(INTERPROFESSIONAL EDUCATION)
BANGSAL MELATI RSUP DR. SARDJITO
Tugas Kelompok
Disusun oleh:
II. Introduction
Asma merupakan penyakit saluran pernapasan kronis yang paling umum
dijumpai pada anak-anak. (Liu et al., 2011). Asma merupakan suatu kondisi terjadinya
peradangan pada saluran pernapasan yang terjadi di paru-paru dan mempengaruhi
sensitivitas ujung saraf di saluran napas sehingga mudah teriritasi. Dalam serangan
asma, lapisan saluran membengkak menyebabkan saluran udara menyempit dan
mengurangi aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru (WHO, 2020). Sedangkan
menurut P2PTM Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018, asma
merupakan suatu kelainan berupa peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan
penyempitan saluran napas (hiperaktivitas bronkus) sehingga menyebabkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk terutama
pada malam atau dini hari. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2008, asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala
tidak mengganggu aktivitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat
bahkan dapat menimbulkan kematian.
Asma menjadi penyebab utama kematian di dunia dengan penderita sebanyak
235 juta orang (WHO, 2017). Pada tahun 2015 sebanyak 338.000 kematian dilaporkan
yang sebagian besar terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan data WHO, prevalensi
penderita asma berdasarkan umur sebesar 7,4% pada dewasa dan 8,6% pada anak-anak
(WHO, 2017). Di Indonesia, prevalensi penderita asma berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018 adalah sebesar 2,4% atau sebanyak 1.017.290 orang,
kemudian penderita asma pada kelompok usia anak anak (< 1 tahun hingga 14 tahun)
adalah sebesar 3,9%.
Selain adanya prevalensi asma, terdapat prevalensi kekambuhan asma di
Indonesia menurut data Riskesdas tahun 2018 yang dikelompokkan sesuai kelompok
umur. Pada anak-anak, kelompok umur < 1 tahun memiliki proporsi kekambuhan asma
sebesar 66,8%, kelompok umur 1-4 tahun sebesar 68,2%, dan kelompok umur 5-14
tahun sebesar 53,9%.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana & Karyus (2020) yang
menerapkan pendekatan dokter keluarga, terjadi penurunan frekuensi serangan asma
dan batuk yang dirasakan pasien asma persisten sedang setelah dilakukan edukasi
terkait asma, faktor internal dan eksternal, serta adanya peresepan obat. Liansyah
(2014) menyatakan bahwa di Indonesia pendekatan kedokteran keluarga dalam
penatalaksanaan asma anak melalui aspek komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
perlu ditekankan bahwa keberhasilan terapi atau tatalaksana sangat bergantung pada
kerjasama yang baik antara keluarga (penderita) dan dokter keluarga yang
menanganinya.
Manajemen asma perlu dilakukan secara komprehensif. Tidak hanya
penatalaksanaan secara farmakologi, namun juga diperlukan kompetensi tenaga
kesehatan yang baik. Terdapat pedoman tatalaksana untuk mendukung pemantauan dan
pengendalian asma. Tetapi terdapat kesenjangan antara literatur dengan pendekatan
intervensi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan multidisiplin ketika merawat anak
dengan asma. Selain itu masih sedikit tenaga kesehatan yang mengetahui tentang asma
berat pada anak, seperti risiko penyerta, efek samping dan kualitas hidup. Oleh karena
itu, pemahaman dan keterampilan yang lebih baik diperlukan dalam perawatan tim
multidisiplin dalam merawat anak dengan asma (Kertz, 2020).
Tujuan dari analisis jurnal ini adalah untuk mengetahui intervensi atau
implementasi yang dilakukan dengan pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan pada
kasus anak dengan asma.
1. Search Strategy
Proses pencarian artikel dilakukan berdasarkan PICO yang disesuaikan dengan
tema yang dipilih yaitu intervensi pada pasien anak dengan asma dengan pendekatan
multidisiplin. Pencarian artikel dilakukan pada 3 database yaitu PubMed, SAGE
Journal dan ClinicalKey. Limiter yang digunakan pada database yaitu publikasi 10
tahun terakhir, Bahasa Inggris, full text, open access dan artikel research, kuantitatif
dan/atau kualitatif. Keyword yang digunakan untuk mewakili PICO disetiap database
adalah ("Children with asthma"[Title/Abstract]) AND ("multidisciplinary
approach"[Title/Abstract] OR "Interprofessional Collaboration"[Title/Abstract])
AND ("prevention of deterioration"[Title/Abstract] OR "prevention of
worsening"[Title/Abstract]).
PICO Pencarian Alternatif Hasil Pencarian
Item
Patient/ Children with Children with asthma or
asthma Peediatric with asthma
Population
Comparison - - -
- Pasien harus aktif (terlihat dalam setiap - Pasien di rumah sakit dirawat oleh
jenis kunjungan) di praktik pada tahun dua ahli paru anak.
sebelum dan setelah penerapan The - Berusia 6-16 tahun
Asthma Action Team (AAT) selama - Menderita asma sedang menurut
empat periode waktu yang telah Pedoman Nasional Pediatrik
ditentukan. Pediatrik Belanda, yang
- Pasien berusia antara 4 - 15 tahun pada menggunakan ICS setidaknya selama
saat kunjungan. 9 bulan sebelum penelitian.
- Pasien yang melakukan kunjungan
pertama dengan AAT antara 1 Oktober
2007 dan 1 Oktober 2009.
3. Exclusion Criteria
Identitas Jurnal 2
Judul : Paediatric asthma outpatient care by asthma nurse, paediatrician or
general practitioner: randomised controlled trial with two-year follow-up
Penulis : Maarten Kuethe, Anja Vaessen-Verberne, Paul Mulder, Patrick
Bindels, Wim van Aalderen
Tahun : 2011
Penerbit : Primary Care Respiratory Journal
Volume : 20
Nomor :1
2011
Tahun 2017
Kontrol Asma
Pengobatan
Dosis harian yang dikoreksi (kesetaraan busesonide) dari
ICS serta persentase anak yang diresepkan LABA / ICS
tidak berbeda secara signifikan antara kelompok pada
kedua kunjungan tindak lanjut. Setelah satu tahun masa
tindak lanjut, dua anak dalam kelompok PP dan dua anak
dalam kelompok AN berhenti menggunakan ICS secara
teratur. Setelah dua tahun masa tindak lanjut, tujuh anak
dalam kelompok GP, lima anak dalam kelompok PP dan
lima anak kelompok AN, telah berhenti menggunakan ICS
Pada pengelompokkan usia, tidak ada perbedaan yang secara teratur.
signifikan dari waktu ke waktu untuk tingkat kunjungan
preventif, kunjungan perawatan segera, maupun rawat inap. Konsultasi dengan dokter anak oleh perawat asma
Namun, pada tingkat kunjungan gawat darurat terdapat berbasis rumah sakit
perbedaan yang signifikan terkait pengelompokkan usia. Pada
kelompok usia yang lebih muda, tingkat kunjungan gawat
darurat menurun secara signifikan sebesar 54% pada periode
intervensi dan tetap lebih rendah pada kedua periode post-
intervensi. Sedangkan pada kelompok usia yang lebih tua,
tingkat kunjungan gawat darurat tetap stabil pada periode
intervensi, tetapi menurun sebesar 62% pada periode post-
intervensi 1 tahun dan 69% pada periode tindak lanjut 2 tahun.
Pada 58% (n = 21) subjek kelompok AN, perawat
asma percaya diri untuk memberikan penanganan asma
tanpa dukungan dari dokter anak. Di 34% (n = 12), satu atau
dua komunikasi lisan singkat terjadi untuk membantu
perawat dengan manajemen. Hanya tiga subjek (8% dari
anak-anak dalam kelompok AN) memiliki masalah yang
membutuhkan masukan lebih sering dari dokter anak.
V. Discussion
Artikel 1
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan dan penggunaan perawatan
asma yang terkoordinasi berkaitan dengan penurunan signifikan pada kunjungan
perawatan segera, kunjungan gawat darurat, dan rawat inap. Sebelumnya telah terjadi
peningkatan dalam kunjungan perawatan dan pencegahan asma, kemudian peneliti
mengamati penurunan yang signifikan dalam kunjungan perawatan darurat, kunjungan
UGD, dan penerimaan rawat inap dalam periode pasca-intervensi segera dan jangka
panjang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan perawatan dan
pencegahan asma mungkin diperlukan untuk memfasilitasi pasien agar terjadi
penurunan perawatan yang berkelanjutan dan perawatan jangka panjang, tidak terjadi
perawatan mendesak yang tidak direncanakan yang biasanya membutuhkan biaya yang
lebih mahal, serta penurunan kunjungan UGD dan rawat inap. Penjelasan dari temuan
pada penelitian ini bahwa pendekatan terpadu untuk perawatan asma yang dilakukan
dalam populasi berisiko tinggi dan rentan dapat membantu mengurangi kunjungan
perawatan kesehatan yang mahal dengan mengalihkan fokus perawatan ke kunjungan
pencegahan.
Penelitian sebelumnya oleh Krieger et al (2005) telah terjadi peningkatan
variabel dalam kualitas perawatan asma dan kualitas hidup pada anak-anak dengan
intervensi pendidikan dan lingkungan rumah yang sukses. Namun, hanya sedikit yang
secara khusus meneliti dampak sinergis pada hasil pasien ketika intervensi ini
digabungkan dalam pendekatan tim medis multidisiplin dalam perawatan primer.
Penelitian ini mendukung temuan sebelumnya (Zickafoose et al, 2011) bahwa anak-
anak dari keluarga dengan kemampuan penghasilan rendah dan minoritas dapat
memperoleh manfaat dari program asma terintegrasi. Peneliti secara aktif berupaya
untuk membangun kesinambungan perawatan melalui klinik asma yang baik dan
kunjungan tambahan rutin dengan dokter asma.
Salah satu alasan yang menyebabkan angka asma meningkat selama penelitian
ini mungkin karena fokus penelitian ini ada pada peningkatan kontinuitas perawatan
asma pada pasien yang rentan dan berisiko. Hasil ini konsisten dengan penelitian
sebelumnya (Cree et al, 2006) yang menunjukkan bahwa kesinambungan perawatan
dengan penyedia yang sama berkorelasi terbalik dengan kunjungan gawat darurat.
Lebih lanjut, program penelitian ini mengandalkan kontribusi penting dari pekerja
sosial dan kemitraan dengan organisasi komunitas dan kunjungan petugas kesehatan
komunitas untuk pasien “berisiko tertinggi” yang diperbolehkan untuk pemeriksaan
rumah intensif, identifikasi pemicu, dan penyediaan sumber daya. Hal ini sesuai dengan
penelitian Krieger et al (2005) yang juga menyarankan bahwa faktor rumah dan
lingkungan merupakan kontributor yang signifikan terhadap hasil asma. Kemudian
adanya petugas kesehatan komunitas untuk pemeriksaan di rumah dapat mengurangi
lamanya hari gejala asma dan mendorong pemanfaatan pelayanan kesehatan. Selain itu,
model penelitian ini mengintegrasikan pelayanan asma ke dalam pelayanan kesehatan
primer yang ada dan lebih lanjut mendukung bahwa mengintegrasikan tim yang
berfokus pada penyakit khusus dalam pelayanan medis yang lebih luas dapat secara
signifikan meningkatkan manfaat bagi pasien.
Kesimpulannya, perawatan terpadu dan multidisiplin yang menangani sifat
asma yang multifaset menunjukkan harapan dalam meningkatkan hasil asma dan
mengurangi pemanfaatan perawatan kesehatan. Penurunan dalam pemanfaatan
perawatan asma dan hasil yang lebih baik ini mungkin terjadi akibat peningkatan
kunjungan asma preventif. Penyedia yang merancang intervensi masa depan untuk
meningkatkan perawatan asma untuk anak-anak minoritas dengan asma dapat
mempertimbangkan perawatan asma berbasis tim yang terkoordinasi.
Artikel 2
Dalam artikel ini menunjukkan bahwa perawatan asma pada anak yang
dilakukan oleh perawat asma khusus berbasis rumah sakit tidak kalah dengan yang
disediakan oleh dokter umum atau dokter anak pada anak-anak dengan asma stabil
berusia 6 sampai 16 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan parameter fungsi paru-
paru dan parameter kontrol asma seperti ACQ, eksaserbasi, dan ketidakhadiran sekolah,
tidak berbeda pada kelompok yang ditangani oleh dokter umum, dokter anak, atau
perawat asma.
Perbedaan yang diperoleh dari dua kelompok adalah kelompok praktik umum
secara signifikan memiliki kunjungan dan tindak lanjut yang lebih sedikit dibanding
kelompok dokter anak dan perawat asma. Hasil ini menunjukkan bahwa frekuensi
tindak lanjut yang rendah tidak menyebabkan perburukan kondisi asma. Selain itu
dokter umum dan perawat asma dapat menangani anak dengan asma stabil, sedangkan
dokter anak bisa berfokus pada anak dengan asma yang tidak stabil atau parah.
Pada penelitian ini telah diketahui bahwa perawatan yang dilakukan oleh
perawat asma khusus di rumah sakit memiliki kualitas yang baik. Sejalan dengan
penelitian Kamps et al (2003) bahwa hal ini bisa dikembangkan pada perawatan rawat
jalan pediatri dengan beberapa keunggulan, antara lain manajemen rawat jalan yang
dipimpin perawat dapat disediakan oleh fasilitas kesehatan dengan biaya yang lebih
rendah daripada perawatan medis oleh dokter anak. Kedua, kasus kronis biasanya lebih
dikesampingkan daripada kasus akut dan mendesak sehingga penangan asma kronis
kurang maksimal (Kamps et al, 2003). Ketiga, fasilitas kesehatan dapat memisahkan
penanganan penyakit kronis dengan penanganan penyakit mendesak, dan hal ini
merupakan langkah besar dalam pengelolaan asma kronis (Bodenheimer et al, 2002).
Selanjutnya perawat asma dapat mengelola pasien dengan asma kronis di pelayanan
rawat jalan pediatri
Tatalaksana asma yang boleh dilakukan oleh perawat asma harus memiliki
beberapa syarat, diantaranya pasien harus memiliki asma yang stabil dan terkontrol
dengan baik, perawat harus bekerja secara ketat sesuai dengan pedoman, harus ada
ambang batas rendah untuk konsultasi kepada dokter umum atau dokter anak ketika
pasien menunjukkan gejala dan terjadi perburukan kondisi, dan ada supervisi atau revisi
dari dokter anak atau dokter umum kepada perawat asma jika terjadi keraguan tentang
penatalaksanaan anak asma.
Pada akhirnya, tanggung jawab akhir tetap di tangan dokter pengawas. Dalam
pengaturan penelitian ini, peneliti memenuhi kondisi ini dan menunjukkan bahwa
perawat asma dapat bekerja secara mandiri dan hanya membutuhkan bantuan dari
dokter anak pengawas dalam sebagian kecil kasus. Selain itu, pendelegasian perawatan
mengurangi beban kerja dokter - yang penting, karena hal ini sering kali menjadi
penghalang untuk penyediaan perawatan yang optimal untuk penyakit kronis (Tsai et
al, 2005).
VI. Conclusion
Pendekatan multidisiplin yang dapat dilakukan pada pasien asma antara lain
dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari dokter, perawat, hingga pekerja sosial.
Tim tersebut dapat melakukan pemeriksaan kesehatan, identifikasi pemicu asma,
identifikasi hambatan, advokasi, serta edukasi kepada keluarga hingga pelatihan kepada
tenaga kesehatan maupun klinik dengan tujuan meningkatkan kualitas manajemen
asma.
Berdasarkan analisis pada kedua artikel diatas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan multidisiplin pada pasien anak dengan asma mampu meningkatkan kualitas
perawatan untuk asma kronis maupun akut, kemudian dapat menurunkan angka
kunjungan ke unit gawat darurat dan mampu meningkatkan angka kunjungan preventif
oleh pasien.
Selain itu, tatalaksana perawat asma dalam menangani pasien telah terbukti
efektif jika dibandingkan dengan tindakan dokter umum dan dokter anak pada kasus
asma yang stabil. Perawat asma bersertifikat dapat melakukan penanganan asma
dengan tetap berkonsultasi kepada dokter umum atau dokter anak apabila terjadi
perburukan kondisi pada pasien. Selain itu, dilakukan supervisi ketat oleh dokter umum
maupun dokter anak kepada perawat apabila perawat mengalami keraguan dalam
menangani kasus asma.
VII. Limitation
Pada artikel pertama terdapat keterbatasan penelitian yaitu tidak memiliki
kelompok kontrol karena intervensi dilaksanakan dan diintegrasikan di seluruh praktik
perawatan primer sebagai bagian dari inisiatif peningkatan kualitas perawatan. Populasi
pasien diambil dari pendaftaran dan terdapat pembatasan ukuran serta komposisi
demografis. Oleh karena itu penelitian tidak dapat digeneralisasikan sepenuhnya untuk
populasi dengan demografi dan etnis yang berbeda, sehingga perlu memperhatikan
intervensi yang diberikan. Selain itu penelitian ini tidak membedakan faktor lingkungan
atau perawatan kesehatan mana yang memiliki dampak paling signifikan pada asma.
Keterbatasan penelitian pada artikel kedua yaitu perekrutan dan tindak lanjut
dari subjek penelitian pada kelompok praktik umum harus bergantung pada dokter yang
antusias mengikuti penelitian perawatan pernapasan anak. Pencatatan skor gejala dalam
buku harian untuk mengukur status kontrol asma tidak dapat dilakukan selama dua
tahun, sehingga peneliti menggunakan kuesioner ACQ.
VIII. References
Bodenheimer T, Wagner EH, Grumbach K. Improving primary care for patients with
chronic illness. JAMA 2002;288(14):1775-9
Cree M, Bell NR, Johnson D, Carriere KC. Increased continuity of care associated with
decreased hospital care and emergency department visits for patients with asthma.
Dis Manag. 2006;9:63-71. doi:10.1089/dis.2006.9.63.
Kamps AW, Brand PL, Kimpen JL, et al. Outpatient management of childhood asthma
by paediatrician or asthma nurse: randomised controlled study with one year follow
up. Thorax 2003;58(11):968-73. http://dx.doi.org/ 10.1136/thorax.58.11.968
Kamps AW, Roorda RJ, Kimpen JL, et al. Impact of nurse-led outpatient management
of children with asthma on healthcare resource utilisation and costs. Eur Respir J
2004;23(2):304-09. http://dx.doi.org/10.1183/09031936.03.00052203
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018.
Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Perkembangan Kesehatan (LPB).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008
Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.
Kertz, L. 2020. Multidisciplinar Multidisciplinary Team Approach Effect On Pediatric
Severe Asthma.University of Missouri-St. Louis.
Krieger JW, Takaro TK, Song L, Weaver M. The Seattle-King County Healthy Homes
Project: a randomized, controlled trial of a community health worker intervention
to decrease exposure to indoor asthma triggers. Am J Public Health. 2005;95:652-
659. doi:10.2105/AJPH.2004.042994.
Liansyah, Tita M. 2014. Pendekatan Kedokteran Keluarga Dalam Penatalaksanaan
Terkini Serangan Asma Pada Anak. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, , 14(3) : 175-
180.
P2PTM Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Definisi Asma. Available
from http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/paru-obstruktif-kronik-dan-
gangguan-imunologi/definisi-asma
Tsai AC, Morton SC, Mangione CM, et al. A meta-analysis of interventions to improve
care for chronic illnesses. Am J Manag Care 2005;11(8):478-88
WHO. 2017. 10 Facts on Asthma. World Health Organization.
http://www.who.int/features/factfiles/asthma/en/
WHO. 2020. Asthma: Definition. Available from
https://www.who.int/respiratory/asthma/definition/en/
Yuliasari A, Karyus A. 2020. Penatalaksanaan Holistik Pasien dengan Asma Persisten
Sedang di Wilayah Puskesmas Hanura. Medula 2020;10(3):551-59
Zickafoose JS, Gebremariam A, Clark SJ, Davis MM. Medical home disparities
between children with public and private insurance. Acad Pediatr. 2011;11:305-
310.doi:10.1016/j.acap.2011.03.006.