 1979 )

6
Nama Resmi : PEPTON
Nama Lain : Pepton
Pemerian :Serbuk, kuning sampai coklat, bau khas.
Kelarutan :larut dalam air, memberikan larutan berwarna,
coklat kekuningan yang bereaksi asam
Kegunaan :sebagai penginduksi
2.3. Uraian Obat
2.3.1 Asam Mefenamat (Dirjen POM,1979; Rowe, 2009)
Nama Resmi : ACIDUM MAFENAMICUM
Nama Lain : Asam Mefenamat
Rumus Molekul : C15H13NO3
Rumus struktur :

Berat molekul : 241,29


Pemerian : serbuk hablur, putih, melebur pada suhu 230ºC
Penyimpanan : dalam wadah tertutup
Kegunaan : sebagai obat antipiretik
Efek samping : mual, muntah, diare, mengantuk,
Kontra indikasi : hipersensitif
Indikasi : meredakan nyeri ringan sampai sedang
sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi.
Farmakologi :kelompok antiinflamasi non steroid, bekerja
dengan cara menghambat sintesa prostaglandin
dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim
siklooksigenase sehingga mempunyai efek
analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik.
Dosis :digunakan di mulut (oral), sebaiknya sewaktu
makan. Dewasa dan akan di atas 14 tahun : dosis
awal yang dianjurkan 500 mg kemudian
dilanjutkan 250 mg.

7
2.3.2 Ibuprofen (Dirjen POM,1979; Rowe, 2009)
Nama Resmi : IBUPROFEN
Nama Lain : Ibuprofen, ibuprofenas,
ibuprofenox
Rumus Molekul : C13H18O2
Rumus struktur :

Pemerian : Kristal
Penyimpanan : dalam wadah tertutup
Kegunaan : sebagai obat antipiretik
Efek samping : mual, muntah, diare,menngantuk,
Kontra indikasi : hipersensitif
Indikasi :meredakan nyeri ringan sampai sedang
sehubungan dengan sakit kepala, demam.
Farmakologi :aktifitas anti inflamasi, antipiretik dan analgesik.
Dosis :dewasa : 3 x 2 tab 200 mg, atau 3x1 tab 400 mg.
2.3.3 Natrium diklofenak (Dirjen POM,1979; Rowe,
2009)
Nama lain : Sodium[o-
(dikloroanilino)fenil]asetat.
Rumus Molekul : C14H10Cl2NnaO2
Rumus struktur :

Berat Molekul : 318,13


Nama Kimia : asam benzena asetat,2- [2,6-diklorofenil) amino]
Pemerian : Serbuk hablur, bewarna putih, tidak berasa

8
Kelarutan :Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol;
praktis tidak larut dalam klorofom dan eter;bebas
larut dalam alkohol metil.
Farmakologi :turunan asam fenilasetat sederhana yang
menyerupai florbiprofen maupun meklofenamat.
Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang
kuat dengan efek anti inflamasi, analgesik dan anti
piretik.Diklofenak cepat diabsorbsi setelah
pemberian oral dan mempunyai waktu paruh
yang pendek.Seperti flurbiprofen, obat ini
berkumpul dicairan sinovial.Potensi diklofenak
lebih besar daripada naproksen.Obat ini
dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis
seperti atritis rematoid dan osteoartritis serta
untuk pengobatan nyeri otot rangka akut.
2.4 Uraian Hewan
2.4.1 Klasifikasi Mencit (Nugroho, 2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Class : Mamalia
Gambar 2.3.1
Sub class : Theria Mencit
Ordo : Rodentia (Mus musculus)

Sub ordo : Myomorpha


Famili : Muridae
Sub family : Murinae
Genus : Mus
Species : Mus musculus
2.4.2 Morfologi Mencit
Arrington (1972) dalam buku Ovariektomi Pada Tikus Dan Mencit (2018)
menjelaskan morfologi pada mencit yaitutubuh mencit terdiri dari kepala, badan,

9
leher, dan ekor.Rambutnya berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut
sedikit lebih pucat.Binatang ini sangat aktif pada malam hari sehingga termasuk
golongan hewan nokturnal.

2.4.3 Karakteristik Mencit


Arrington (1972) dalam buku Ovariektomi Pada Tikus Dan Mencit (2018)
menjelaskan karakteristik pada mencit yaitudapat bertahan hidup selama 1–2
tahun, dan dapat juga mencapai umur 3 tahun.Pada umur 8 minggu, tikus siap
dikawinkan.Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami
estrus.Siklus estrus yaitu 4–5 hari, sedangkan lama bunting 19–21 hari.Berat
badan mencit bervariasi.Berat badan mencit jantan dewasa berkisar antara 20–40
gram, sedangkan mencit betina 25–40 gram.

10
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Farmakologi Toksikologi I dengan judul Analisis Efek Obat
Analgetik dilaksanakan pada hari Jumat, 2 April 2021 pukul 08.00 sampai 11.00
WITA. Tempat pelaksanaan praktikum, yaitu bertempat di Laboratorium
Farmakologi Toksikologi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum kali ini,
yaitu batang pengaduk, dispo, neraca analitik, pot salep,spatula, stopwatch, sonde
oral, termometer dan wadah.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum kali
ini, yaitu alkohol 70%, aquades, asam mefenamat, ibu profen, Na-cmc, larutan
pepton, natrium diklofenak dan tisu.
3.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang berat badan mencit yang akan di beri perlakuan
3. Digerus obat ibu profen, asam mafenamat, Na-cmc, natrium diklofenat
dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Di ukur suhu mencit terlebidahulu
5. Di suntikkan larutan pepton 5% pada mencit melalui rute subkutan.
6. Ditunggu selama 30 menit

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Kelompok Praktikum
Menit
No Waktu As. Na
ke Na-CMC Ibuprofen
Mefenamat Diklofenak
Suhu
1 t0 37,8 35,6 36,1 36,4
demam
2 t1 (t1 – t0) 38 35,7 36 35
3 t2 (t2 – t1) 37,1 35,5 35,5 34,2
4 t3 (t3 – t2) 37,1 35,5 35,1 33,40
5 t4 (t4 – t3) 37,1 35,3 32,7
4.2 Pembahasan

Pada praktikum Farmakologi dan Toksikologi kali ini digunakan hewan


coba mencit untuk dilakukan percobaan mengenai analisis efek obat antipiretik
menggunakan beberapa obat. Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis efek
antipretik dari Na-diklofenak, ibuprofen, asam mefenamat dan Na-CMC sebagai
control pada hewan uji mencit. Dan prinsip dari percobaan ini adalah efek
antipiretik diamati dengan terjadinya penurunan suhu tubuh mencit yang diinduksi
dengan induktor demam yaitu pepton 5% setelah pemberian obat antipiretik.
Demam merupakan response yang dialami tubuh untuk melawan infeksi jika
suhu melebihi nilai normal yaitu (> 37,5oC). Demam adalah proses alami untuk
melawan infeksi yang terjadi di dalam tubuh. Biasanya suhu ketika demam terjadi
adalah > 37,2oC, demam terjadi karena terjadinya infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, dan parasite, biasanya juga karena penyakit autoimun,
keganasan, daun karena obat-obatan ( Hartini dan Pertiwi, 2015).

12
Menurut Parhan dan Aliman (2018) Mekanisme kerjanya dari Natrium
diklofenak adalah bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan
kimiawi, fisik atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah
fosfolipida menjadi asam arachidonat. Salah satu golongan COX non selektif
yaitu asam mefenamat, golongan COX non selektif lebih sering digunakan
daripada COX-2 selektif. Semua OAINS menghambat COX, enzim yang
mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin, sehingga memediasi rasa sakit
atau nyeri, peradangan, dan demam (Moore et al, 2015).
NSAID ibuprofen bekerja dengan menghambat aktivitas enzim
siklooksigenase COX-1 dan COX-2 non-selektif, dimana penghambatan terhadap
enzim siklooksigenase 2 (COX-2) akan menyebabkan konversi asam arakidonat
menjadi prostaglandin terganggu. Adanya hambatan terhadap prostaglandin inilah
yang menyebabkan gangguan pada proses migrasi dari neutrophil dan makrofag,
sehingga menyebabkan gangguan pula pada sekresi sitokin dan terjadinya
penurunan sebaran sel radang kronis (Fanny, dkk, 2016).
Percobaan ini diawali dengan menimbang berat badan mencit dan dilihat
apakah sudah memnuhi syarat atau belum. Menurut Stevani, H (2016) mencit
dalam keadaan baik terdapat pada BCS nilai 3 dimana tubuh mencit tidak tampak
tonjolan tulang, namun apabila diraba cukup mudah meratakan adanya tulang-
tulang tampak atas biasanya sudah lebih kurus tampak berisi tulang pelvis dorsal
atau tulang pangsal sedikit teraba.
Setelah menimbang dan mendapatkan berat mencit yang dibutuhkan, diukur
suhu mencit melalui rektal sebagai suhu awal sebelum diinduksi dengan
penginduksi panas. Dalam praktikum ini digunakan metode induksi pepton oleh
karena murah, mudah didapatdan tidak toksik. Pengujian efektivitas akan
dilakukan dengan cara induksi pepton secara subcutan untuk meningkatkan suhu
tubuh hewan coba mencit (Ulfa dan Nasruhan, 2018).
Suhu awal mencit yaitu 36,4oC, sebelum diinduksi dengan pepton sebanyak
0,5 mL dengan rute pemberian subcutan. Setelah diinduksi dengan pepton,
ditunggu selama 30 menit. Menurut Andrew, dkk (2020) hal ini dilakukan agar

13
kandungannya dapat diabsorbsi dengan baik pada tubuh mencit. Setelah
menunggu selama 30 menit, diberikan Natrium diklofenak secara oral.
Setelah diberikan Natrium diklofenak secara oral, diukur setiap menit ke 15,
30, 45, dan 60. Untuk obat Natrium diklofenak pada menit ke 15 diperoleh suhu
35oC, menit ke 30 diperoleh suhu 34,2oC, menit ke 45 diperoleh suhu 33,40oC,
dan menit ke 60 diperoleh suhu 32,7oC. Untuk obat Asam mefenmat pada menit
ke 15 diperoleh suhu 36oC, menit ke 30 diperoleh suhu 35,5oC, dan menit ke 45
diperoleh suhu 35,1oC. Untuk obat Ibuprofen pada menit ke 15 diperoleh suhu
35,7oC, menit ke 30 diperoleh suhu 35,5oC, menit ke 45 diperoleh suhu yang sama
dengan suhu pada menit ke 30, dan menit ke 60 diperoleh suhu 35,3oC.
Kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi seperti salahnya perhitungan
dosis, menurut Made, dkk (2018) dengan adanya penggunaan obat antipiretik
yang tidak sesuai dengan dosis optimalnya maka tujuan dari pemberian obat ini
yaitu untuk menurunkan demam bisa tidak tercapai dikarenakan adanya
kemungkinan dosis yang diberikan kurang maupun malah menimbulkan efek
samping dari obat tersebut muncul. Kesalahan dalam mengukur suhu pada hewan
coba (mencit) dan juga kesalahan yang dilakukan oleh praktikan pada saat
menginduksi pepton.

14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan efek antipiretik
mencit setelah 60 menit pada saat pemberian obat Ibuprofen yaitu suhu demam
pada saat diinduksi pepton 35.6ºC dan setelah diberi larutan Ibuprofen menjadi
35.3 ºC, pada pemberian obat Asam mefenamat yaitu suhu demam pada saat
diinduksi pepton 36.1ºC dan setelah diberi larutan Asam mefenamat menjadi 35
ºC, pada pemberian obat Natrium diklofenak yaitu suhu demam pada saat
diinduksi pepton 36.4 ºC dan setelah diberi larutan Natrium diklofenak menjadi
32.7 ºC.
5.2 Saran
1. Saran untuk jurusan
Diharapkan adanya penambahan dan perbaikan sarana serta prasarana
untuk membantu proses perkuliahan.
2. Saran untuk laboratorium
Diharapkan alat – alat yang digunakan pada praktikum lebih dilengkapi
agar pengetahuan dari mahasiswa semakin luas.
3. Saran untuk asisten
Diharapkan agar kiranya dapat memperhatikan praktikan yang tidak
paham atau belum mengerti dengan materi yang disampaikan atau yang telah
dijelaskan.

15

Anda mungkin juga menyukai