Anda di halaman 1dari 18

VISUM ET REPERTUM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Matra I

Dosen Pengampu : Desak Nyoman Sithi, SKp, MARS

Disusun Oleh :

Ulpa Susanti 1610711004

Ammalia Rahmah 1610711007

Astie Rina Awliya 1610711010

Ziya Daturrahmah 1610711013

Sharah Nursa’iidah 1610711038

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi salah satu
tugas mata kuliah Keperawatan Matra I dengan judul “Visum Et Repertum”
Disamping itu, kami sebagai penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka dari itu
kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu yang akan
datang.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 4 September 2018

( KELOMPOK 1)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG............................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................... 2
C. TUJUAN PENULISAN............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 4

A. DEFINISI VISUM ET REPERTUM......................................................................... 4


B. JENIS JENIS VISUM................................................................................................ 4
C. TUJUAN VISUM...................................................................................................... 6
D. MANFAAT VISUM ET REPERTUM...................................................................... 6
E. PERANAN DAN FUNGSI VISUM.......................................................................... 7
F. LANDASAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG VISUM........................ 8
G. YANG BERHAK MEMINTA DAN MEMBUAT VISUM...................................... 9
H. PROSEDUR PERMINTAAN VISUM...................................................................... 11
I. BENTUK DAN ISI VISUM...................................................................................... 12
J. YANG BERHAK MENANDATANGANI DAN MENERIMA
SURAT HASIL VISUM.......................................................................................... 12
K. ASPEK MEDICOLEGALVISUM ET REPERTUM................................................ 13

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 14

A. KESIMPULAN.......................................................................................................... 14
B. SARAN...................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembuktian merupakan bagian dari proses peradilan pidana, tata cara pembuktian
tersebut terikat pada Hukum Acara Pidana yang berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun
1981. Maka. Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses persidangan pidana
mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang terdakwa
melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum.

Dalam pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: “Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang melakukannya”. Dari bunyi pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981
kiranya dapat dipahami bahwa pemidanaan baru boleh dijatuhkan oleh hakim apabila Terdapat
sedikitnya dua alat bukti yang sah, Dua alat bukti tersebut menimbulkan keyakinan hakim, Dan
perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh terdakwa. Dan Dalam pasal 184 (1) KUHAP
menyatakan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat ,petunjuk dan
keterangan terdakwa.

Pengolahan TKP dan tehnik pengambilan barang bukti merupakan hal yang amat
mempengaruhi pengambilan kesimpulan. Pada suatu kejadian perkosaan dan delik susila lainnya
penyidik mencari sebanyak mungkin benda bukti yang mungkin ditinggalkan di TKP seperti
adanya sidikjari, rambut, bercak mani pada lantai, seprei atau kertas tissue di tempat sampah dsb.
Tidak dilakukannya pencarian benda bukti, baik akibat kurangnya pengetahuan, kurang
pengalaman atau kecerobohan, dapat mengakibatkan hilangnya banyak data yang penting untuk
pengungkapan kasus. Pada kasus-kasus semacam ini arah penyidikan harus jelas arahnya agar
pengumpulan bukti menjadi terarah dan tajam pula. Kesalahan dalam membuat tuduhan,
misalnya akan dapat membuat tersangka menjadi bebas sama sekali. Jika penyidik, jaksa serta
hakim hanya menganggap perlu mencari alat bukti berupa pengakuan terdakwa dan

1
mengabaikan pembuktian secara ilmiah lewat pemeriksaan medis dan kesaksian ahli maka
tentunya pembuktian dilakukan seadanya.

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) bahkan


memberikan perhatian utama terhadap perlindungan “jiwa” dan “badan” dengan memberikan
ancaman hukuman yang lebih tinggi dibanding dengan tindak pidana Iainnya. Maka dalam hal
ini Kedudukan seorang ahli sangat diperlukan dalam penanganan korban kejahatan, dimana
dalam hal ini adalah bantuan profesi dokter akan sangat menentukan adanya kebenaran faktual
yang berhubungan dengan kejahatan. Tugas pokok seorang dokter dalam membantu pengusutan
tindak pidana terhadap kesehatan dan nyawa manusia ialah pembuatan Visum Et repertum
dengan mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain secara logis
untuk kemudian mengambil kesimpulan maka oleh karenanya pada waktu memberi laporan
pemberitaan dari Visum Et repertum itu harus yang sesungguh-sesungguhnya dan seobyektif-
obyektifnya tentang apa yang dilihat dan ditemukannya pada waktu pemeriksaan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi Visum Et Repertum?


2. Apa saja jenis jenis visum?
3. Apa saja tujuan melakukan visum?
4. Apa saja manfaat Visum Et Repertum?
5. Apa peranan dan fungsi visum?
6. Bagaimana landasan hukum yang mengatur tentang visum?
7. siapa saja yang berhak meminta dan membuat visum?
8. Bagaimana prosedur permintaan visum?
9. bagaimana bentuk dan isi visum?
10. siapa yang berhak menandatangani dan menerima surat hasil visum?
11. Bagaimana aspek medicolegal visum et repertum?

C. TUJUAN PENULISAN
2
1. Mengetahui Definisi Visum Et Repertum
2. Mengetahui apa saja Jenis Jenis Visum Et Repertum
3. Mengetahui apa saja Tujuan melakukan visum Et Repertum
4. Mengetahui apa saja Manfaat Visum Et Repertum
5. Mengetahui apa Peranan dan Fungsi visum Et Repertum
6. Mengetahui bagaimana Landasan Hukum Yang Mengatur Tentang Visum Et Repertum
7. Mengetahui siapa saja Yang Berhak Meminta dan Membuat Visum Et Repertum
8. Mengetahui bagaimana Prosedur Permintaan Visum Et Repertum
9. Mengetahui bagaimana Bentuk Dan Isi Visum Et Repertum
10. Mengetahui siapa Yang Berhak Menandatangani Dan Menerima Surat Hasil Visum Et
Repertum
11. Mengetahui bagaimana Aspek Medicolegal Visum Et Repertum

BAB II
3
PEMBAHASAN

VISUM ET REPERTUM

A. DEFINISI

Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan
sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat berita tentang segala
hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari
tubuh manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan
penyidik untuk kepentingan peradilan. (Amir, 1995)

Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti,Oleh karena barang bukti tersebut
berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau bagian tubuh). KUHAP tidak mencantum
kata visum et repertum. Namun visum et repertum adalah alat bukti yang sah. Bantuan dokter
pada penyidik : Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP), pemeriksaan korban hidup,
pemeriksaan korban mati. Penggalian mayat, menentukan umur seorang korban / terdakwa,
pemeriksaan jiwa seorang terdakwa, pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence) (Idries,
1997)

B. JENIS-JENIS VISUM

Jenis-jenis Visum Et Repertum Jenis visum et repertum pada orang hidup terdiri dari
(Idries, 2009)
1. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak memerlukan
tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban mengalami luka - luka ringan
2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban memerlukan
tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum tentang apa yang dijumpai
pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan walaupun visum akhir menyusul
kemudian
3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari korban oleh
dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal penyidikan.

4
Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter atau rumah sakit yang merawat
korban.
Seperti yang telah kita ketahui permintaan visum et repertum orang hidup lebih banyak
dari pada permintaan pada mayat, karena mayat masih banyak diperdebatkan oleh karena pihak
keluarga yang tidaka mengizinkan (Amir, 2005)

Visum et repertum orang hidup dapat terdiri dari luka (Abdussalam, 2006)

1. Luka yang paling banyak terjadi adalah luka mekanis, biasanya luka ini bisa karena

a. Luka benda tumpul


b. Luka benda tajam
c. Luka tembakan senjata api

2. Kemudian luka akibat kekerasan fisis diantaranya adalah

a. Luka akibat suhu tinggi atau luka bakar


b. Luka akibat listrik.

3. Luka akibat zat kimia terdiri dari

a. Luka akibat asam kuat


b. Akibat basa kuat
Semua luka yang tertera diatas dapat diperiksa sesuai lokalisasi, ukuran, jenis kekerasan
yang menjadi penyebab luka. Sehingga dapat digunakan untuk pembuktian pada suatu kasus.

Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat


1. Pemeriksaan luar adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa pemeriksaan dalam atau
otopsi berdasarkan KUHP pasal 133.
2. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal 134 ayat 1
Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin
lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. Ayat 2
Dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut. Ayat 3 Apabila dalam waktu 2 hari

5
tidak ada tanggapan apapun dari keluarga pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik
segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

C. TUJUAN MELAKUKAN VISUM


i. Untuk memberikan kepada hakim (majelis) suatu kenyataan akan fakta-fakta dari bukti-
bukti tersebut atas semua keadaan, hal sebagaimana tertuang pembagian pemberitaan
agar hakim dapat mengambil keputusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta-
fakta tersebut sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim
ii. Membantu penyidik untuk mengungkapkan tindak pidana
iii. Sebagai alat bukti sah. Karena visum et repertum merupakan suatu keterangan ahli dari
dokter maka termasuk salah satu alat bukti sah dalam KUHAP 184
iv. Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti tersebut yang diperiksa secara
ilmiah oleh dokter ahli karena barang bukti yang diperiksa akan mengalami perubahan
alamiah
v. Mencari, menentukan sebab kematian pada korban meninggal dunia
vi. Untuk memberikan kepada hakim (majelis)suatu kenyataan akan fakta-fakta dari bukti-
bukti atas semua keadaan/hal sebagaimana tertuang dalam pembagian pemberitaan agar
hakim dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta-fakta
tersebut,sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.
(Barama, M. 2011 )

D. MANFAAT VISUM ET REPERTUM


Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu perkara pidana,
bagi proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan kasus kejahatan yang terhambat
dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas. (Soeparmono, 2002).
Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak tersangka atau terdakwa berhak
untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau seseorang yang memiliki keahlian
khusus untuk memberikan keterangn yang meringankan atau menguatkan bagi dirinya yaitu
saksi ahli (Soeparmono, 2002).
Visum et repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai petunjuk, dimana petunjuk itu
adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaianya, baik antara yang satu

6
dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya (Hamzah, 1996).

E. PERANAN DAN FUNGSI VISUM

Peranan dan fungsi visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana
tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian
suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian
pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum
juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang
tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et
repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi
hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan
jiwa manusia ( Afif, 2010).

Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan,
maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum
dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas
barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya
terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHP ( Afif, 2010).

Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan


perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang
akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana
atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar
Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan
visum et repertum ( Histar Situmorang, 2007).

F. LANDASAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG VISUM

Dasar Hukum Visum et Repertum diatur dalam:


1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 133
7
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara 1 tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat.

2. KUHAP pasal 6

1. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.


2. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
3. Staatsblad Tahun 1937 no. 350
Visa reperta seorang dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waku
menamatkan pelajaran di Negeri Belanda atau di Indonesia, maupun atas sumpah khusus dalam
pasal 2, mempunyai daya bukti yang sah dalam perkara pidana, selama Visa reperta tersebut
berisi keterangan mengenai hal yang dilihat dan ditemukan pada benda yang diperiksa.

3. KUHAP pasal 184

Alat bukti yang sah adalah:

Keterangan saksi. Keterangan saksi agar dapat menjadi alat bukti yang sah harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu:
a. Keterangan saksi yang diberikan harus diucapkan diatas sumpah, hal ini diatur dalam Pasal
160 ayat (3) KUHAP.
b. Keterangan saksi yang diberikan dipengadilan adalah apa yang saksi lihat sendiri, dengar
sendiri dan dialami sendiri oleh saksi. Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP.
c. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan, hal ini sesuai dalam
4. Pasal 185 ayat (1) KUHAP
a. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup, agar mempunyai kekuatan pembuktian
maka keterangan seorang saksi harus ditambah dan dicukupi dengan alat bukti lain. Hal ini
sesuai dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP.

8
b. Keterangan para saksi yang dihadirkan dalam sidang pengadilan mempunyai saling hubungan
atau keterkaitan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian tertentu,
hal ini sesuai dengan Pasal 185 ayat (4) KUHAP.
a. Keterangan ahli
b. Surat
c. Petunjuk
d. Keterangan terdakwa

KUHAP Pasal 186


Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan

5. KUHAP Pasal 187

Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya.

G. YANG BERHAK MEMINTA DAN MEMBUAT VISUM


Yang berhak membuat visum
1. Petugas yang membuat visum et repertum

Visum et repertum oleh dokter forensik, dokter umum, dokter spesialis, dokter sipil,
militer, dokter pemerintah/swasta agar memperoleh bantuan yang maksimal maka perlu
diperhatikan dua hal yaitu: spesialis perlu disesuaikan kasusnya dan fasilitasnya. (LKUI: 1980)

2. Berdasarkan KUHAP Pasal 133 ayat 1 yang berhak membuat visum yaitu :

 Ahli kedokteran kehakiman


 Dokter atau ahli lainnya
Hal tersebut sesuai dengan pasal 133 KUHAP yang berbunyi:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.

9
(Dedi Afendi: 2010)

Yang berhak meminta visum

Adapun Pejabat yang Berhak mengajukan Permintaan Visum Et Repertum

1. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-
kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi (P.P.R.I. No.27 Th 1983)
2. Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di
bawah Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik
3. Penyidik Pembantu adalah :
4. Pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia tertentu sekurang–kurangnya berpangkat
Sersan Dua Polisi
5. Dalam perkara perdata, hakim perdata dapat minta sendiri
6. Dalam perkara agama, hakim agama dapat minta sendiri (undang-undang No.1 Th 1970
pasal 10)
7. Dalam hal orang yang luka atau mayat itu seorang anggota ABRI maka untuk meminta
Visum Et Repertum hendaknya menghubungi polisi militer setempat dari kesatuan si korban
(instruksi Kapolri No.Pol:Ins/P/20/IX/74
Menurut Ahmad Rahmawan, 2009, yang berhak meminta visum adalah sebagai berikut.
(1) Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk
menjalankan undang-undang
(2) Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
(3) Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
(4) Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C

H. PROSEDUR PERMINTAAN VISUM

Tata cara permintaan visum et repertum sesuai peraturan perundang undang adalah
diminta oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan pemeriksaan untuk apa, diantar langsung

10
oleh penyidik, mayat dibuat label, tidak dibenarkan visum et repertum diminta tanggal yang lalu.
(Idries, 1997)

Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1 Dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2 Permintaan
keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat. Ayat 3 Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap
mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap
jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat. (Idries, 1997)

Tahapan-tahapan dalam membuat Visum et Repertum pada korban hidup


a) Penerimaan korban yang dikirim oleh penyidik
b) Penerimaan surat permintaan keterangan para ahli/ Visum et Repertum
c) Pemeriksaan korban secara medis
d) Pengetikan surat keterangan ahli/ Visum et Repertum.
e) Penandatanganan surat keterangan ahli/ Visum et Repertum
f) Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa.
g) Penyerahan surat keterangan ahli/ Visum et Repertum.

I. BENTUK DAN ISI VISUM

Bentuk dan isi visum et repertum ( Idries, 1997)

1. Pro justisia, pada bagian atas, untuk memenuhi persyaratan yuridis, pengganti materai.

11
2. Visum et repertum, menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti barang bukti

3. Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et repertum, identitas


peminta visum et repertum, saat dan tempat dilakukanya pemeriksaan dan identitas barang
bukti (manusia), sesuai dengan identitas yang tertera di dalam surat permintaan visum et
repertum dari pihak penyidik dan lebel atau segel
4. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang di lihat dan ditemukan
pada barang bukti yang di periksa oleh dokter, dengan atau tanpa pemeriksaan lanjutan
(pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap perlu, sesuai dengan kasus dan ada
tidaknya indikasi untuk itu
5. Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil pemeriksaan, yang disertai
dengan pendapat dokter yang bersangkutan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman
yang dimilikinya
6. Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum tersebut dibuat atas
sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya.

J. YANG BERHAK MENANDATANGANI DAN MENERIMA SURAT HASIL VISUM


a. Penandatanganan surat keterangan ahli/visum et repertum
UU menentukan bahwa yang berhak menandatangani surat hasil visum adalah dokter. Setiap
berkas keterangan ahli harus diberi paraf oleh dokter. Jika korban ditangani oleh beberapa
dokter, maka idealnya yang menandatangani visumnya adalah setiap dokter yang terlibat
langsung dalam penanganan atas korban. Dalam hal dokter pemeriksa sering tidak lagi ada di
tempat (luar kota) atau sudaj tidak bekerja pada Rumah Sakit tersebut, maka visum et repertum
ditandatangani oleh dokter penanggung jawab pelayangan forensik klinik yang ditunjuk oleh
Rumah sakit atau oleh Direktur Rumah Sakit tersebut.

b. Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum


Surat keterangan ahli/visum et repertum juga hanya boleh diserahkan pada pihak
penyidik yang meminta saja. Dapat terjadi dua instanti penyidik sekaligus yang meminta surat
visum et repertum.

12
K. ASPEK MEDICOLEGAL VISUM ET REPERTUM
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHP. Visum etrepertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia. VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat
dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa
yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma
hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. (Afandi,2010)

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan
sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat berita tentang segala
13
hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari
tubuh manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan
penyidik untuk kepentingan peradilan. (Amir, 1995)

Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti,Oleh karena barang bukti tersebut
berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau bagian tubuh). KUHAP tidak mencantum
kata visum et repertum. Namun visum et repertum adalah alat bukti yang sah. Bantuan dokter
pada penyidik : Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP), pemeriksaan korban hidup,
pemeriksaan korban mati. Penggalian mayat, menentukan umur seorang korban / terdakwa,
pemeriksaan jiwa seorang terdakwa, pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence). (Idries,
1997)

DAFTAR PUSTAKA

- Afandi, D. (2010). Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan Derajat
Luka. Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Majalah Kedokteran Indonesia, Volum, 60.
- Amir, A. I. (2005). Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik FK-USU. Medan, 178-203.

14
- Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta : Binarupa Aksara,
1997.
- Sampurna B, Samsu Z. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum. Jakarta: Pustaka
Dwipar, 2003.

15

Anda mungkin juga menyukai