Perlu diingat bahwa tujuan utama tata laksana inkontinensia urine adalah
mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Merujuk pasien
inkontinensia urine ke dokter spesialis urologi atau bidang lain yang
diperlukan juga merupakan komponen penting dalam tata laksana.
1) Terapi Nonfarmakologi
3) Modifikasi Diet
Peran mengurangi konsumsi kafein, seperti kopi, teh, cokelat, dan soda,
dalam tata laksana inkontinensia urine masih inkonklusif. Tetapi, beberapa
ahli merekomendasikan untuk mengurangi konsumsi kafein untuk
memperbaiki gejala urgensi dan frekuensi.
4) Latihan Otot Pelvis Latihan otot pelvis dengan senam kegel dapat melatih
kekuatan otot detrusor, sehingga dapat memperbaiki fungsi kontrol miksi
dan mengurangi mobilitas uretra, khususnya pada pasien kandung kemih
overaktif.
Pasien dilatih untuk ke toilet pada waktu yang telah ditentukan, misalnya
setiap 1 atau 2 jam. Hal ini tetap dilakukan meskipun pasien belum
merasakan rasa ingin berkemih. Pasien juga harus tetap menunggu hingga
jadwal yang ditentukan meskipun telah merasakan ingin berkemih lebih
cepat. Jadwal ke toilet kemudian dapat dijarangkan menjadi setiap 3 atau 4
jam jika klinis sudah mulai membaik.
6) Stimulasi Saraf
7) Terapi Farmakologi
8) Antikolinergik
Obat-obatan antikolinergik adalah terapi farmakologi pilihan pada
inkontinensia urine. Antikolinergik dapat mengurangi kontraksi otot
detrusor yang dimediasi asetilkolin, khususnya pada inkontinensia
urgensi.
9) Antidepresan
Reseptor beta 3 ditemukan pada sel otot halus detrusor. Mirabegron dapat
berfungsi sebagai relaksan otot detrusor, sehingga dapat memperbaiki
inkontinensia urgensi. Obat ini masih tergolong baru, sehingga
penggunaannya masih terus dipelajari. Beberapa studi menunjukkan
bahwa kepatuhan obat terhadap mirabegron cukup rendah karena efek
samping mulut kering yang ditimbulkan cukup berat.
c. Kateter Urine
1) Pengertian Kateter Urine
Kateter urine adalah selang yang dimasukkan kedalam kandung
kemih untuk mengalirkan urine. Kateter ini dimasukkan melalui uretra ke
dalam kandung kemih, namum metode lain yang disebut pendekatan
suprapubik dapat digunakan (Marelli, 2007).
Katerisasi urine adalah tindakan memasukkan alat berupa
selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk
mengeluarkan urine ( Hooton et al, 2010). Tindakan asepsis ketat
diperlukan saat memasang kateter kateter dan perawatan kateter. Asepsis
adalah hilangnya mikroorganisme patogen penyebab penyakit. Tindakan
asepsis adalah prosedur yang membantu mengurangi resiko terkena infeksi
(Potter&Perry, 2009.)
2) Jenis Kateter Urine
Menurut Hooton et al (2010), jenis - jenis kateter urine terdiri dari
a) Kateter indwelling
Kateter indwelling disebut juga retensi kateter atau folley kateter
indwelling yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas
dari kandung kemih. Kateter indwelling adalah alat medis yang
biasanya disertai penampungan urine yang berkelanjutan pada pasien
yang mengalami disfungsi bladder. Kateter jenis ini lebih banyak di
gunakan pada perawatan pasien akut di banding jenis lainnya
(Newman, 2010).
b) Kateter intermitten
Kateter intermitten digunakan dalam jangka waktu pendek (5 – 10
menit) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri.
c) Kateter suprapubik
Kateter suprapubik kadang - kadang di gunakan untuk pemakaian
secara permanen. Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan
membuat sayatan kecil diatas suprapubik.
3) Tujuan Kateter Indwelling
Penggunaan kateter urine indwelling dengan tujuan untuk menentukan
perubahan jumlah urine sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang
air kecil, memutus suatu obstruksi yang menyumbat aliran urine,
menghasilkan drainase pasca operatif pada kandung kemih, daerah vagina
atau prostat, dan membantu pengeluaran urine setiap jam pada pasien
yang sakit berat (Hooton et al, 2010)
4) Indikasi dan Kontra indikasi
Menurut Doughty Kisanga, 2010; Gould et al, 2009; hart, 2008;
Hooton et al, 2010 kateter urine indwelling dilakukan dengan indikasi
berupa :
a. Retensi atau obstruksi urine
b. Pengukuran input dan output cairan yang akurat pada pasien yang
tidak dapat menggunakan urineal atau bedpan
c. Emergensi bedah
d. Trauma mayor
e. Prosedur urologi
f. Irigasi bladder
g. Manajemen pressure ulcer derajat III atau lebih
h. Perawatan yang nyaman pada pasien terminal
Sedangkan menurut Kozier, (2010) menyebutkan kontraindikasi
pemasangan kateter urine yaitu adanya penyakit infeksi didalam vulva
seperti uretritis gonorhoe dan perdarahan pada uretra
5) Resiko Kateter Urine
Chateter Assosiated Urinary Tract Infection (CAUTI) sering dianggap
sebagai efek samping yang harus diterima dari proses klinis, namun ada
berbagai hasil buruk yang terkait dengan penggunaan kateter urine (APIC,
2008 ).
a. Infeksi yang berhubungan dengan kateter urine meliputi:
a) Infeksi saluran kemih
b) Bakteremia sekunder / sepsis
c) Pielonefritis akut
d) Akhir sequellae onset, misalnya osteomyelitis metastasis dan
meningitis
b. Hasil yang merugikan terkait dengan kateter urine meliputi:
a) Bakteremia sekunder / sepsis
b) Peningkatan mortalitas
c) Akhir sequellae onset, misalnya osteomyelitis metastasis dan
meningitis
d) Seleksi untuk organisme resisten (MDROs)
e) Striktur uretra, prostatitis dan orchitis
f) Reservoir untuk MDROs
6) Teknik Pemasangan Kateter
a. Kateterisasi pada pria
Umumnya, pemasangan kateter urine dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang sudah terlatih. Sebelum kateter dipasang, dokter akan
menjelaskan manfaat dan risiko terkait.
Prosedur pemasangan kateter urine pada pria