2 September 2020
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/artefak/article/view/3472
Abstrak
Museum berperan penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran sejarah. Oleh karena itu,
peningkatan layanan museum sebagai tempat edukasi harus terus dilakukan salah satunya dengan
mengimplementasikan pendekatan partisipatori. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana
implementasi layanan edukasi di museum dengan pendekatan partisipatori. Penelitian menggunakan
metode studi kasus pada museum di bawah otoritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
museum di bawah otoritas Pemerintah Daerah di wilayah DKI Jakarta. Data dikumpulkan dengan
teknik wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Wawancara dilakukan pada pengelola museum
dan pengunjung, observasi dilakukan dengan melakukan kunjungan langsung, dan terakhir melalui
analisis dokumen berupa arsip data pengunjung. Penelitian ini menunjukkan bahwa kedua museum
telah melakukan layanan edukasi dengan memberikan pelabelan pada koleksi, memberikan layanan
kepemanduan, membuat situs daring berisi informasi koleksi tentang museum, mengadakan pameran
dan festival. Implementasi layanan edukasi berbasis pendekatan partisipatori di museum dilakukan
dengan dua cara yaitu mengadakan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada peran aktif pengunjung
dan berkolaborasi dengan komunitas masyarakat untuk mengadakan kegiatan di museum.
Abstract
Museums play an important role in improving the quality of learning history. Therefore,
improving museum services as a place of education must be done, one of which is by implementing a
participatory approach. This study examines how the implementation of educational services in
museums with a participatory approach. The research uses the case study method in the museum under
the authority of the Ministry of Education and museum under the authority of the Regional
Government in the DKI Jakarta area. Data were collected by interview, observation, and document
analysis techniques. Interviews were conducted at museum managers and visitors, observations were
carried out by direct visits, and document analysis was carried out at visitor data archives. This
research shows that both museums have provided educational services by labeling collections,
providing guiding services, creating online sites containing collection information about museums,
holding exhibitions and festivals. The implementation of educational services based on participatory
approaches in museums is done in two ways, namely holding activities that lead to the active role of
visitors and collaborating with the community to hold activities in the museum.
Halaman | 81
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]
Halaman | 82
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]
dan pengamanan koleksi. Konservasi adalah analisis yang bersifat induktif dengan tiga
fungsi wajib museum, karena tanpa adanya langkah utama yaitu reduksi data, sajian data,
koleksi museum adalah bangunan tua yang dan penarikan simpulan.
tidak akan menjadi bagian bermakna bagi
manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan fungsi
konservasi seharusnya adalah kegiatan rutin HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
dan wajib bagi museum. Dalam menjalankan
fungsi rekreatif, kegiatan museum terkait
Hasil Penelitian
dengan kebutuhan bersenang-senang (having
1. Layanan Edukasi di Museum A
fun). Museum sebagai bagian dari tempat
Dalam hierarki organisasi Museum A,
wisata, memiliki kewajiban memberikan
layanan edukasi diselenggarakan oleh seksi
kenyamanan dan kesenangan bagi
layanan edukasi yang berada dalam
pengunjungnya. Untuk itu aspek-aspek
tanggungjawab Bidang Kemitraan dan
estetika dan memperhatikan kebutuhan
Promosi. Karena berada di bawah Bidang
pengunjung menjadi pilar utama dalam
Kemitraan dan Promosi, maka layanan
implementasi aspek rekreatif tersebut.
edukasi tidak lepas dari upaya untuk
menjadikan museum sebagai tempat populer
METODE PENELITIAN di masyarakat. Seksi layanan edukasi bertugas
melakukan pemberian layanan edukasi di
Penelitian ini menggunakan pendekatan bidang benda bernilai budaya berskala
kualitatif dengan metode studi kasus. nasional. Oleh karena itu, bagian ini menjadi
Penelitian dilakukan pada dua museum di pintu utama bagi tersalurnya informasi yang
wilayah Provinsi DKI Jakarta yang ada di museum., berikut adalah strategi yang
berkategori satu museum yang dikelola oleh dilakukan untuk optimalisasi layanan edukasi
pemerintah pusat (museum A) dan satu di Museum A.
museum yang dikelola oleh pemerintah daerah a. Pelabelan, label (teks) adalah
DKI Jakarta (Museum B). Teknik keseluruhan bentuk informasi tertulis
pengumpulan data yang digunakan dalam atau grafis yang ada di museum. Bentuk
penelitian ini adalah wawancara, observasi, penyajian informasi berupa label pada
dan analisis dokumen (Sutopo, 2006). pameran di Museum A berupa Label
Wawancara dalam penelitian ini bersifat judul, Label pengenalan (informasi
terbuka (open-ended) dan mengarah pada awal yang berkaitan dengan tema
kedalaman informasi dan dilakukan tidak koleksi secara keseluruhan), label grup
secara formal/ terstruktur. Wawancara (sesuai rumpun koleksi), label individu
dilakukan kepada pengelola museum, (berisi nama koleksi, tahun pembuatan,
pengunjung, dan Direktorat Permuseuman. dan fungsi atau peranannya).
Observasi dilakukan dengan melakukan b. Pendampingan/guiding, yaitu
pengamatan pada bangunan dan aktivitas di menyediakan jasa pemandu di museum
museum yang berkaitan dengan pelaksanaan bagi pengunjung.
fungsi edukasi. Peneliti mencatat semua c. Pameran
aktivitas dalam field note yang akan menjadi 1) Pameran tetap
bahan dalam proses analisis. Setelah data Konsep pameran di Museum A sudah
terkumpul, selanjutnya divalidasi dengan menggunakan metode didaktik, yaitu
menggunakan teknik triangulasi data dan metode menampilkan sajian yang
triangulasi metode. Data yang sudah valid tertata secara sistematis dan terstruktur.
kemudian dianalisis dengan menggunakan Sajian pameran sudah memiliki alur
Halaman | 83
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]
Halaman | 84
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]
Halaman | 85
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]
Halaman | 86
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]
Dalam rangka mewujudkan tata pamer Pada Museum A dan B tata pamer sudah
yang baik dan menyenangkan bagi pengunjung, menggunakan pelabelan, namun hanya Museum
museum mengadakan renovasi dan menambah A yang sudah menggunakan pelabelan secara
fasilitas museum. Misalnya renovasi yang utuh dan sempurna, yaitu label judul, label grup,
dilakukan oleh Museum B pada tahun 2014-2015, label pengenalan, dan label individu. Sedangkan
yang dilakukan secara berkala untuk untuk Museum B, masing-masing tidak
mempercantik dan merehabilitasi gedung mengaplikasikan label grup dalam tata pamernya.
bersejarah itu yaitu dengan mengecat ulang Meskipun demikian, tidak semua label di
dinding gedung serta mengganti kayu-kayu Museum A dan B sudah sesuai dan layak menjadi
penyangga yang keropos. Renovasi ini bagian dari edukasi. Beberapa label masih sangat
merupakan renovasi besar pertama sejak 41 tahun sederhana dengan sekedar menuliskan nama
terakhir (sejak tahun 1974). Waktu renovasi yang koleksinya tanpa menyertakan fungsi dan
begitu lama, sebenarnya bukan dikarenakan peranannya dalam sebuah peristiwa maupun
pengelola museum yang lalai dengan tugasnya, zaman. Alhasil, tentu saja koleksi tersebut hanya
melainkan prosedur untuk merenovasi dan akan dianggap sebagai benda mati tanpa nilai bagi
memugar bangunan cagar budaya yang memang pengunjung. Label yang seharusnya
cukup sulit. Ini dikarenakan, bangunan Museum dikembangkan adalah label yang disajikan dalam
B merupakan bangunan peninggalan periode pendekatan interpretatif agar koleksi yang
Hindia Belanda yang apabila tidak menggunakan disajikan dapat “berkomunikasi” dengan
material yang tepat, maka akan berakibat pada pengunjung, sehingga tema dan tujuan pameran
rusak dan keroposnya bangunan. Seperti tidak berantakan. Selain itu, label interpretatif
diungkapkan oleh Utami (2016) bahwa untuk harus mengandung alur cerita yang jelas antar
pekerjaan renovasi dan konservasi harus ijin tim koleksi, sehingga tersusun cerita kronologis yang
Sidang Pemugaran. Untuk pemugaran tata pamer akan membantu pengunjung memahami tujuan
sudah diajukan hingga tujuh kali. Ini dikarenakan dari keberadaan pameran tersebut (Serrell, 1996;
kondisi lingkungan yang lembab, sehingga Jastro, 2010).
pemilihan material harus hati-hati. Misalnya, Selain dengan menggunakan pelabelan,
jenis cat yang digunakan harus breathable agar tenaga edukasi di Museum A dan B juga
air hujan tidak masuk dan langsung menguap. melakukan kegiatan kepemanduan (guiding) baik
Plesternya juga tidak boleh pakai semen, di pameran tetap, pameran temporer, maupun
campuran plesternya harus di cek dulu di pameran keliling. Dalam kegiatan kepemanduan
laboratorium Borobudur. perlu adanya konsep edukasi yang bersifat
Halaman | 87
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]
Kegiatan seperti Jelajah Malam Museum, kelompok uji yang akan mencoba tata pamer
Batavia Fair, maupun Pameran Permainan sebelum pameran dibuka untuk publik,
Tradisional yang dilakukan di kedua museum selanjutnya bisa dilakukan Focus Group
menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan Discussion maupun survey terhadap
museum yang partisipatoris dengan menerapkan kelompok uji tersebut
model edukasi active-learning. Pelibatan 3. Tahap co-creation dapat dilakukan dengan
komunitas dan masyarakat merupakan awal dari menyediakan ruang atau media untuk
perwujudan museum sebagai tempat publik yang pengunjung yang ingin menyampaikan saran
berarti menjadikan museum sebagai “rumah maupun kritik yang akan memperkaya
belajar” bagi masyarakat. Ini sesuai dengan museum tersebut. Lebih baik lagi apabila ada
Gultom (2013) yang mengidentifikasi museum area kreativitas untuk pengunjung yang ingin
partisipatoris ke dalam empat hal, yaitu memperkaya museum
contribution, collaboration, co-creation, dan 4. Tahap hosted dapat dilakukan dengan
hosted. Contribution berarti pelibatan memberikan kesempatan yang besar untuk
pengunjung dalam evaluasi program maupun komunitas maupun masyarakat umum yang
kegiatan. Collaboration berarti pelibatan ingin mengadakan kegiatan dan tentu saja
pengunjung dalam menyusun konsep atau berkaitan dengan tujuan museum
rencana kegiatan. Co-creation berarti membuat Bervariasinya kegiatan edukatif yang
kegiatan bersama, dan hosted berarti museum dilakukan di museum, ternyata berdampak pada
menjadi bagian dari ruang publik yang dapat jumlah pengunjung. Di Museum A dan B di hari
mengakomodir kegiatan masyarakat. Konsep ini biasa jumlah pengunjungnya mencapai 2000
kemudian diterjemahkan oleh Gultom (2013) orang per hari. Berdasarkan data jumlah
secara lebih aplikatif, yaitu: pengunjung, mayoritas berasal dari siswa sekolah
1. Pada tahap collaborative, dapat dilakukan dasar dan menengah. Selama ini, Museum telah
dengan pematangan konsep pameran dengan bekerjasama dengan sekolah, misalnya dalam
melakukan studi audiens untuk mengetahui kegiatan Museum Keliling maupun ketika ada
kebutuhan masyarakat lomba cerdas cermat antar siswa. Selain itu,
2. Pada tahap contribution dapat dilakukan ketika dilaksanakan seminar maupun festival,
dengan melibatkan masyarakat sebagai
Halaman | 88
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]
DAFTAR PUSTAKA
Halaman | 89
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [81-90]
Halaman | 90