Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

Hukum Dagang dan Perdata

Dosen Pengampu :
Mahmudah Hasanah, M.Pd.

Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah :


Hukum Bisnis / ABPB6801

Disusun oleh :
Kelompok 4
Siti Nur Aisyah 1810113220030
Winarti Wulandari 1810113320026
Diana Mastayana 1910113220002
Muhammad Diaurrafiq 1910113210034
Nanda Factur Risa 1910113220017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga selalu terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Hukum Bisnis
dengan judul “Hukum Dagang dan Perdata”.

Penulis berharap dengan membaca makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran yang membangun dari pembaca untuk makalah ini demi perbaikan menuju
arah yang lebih baik.

Terima Kasih.

Banjarmasin, 16 Februari 2021

ii
Kelompok 4

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Hukum Dagang...............................................................................................................3
1. Pengertian Hukum Dagang..........................................................................................3
2. Berlakunya Hukum Dagang........................................................................................4
3. Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang.........................................................5
4. Pengusaha dan Pembantu-pembantunya.....................................................................6
5. Pengusaha dan Kewajibannya.....................................................................................8
6. Bentuk-bentuk Badan Usaha.....................................................................................10
B. Hukum Perdata..............................................................................................................14
1. Pengertian Hukum Perdata........................................................................................14
2. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia........................................................................14
3. Sumber Hukum Perdata.............................................................................................15
4. Pembagian Bab Dalam Dalam KUHPerdata.............................................................16
5. Contoh Pasal Dalam KUHPerdata.............................................................................16
6. Hukum Perdata Umum..............................................................................................18
7. Hukum Dagang Sebagai Hukum Perdata Khusus.....................................................23
BAB III PENUTUP..................................................................................................................25
A. Kesimpulan...................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan dalam bidang ekonomi, baik yang bergerak di sektor mikro maupun
makro merupakan pembangunan yang ada di dalam negeri yang tidak dapat terpisahkan
daripada intervensi pemerintah Inti permasalahan dari keterlibatan negara dalam aktivitas
ekonomi bersumber pada politik perekonomian suatu negara. Munculnya corak sosial
ekonomi dalam konsep Kedaulatan berkaitan dengan munculnya hukum yang mengatur
transaksi di dalamnya. Dalam kaitan dengan cabang-cabang hukum yang beragam maka
negara membuat hukum yang mengatur urusan tersebut. KUHD adalah produk yang
dijadikan pedoman dasar untuk memutuskan suatu hukum yang berkembang di
masyarakat.
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan
perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus
menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum
perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum
khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut,
maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis,
artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:


1. Apa yang dimaksud dengan hukum dagang?
2. Bagaimana sampai diberlakukannya hukum dagang?
3. Bagaimana hubungan hukum perdata dan hukum dagang?
4. Apa yang dimaksud dengan pengusaha dan pembantunya?
5. Apa yang dimaksud degan pengusaha dan kewajibannya?

1
6. Apa saja bentuk-bentuk badan usaha?
7. Apa yang dimaksud dengan hukum perdata?
8. Bagaimana sejarah hukum perdata di Indonesia?
9. Apa saja sumber hukum perdata?
10. Bagaimana pembagian bab dalam KUHPerdata?
11. Apa saja contoh pasal dalam KUHPerdata?
12. Apa yang dimaksud dengan hukum perdata umum?
13. Bagaimana kaitan hukum dagang sebagai hukum perdata khusus

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Dagang
1. Pengertian Hukum Dagang

Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam
lapangan perdagangan.
Pembagian hukum privat (sipil) ke dalam hukum perdata dan hukum dagang
sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian sejarah dari hukum
dagang. Bahwa pembagian tersebut bukanlah bersifat asasi, dapat kita lihat dalam
ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang menyatakan: “Bahwa
peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal-soal yang
disinggung dalam KUHD terkecuali dalam penyelesaian soal-soal yang semata-mata
diadakan oleh KUHD itu”.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)/Wetboel van Koophandel
(WvK) tidak memberikan pengertian mengenai hukum dagang. Oleh karena itu,
definisi hukum dagang sepenuhnya diserahkan pada pendapat atau doktrin dari para
sarjana.
Soekardono, mengatakan “hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata
pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan
yang diatur dalam Buku II BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan
peraturan-peraturaan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam
kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan
KUHPerdata”.
Achmad Ichsan, mengatakan “hukum dagang adalah hukum yang mengatur
soal-soal perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam
perdagangan atau perniagaan”.
Fockema Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia), mengatakan
hukum dagang atau Handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai

3
perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan
beberapa undang-undang tambahan.
Munir Fuady mengartikan Hukum Bisnis, “suatu perangkat kaidah hukum
yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan rusan kegiatan dagang, industri atau
keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa
dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan
uang dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan optik adalah untuk
mendapatkan keuntungan tertentu”.
Dari pengertian para sarjana diatas, dapat dikemukakan secara sederhana
rumusan hukum dagang, yakni serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia
usaha atau egiatan perusahaan. Norma tersebut dapat bersumber pada aturan hukum
yang sudah dikodifikasikan, yaitu KUHPer dan KUHD maupun diluar kodifikasi.

2. Berlakunya Hukum Dagang

Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang
saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian
perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi perbuatan perusahaan yang
mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha
(perusahaan).
Sementara itu, tidak ada satu pun para sarjana memberikan pengertian tentang
perusahaan, namun dapat dipahami dari beberapa pendapat, antara lain:
a. Menurut Hukum
Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari
keuntungan dengan menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga kerja,
dan dilakukan secara terus menerus, serta terang-terangan untuk memperoleh
penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan
perjanjian perdagangan.
b. Menurut Mahkamah Agung
Perusahaan adalah seseorang yang mempunyai perusahaan jika ia
berhubungan dengan keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan
perbuatan-perbuatan yang bersangkut-paut dengan perniagaan dan perjanjian.

4
c. Menurut Molengraff
Perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yang
dilakukan secara terus menerus, bertindak ke luar untuk memperoleh penghasilan
dengan cara memperdagangkan, menyeraahkan barang atau mengadakan
perjanjian-perjanjian perniagaan.
d. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha
yang bersifat tetap dan terus menerus, didirikan dan bekerja, serta berkedudukan
dalam wilayah negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan
dan/atau laba.

Dengan demikian, ada beberapa pendapat yang dapat diambil kesimpulan


bahwa seseorang baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah memenuhi
unsur-unsur, seperti berikut:

a. Terang-terangan
b. Teratur bertindak ke luar
c. Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi

Dengan kata lain, perusahaan yang dijalankan oleh seorang pengusaha dengan
mempunyai kedudukan dan kualitas tertentu, sedangkan yang dinamakan pengusaha
adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung bertanggung jawab dan
mengambil risiko di dalam perusahaan dan juga mewakilinya secara sah. Oleh karena
itu, suatu perusahaan yang dijalankan oleh pengusaha dapat berbentuk sebagai
berikut:

a. Seorang diri saja


b. Dapat dibantu oleh para pembantu
c. Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu.

5
3. Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang

Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling


berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil
antara keduanya. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD.
Sementara itu, dalam Pasal 1 KUHD disebutkan bahwa KUHPer seberapa jauh
dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan,
berlaku juga terhadap hal-hal yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh hukum
perdata. Kemudian didalam Pasal 15 KUHD disebutkan bahwa segala persoalan
tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh
kitab ini, dan oleh hukum perdata.
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui
kedudukan KUHD terhadap KUHPer. Pengertiannya, KUHD merupakan hukum yang
khusus (lex specialis), sedangkan KUHPer merupakan hukum yang bersifat umum
(lex generalis), sehingga berlaku suatu asas lex specialis derogat legi generali, artinya
hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.
Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHPer dan KUHD
antara lain:
a. Van Kan beranggapan, bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum
perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat
hukum perdata dalam arti sempit sedangkan KUHD memuat penambahan yang
mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit.
b. Van Apeldoorn menganggap, hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan
hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS.
c. Sukardono menyatakan bahwa Pasal 1 KUHD memelihara kesatuan antara hukum
perdata umum dan hukum perdata dagang sekadar KUHD tidak khusus
menyimpang dari KUHPer.
d. Tirtaamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum sipil yang
istimewa.
e. Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KUHPer sekarang ini dianggap tidak
pada tempatnya oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada
hukum perdata dan perkataan dagang bukan suatu pengertian ekonomi.

6
f. Purwosutjipto, bahwa hukum dagang terletak dalam lapangan hukum perikatan,
yang khusus timbul dari lapangan perusahaan.

4. Pengusaha dan Pembantu-pembantunya

Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau


orang yang memberikan kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila seseorang
melakukan atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut pengusaha. Ia dapat
melakukan perusahaan itu sendirian.
Menurut Abdulkadir Muhammad, pengusaha adalah orang yang menjalankan
perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan perusahaan artinya
mengelola sendiri perusahaannya, baik dilakukan sendiri maupun dengan bantuan
pekerja. Ini umumnya terdapat pada perusahaan perseorangan. Apabila pengusaha
menjalankan perusahaan dengan bantuan pekerja, dalam hal ini dia mempunyai dua
fungsi yaitu sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan.
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan
perusahaan sendirian, misalnya pengusaha-pengusaha perseorangan yang setip hari
menjajakan makanan dan minuman dengan berjalan kaki atau yang lainnya. Dia
melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu itulah pengusaha perseorangan.
Bisa juga dia menyuruh oraang lain membantunya dalam melakukan perusahaan,
tetapi ada juga kemungkinan bahwa dia menyuruh orang lain melakukan
perusahaannya, jadi dia tidak turut serta melakukan perusahaan, dengan alasan kurang
ahli, sedangkan dia mempunyai cukup modal untuk melakukan perusahaan yang
bersangkutan. Definisi tersebut dapat disimpulkan:
a. Dia dapat melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu.
b. Dia dapat melakukan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya.
c. Dia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya, sedangkan dia
tidak turut serta melakukan perusahaannya.

Orang-orang lain yang disuruh oleh pengusaha untuk melakukan


perusahaannya adalah pemegang-pemegang kuasa, yang menjadikan perusahaan atas
nama pengusaha si pemberi kuasa.

7
Pengusaha yang melakukan perusahaannya dengan dibantu oleh orang lain,
sehingga turut serta, dia mempunyai dua kedudukan yaitu: sebagai pengusaha dan
sebagai pemimpin perusahaan. Sedangkan pengusaha yang menyuruh orang lain
untuk melakukan perusahaan dan dia tidak ikut serta, maka keududukannya hanya
sebagai pengusaha, sedangkan yang menjadi pemimpin perusahaan adalah orang lain
yang mendapat kuasa.

Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang


pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan
tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang atau pihak lain
untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.

Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi


dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.

a. Pembantu di Dalam Perusahaan


Pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat
sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian
pemburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pimpinan
filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
b. Pembantu di Luar Perusahaan
Pembantu di luar perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat
koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian
pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan
memperoleh upah, seperti yang diatur dalam Pasal 1792 KUHPer, misalnya
seperti pengacara, notaries, agen perusahaan, dan komisioner.
Dengan demikian, hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang
termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat:
a. Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUHPer
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUHPer
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai Pasal 1601 KUHPer

8
5. Pengusaha dan Kewajibannya

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut


undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh
pengusaha, yaitu:
a. Membuat pembukuan (Dokumen Perusahaan)
Di dalam Pasal 6 KUHD menjelaskan makna pembukuan, yakni
mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan
atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan perusahaan,
sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
Sementara itu, mengenai dokumen perusahaan didalam KUHD
menggunakan istilah pembukuan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1997 menggunakan istilah dokumen perusahaan, yaitu merupakan data,
catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterma oleh perusahaan dalam
langkah pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis diatas kertas maupun sarana lain,
terekam dalam bentuk cara apapun, dan dapat dilihat, dibaca, dan didengar.
Selain itu, didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1997 yang
dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari:
1) Dokumen Keuangan
Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan
laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian), bukti pembukuan dan
data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban
serta kegiatan usaha suatu perusahaan.
2) Dokumen Lainnya
Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi
keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak
terkait langsung dengan dokumen keuangan.
Sifat pembukuan yang dibuat oleh seorang pengusaha adalah rahasia,
artinya meskipun tujuan diadakannya pembukuan agar pihak ketiga mengetahui
hak-hak dan kewajibannya, namun tidak berarti secara otomatis setiap orang
diperbolehkan memeriksa atau mengetahui pembukuan pengusaha.
Dalam kaitannya dengan tersebut diatas, yakni pembukuan sebagai
kekuatan pembuktian, berdasarkan Pasal 12 KUHD menentukan bahwa tiada

9
seorangpun dapat dipaksa akan memperlihatkan buku-bukunya. Akan tetapi,
kerahasiaan pembukuan yang dimaksud oleh Pasal 12 KUHD tersebut tidak
mutlak, artinya bisa dilakukan terobosan dengan beberapa cara, misalnya:
1) Representation, artinya melihat pembukuan pengusaha dengan perantara
hakim, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 8 KUHD.
2) Communication, artinya pihak-pihak yang disebutkan dapat melihat
pembukuan pengusaha secara langsung tanpa perantara hakim, hal ini
disebabkan yang bersangkutan mempunyai hubungan kepentingan langsung
dengan perusahaan, yakni:
a) Para ahli waris
b) Para pendiri perseroan/persero
c) Kreditur dalam kepailitan
d) Buruh yang upahnya ditentukan pada maju mundurnya perusahaan

Sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-Undang bahwa pembukuan


wajib dibuat oleh seorang pengusaha, tentunya bagi pengusaha yang tidak
menjalankan kewajibannya atau lalai dapat dikenakan sanksi sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 dan Pasal 396, 397, 231
(1) (2) KUHP.

b. Wajib Daftar Perusahaan


Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar
perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut
hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985. Yang dimaksud daftar perusahaan
adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berddasarkan ketentuan
undang-undang ini atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal
yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.
Dengan demikian, daftar perusahaan merupakan daftar informasi umum
yang harus didaftarkan pada Departemen Perdagangan dan Perindustrian/Kanwil
serta Departemen Perdagangan dan Perindustrian Tingkat II.

10
Daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat
secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk
semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan
lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam daftar perusahaan dalam
rangka menjamin kepastian perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang wajib daftar
dalam daftar perusahaan adalah berbentuk badan hukum, persekutuan,
perseorangan, dan perusahaan-perusahaan baru yang sesuai dengan
perkembangan perekonomian, sedangkan perusahaan yang ditolak
pendaftarannya karena dianggap belum melakukan wajib daftar, tetapi tidak
mengurangi kesempatan dalam usaha atau kegiatan selama tenggang waktu
kewajiban pendaftaran sejak penolakan pendaftaran.
Kemudian, setiap perubahan dan penghapusan wajib dilaporkan pada kantor
tempat pendaftaran perusahaan oleh pemilik atau pengurus yang bersangkutan
dengan menyebutkan alasan perubahan dan penghapusan dalam waktu 3 bulan
setelah terjadi perubahan atau penghapusan.
Selain itu, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982,
daftar perusahaan hapus jika terjadi:
1) Perusahaan yang berssangkutan menghentikan segla kegiatan usahanya
2) Perusahaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriaannya
kadaluwarsa
3) Perusahaan yang brsangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya
berdasarkan suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap.

6. Bentuk-bentuk Badan Usaha

Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat


dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
a. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya:
1) Perusahaan perseorangan, yaitu suatu perusahan yang dimiliki oleh
perseorangan atau seorang pengusaha.

11
2) Perusahaan persekutuan, yaitu suatu perusahaan yang dimiliki oleh beberapa
orang pengusaha yang bekerja sama dalam suatu persekutuan.
b. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya:
1) Perusahaan berbadan hukum, yaitu sebuah subjek hukum yang mempunyai
kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya, punya
tujuan yang terpisah pula dari tujuan pribadi para anggotanya, dan tanggung
jawab pemegang saham terbatas kepada nilai saham yang diambilnya.
2) Perusahaan bukan badan hukum, yaitu harta pribadi para sekutu juga akan
terpakai untuk memenuhi kewajiban perusahaan tersebut, biasanya berbentuk
perorangan maupun persekutuan.

Sementara itu, dalam masyaarakat dikenal dua macam perusahaan, yakni:

a. Perusahaan swasta, yaitu perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh swasta
dan tidak ada campur tangan pemerintah. Perusahaan ini terbagi dalam tiga
perusahaan, yakni:
1) Perusahaan swasta nasional
2) Perusahaan swasta asing
3) Perusahaan patungan/campuran (join venture)
b. Perusahaan negara, yaitu perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya
dimiliki oleh negara. Pada umumnya perusahaan negara disebut dengan badan
usaha milik negara (BUMN), terdiri dari tiga bentuk, yakni:
1) Perusahaan jawatan (Perjan)
2) Perusahaan umum (Perum)
3) Perusahaan perseroan (Persero)

Selain itu, berdasarkan pembagian bentuk perusahaan dapat digolongkan


menjadi dua jenis, yakni perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan bukan
berbadan hukum.

a. Perusahaan Perseorangan

12
Perusahaan perseorangan yaitu perusahaan swasta yang didirikan dan
dimiliki oleh pengusaha perorangan yang bukan berbadan hukum, dapat
berbentuk perusahaan dagang, jasa, dan industri.
Secara resmi, tidak ada perusahaan perseorangan, tetapi dalam praktik di
masyarakat telah ada suatu bentu perusahaan perorangan yang diterima oleh
masyarakat, yaitu perusahaan dagang. Untuk mendirikan perusahaan dagang
secara resmi dapat mengajukan permohonan dengan surat izin usaha (SIU)
kepada kantor wilayah perdagangan dan mengajukan surat izin tempat usaha
(SITU) kepada pemerintah daerah setempat.
b. Perusahaan Persekutuan Bukan Badan Hukum
Perusahaan persekutuan bukan badan hukum yaitu perusahaan swasta yang
didirikan dan dimiliki oleh beberapa pengusaha secara bekerja sama dalam
bentuk persekutuan perdata.
1) Persekutuan Perdata (Maatsxhap)
Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih
untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan
jalan kedua pihak menyetorkan kekayaan untuk usaha bersama. Dasar hukum
untuk dalam pembentukan persekutuan perdata diatur dalam Pasal 1618 –
Pasal 1652 KUHPer.
Sementara itu, persekutuan telah berakhir karena:
a) Lewatnya jangka waktu pendirian persekutuan
b) Musnahnya barang atau telah diselesaikannya perbuatan pokok yang
menjadi tujuan persekutuan
c) Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu
d) Jika salah seorang sekutu meninggal, ditaruh dibawah pengampuan atau
pailit.
2) Persekutuan Firma (Vennootshaf Onder Eene Firma)
Persekutuan firma diatur dalam Pasal 15, 16 sampai 35 KUHD. Dalam
Pasal 16 KUHD perseroan firma adalah tiap-tiap perseroan yang didirikan
untuk menjalankan suatu perusahaan dibawah nama bersama, yakni angota-
anggotanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap orang-orang ketiga.
Sementara itu, firma mempunyai arti nama yang digunakan untuk
berdagang secara bersama-sama. Namun suatu firma adakalanya diambil dari

13
nama seorang yang turut menjadi persekutuan itu sendiri, tetapi dapat juga
diambil dari nama orang yang bukan dari persekutuan. Dengan demikian,
tanggung jawab pada persekutuan firma, yakni tiap-tiap anggota perseroan
secara tanggung-menanggung, artinya bertanggung jawab untuk seluruhnya
atas segala perikatan dan persekutuan firma.
Perlu diketahui, persekutuan firma bukan merupakan perusahaan
berbentuk badan hukum sehingga pihak ketiga tidak berhubungan dengan
persekutuan firma sebagai satu kesatuan, melainkan dengan setiap anggota
secara sendiri-sendiri. Menurut Pasal 17 KUHD, tiap-tiap sekutu dapat
bertindak dengan pihak diluar persekutuan, asalkan tindakan tersebut
berkaitan dengan persekutuan.
3) Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap)
Persekutuan komanditer diatur dalam Pasal 15, 19 sampai 21 KUHD. Di
dalam Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa persekutuan komanditer adalah
suatu persekutuan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara
satu orang atau beberapa orang persekutuan yang secara tanggung-
menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada satu pihak dan atau
lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain yang merupakan satu sekutu
komanditer yang bertanggung jawab atas sebatas sampai pada sejumlah uang
yang dimasukannya.
Dalm persekutuan komanditer terdapat sekutu komplementer dan sekutu
komanditer. Sekutu komplementer adalah sekutu yang menyerahkan
pemasukkan, selain itu juga ikut mengurusi persekutuan komanditer.
Sedangkan sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan
pemasukkan pada persekutuan komanditer daan tidak ikut serta mengurusi
persekutuan komanditer.
Persekutuan komanditer dibagi menjadi tiga, yakni:
a) Persekutuan komanditer diam-diam, yaitu persekutuan komanditer yang
belum menyatakan dirinya dengan terng-terangan kepada pihak ketiga
sebagai persekutuan komanditer.
b) Persekutuan komanditer terang-terangan, yaitu persekutuan komanditer
yang telah menyatakan diri sebagai persekutuan komanditer pada pihak
ketiga.

14
c) Persekutuan komanditer dengan saham, yaitu persekutuan komanditer
terang-terangan yang modalnya terdiri dari sahm-saham.
c. Perusahaan Persekutuan Berbadan Hukum
Perusahaan persekutuan berbadan hukum adalah perusahaan yang didirikan
dan dimiliki oleh pengusaha swasta, dapat berbentuk perseroan terbatas, koperasi,
dan yayasan.

B. Hukum Perdata
1. Pengertian Hukum Perdata

Hukum perdata dikenal sebagai ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban
individu dengan badan hukum.Untuk pertama kalinya istilah hukum perdata dikenal
Indonesia dalam bahasa Belanda yakni Burgerlijk Recht.Sumber hukum perdata
dikodifikasikan dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan dialih bahasa menjadi Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).Terdapat beberapa pandangan terkait
dengan KUHPerdata ini salah satunya, KUHPerdata dipandang sebagai suatu
pedoman saja karena tidak pernah ada terjemahan resmi dari Burgerlijk Recht yang
aslinya masih berbahasa Belanda.Tentunya pengertian hukum perdata dan contoh
pasalnya sangat beragam dan menarik untuk diulas.Simak penjelasan berikut ini.
Pengertian Hukum Perdata Menurut Para Ahli:
Hukum diartikan sebagai seperangkat kaidah, sementara perdata adalah
pengaturan hak, harta benda dan kaitannya antara individu maupun badan hukum atas
dasar logika.Hukum perdata populer dengan sebutan hukum private sebab mengatur
kepentingan perseorangan.
Berikut ini beberapa ahli yang menyumbangkan definisi hukum perdata
menurut pandangannya.

a. Prof. Subekti

Menurut Prof. Subekti, hukum perdata merupakan semua hukum private


materiil berupa segala hukum pokok mengatur kepentingan perseorangan.

15
b. Prof. Sudikno Mertokusumo

Hukum perdata yakni keseluruhan peraturan mempelajari tentang hubungan


antara orang yang satu dengan orang lainnya.Baik meliputi hubungan keluarga
dan pergaulan masyarakat.

c. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan

Hukum perdata diartikan sebagai hukum yang mengatur kepentingan warga


negara perseorangan yang satu dan perseorangan lainnya.

2. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia

Sejarah hukum perdata di Indonesia berhubungan dengan sejarah hukum


perdata Eropa.Terutama Eropa kontinental yang diberlakukan Hukum Perdata
Romawi menjadi hukum orisinil dari benua Eropa. Akan tetapi karena kultur dan
aturan masyarakat masing-masing wilayah berbeda, membuat orang-orang mencari
kepastian dan kesatuan hukum.
Berdasarkan catatan Napoleon pada tahun 1804, telah dihimpun hukum
perdata yang dinamakan Code Civil de Francais.Masyarakat Eropa juga mengenalnya
dengan sebutan Code Napoleon.Terhitung tahun 1809-1811 dimana Perancis tengah
menjajah Belanda.Seiring dengan itu pula Raja Lodewijk Napoleon menerapkan
Wetboek Napoleon Ingeriht Voor het Koninkrijk Hollad. Isinya hampir sama dengan
Code Civil de Francais dan Code Napoleon diberlakukan menjadi sumber hukum
perdata Belanda.
Usai masa penjajahan berakhir, Belanda akhirnya menerapkan secara tetap
Code Napoleon dan Code Civil des Francais sebagai aturan hukum.Barulah tahun
1814, Belanda mengkodifikasi susunan ini menjadi Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (Sipil).Dasar kodifikasi hukum Belanda tersebut dibuat Mr.J.M.Kemper dan
dikenal sebagai Ontwerp Kemper.Namun, sebelum tugasnya selesai Kemper
meninggal dunia pada tahun 1824.Selanjutnya, kodifikasi hukum Belanda diteruskan
oleh Nicolai yang ketika itu menjadi Ketua Pengadilan Tinggi di Belanda.

16
6 Juli 1830, perumusan hukum selesai dengan berhasil membuat BW atau
Burgerlijik Wetboe (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda).Serta dibuat
WvK atau Wetboek van Koophandle (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).Ketika
Belanda menjajah Indonesia, secara gamblang menerapkan kedua kitab undang-
undang tersebut.Bahkan, KUHPerdata dan KUHDangan hingga kini masih digunakan
oleh bangsa Indonesia.Pada tahun 1948 atas dasar asas concordantie (asas politik),
Indonesia memberlakukan kedua Kitab Undang-Undang tersebut secara resmi.

3. Sumber Hukum Perdata

Secara harfiah, sumber hukum perdata terbagi menjadi dua yaitu sumber
hukum perdata tertulis dan tidak tertulis (berupa kebiasaan). Khusus sumber hukum
perdata tertulis memiliki banyak sumber, diantaranya:

a. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB).

b. Burgelik Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ketetapan


produk hukum dari Hindia Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan asas
concordantie.

c. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koopandhel (WvK).

d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Keberadaan UU


ini mencabut berlakunya Buku II KUHP yang berkaitan dengan hak atas tanah,
kecuali hipotek. Undang-undang Agraria secara umum mengatur mengenai
hukum pertanahan yang berlandaskan hukum adat.

e. UU Nomor 16 Tahun 2019 jo No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

f. UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan terhadap tanah dan benda
berhubungan dengan tanah.

17
g. UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

h. UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Jaminan Simpanan.

i. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

4. Pembagian Bab Dalam Dalam KUHPerdata

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga tersusun atas bab-bab sebagai


berikut:
Buku I
Tentang orang, buku ini mengatur hukum mengenai diri seseorang dan hukum
kekeluargaan (van Personen).
Buku II
Tentang kebendaan, dalam buku ini mengatur segala hal yang berhubungan dengan
hukum kebendaan dan hukum waris(van Zaken).
Buku III
Tentang perikatan, mengatur hak dan kewajiban timbal balik antara orang perorangan,
badan hukum maupun pihak tertentu (van Verbintenissen).
Buku IV
Tentang pembuktian, mengatur alat pembuktian dan akibat hukum yang ditimbulkan
(van Bewujs en Verjaring).

5. Contoh Pasal Dalam KUHPerdata

Ada beberapa contoh pasal dalam KUHPerdata, yakni sebagai berikut.


Pasal 570
“Hak milik adalah kepemilikan untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan
leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan
sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum tanpa
menggaggu hak orang lain.”

18
Pasal 1320
“Persetujuan diperlukan empat syarat : Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
Kecakapan dalam membuat ikatan; Suatu hal tertentu dengan sebab yang halal.”
Pasal 1338
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai sebuah undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.Persetujuan tersebut tak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu.”
Hukum Perdata adalah hubungan pribadi antara manusia dan manusia sebagai
subyek hukum karena bersamaan hidup dalam suatu masyarakat. Manusia sebagai
subyek hukum adalah pembawa hak dan kewajiban, yang terdiri dari:

a. Orang sebagai manusia menurut kodrat (disebut pula dengan pribadi kodrati).
Setiap anusia hidup itu mempunyai wewenang berhak; dan

b. Orang sebagai subyek hukum berbentuk badan hukum adalah subyek hukum
yang tidak memiliki wujud jasmani, yang terdiri badan publik misalnya negara
dan badan hukum perdata, misalnya Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, dan
Koperasi.

Sistematika Hukum Perdata dapat dilihat dari sudut ilmu pengetahuan dan dari
sudut sistematika yang terdapat dalam KUHPerdata. Jika dilihat dari sudut ilmu
pengetahuan, sistematika Hukum Perdata adalah sebagai berikut:

a. Hukum tentang diri seseorang (personnenrecht)

b. Hukum kekeluargaan (familierecht)

c. Hukum kekayaan (vermogensrecht)

d. Hukum warisan (erfrecht)

19
Apabila diperhatikan, sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan itu
adalah menggambarkan siklus kehidupan manusia yang sifatnya selalu ingin
bermasyarakat, yang maksudnya tiap manusia selalu ingin bergaul paling tidak dalam
masyarakat paling kecil, yaitu keluarga. Hal yang tercermin dalam hukum
kekeluargaan maupun hubungan hukum kekayaan, di mana manusia selalu ingin
bergaul yang diwujudkan dengan mengadakan perjanjian-perjanjian perkawinan
maupun perjanjian dalam bidang harta kekayaan, baik secara lisan maupun
tertulis.Pengaturannya dapat dibaca pada Buku I dan III KUHPerdata, yang semuanya
secara lengkap diatur secara sistematis di dalamnya, baik syarat-syarat maupun asas-
asasnya.Hal tersebut memudahkan bagi setiap orang untuk mengadakan hubungan
hukum baik secara otentik maupun di bawah tangan yang bersifat perdata.

Memperhatikan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam masyarakat


yang berkaitan dengan hubungan antara manusia di bidang perdata, maka setiap
masalah akan dapat diselesaikannya, yaitu dengan cara menganalisisnya secara ilmiah
yang didasarkan pada peraturan yang terkait, sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.

6. Hukum Perdata Umum

Setelah mempelajari dan memahami Hukum Perdata yang meliputi sistematika


Hukum Perdata menurut Ilmu pengetahuan dan sistematika Hukum Perdata menurut
kodifikasi dalam KUHPerdata maka selanjutnya akan dapat mengetahui tentang
Hukum Perdata yang bersifat umum dan Hukum Perdata yang bersifat khusus. Di
bawah ini akan diuraikan tentang unsur-unsur dan sifat-sifat yang membedakan antara
Hukum Perdata umum dan Hukum Perdata khusus.
Sehubungan dengan pengaturan dalam Buku III KUHPerdata, di dalamnya
tidak memberikan definisi “Perikatan”, namun berdasarkan ilmu pengetahuan,
Perikatan adalah hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan yang dilakukan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak
lain berhak berkewajiban atas sesuatu. Dari rumusan pengertian Perikatan tersebut di
atas, tampak bahwa unsur-unsur perikatan adalah:

a. adanya hubungan hukum;

20
b. adanya kekayaan;

c. adanya para pihak; dan

d. adanya prestasi.

Perikatan dalam lapangan harta kekayaan dapat bersumber dari perjanjian dan
undang-undang.

a. Perikatan yang Bersumber pada Perjanjian

Pasal 1313 KUHPerdata mendefinisikan perikatan yang bersumber dari


perjanjian sebagai perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya dengan satu orang atau lebih.Adanya perjanjian timbul hubungan hukum
antara yang memberi janji dan yang menerima janji yang disebut dengan
Perikatan, namun tidak meliputi semua janji.Sebab, tidak semua janji atau
perikatan adalah perbuatan hukum.Ada bahkan banyak janji yang hanya
merupakan perikatan moral, sehingga kewajiban yang timbul juga hanya berupa
kewajiban moral saja, misalnya janji untuk ngobrol-ngobrol di kafe.Namun
demikian, ada janji yang menimbulkan hubungan hukum yaitu dalam perjanjian
pinjam-meminjam, ini yang menimbulkan perikatan sehingga para pihak dalam
perikatan disebut Kreditur dan Debitur.

b. Perikatan yang Bersumber dari Undang-Undang

Perikatan jenis ini diatur Dalam Pasal 1352 dan Pasal 1353 KUHPerdata
yaitu: (a) perikatan yang lahir dari Undang-undang semata-mata, misalnya
perikatan untuk memberi nafkah dan (b) perikatan yang lahir dari Undang-undang
karena perbuatan manusia yang menurut hukum dan yang melawan hukum.

Undang-undang mengatur syarat-syarat sahnya membuat perjanjian, hal itu


diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata:

21
1) Adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan diri.

2) Adanya kecakapan untuk membuat perikatan, mereka harus sudah dewasa


umur 21 tahun dan sehat, namun meskipun belum dewasa tetapi sudah nikah
dianggap dewasa.

3) Adanya sesuatu hal tertentu yang diperjanjikan yang disebut obyek


perjanjian.

4) Adanya sesuatu sebab yang diperbolehkan oleh Undang-undang(sesuatu


yang halal).

Dalam hukum perjanjian dikenal dua macam Perjanjian:

1) Perjanjian bernama (nominat) adalah perjanjian yang diatur atau dikenal


dalam KUHPerdata atau KUHD. Baik pengertiannya maupun syarat-
syaratnya dan tatacaranya sudah diatur dalam kedua peraturan tersebut.
Contohnya antara lain: perjanjian jual-beli, sewa menyewa, tukar-menukar
dan pinjam-meminjam.

2) Perjanjian tidak bernama (innominaat) adalah perjanjian yang tidak diatur


dalam KUHPerdata tetapi perjanjian itu tumbuh dan hidup serta dikenal
dalam masyarakat, misalnya perjanjian leasing atau sewaguna usaha dan
perjanjian waralaba.

Sebenarnya perjanjian apakah bernama atau tidak bernama, dalam arti


terutama apakah ia diatur dalam undang-undang atau tidak dan bukan karena ia
mempunyai nama tertentu.

1) Leasing

22
Pengaturan leasing di Indonesia berpegang pada definisi yang
termaktub dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri
Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.KEP-
122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7
Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing tersebut. Berdasarkan
peraturan dasar mengenai kegiatan usaha leasing, dapat dikemukakan bahwa
yang dimaksudkan dengan leasing adalah:“Setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan
oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan
pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi
perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan
atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah
disepakati bersama”.

Sedangkan definisi umum mengenai leasing adalah perjanjian antara


Lessor dan Lessee untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang
diproduksi/dijual oleh pabrikan/supplier dan ditentukan/dipilih oleh
Lessee.Hak pemilikan barang modal berada pada Lessor sedangkan Lessee
berhak memakai/menggunakan barang modal tersebut berdasarkan uang
sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu.

Hak opsi ini bersyarat dan baru menjadi efektif setelah Lessee
memenuhi semua kewajiban kepada Lessor sehubungan dengan perjanjian
leasing.Lessor berkepentingan, bahwa pada saat adanya peristiwa cidera janji
oleh Lessee, Lessor dapat menarik kembali atau memutuskan perjanjian
leasing danmengambil disposisi lain tentang barang leasing tanpa hak dari
Lessee sehubungan dengan pembelian tersebut atas nilai sisa yang telah
disepakati.

Di lain pihak ada suatu aspek yang belum lazim di Indonesia, sudah
menjadi kebiasaan bahwa Lessor mensyaratkan jaminan-jaminan tertentu
sehubungan dengan kewajiban pembayaran-pembayaran Lessee berdasarkan
perjanjian leasing. Para Lessee di Indonesia belum lazim meminta jaminan

23
atas kewajiban Lessor.Tidak ada jaminan bagi Lessee yang telah memenuhi
seluruh kewajibannya berdasarkan perjanjian leasing bahwa pada akhir
jangka waktu leasing, Lessor bersedia mengalihkan miliknya kepada Lessee
berdasarkan opsi pembelian.Pembelian dan pengalihan hak atas barang
leasing tidak terjadi secara otomatis, tetapi memerlukan perbuatan hukum
tambahan, yaitu jual beli (dan penyerahan).Ada pemikiran-pemikiran tertentu
untuk memberikan hak jaminan atas barang leasing kepada Lessee.

2) Franchise/ Waralaba

Istilah Franchise juga disebut Waralaba adalah cara kerja sama di


bidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan di mana satu pihak akan
bertindak sebagai Franshisor dan pihak yang lain sebagai Franchisee. Dalam
perjanjian franchise diatur bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu
merek yang terkenal, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan
kegiatan bisnis dari/atas suatu produk barang atau jasa berdasarkan dan
sesuai dengan rencana dari waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang
eksklusif ataupun non-eksklusif, dan sebaiknya suatu imbalan tertentu
akandibayarkan kepada franchisor sehubungan dengan hal tersebut.

Waralaba menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan


RI No.259/MPP/kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba, yaitu Waralaba adalah
perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan
atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri
khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratkan dan/atau digunakan oleh pihak lain atau yang ditetapkan dalam
rangka menyediakan dan atau penjualan barang dan jasa.

Pengertian Waralaba menurut PP RI No. 42 Tahun 2007 tentang


waralaba, (Revisi atas PP No.16 Tahun 1997 tentang ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba) waralaba adalah hak khusus
yang dimiliki oleh orang perorangan atau badan usaha terhadap sistem

24
dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang
telah terbukti hasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak
lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Definisi waralaba secara umum dapat diartikan sebagai pengaturan


bisnis yang memiliki perusahaan (Pewaralaba atau franchisor)
member/menjual hak kepada pihak pembeli atau penerima hak (Terwaralaba
atau franchisee) untuk menjual produk dan atau jasa perusahaan pewaralaba
tersebut dengan peraturan dan syarat-syarat lain yang telah ditentukan oleh
pewaralaba.

Definisi waralaba lainnya adalah Suatu strategi sistem, format bisnis,


dan pemasaran yang bertujuan untuk mengembangkan jaringan usaha untuk
mengemas suatu produk atau jasa.Waralaba juga dapat pula diartikan sebagai
suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan
konsumen yang lebih luas. Jenis/ Bentuk Franchise

a) Product Franchise, adalah bentuk waralaba, di mana penerima waralaba


hanya bertindak mendistribusikan produk dari partnernya dengan
pembatasan area.

b) Processing or Manufacturing Franchise, adalah memberikan hak pada


suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada
masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek franchise.
Jenis franchise ini sering ditemukan dalam industri makanan dan
minuman. Contoh: PT. Ramako Gerbangmas membeli produk Master
franchise yang mengelola Mc Donald’s di Indonesia yang hanya
membeli know howpada PT Ramako Gerbangmas tersebut untuk
menjalankan waralaba McDonald’s.

c) Bussiness Format atau System Franchise. Franchisor memiliki cara yang


unik dalam menyajikan produk dalam satu paket seperti yang dilakukan

25
oleh Mc Donald’s dengan membuat variasi produknya dalam bentuk
paket.

d) Group Trading Franchise. Bentuk franchise yang menunjuk pada


pemberian hak mengelola toko-toko grosir maupun pengecer yang
dilakukan toko serba ada.

Franchising juga merupakan strategi perluasan dari suatu usaha yang


telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi, yang ingin
berusaha, dan memiliki usaha sendiri.Sistem franchise ini mempunyai
keunggulan dan juga kerugian-kerugian.

a) Keunggulan system franchise bagi franchisee adalah;

1) Pihak franchisor memiliki akses pada pemodalan dan berbagi biaya


dengan franchisee dengan risiko yang relatif lebih rendah.

2) Pihak franchisee mendapat kesempatan untuk memasuki sebuah


bisnis dengan cara cepat dan biaya lebih rendah dengan produk atau
jasa yang telah teruji dan terbukti kredibilitas mereknya.

3) Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan


manajerial dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas,
prosedur operasi, pembelian, dan pemasaran.

b) Kerugian system franchise bagi franchisee adalah:

1) Sistem franchise tidak memberikan kebebasan penuh kepada


franchisee-nya, franchisee terikat perjanjian dan harus mengikuti
sistem dan metode yang telah dibuat franchisor.

26
2) Sistem franchise bukan jaminan akan keberhasilan, menggunakan
merek terkenal belum tentu akan sukses bila tidak diimbangi dengan
kecermatan dan kehati-hatian, franchisee dalam memilih usaha, dan
mempunyai komitmen dan harus bekerja keras dan tekun.

3) Franchise harus bisa bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik


dalam hubungannya dengan franchisor.

4) Tidak semua janji Franchisor diterima oleh franchisee.

5) Masih adanya ketidakamanan dalam suatu franchise, karena


franchisor dapat memutuskan atau tidak memperbaharui perjanjian.

7. Hukum Dagang Sebagai Hukum Perdata Khusus

Sebagaimana diuraikan di atas, Hukum Perdata Umum adalah sebagaimana


yang diatur dalam Buku II tentang Benda dan Buku III KUHPerdata tentang perikatan
yang memuat asas-asas umum hukum perjanjian dan beberapa perjanjian khusus atau
perikatan khusus. Hukum Dagang terletak dalam lapangan hukum Perdata yaitu
dalam bidang Hukum Perikatan, yang khusus timbul dari lapangan
perusahaan.Perikatan-perikatan itu ada yang bersumber pada perjanjian dan undang-
undang. Perikatan yang bersumber pada perjanjian contohnya, antara lain adalah
perikatan di bidang pengangkutan, asuransi, jual-beli perusahaan, makelar dan surat
berharga. Sedangkan, perikatan yang lahir dari Undang-undang contohnya, antara lain
adalah terjadinya tabrakan kapal dan perbuatan melawan hukum. Hubungan antara
KUHPerdata dan KUHD dipertegas kembali dalam pengaturan Pasal 1 KUHD, yang
menyatakan:
“Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), seberapa jauh dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) ini tidak khususdiadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.”

27
Dari uraian di atas maka terlihat KUHPerdata yang mengatur Hukum Perdata
umum, sedang KUHD mengatur Hukum Perdata khusus, perikatan di lapangan
perusahaan. Jadi, hubungan kedua buku tersebut adalah berasaskan hukum yang
bersifat khusus menghapuskan hukum yang bersifat umum (lex spesialis derogat legi
generale). Dikatakan perdata khusus atau perikatan khusus karena mengatur hubungan
perniagaan di bidang pengangkutan, pertanggungankerugian, perjanjian dengan pihak
ketiga (misalnya dengan makelar dan ekspeditur).
Jadi, perikatan khusus merupakan perjanjian untuk membentuk berbagai jenis
usaha perniagaan yang diperlukan untuk menjalankan perdagangan secara perusahaan
yaitu yang tujuan utamanya adalah mencari laba atau mencari nilai tambah, di mana
hal ini merupakan syarat mutlak bagi kegiatan perdagangan.
Berdasarkan kenyataan, kebutuhan hukum masyarakat berniaga berkembang
sejajar dengan berkembangnya perniagaan di dunia, menyebabkan peraturan-
peraturan perniagaan yang diatur dalam KUHD tidak sempurna, sehingga diperlukan
peraturan-peraturan di luar KUHD, antara lain pengangkutan kereta api,
pengangkutan udara, hak kekayaan intelektual, dan surat berharga.

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam
lapangan perdagangan.
Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja
yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian perbuatan
dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi perbuatan perusahaan yang mengandung
arti menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).
Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUHD
terhadap KUHPer. Pengertiannya, KUHD merupakan hukum yang khusus (lex specialis),
sedangkan KUHPer merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga
berlaku suatu asas lex specialis derogat legi generali, artinya hukum yang khusus dapat
mengesampingkan hukum yang umum.
Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau orang
yang memberikan kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila seseorang melakukan
atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut pengusaha. Di dalam menjalankan
kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin
melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar.
Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang atau pihak lain untuk membantu melakukan
kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-
undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha,
yaitu membuat dokumen dan wajib daftar perusahaan.
Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat
dari jumlah pemiliknya, yaitu perusahaan perseorangan dan persekutuan. Sedangkan jika
dilihat dari status hukumnya, yaitu perusahaan berbadan hukum dan bukan berbadan
hukum.

29
Hukum perdata adalah hubungan pribadi antara manusia dan manusia sebagai
subyek hukum karena bersamaan hidup dalam suatu masyarakat, hukum perdata di
Indonesia bersifat berbhineka atau bersifat pluralistik, baik secara etnis maupun secara
yuridis. Oleh karena itu dalam kasus hukum perdata sengketa terjadi antara subyek
hukum, maka penyelesaian hukum kasus perdata lebih bersiat elastis. Dikatakan elastis
karena penyelesaian kasus hukum perdata dapat diwujudkan apabila terjadi kesepakatan
antara para pihak yang bersengketa.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ashari, R. dan Yusuf, B. Hukum Dagang. Diakses pada 16 Febuari 2021, dari
https://www.academia.edu/35476727/MAKALAH_HUKUM_DAGANG

Dslalawfirm.com. Pengertian Hukum Perdata dan Contoh Pasalnya. Diakses pada 16


Februari 2021, dari https://www.dslalawfirm.com/hukum-perdata/amp/

Hasyim, Farida. (2009). Hukum Dagang. Sinar Grafika: Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. (2013), Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga. PT Citra Aditya
Bakti: Bandung.

Purwosutjipto. (1999). Pengertian Pokok Hukum Dagang. Djambatan: Jakarta.

Sari, Elsi, Kartika, dan Simanunsong, Advendi. (2017), Hukum dalam Ekonomi. PT
Grasindo: Jakarta.

Subekti. 1977. Hukum Acara Perdata. BPHN: Jakarta.

Subekti. (2003). Pokok-pokok Hukum Perdata.Cet. Ke-31. Jakarta: Intermasa.

Suwardi. (2015) . Hukum Dagang Suatu Pengantar. Deepublish: Yogyakarta.

31

Anda mungkin juga menyukai