Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Artefak Vol.7 No.

2 September 2020

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/artefak/article/view/3472

BELAJAR SEJARAH DI MUSEUM: OPTIMALISASI LAYANAN EDUKASI


BERBASIS PENDEKATAN PARTISIPATORI

Laely Armiyati 1, Dede Wahyu Firdaus 2


1, 2
Universitas Siliwangi, Indonesia
E-mail: laely.armiyati@unsil.ac.id 1, dede.firdaus@unsil.ac.id 2
Sejarah Artikel: Diterima Juli 2020, Disetujui Agustus 2020, Dipublikasikan September 2020

Abstrak
Museum berperan penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran sejarah. Oleh karena itu,
peningkatan layanan museum sebagai tempat edukasi harus terus dilakukan salah satunya dengan
mengimplementasikan pendekatan partisipatori. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana
implementasi layanan edukasi di museum dengan pendekatan partisipatori. Penelitian menggunakan
metode studi kasus pada museum di bawah otoritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
museum di bawah otoritas Pemerintah Daerah di wilayah DKI Jakarta. Data dikumpulkan dengan
teknik wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Wawancara dilakukan pada pengelola museum
dan pengunjung, observasi dilakukan dengan melakukan kunjungan langsung, dan terakhir melalui
analisis dokumen berupa arsip data pengunjung. Penelitian ini menunjukkan bahwa kedua museum
telah melakukan layanan edukasi dengan memberikan pelabelan pada koleksi, memberikan layanan
kepemanduan, membuat situs daring berisi informasi koleksi tentang museum, mengadakan pameran
dan festival. Implementasi layanan edukasi berbasis pendekatan partisipatori di museum dilakukan
dengan dua cara yaitu mengadakan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada peran aktif pengunjung
dan berkolaborasi dengan komunitas masyarakat untuk mengadakan kegiatan di museum.

Kata Kunci: Museum, Layanan Edukasi, Pendekatan Partisipatori

Abstract
Museums play an important role in improving the quality of learning history. Therefore,
improving museum services as a place of education must be done, one of which is by implementing a
participatory approach. This study examines how the implementation of educational services in
museums with a participatory approach. The research uses the case study method in the museum under
the authority of the Ministry of Education and museum under the authority of the Regional
Government in the DKI Jakarta area. Data were collected by interview, observation, and document
analysis techniques. Interviews were conducted at museum managers and visitors, observations were
carried out by direct visits, and document analysis was carried out at visitor data archives. This
research shows that both museums have provided educational services by labeling collections,
providing guiding services, creating online sites containing collection information about museums,
holding exhibitions and festivals. The implementation of educational services based on participatory
approaches in museums is done in two ways, namely holding activities that lead to the active role of
visitors and collaborating with the community to hold activities in the museum.

Keyword: Museum, Education service, Participatory Approach

Halaman | 81
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]

PENDAHULUAN museum adalah tempat mengumpulkan,


menyimpan, merawat, melestarikan, mengkaji,
Dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang cagar mengkomunikasikan bukti material hasil budaya
budaya, disebutkan bahwa museum adalah manusia, alam dan lingkungannya. Dalam definisi
lembaga yang berfungsi melindungi, ini, fungsi museum mengalami pergeseran
mengembangkan, memanfaatkan koleksi, berupa dikarenakan adanya upaya untuk menjadikan
benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah museum sebagai tempat yang lebih berguna dan
ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan lebih digemari oleh masyarakat. Sebelum tahun
Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada 1970-an museum didefinisikan sebagai “....an
masyarakat. Dengan demikian, museum tidak institution which collects, documents, preserves,
hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan benda- exhibitis, and interprets material evidence and
benda yang berhubungan dengan sejarah associated information for the public benefit”. Saat
perkembangan umat manusia, tetapi juga ini, Museum Association mendefinisikan museum
berkewajiban untuk mentransfer nilai-nilai yang sebagai “museums enable people to explore
terkandung dalam benda koleksinya. collection for inspiration, learning, and enjoyment.
Museum memiliki peranan yang sangat They are institutions that collect, safeguard and
penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran make accesible artefacts and specimens, which
sejarah, selain sebagai sumber pembelajaran juga they hold in trust for society.
dapat menjadi media pembelajaran. Sebagai (www.chr.org.uk/Museums/musmeaningdict.htm)
sumber pembelajaran, museum menjadi tempat Perbedaan dari pemahaman museum
peserta didik memperoleh informasi dan tersebut, jelas menandakan bahwa museum yang
pengetahuan, sedangkan sebagai media dahulu hanya berfungsi sebagai tempat koleksi dan
pembelajaran, museum memberikan kemudahan perawatan koleksi, saat ini juga berfungsi sebagai
bagi peserta didik menerima sarana pengetahuan tempat inspirasi, belajar, dan hiburan bagi
dari guru. Kegiatan observasi di museum, tidak masyarakat. Karena itu, Direktorat Permuseuman
hanya meningkatkan motivasi peserta didik, tetapi Indonesia (1999) menyatakan bahwa museum
juga merangsang peserta didik untuk berfikir kritis. tidak hanya menjadi tempat menyimpan dan
Oleh karena itu, sudah sewajarnya dunia merawat koleksi, tetapi juga mengkaji dan
pendidikan memanfaatkan keberadaan museum mengkomunikasikannya kepada masyarakat.
untuk mengoptimalkan pembelajaran. Melalui fungsi ini, museum dapat selalu
Keberadaan museum menjadi bagian berinteraksi dengan manusia dan lingkungannya,
penting dalam proses pembelajaran Sejarah. Untuk sehingga akan terwujud harmonisasi antara masa
guru dan calon guru, museum menjadi tempat lalu (benda koleksi) dengan masa kini
mengawinkan teori dan kenyataan, sehingga akan (pengunjung).
menambah ketajaman dalam menganalisis sebuah Fungsi edukasi museum terkait erat
peristiwa. Untuk peserta didik, museum dengan keberadaan museum sebagai tempat
memberikan ruang dalam berimajinasi secara lebih menyimpan benda-benda peninggalan
terarah dalam memadupadankan materi yang
manusia dan alam yang bernilai luhur. Untuk
diberikan guru dan bentuk peninggalannya,
menjalankan fungsi ini, museum mengadakan
sehingga dapat juga merangsang kemampuan
berfikir kritis. Akan tetapi, implementasi museum kegiatan-kegiatan edukatif, seperti diskusi,
sebagai wahana edukasi selayaknya tidak hanya seminar, pemutaran film dokumenter,
diupayakan oleh akademisi (pendidik dan peserta perpustakaan, kursus-kursus, penambahan
didik), tetapi juga oleh pengelola museum. koleksi dan penerbitan katalog. Melalui
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1995 kegiatan tersebut, museum menempatkan
Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa museum adalah dirinya sebagai pemberi edukasi bagi
lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, masyarakat awam terkait koleksi dan nilai-
pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti nilai luhur dari koleksi yang dimilikinya.
materiil hasil budaya manusia serta alam dan
Sedangkan fungsi konservasi museum
lingkungannya guna menunjang upaya
meliputi kegiatan pengelolaan koleksi yang
perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya
bangsa. Sutaarga (1995: 1) mengatakan bahwa berhubungan dengan perawatan, pengawetan,

Halaman | 82
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]

dan pengamanan koleksi. Konservasi adalah analisis yang bersifat induktif dengan tiga
fungsi wajib museum, karena tanpa adanya langkah utama yaitu reduksi data, sajian data,
koleksi museum adalah bangunan tua yang dan penarikan simpulan.
tidak akan menjadi bagian bermakna bagi
manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan fungsi
konservasi seharusnya adalah kegiatan rutin HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
dan wajib bagi museum. Dalam menjalankan
fungsi rekreatif, kegiatan museum terkait
Hasil Penelitian
dengan kebutuhan bersenang-senang (having
1. Layanan Edukasi di Museum A
fun). Museum sebagai bagian dari tempat
Dalam hierarki organisasi Museum A,
wisata, memiliki kewajiban memberikan
layanan edukasi diselenggarakan oleh seksi
kenyamanan dan kesenangan bagi
layanan edukasi yang berada dalam
pengunjungnya. Untuk itu aspek-aspek
tanggungjawab Bidang Kemitraan dan
estetika dan memperhatikan kebutuhan
Promosi. Karena berada di bawah Bidang
pengunjung menjadi pilar utama dalam
Kemitraan dan Promosi, maka layanan
implementasi aspek rekreatif tersebut.
edukasi tidak lepas dari upaya untuk
menjadikan museum sebagai tempat populer
METODE PENELITIAN di masyarakat. Seksi layanan edukasi bertugas
melakukan pemberian layanan edukasi di
Penelitian ini menggunakan pendekatan bidang benda bernilai budaya berskala
kualitatif dengan metode studi kasus. nasional. Oleh karena itu, bagian ini menjadi
Penelitian dilakukan pada dua museum di pintu utama bagi tersalurnya informasi yang
wilayah Provinsi DKI Jakarta yang ada di museum., berikut adalah strategi yang
berkategori satu museum yang dikelola oleh dilakukan untuk optimalisasi layanan edukasi
pemerintah pusat (museum A) dan satu di Museum A.
museum yang dikelola oleh pemerintah daerah a. Pelabelan, label (teks) adalah
DKI Jakarta (Museum B). Teknik keseluruhan bentuk informasi tertulis
pengumpulan data yang digunakan dalam atau grafis yang ada di museum. Bentuk
penelitian ini adalah wawancara, observasi, penyajian informasi berupa label pada
dan analisis dokumen (Sutopo, 2006). pameran di Museum A berupa Label
Wawancara dalam penelitian ini bersifat judul, Label pengenalan (informasi
terbuka (open-ended) dan mengarah pada awal yang berkaitan dengan tema
kedalaman informasi dan dilakukan tidak koleksi secara keseluruhan), label grup
secara formal/ terstruktur. Wawancara (sesuai rumpun koleksi), label individu
dilakukan kepada pengelola museum, (berisi nama koleksi, tahun pembuatan,
pengunjung, dan Direktorat Permuseuman. dan fungsi atau peranannya).
Observasi dilakukan dengan melakukan b. Pendampingan/guiding, yaitu
pengamatan pada bangunan dan aktivitas di menyediakan jasa pemandu di museum
museum yang berkaitan dengan pelaksanaan bagi pengunjung.
fungsi edukasi. Peneliti mencatat semua c. Pameran
aktivitas dalam field note yang akan menjadi 1) Pameran tetap
bahan dalam proses analisis. Setelah data Konsep pameran di Museum A sudah
terkumpul, selanjutnya divalidasi dengan menggunakan metode didaktik, yaitu
menggunakan teknik triangulasi data dan metode menampilkan sajian yang
triangulasi metode. Data yang sudah valid tertata secara sistematis dan terstruktur.
kemudian dianalisis dengan menggunakan Sajian pameran sudah memiliki alur

Halaman | 83
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]

cerita yang jelas dan disesuaikan Air”. Pameran temporer bertema


dengan jenis koleksinya. Sistem edukatif kultural, misalnya Pameran
penataan pameran di berdasarkan pada Permainan Tradisional pada bulan Mei
jenis-jenis koleksi, baik berdasarkan 2015 yang bekerjasama dengan
keilmuan, bahan, maupun kedaerahan, komunitas.
seperti Ruang pameran Prasejarah, 3) Museum Keliling
Ruang Perunggu, Ruang Tekstil, Ruang Sasaran dari museum keliling
Etnografi daerah Sumatra, dan lain-lain. adalah sekolah dan masyarakat umum.
Selain itu, penataan di ruangan lain juga Program ini menjadi program publik
sudah mengarah kepada tema yang rutin diselenggarakan setiap
berdasarkan aspek-aspek kebudayaan tahun. Lokasi museum keliling pun
yang mana manusia diposisikan sebagai tidak hanya di kantor Gubernur, balai
pelaku dalam lingkungan tempat kota, museum provinsi/kabupaten/ kota,
tinggalnya. Misalnya, tema pameran maupun area publik lainnya, tetapi juga
yang berjudul “Keanekaragaman di sekolah-sekolah.
Budaya dalam Kesatuan” terdiri dari Untuk memperlancar program
beberapa subtema antara lain [1] tersebut, pihak museum bekerjasama
Manusia dan Lingkungan, [2] Ilmu dengan Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Pengetahuan, Teknologi dan Ekonomi, Kabupaten/Kota, Dinas Pariwisata, dan
Dinas Pendidikan yang akan membantu
[3] Organisasi Sosial dan Pola
untuk menjembatani antara pihak Museum
Pemukiman, dan [4] Khasanah dan
dengan sekolah. Museum keliling
Keramik. menggunakan konsep tematik, dengan
2) Pameran Temporer demikian tidak semua koleksi dibawa ke
Pameran temporer adalah jenis pameran sekolah, hanya koleksi yang berkaitan
yang diselenggarakan dengan tema dan dengan tema yang akan dipamerkan.
waktu tertentu. Setiap tahun, museum Misalnya, saat ini temanya adalah
menyelenggarakan kegiatan ini sebagai Prasejarah, maka koleksi benda prasejarah
upaya mengoptimalkan peran edukasi saja yang akan dibawa. Dalam kegiatan
tersebut, seringkali diadakan pula kegiatan
museum, oleh karena itu disediakan
pemutaran film, seminar, maupun
ruangan khusus untuk
workshop, sebagai upaya menarik minat
menyelenggarakan pameran. Pameran
siswa untuk mengunjungi museum keliling.
temporer tidak hanya berkaitan dengan (Tobing, 2016)
Sejarah Indonesia, beberapa 4) Kajian, Seminar, Diskusi,
diantaranya justru berkaitan dengan Pergelaran, dan Festival
sejarah negara lain, misalnya pada Program ini juga menjadi agenda
tahun 2014, diselenggarakan pameran tahunan museum. Misalnya acara
foto bertajuk “Dream and Memory” seminar “The Indonesia Coffee Story”,
yang menampilkan foto-foto kehidupan kegiatan bedah buku bertajuk “Bedah
dan perkembangan masyarakat Buku Laut dan Kebudayaan”, Seminar
Tiongkok dari tahun 1970 hingga 2014; nasional bertajuk “Semangat Pemuda
Pameran Buddha Carika bertajuk dalam Mengisi 70 Tahun Indonesia
“Buddha Carika In the footsteps of the Merdeka”, Festival Hari Museum
Shakyamuni Buddha” kerjasama Internasional, pertunjukkan teater
Pemerintah India dengan Indonesia; musikal bertajuk “Legenda Asmat”,
Pameran temporer yang bertema festival Edu Kid’s dengan tema
kesenian, misalnya Pameran Lukisan “Mengembangkan Generasi yang
Cat Air Kontemporer bertajuk “Hikayat Berwawasan Kebudayaan Nusantara”.

Halaman | 84
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]

5) Edukasi melalui media apabila ada pengunjung yang hendak


Museum A sudah memanfaatkan melihat koleksi. Dengan
teknologi untuk mengoptimalkan menggunakan media ini,
perannya sebagai penyampai sejarah pengunjung semakin mudah untuk
dan budaya Nusantara. Dalam mendapatkan informasi. Namun,
websitenya, museumnasional.or.id, belum semua grup pamer diberikan
tidak hanya dicantumkan event-event di media tersebut.
museum, tetapi juga informasi koleksi- Tata pamer Museum dirancang
koleksi yang ada museum. berdasarkan kronologi sejarah, yakni dengan
2. Layanan Edukasi di Museum B cara menampilkan sejarah dalam bentuk
Museum B saat ini merupakan salah display. Koleksi-koleksi tersebut ditunjang
satu UPT di lingkungan Dinas Kebudayaan secara grafis oleh foto-foto, gambar-gambar
dan Permuseuman DKI Jakarta. Museum B dan sketsa, peta, dan label penjelasan agar
menggunakan konsep storyline (alur cerita) mudah dipahami berdasarkan latar belakang
dalam penataan koleksinya, yang sejarahnya. Memasuki museum, pengunjung
menggambarkan kronologi perkembangan akan disuguhi koleksi jaman prasejarah, ada
sejarah. beberapa prasasti yang ditempatkan di tempat
Museum ini dipimpin oleh Kepala Unit tersebut, selanjutnya pengunjung memasuki
Pengelola Museum dibantu oleh Bagian Tata ruang di era Jayakarta, termasuk diantaranya
Usaha dan dua satuan pelaksana, yaitu satuan peninggalan Fatahillah. Selanjutnya,
pelaksana publikasi dan informasi, serta pengunjung memasuki ruang Batavia yang
satuan pelaksana sarana dan prasarana. Setiap berisi foto-foto dan benda peninggalan era
bagian dan satuan pelaksana dibantu oleh staf. kolonial, uang logam zaman VOC, meriam Si
Tenaga edukasi di Museum B menjadi bagian Jagur, lukisan karya Raden Saleh, foto
dari satuan pelaksana publikasi dan informasi gubernur VOC, J. P. Coen, termasuk
yang ertugas untuk memberikan informasi diantaranya mebel-mebel antik yang pernah
terkait koleksi yang dimiliki kepada digunakan di Balai Kota. Di museum ini juga
pengunjung maupun masyarakat umum. terdapat diorama tentang kondisi Batavia.
Strategi yang dilakukan dalam fungsi edukasi
museum sebagai berikut. Pembahasan
a. Pelabelan koleksi, yang meliputi label Konsep pengembangan museum saat ini
judul, label pengenalan, dan label mulai mengarah pada konsep “new museum”
individu. yaitu menjadikan museum bukan hanya
b. Pameran, meliputi: sebagai tempat penyimpanan koleksi, tetapi
1) Pameran tetap, juga tempat pengunjung memperoleh edukasi
2) Pameran keliling, Pameran keliling atas koleksi yang ada di museum. Dalam
dilakukan dengan berpartisipasi konsep new museum, model edukasi pun tidak
dalam kegiatan pameran bersama lagi berbasis pada koleksi, tetapi kombinasi
museum-museum lain, misalnya antara koleksi dan pengunjung. Berdasarkan
dalam kegiatan Mitra Praja Utama, konsep new museum, model edukasi yang
yaitu pameran bersama di seluruh tepat untuk digunakan dalam pameran dan
wilayah Nusantara. program publik di Museum yaitu
3) Edukasi melalui media, Museum menggunakan teori konstruktivis dengan
Bahari sudah menggunakan media model active-learning yaitu melibatkan
komputer yang berisi video tentang seluruh indera serta pengalaman pengunjung
koleksi. Media ini menggunakan dalam proses belajar mengajar dengan
sensor yang otomatis akan menyala pendekatan interaktif dan edutainment yaitu

Halaman | 85
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]

menggabungkan edukasi dan hiburan. Model berbasis perspektif informasi (information


edukasi tersebut kemudian diterapkan melalui oriented) bukan pada perspektif obyek (object
pameran dan program publik. Selanjutnya oriented). Konsep information oriented adalah
dalam rangka memperluas akses masyarakat, konsep tata pamer yang memfokuskan pada
museum dapat menerapkan strategi edukasi di kebutuhan informasi pengunjung. Hal ini
dalam dan di luar museum, melalui program- ditunjukkan dengan dikelompokkannya
program museum baik itu ke lembaga formal koleksi sesuai dengan tema, misalnya di
(sekolah atau universitas), maupun non formal Museum A, koleksi yang berkaitan dengan
(lapangan, alun-alun, maupun tempat publik perkembangan IPTEK dikelompokkan dalam
lainnya). koleksi IPTEK. Di Museum B, koleksi
Ditinjau dari aspek sumber daya, berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat
pertama dari segi koleksi, Museum A dan B Batavia juga dipisahkan dengan kehidupan
memiliki koleksi yang lengkap dan politik Batavia. Hal serupa juga tampak di
mendukung untuk menjadi sumber belajar Museum Bahari yang menempatkan koleksi
sejarah bagi pengunjung. Selain itu, sistem sesuai temanya. Meskipun demikian, konsep
penataan pameran juga sudah mengacu pada tata pamer masih harus diperbaiki apabila
aspek kronologis dan didaktis, sehingga benar-benar hendak menjalankan konsep
mempermudah pengunjung untuk information oriented.
memperoleh informasi yang sistematis dan Pada gambar 1 dijelaskan perbandingan
runtut. Selanjutnya dari aspek sumber daya antara tata pamer yang berbasis obyek dan
manusia, kedua museum sudah memiliki berbasis informasi. Tata pamer yang berbasis
tenaga edukatif yang bertugas untuk obyek hanya akan menampilkan obyeknya
mengembangkan konsep edukasi untuk saja, sedangkan informasi yang diberikan pada
pengunjung. Meskipun demikian, dari segi pengunjung sangat minim. Alhasil, pameran
jumlah, Museum A memiliki jumlah edukator seperti ini tidak akan memberikan kesan
yang lebih banyak dibandingkan Museum B. pengalaman mendalam bagi pengunjung dan
Ditinjau dari strategi edukasi yang unsur edukasinya sangat sedikit. Tata pamer
dilakukan oleh kedua museum, tampak bahwa berbasis informasi, tidak hanya menampilkan
meskipun keduanya dikelola oleh otoritas obyek koleksi, tetapi juga banyak
yang berbeda, Museum A di bawah menyediakan informasi kepada pengunjung,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baik informasi pasif seperti label, maupun
sedangkan Museum B di bawah Dinas informasi aktif seperti media interaktif, video,
Kebudayaan dan Pariwisata, tetapi kedua maupun pemandu wisata. Dengan adanya
museum telah menjalankan program-program informasi tersebut, pengunjung tidak hanya
yang menunjang optimalisasi fungsi sekedar melihat koleksi museum, tetapi juga
edukasinya. dapat merasakan makna dan keberadaan
Ditinjau dari segi tata pamer, kedua koleksi pada zamannya, sehingga akan
museum telah mengembangkan tata pamer menumbuhkan rasa menghargai pada sejarah.

Halaman | 86
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]

Gambar 1. Perbandingan object content dengan information content


Sumber: Dean, 1994

Dalam rangka mewujudkan tata pamer Pada Museum A dan B tata pamer sudah
yang baik dan menyenangkan bagi pengunjung, menggunakan pelabelan, namun hanya Museum
museum mengadakan renovasi dan menambah A yang sudah menggunakan pelabelan secara
fasilitas museum. Misalnya renovasi yang utuh dan sempurna, yaitu label judul, label grup,
dilakukan oleh Museum B pada tahun 2014-2015, label pengenalan, dan label individu. Sedangkan
yang dilakukan secara berkala untuk untuk Museum B, masing-masing tidak
mempercantik dan merehabilitasi gedung mengaplikasikan label grup dalam tata pamernya.
bersejarah itu yaitu dengan mengecat ulang Meskipun demikian, tidak semua label di
dinding gedung serta mengganti kayu-kayu Museum A dan B sudah sesuai dan layak menjadi
penyangga yang keropos. Renovasi ini bagian dari edukasi. Beberapa label masih sangat
merupakan renovasi besar pertama sejak 41 tahun sederhana dengan sekedar menuliskan nama
terakhir (sejak tahun 1974). Waktu renovasi yang koleksinya tanpa menyertakan fungsi dan
begitu lama, sebenarnya bukan dikarenakan peranannya dalam sebuah peristiwa maupun
pengelola museum yang lalai dengan tugasnya, zaman. Alhasil, tentu saja koleksi tersebut hanya
melainkan prosedur untuk merenovasi dan akan dianggap sebagai benda mati tanpa nilai bagi
memugar bangunan cagar budaya yang memang pengunjung. Label yang seharusnya
cukup sulit. Ini dikarenakan, bangunan Museum dikembangkan adalah label yang disajikan dalam
B merupakan bangunan peninggalan periode pendekatan interpretatif agar koleksi yang
Hindia Belanda yang apabila tidak menggunakan disajikan dapat “berkomunikasi” dengan
material yang tepat, maka akan berakibat pada pengunjung, sehingga tema dan tujuan pameran
rusak dan keroposnya bangunan. Seperti tidak berantakan. Selain itu, label interpretatif
diungkapkan oleh Utami (2016) bahwa untuk harus mengandung alur cerita yang jelas antar
pekerjaan renovasi dan konservasi harus ijin tim koleksi, sehingga tersusun cerita kronologis yang
Sidang Pemugaran. Untuk pemugaran tata pamer akan membantu pengunjung memahami tujuan
sudah diajukan hingga tujuh kali. Ini dikarenakan dari keberadaan pameran tersebut (Serrell, 1996;
kondisi lingkungan yang lembab, sehingga Jastro, 2010).
pemilihan material harus hati-hati. Misalnya, Selain dengan menggunakan pelabelan,
jenis cat yang digunakan harus breathable agar tenaga edukasi di Museum A dan B juga
air hujan tidak masuk dan langsung menguap. melakukan kegiatan kepemanduan (guiding) baik
Plesternya juga tidak boleh pakai semen, di pameran tetap, pameran temporer, maupun
campuran plesternya harus di cek dulu di pameran keliling. Dalam kegiatan kepemanduan
laboratorium Borobudur. perlu adanya konsep edukasi yang bersifat

Halaman | 87
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]

partisipatoris, artinya melibatkan pengunjung sekedar menempatkan pengunjung sebagai pihak


sebagai bagian dari pengembangan edukasi pasif yang tidak dilibatkan dalam kegiatan
museum. Konsep ini berbeda dengan konsep pengembangan museum. Berikut adalah deskripsi
tradisional yang hanya bersifat satu arah, yang dari konsep tradisional dan partisipatoris.

Gambar 2. Pendekatan edukasi tradisional dan partisipatori


Sumber: Gultom, 2013

Kegiatan seperti Jelajah Malam Museum, kelompok uji yang akan mencoba tata pamer
Batavia Fair, maupun Pameran Permainan sebelum pameran dibuka untuk publik,
Tradisional yang dilakukan di kedua museum selanjutnya bisa dilakukan Focus Group
menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan Discussion maupun survey terhadap
museum yang partisipatoris dengan menerapkan kelompok uji tersebut
model edukasi active-learning. Pelibatan 3. Tahap co-creation dapat dilakukan dengan
komunitas dan masyarakat merupakan awal dari menyediakan ruang atau media untuk
perwujudan museum sebagai tempat publik yang pengunjung yang ingin menyampaikan saran
berarti menjadikan museum sebagai “rumah maupun kritik yang akan memperkaya
belajar” bagi masyarakat. Ini sesuai dengan museum tersebut. Lebih baik lagi apabila ada
Gultom (2013) yang mengidentifikasi museum area kreativitas untuk pengunjung yang ingin
partisipatoris ke dalam empat hal, yaitu memperkaya museum
contribution, collaboration, co-creation, dan 4. Tahap hosted dapat dilakukan dengan
hosted. Contribution berarti pelibatan memberikan kesempatan yang besar untuk
pengunjung dalam evaluasi program maupun komunitas maupun masyarakat umum yang
kegiatan. Collaboration berarti pelibatan ingin mengadakan kegiatan dan tentu saja
pengunjung dalam menyusun konsep atau berkaitan dengan tujuan museum
rencana kegiatan. Co-creation berarti membuat Bervariasinya kegiatan edukatif yang
kegiatan bersama, dan hosted berarti museum dilakukan di museum, ternyata berdampak pada
menjadi bagian dari ruang publik yang dapat jumlah pengunjung. Di Museum A dan B di hari
mengakomodir kegiatan masyarakat. Konsep ini biasa jumlah pengunjungnya mencapai 2000
kemudian diterjemahkan oleh Gultom (2013) orang per hari. Berdasarkan data jumlah
secara lebih aplikatif, yaitu: pengunjung, mayoritas berasal dari siswa sekolah
1. Pada tahap collaborative, dapat dilakukan dasar dan menengah. Selama ini, Museum telah
dengan pematangan konsep pameran dengan bekerjasama dengan sekolah, misalnya dalam
melakukan studi audiens untuk mengetahui kegiatan Museum Keliling maupun ketika ada
kebutuhan masyarakat lomba cerdas cermat antar siswa. Selain itu,
2. Pada tahap contribution dapat dilakukan ketika dilaksanakan seminar maupun festival,
dengan melibatkan masyarakat sebagai

Halaman | 88
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]

pihak Museum juga memberikan undangan untuk propinsi-yg-partisipatorial pada 17


sekolah-sekolah (Tobing, 2016). Desember 2015.
Jastro, Elymart. (2010). Kajian Perahu
Tradisional Nusantara di Museum Bahari
KESIMPULAN Jakarta Utara. Universitas Indonesia.
Serrell, Beverly. (1996). Exhibits Labels an
Museum memiliki tiga fungsi utama yaitu Interpretative Approach. Oxford: Altamira
Press.
preservasi, edukasi, dan rekreasi. Namun,
Sutaarga, Amir. (1999). Studi Museologia.
mayoritas masyarakat hanya memahami bahwa Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman
museum sebagai tempat menyimpan koleksi. Hal Jakarta, Ditjenbud, Depdikbud.
ini berdampak pada persepsi masyarakat ketika Sutopo, Heribertus. (2006). Metode Penelitian
berkunjung ke museum yang menganggap Kualitatif. Surakarta. Surakarta: UNS Press.
kunjungan mereka hanya untuk melihat koleksi “The Meaning of the Museum”, tersedia pada
museum saja. Persepsi ini tentu saja akan Www.chr.org.uk/Museums/musmeaningdi
ct.htm., diunduh pada 20 Januari 2015
berakibat pada kegagalan museum untuk
Tobing, Julius. (2016). Wawancara, kepala sub
mewujudkan fungsi edukasinya. bagian edukasi Museum.
Munculnya konsep new museum, Utami, Esti. (2016). Wawancara, kepala satuan
membawa paradigma baru untuk pelaksana edukasi dan informasi.
mengembangkan museum, tidak hanya sebagai
tempat menyimpan atau merawat koleksi, tetapi
juga mentransfer informasi dan nilai-nilai yang
terkandung pada benda tersebut agar tidak hanya
sekedar diketahui siswa tetapi dapat
menginspirasi dan menjadi sumber belajar bagi
siswa.
Peran tenaga edukasi sangat penting dalam
mewujudkan visi, misi, dan tujuan museum,
terutama dalam pembelajaran sejarah. Edukator
tidak hanya harus menyampaikan informasi
kepada pengunjung, tetapi harus bisa melibatkan
pengunjung dalam proses penyampaian informasi
tersebut melalui kegiatan-kegiatan yang menarik
melalui pendekatan partisipatori. Dengan
demikian, museum tidak hanya sekedar tempat
melihat benda kuno, tetapi juga menjadi “rumah
belajar” bagi pengunjung.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Permuseuman. (1999). Kecil Tetapi


Indah: Pedoman Pendirian Museum.
Jakarta: Proyek Pembinaan Museum
Jakarta, Ditjenbud, Depdikbud.
Gultom, Annisa M. (2013). Museum Sejarah
Jakarta, Menuju Museum Provinsi DKI
Jakarta “Fatahillah” menuju Museum
Partisipatorial. Diunduh dari
http://www.slideshare.net/annissamgultom/
museum-sejarah-jakarta-menjadi-museum-

Halaman | 89
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]

Halaman | 90

Anda mungkin juga menyukai