212 412 1 SM
212 412 1 SM
Ardizal Rahman
Bagian llmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. tvl. Djamil Padang
ABSTRAK
Limfoma orbita merujuk pada limfoma yang terjadi di konjungtiva, kelenjar lakrimal, palpebra
dan otot-otot ekstraokular. Limfoma primer non-Hodgkin (NHL) dari orbita dapat ditemukan
pada hanya 1o/o dari semua limforna non-Hodgkin. Anaiisis mutasi somatik pada regio
variabel (V) dari immunoglobulin (ig) dan segmen gen rantai berat (H) telah menunjukkan
peran dari stimulasi antigen kronik pada patogenesis limfoma /nucosa-associated lymphoid
flssue (MALT). Patogen mikroba seperti Helicobacter pylaridan Chlamydia pneumonia dapai
mendasari proses inflamasi dan pada akhirnya memicu akuisisi MALT juga memainkan
peran penting dalam tranformasi maligna dan ekspansi klonal lanjutan limfoma. Penentuan
stadium kanker sangat penting karena akan menentukan terapi apa yang akan diberikan dan
kemungkinan remisi dan prognosisnya. Berdasarkan sistem stadium Ann-Arbor, limfoma yang
terbatas di orbita disebut sebagai stadium l, keterlibatan struktur sekitar (sinus paranasal,
tonsil, dan hidung) menjadikannya stadium ll. Stadium lll adalah penyakit nodal abdominal
dibawah diafragma dan stadium lV merujuk pada keterlibatan yang tersebar dari satu atau
lebih lokasi ekstranodal (hepar, sum-sum tulang atau sistem saraf pusat). Mayoritas pasien
datang dengan keluhan massa konjungtiva berwarna pink (91%), diikuti hiperemis konjungtiva
(32%), propiosis (27%), massa palpebra atau orbita (19"fi, penurunan visus dan ptosis (6%),
dan diplopia(2%). Bilateralitas terjadi pada 10% hingga 15% kasus dimana 80 % terjadisecara
simultan sedangkan 20% merupakan kondisi yang berurutan. Penilaian lanjut untuk staging
yang akurat dan perencanaan terapitermasuk anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium rutin, elektroforesis protein sei-um, LDH serum, Fr-mikroglobulin,
rontgen thoraks, CT scan thoraks, abdornen, dan pelvis, dan biopsisum-sum tulang. Diagnosa
positif harus berdasarkan pada perneriksaan histologik dari sampeltumor yang memadai yang
diperoleh dengan biopsiorbita. Beberapa kriteria mayor harus dipertimbangkan pada penilaian
awal penyakit untuk menentukan ierapi optimal secara jelas, yaitu : (1) subtipe histopatolcgik
limfoma, menurut klasifikasiWHO; (2) perluasan penyakit, clidalam dan di luar regio periokuiar;
(3) faktor prognostik yang berhubungan dengan penyakit dan pasien; dan (4) dampak limfoma
orbita pada mata dan fungsi visual. Berbagai modalitas terapi konvensiona! dapat diterapkan
untuk iimfoma orbita, termasuk agen tunggal atau kombinasi regimen kemoterapi, radioterapi,
dan antibodi anti-CD20 monoklonal atau imunoterapi interferon.
Kata Kunci . Limfoma, MALT, stadiurn Ann-Arbor, kemoterapi, radioterapi
Limfoma orbita merujuk pada limfoma besar kasus. Suatu studi cohort di lnggris,
yang terjadi di konjungtiva, kelenjar lakrimal, termasuk 369 pasien dengan limfoma
palpebra dan otot-otot ekstraokular. Lim- MALT, menunjukkan suatu prevalensi yang
foma prirner non-Hodgkin (NHL) dari orblta signifikan (5%) dari tirotoksikosis autoimmun
dapat ditemukan pada hanya 1o/o dari semua dengan orbitopati tiroid, mendahului diag-
limfoma non-Hodgkin. Presentasi ekstranodal nosis limfoma MALT dengan median 17.5
terjadi pada sekitar 40% pasien dengan tahun. Fada suatu studi casecontrol pros-
limfoma non-l-lodgkin, dan 5-15% darisemua pekti{di ltali, suatu hubungan yang signifikan
kasus tersebut melibatkan orbita. 1'2,3 ditunjukkan antara penduduk pedesaan,
Limfoma orbita primer dapat muncul paparan ke binatang peliharaan, dan riwayat
mulai dari usia 15 hingga 70 tahun tapi konjungtivitis kronik pada pasien dengan
paling sering ditemukan pada orang dewasa limfoma MALT.4s
berumur 50 tahun atau lebih. Margo dan Patogen mikroba yang mendasari
Mulla rnelaporkan bahwa lebih dari 300 proses inflamasi dan pada akhirnya memicu
malignansi orbita, 55% merupakan limfoma akuisisi MALT juga memainkan peran penting
yang melibatkan orbita. Sekitar 75% pasien dalam tranformasi maligna dan ekspansi
dengan limfonra orbita akan mengalanri klonal lanjutan limfoma. Diantara pasien
keterlibatan sistemik. Sebagian besar lim- dengan limforna MALT primer, laporan
foma non-Hodgkin orbita dan adneksa me- kasus tunggal telah menunjukkan adanya
nunjukkan jenis dengan derajat rendah hubungan dengan DNA Helicobacter pylori
(84%) dan hanya 16%yang secara histologi dan Chlamydia pneumonia. Baru-baru ini,
menunjukkan derajat tinggi. Limfoma orbita Ferrari et al menunjukkan adanya hubungan
umumnya bersifat unilateral dan hanya 20o/o antara limfoma MALT dan infeksi C Psittaci
kasus yang bersifat bilateral. (Cp) pada pasien ltalia. DNA Cp dideteksi
dengan immunohistokimia dan analisis
PCR pada 80% dari 40 sampel limfoma.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Bahkan, DNA bakteri ditemukan pada 43o/o
Umumnya limfoma jenis mucosa- sel mononuklear darah tepi pasien, tapitidak
assocrafed lymphoid fissue (MALT) muncul pada donor yang sehat. 3'a'5
dijaringan atau organ yang normalnya tidak
terdapat jaringan limfoid, seperti regio orbita,
tetapi rnemperoleh jaringan limfoid reaktif FAKTOR RESIKO
sebagai respons terhadap stimulasi antigenik Beberapa faktor telah dihubungkan
persisten, sebagai akibat inflamasi kronik atau dengan peningkatan resiko terjadinya lim-
penyakit autoimun. Analisis mutasi somatik foma, tetapi masih belum jelas peran apa
pada regio variabel (V) dari immunoglobulin yang dilakukannya dalam perkembangan
(ig) dan segmen gen rantai berat (H) telah limfoma sebenarnya. Faktor resiko tersebut
menunjukkan peran dari stimulasi antigen adalah sebagai berikut : 2'3'6
kronik pada patogenesis limfoma MALT. . Umur: resiko NHL meningkat dengan
Awalnya proses initergantung pada stimulasi
bertambahnya umur
antigenik terus-menerus, dan pada akhirnya
menjadi otonom. Stimulasi antigenik kronik . lnfeksi :
pada akhirnya dapat berkembang ke arah > lnfeksi HIV
instabilitas genetik dengan abnormalitas lnfeksi virus Epstein-Barr, salah satu
kromosom kemudian, menyebabkan trans-
faktor etiologi mononukleosis
formasisuatu klon sel limfoid normal menjadi
limfoma MALT. Abnormalitas genetik n lnfeksi H pylori, bakteri yang hidup di
adisional, yaitu mutasi/delesi p53 atau p16, traktus digestif
pada akhirnya mengakibatkan progresi ke > lnfeksivirus hepatitis B atau hepatitis C
arah limfoma yang lebih agresif (Diffuse .
large B-cell lymphoma) pada kurang dari Kondisi medis yang merusak sistem imun
10% kasus. a'5 >> FNIV
31
MldA, Volume 37, Nomor.Supl. 2, November 2014 http://mka.fk.unand.ac. id/
(ataxia telangiectasia)
i{,eviseC Lrrropran Arirrricl't:r Lr'*rp!rotr-r*
. Paparan terhadap bahan kimia tllassiiic;lir:n it{lAL Classificati*n}r
> Pekerjaan petani atau pekerjaan 'I. l-euk*rni*s and Lymph*mas oi Li-eetl *rigin
dengan paparan terhadap bahan {l'.rn lJ CL} 19.1{l+)
keterlibatan yang tersebar dari satu atau lebi h iiii ) lnte*irti:l T-cell l_1*:rplrt-r*;r
lokasi ekstranodal (hepar, sum-sum tuiang iir'l rlrlult T-ALL
atau sistem saraf pusat) dan "E" digunakan l! H$ ClaEsific*tictr of NHL
ketika terdapat perluasan ekstranodal lokal 1. E-cell eapi;*nr:;
l,,i
(cth. lE, llE, lllE dan IVE). Tanda A adalah A. Fr*":rrxor F-rell Al-L
untuk tidak adanya gejala dan tanda B untuk
S. \!;'rhr rc S-ccll mrligr'i*rrcies:
demam (temperatur lebih tinggi dari 380 C,
keringat malam, dan penurunan berat badan {ii 3-c*lt CLL
yang tidak dapat dijelaskan lebih dari 10% {ii} f !asrrurr.arini,;
dalam 6 bulan terakhir. Mayoritas pasien {i ii,: Ii.r trxrrt:d *l marg ir'r;r I l}r*l I l1:'rr p }rr.r: na
(85%-90%) dengan limfoma orbita datang {ivi l.l*:ttlc e*ll llrnplr*:n::r
dengan penyakit terlokalisir (stadium l) & {i ) Fr:llit'rrhr h.*rphr::rt:r
keterlibatan nodal dilaporkan pada sekitar (r'i,} Diffl,tc li:tg* B-I*II l-i.rrpltor:ra
5% pasien. Pada berbagai seri kasus, 107o lvii) Ilurkitt's iyr:rplroxr*
hingga 15% pasien menderita penyakit yang ' {riii} 3-i:e!l prr:r:r-yclocytic lelrke ::ri*
telah mengalami penyebaran (stadium lV) {ir} L{*irf' crll li:rrkcrrri::
pada presentasi awal, termasuk keterlibatan
{ t ) Li,^i*;: hrrp latmtr'1' 5; I i'r:;!:'h xr * t
sum-sum tulang pada sekitar 5% pasien. 7'8 (ri! \'{r.rnucvtnid l}c'-'ll i_i,:rrph**ri.
l. 1-eell llecpl;rms
GAMBARAN KLINIS A. !-'re.::-rntr T-rr:tl ALL
Ii. \'i*hrrc T-r,:r!! i:i;:li*n*ni i{s:
Limfoma orbita dapat mengenai
i!i llt,*:t:ris *r*gic!,Jis
konjungtiva, kelenjar lakrimal, dapat diternLrkan
pada ciuktus nasolakrimal, ruang intrakonal atau
ekstrakonal. Lokasi asal lesi tersering adalah
orbita (40%), diil$ti ko4jungtiva (35%-40%),
32
Ardizal Rahman .'Diagnosis Dan Penatalaksanaan Limfoma Orbita
DIAGNOSIS
iiii i{il-rr}i T-:,:!l Ii'rrifhiir:i;
(i!ii Artapri.lsli{ *t }i*li r.:r:ll !r,:rtpht:*r:r Evaluasi awal pasien dengan
iir') fr:ri*h$f*i T-.1:ll 1,,'*rgriillni;1, ;'ir:l limfoi'n= orbita memerlukan pemeriksaan
r;:l:;'ii!r:': *ftaimologis yang telitidan sampling jaringan
Iv i T- l* !i F rrlh'.:lF: x,t*..'r' tii l* ii kr: :: ii.l yang adekuat untuk diagnosis histopatologik.
{r' i ; A;qrr:.i"",r,: :\iH r,i:i} li: riircrriii: Pen:iaian lanjut untuk siaging yang aku-rat
{'t'ii} T-cr:ll gru*irar!a: lv:npht:cr;fic dan perencanean terapi termasuk anam-
!r'uk*rlti*. nesis yang lengkap dan pemeriksaan
fisik" pemeriksaan laboratorium rutin, elek-
Mayoritas pasien datang Cengan ke- trofcresls prctein serum, LDH serum, B,-
luiiaiT massa konjungtiva berwarna pink mikrogiobu!in, rontgen thoraks, CT sca-n
iS':%i, diikirti hiperemis konjungtiva t32%), thcraks, abdomen, dan pelvis, dan biopsi
oraptcsis (27%J, massa palpebra atau sum-sum tulang. a'e'10
crbit* {1g9ti, penurunan r*isus daft ptosis CT sean dan MRI dengan peningkatan
i6%i, dan diplopia (2%). Bilateraiitas iei"jadi kcntras merupakat alat pencitraan rad iog rafi k
pada i0% hingga 15% kasus dimana 80 utarna dalam evaluasi proliferasi adneksa
% ter.iadi s€ca;'a simultan sedangkan 20% ekuiar. Alat-alat tersebut membantu dalam
rilerupaKan kcndisi yang beruruian. Tanda penilaian lokasi, ukuran, dan derajat infiltrasi
yang diternukan dapat berupa edema ja- iimfoma a;-bita. Tampilan radlografik umum
ringan lunak yang berasal dari konjungtiva, dari lesi limfcici yaitu lesi berbatas tegas,
paiil'ebra atau kelenjar iakrimal atau proptosis homogen, unifokal dari lsodensitas hingga
karena tumor orbita. lnflamasi periorbita sedikit hiperdensitas, dan batas tepi yang
dapat terjadi. Lesi konjungtiva umumnya jelas, melekai ke struktur yang berbatasan
terdapat sebagai imfiltrat pink mobile pada dan mendorongnya daripada menginfiltrasi
substansia propia ("salmon-pink paich"), strukiur orbita tersebut. lnfiltrasi ke bola rnata
menyebabkan kemosis, hiperemis, dan iri- atau erositulang rnerupakan gambaran yang
tasi konjungtiva. Proliferasi limfoid orbita jarang dari limfoma MALT.5'10'11
dikarakteristik oleh massa kenyai atau padat Pencitraan Positron Emission Tcrno-
<ian ierpalpasi yang menyebabkan proptosis grapiry (PET) dapat mernberikan nilai
pi'ogresif perlahan, kadangkala berkaitan tambahan dalam evaluasi lirnfoma orbita,
dengan edema periorbital, penurunan visus. meskipun ser:sitivitasnya rendah (27%J da-
gangg{ran motilitas okular, dan diplopia. iam mendeteks! lesi orbita. Beherapa studi
Limfoma kelenjar lakrimal berasal di orbita teiah menunjukkan bahwa FET memiliki
superior anterior, menyebabkan proptosis sensitivitas yang lebih tinggi dibanding
bola rnata ke inferonasal. Lesi iirnfomatosa CT scan daiam mendeteksi penyakit
palpebra umumnya ditemukan didermis atau metastasis (86% vs 72%) pada pasien
otat orbikularis palpebra superior dan cjapat dengan limforna orbita. Pada 71% kasus,
rnenyebabkan ptosis. a'7'6'e penggunaan pencitraan PET disamping CT
Lokasi yang paling sering dari scen dan MRI telah memberikan informasi
penyebaran limfoma orbita adalah nodus limfa tambahan yang bermakna secara klinis yang
{:}4%), kulit (19%), sumsum tulang (11%), irienyebabkan "upstaging" dan perubahan
dan lirnfa (10%). Limfoma koniungtiva atau dalam manajemen pasien. a'5'12
orbita profunda memiliki resiko penyebaran
terendah (21% dan 24o/o masing-masing)
dibandingkan dengan kelenjar lakrimal atau GAMBARAN IIISTOPATOLOGIS
palpebra masing-masing. Lesi konjungtiva
memiliki tingkat survival yang tinggi secara Sebagaimana pada semua bentuk lain
keseiuruhan diikuti orbita, kemudian pal- dari NH[-, menegakkan diagnosa limfoma
pebra" Ekstensi lokal limfoma ke jaringan orbita sering sr.rlii cian lama karena tumor
subkutis disekitar mata, atau massa fossa
berukuran sangat kecii pada kebanyakan
pasien. Diagnosa positif harus berdasarkan
tei:rporalis juga berhubungan dengan resiko
yang meningkat secara signif!kan akan pada pemeriksaan histCIlogik dari sampel
penyebaran limfoma pada waktu kemudian. tumor yang rnemadai yang diperoleh dengan
biopsi orbita yang ukurannya cukup besar
untuk memungkinkan penentuan yang
33
MKA, Volume 37, Nomor.Supl. 2, November 2014 http://mka.fk. unand.ac. id/
34
Ardizal Rahman .'Diagnosis Dan Penatalaksanaan Limfoma Orbita
. Tumor kelenjar lakrima! " dapat jinak atau intermediet. Pada kebanyakan iaporan,
maligna. Karsinoma rnemiiiki intensitas radioterapi orbita dosis moderat (Cth. 30 Gy
sinyai heterogen pada gambaran T1 dalam 15 fraksi selama 3 minggu, hingga
,lan T2. Remodelling siruktur tuiang dan 35 Gy dalan: 20 fraksi selanna 4 minggu)
Kaisifikasi pungtata k*dangkela dapat sangat efekiif dalam eradikasi limfoma orbita
terlihat. terlokaiisir, urilumnya diberikan melalui
sepasa*g m*iaidari portal photon. tz,r+,ts
Katarak adalah komplikasi radiasi pada
TATA LAKSANA orbita. Ketika dosis pada lensa melebihi 15
Feberapa kriteria mayor liarus diper- Gy, iereiapat kemungkinan terjadinya katarak
tirnbangkan pada penilaian awal penyaklt sebesar 50?1,. Waktu terjadinya katarak
untuk *ienentukan terapi optimal secara adalah 3 hingga I tahun setelah radiasi.
j*ias, yaitu : {1) subtipe hisiopatolcgik Komplikasi radiasiyang lain pada mata yaitu
iiiriforna, nrenurut klasifikasi WHC; {"2') sindram dry eye dan glaukoma. Rekurensi
perluasan penyakit, di da!am Can eji ruar okular sering terjadi, dan kebanyakan pasien
regio nerickular; {3) faktor prognostrk .vang menciei"ita penyakit CNS dalanr 14 hingga 84"
bir lan. i*ag ipu la, banyaknya efek sampi ng dari
berhu*ungan ilengan penyakit dan casien;
dan (4) dampak limfoma orbiia pada mata raCiasi telah Ciamati berupa pembentukan
cian fungsi visual.a'7'10 ketarak, i"etinopati radlasi, neuropati optik,
sindrom dry eye, dan defek epitelial kornea
Berbagai mccjalitas terapi kon- yang mema*jang. Bagaimanapun, seri
vensional dapat diterapkan uniuk limfoma kasus lain tidak mencatat adanya komplikasi
orbita, termasuk agen tunggal atau kornbinasi radioterapi setelah follow-up selarna 24
reg men kemoterapi, rad ioterapi, dan anti bad i
i
hingga 140 bulan. 7'14'15
anti-e D20 monoklonal atau irnunoterapi
inicr,r*rcn. Baru-baru ini, beberapa piiihan RaCiasi seluruh otak dahuiu pernah
iain teiah diajukan, sepedi terapi anti-C nrenjadi terapi utama limforna. Suatu
psitta*i antibiotic dan kebijakan observasi. trial fase il, multicenter, prcspektif yang
i,5,14,1 5 memeriksa rac!iasi seluruh otak (40cGy
dengan booster 20 cGy pada turnor) pada
41 pa*ien dengan lirnfonra. Tingkat respons
RADIOTERAPI. sebesar 90%, tetapi 68% pasien mengalami
R.adioterapi merupakan terapi limtoma relaps ddngan survival median hanya selama
orbiia dlmana efikasi dan toksisitas 11.6 buian. Radiasi seluruh ct*k profilaktik
jangka intermediet dan panjang telah pada absennya penyakit CNS yang tercatat
banyak dilaporkan. Tanpa meiihat subtipe dapat diindikasikan, karena hringga 85%
histopatoiogik limfoma, limforna MALT dan pasien akan menderita limfoma CNS.
:imf*rna derajat i'endah atau tinggi, radio- Bagaimanapun, tidak terdapat bukti yang
te:"ap! menghasilkan tingkat kontrol yang cukup untui.. mengevaluasi manfaatnya. z,e'ts
sangat tlnggi dar! area oftalmologis dengan Kontrcl lokai jarrgka panjang iimfcnra
tlrrgkat kontrol iokal dari 86% hingga 100%, arbita dapat dicapai dengan terapi radiasi.
dan tingkat rekurensi lokal antara 0?l dan Sekitar 85% pasien yang ditenapi orbita
15%. Hasil yang nampak sangat baik ini dapat terkontro!. Resiko relaps metastasis
harus diinterpretasikan dalam 2 sudut pan- berkaitan d*ngan gambaran histopatologi.
dang. Pertama, radioterapi d!hubungkan Pasien deng*n limfoma keci! difi"rs atau sel
t*kslsitas yang terdiri terutama dari reaksi beser memiiiki relaps sistemik yang lebih
kutaneus atau konjungtlva yang segera dan linggi dibanding limfoma lim.fositik kecil. 3'5'e
komplikasi akhir seperti katarak, xeroftaimia,
glar-;koma dan retinopati iskemik. Kedua,
reku rensi metastasis seielah rad ioterapi tela h
KEMOTilRf\Pi"
diiaporkan pada 6% hingga 50% pasien, Lirn{*ma cl'bita yang teiah metastasis
cie ngan suatu r*ta-rata tingkat rekurensi diterapi der:g*n kerrioierapi. Terapi yang
nretastsies sebesar 17ah. 2'4 5'15 terdiri dari kerncte:"api agen tunggal seperti
Secara umum, dosis radioterapi 30 chlorambucil atau fludarabine untuk
Gy direkomendasikan pada limfoma derajat iimfoma derajat rendah dan kemoterapi
rendah dan 40 Gy pada limfoma dera.jat korn b i nasi seperti siklofosfamid, doxoru bicin,
35
MKA, Volume 37, Nomor.Supl. 2, November 2014 http://mka.fk. unand. ac. id/
vincristine, dan prednison (CHOP) atau efek sinergestik dengan agen sitotoksik,
protokol mirip-CHOP untuk limfoma derajat dan interferon. Rituximab dengan kombinasi
tinggi. Pada beberapa pasien, profilaksis kemoterapi memicu suatu manfaat yang
neurologis dilakukan dengan cytarabine signifikan dibanding dengan kemoterapi
atau methotrexate intrathecal. Pada pasien saja dalam hal tingkat respons, survival
usia lanjut diberikan kombinasi imunoterapi bebas progresi, dan survival keseluruhan
rituximab (antibodi anti-CD20 monoklonal) pada pasien dengan limfoma sel B besar
dengan kemoterapi siklofosfamid, adri- dan folikular. Rituximab memicu respons
amycin, vincristine dan prednisolon keseluruhan dan komplit sebesar 70o/o dan
(R-CHoP;. t'o''''o 42o/o,masing-masing pada pasien dengan
limfoma MALT yang relaps. a,5'12
EKSISI BEDAH DAN KEBIJAKAN OBSE.
RVASI. Terapi antibiotik Anti-C psittaci.
Dapat terdiri dari eksisi komplit tumor, Suatu pendekatan terapi baru, terutama
terutama pada kasus tumor kelenjar la- NHL konjungtivaterapi antibiotik anti-C
krimal, dimana lesi berkapsul dapat diambil psittaci- baru-baru ini telah diajukan. Seperti
seluruhnya. Beberapa publikasi telah yang telah sebelumnya disebutkan, Ferreri
melaporkan total B0 pasien tanpa terapi et al menunjukkan suatu hubungan antara
pelengkap, dan khususnya tanpa radioterapi, C psittaci dan limfoma orbita pada pasien
dilakukan setelah eksisi bedah. Beberapa limfoma sel B zona marginal yang positif C
studi ini menunjukkan bahwa rekurensi lokal psittaci yang diterapi dengan doxycycline.
terjadi lebih sering setelah eksisi bedah Terjadi remisi komplit pada 2 dari I
simpel daripada setelah radioterapi. Data pasien. Sebaliknya, Grunberger et al tidak
tersebut menunjukkan bahwa investigasi menernukan efek terapi dari terapi antibiotik
lanjut diperlukan untuk mengevaluasi ke- buta pada 11 pasien dengan limfoma
bijakan observasi setelah eksisi bedah total MALT. Karena jumlah pasien yang sedikit
komplit dari limfoma. 4,5'10 dan hasil yang heterogen, terapi antibiotik
antichlamydia tidak dapat dianggap sebagai
terapi standar untuk limfoma orbita. 4'5'e
IMUNOTERAPI.
lmunoterapi limfoma orbita terrnasuk PROGNOSIS
IFN dan rituximab, tetapi beberapa data
telah dipublikasikan mengenai kedua mo- Prognosis pasien de ngan limfoma
dalitas ini. Blasi et al melaporkan 5 pasien orbita umumnya baik (tingkat survival kese-
dengan limfoma MALT konjungtiva yang luruhan 5 tahun antara 50% dan 94%)
diterapi dengan 1.500.000 lU IFN yang dengan proporsi yang tinggi dari penyakit
diinjeksi secara subkonjungtiva intralesi 3 yang terlokalisir, perjalanan klinis yang
kali serninggu selama 4 minggu. Respons lambat, interval bebas penyakit yang lama,
komplit didapatkan pada semua pasien. dan tingkat mortalitas rendah yang berkaitan
Empat pasien tidak memiliki tanda rekurensi dengan limfoma. Pada banyak seri kasus,
lokal (rentang follow up 12-36 bulan) dan lokasi primer nonkonjungtiva, stadium pe-
1 pasien mengalami rekurensi setelah 11 nyakit lanjut, keterlibatan nodus limfe,
bulan dan progresi sistemik dari limfoma. usia lebih tua dari 60 tahun, terdapatnya
Begitupun, beberapa data telah dilaporkan gejala B, dan peningkatan level LDH serum
pada pasien dengan OAL yang diterapi merupakan faktor prognostik negatif pada
dengan rituximab. Rituximab adalah antibodi pasien limfoma orbita. 3'a
anti-CD20 monoklonal yang telah digunakan Lokasi presentasi primer limfoma orbita
secara luas pada terapi NHL sel B, tunggal nampak berhubungan dengan resiko untuk
atau dalam kombinasi dengan kenroterapi. keterlibatan sistemik. Secara umum, lokasi
Berbagai mekanisme efektor untuk rituximab primer konjungtiva berhubungan dengan
telah dilaporkan . sitolisis tergantung resiko terendah (20%), orbita dengan resiko
komplemen, sitotoksisitas dimediasi sel intermediet (35%), dan palpebra dengan
tergantung antibodi, induksi apoptosis sel resiko tertinggi (65%) dari resiko metastasis.
A7
B yang dipicu mAb, inhibisi proliferasi sel,
36
Ardizal Rahman .'Dlagnosis Dan Penatalaksanaan Limfoma Orbita
Hubungan antara gambaran histopa- tipe lain. MZL terdapat pada 437o kasus, dan
tologik dan survival masih kontroversial. 72% terjadi di konjungtiva atau retroorbita.
Suatu penelitian besar dari Rumah Sakit Tingkat survivai penyakit tertentu untuk 5
I'ulata Moorfield dan Rumah $akit st. tahrin pada MZL adalah 87%" LPL terdapat
Bai'tholornevr mengklaslfikasikan 212 pa- pada23% kasus dan memilikitingkat survival
slen nnenurut klasifikasi REAL menjacli penyakit tertentu untuk 5 tahun sebesar 78%.
rnarilinal zone lymphama {MZL}, diffuse Frekuensi FCL adalah 14ok, dan DLCL 10%
rn p h o p I a s m a cyt i c/ I y m p k o p I a s nt a c ytc i d
! j' dengan tingkat survival penyakit tertentu
lym-p*arna (LPL), follicular lymphorna (FCL), untuk 5 tahun masing-masing sebesar 45o/o
dl,fsse large B-cett iymphoma {DLCL) dan dan 42olo. 4'5 10
37