https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 1/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
Table of contents
1. Pendahuluan
2. Definisi
3. Klasifikasi Rinitis Alergi
4. Diagnosis dan identifikasi alergi
4.1. Pemeriksaan Fisik
4.2. Pemeriksaan Penunjang
4.3. Diferensial diagnosis
4.4. Patogenesis Rinitis Alergi
4.5. Eliminasi Alergen
4.6. Tatalaksana Rinitis Alergi
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 2/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
1. Pendahuluan
Diskusi
Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang banyak dijumpai, tetapi karena tidak bersifat fatal maka sementara ini belum mendapat
perhatian yang serius baik dari penderita maupun petugas kesehatan. Prevalensi rinitis alergi terus meningkat pada dekade terakhir, dan menjadi
masalah kesehatan dunia yang harus mendapat perhatian, terutama di negara-negara berkembang. Prevalensinya antara 10-30% dari populasi
dunia atau terjadi pada lebih dari 400 juta orang di seluruh dunia, angka kejadian rinitis alergi bervariasi di berbagai negara, di Eropa prevalensinya
sekitar 4-32% sedangkan di Amerika Serikat prevalensinya antara 3-19%. Asia Pasifik lebih dari 150 juta orang, India, Pakistan dan negara
sekitarnya lebih dari 100 juta orang, Amerika Tengah dan Selatan lebih dari 75 juta orang. Di kawasan Asia-Pasifik yaitu di negara Australia, China,
Hongkong, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam, prevalensi rinitis alergi rerata berkisar antara 4,2-13,2%.
Data epidemiologik secara nasional belum didapatkan di Indonesia. Angka yang ada biasanya di dasarkan pada kejadian di Rumah sakit atau
dari survey yang tidak cukup menggambarkan kejadian di seluruh masyarakat. Pedoman ini penatalaksanaan RA sebagian besar didasarkan pada
konsep dokumen ARIA ( Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) yang disusun berdasarkan atas inisiatif kelompok kerja WHO. Konsep
semacam guidelines untuk penatalaksanaan rinitis alergi ini disesuaikan dengan kemungkinan fasilitas yang ada di berbagai RS di Indonesia.
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 3/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
2. Definisi
Rinitis alergi adalah reaksi inflamasi dari muosa hidung yang diperantai oleh IgE yang ditandai kongesti/obstruksi hidung, rinorea, gatal hidung dan
atau gatal mata dan atau bersin.
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 4/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
Intermiten
Persisten
Gejala:
Gejala:
< 4 hari per minggu
4 hari per minggu
Atau < 4 minggu
Dan > 4 minggu
Ringan Sedang-Berat
Satu atau lebih gejala
Tidur normal Tidur terganggu
Aktifitas sehari-hari saat olahraga dan saat santai normal Aktifitas sehari-hari, saat olahraga dan saat santai terganggu
Saat bekerja dan sekolah terganggu
Bekerja dan sekolah normal Ada keluhan yang mengganggu
Tidak ada keluhan yang mengganggu
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 5/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 6/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 7/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 8/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
1. Desinfeksi bagian volar lengan bawah yang akan dilakukan tes dengan kapas alcohol 70%.
2. Gambar kotak-kotak dengan spidol yang jumlahnya sesuai dengan jumlah ekstrak alergen yang akan di tes, dengan jarak 2 cm.
3. tambahkan kotak untuk kontrol negatif dan kontrol positif pada setiap tes.
4. Tiap kotak diberi nomor sesuai dengan penomoran jenis ekstrak alergen, selanjutnya kotak tersebut ditetesi dengan ekstrak alergen masing-
masing.
5. Kemudian dilakukan cukit pada masing-masing kotak dengan menggunakan jarum steril no.26 dengan sudut kemiringan ± 45° pada
epidermis.
6. Lakukan pembacaan hasil setelah 15-20 menit dengan mengukur diameter horizontal dan vertikal dari bintul (wheal) yang terjadi.
7. Setelah itu penderita tetap dipantau selama 30 menit setelah dilakukan prosedur untuk melihat ada tidaknya efek samping.
Pembacaan tes kulit
Dengan mengukur diameter bintul vertikal dan horizontal
a. Negatif :<3
mm
Positif :3
atau
>
mm
Perhatikan selama tes kulit : kemungkinan terjadi reaksi alergi sistemik.
Gejala : Nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, pasien mendadak mengeluh lemes, mual, seperti mau pingsan, penderita tampak pucat.
Bila terdapat gejala tersebut penderita lakukan tatalaksana anafilaktik. Jika terdapat gejala tersebut : segera tidurkan penderita tanpa bantal,
periksa tensi dan nadi .Bila ada gejala shock : suntikan epineprin 0.2 cc subkutan/ intramuskular. Amati nadi, tensi dan pernapasan dalam 5 menit.
Jika belum ada perbaikan dapat ulangi epineprin setelah 10 menit diikuti pemberian steroid im, pasang infus dan konsul spesialis anestesi.
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 9/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 10/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 11/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
Gambar 2.11 Mekanisme rinitis alergi
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 12/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 13/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
Cuci hidung menggunakan larutan salin termasuk terapi adjuvan yang efektif dan tidak mahal. Berguna untuk menurunkan mediator inflamasi (
histamin, prostaglandin D2 dan leukotrien C4), membersihkan sekret hidung serta menurunkan gejala hidung. Cuci hidung dengan larutan NaCl
fisiologis/ hipertonik telah diketahui mempunyai efek anti inflamasi dan menurunkan basofil dan sel inflamasi lain. Penggunaan 2 kali sehari
selama 3-6 minggu secara signifikan memperlihatkan perbaikan gejala. Penggunaan larutan NaCl hipertonik 3 kali sehari dapat mengurangi
penggunaan antihistamin
5.2.Terapi Antihistamin
Antihistamin menghambat kerja reseptor H1 dan bekerja sebagai reverse agonist. Golonga obat ini mempunyai efek anti inflamasi melalui
modulasi nuclear factor kapa B (NFkB) dan meredam ekspresi ICAM-1.
Dosis :
Anti Histamin Nama obat
Generasi 1 Dexchlorpheniramine
Chlorpheniramin maleat
Tripolidin
Generasi 2 Cetirizin
Loratadin
Feksofenadin
Levocetirizin
Desloratadin
Bepostatin Besilat
Rupatadin
5.3.Dekongestan hidung
Dekongestan oral berguna untuk vasokonstriksi, namun tidak mempunyai efek anti inflamsi. Obat golongan ini bersifat simpatomimetik sehingga
kontraindikasi bagi penderita hipertensi. Efek samping yang dapat ditimbulkan palpitasi, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala, membran mukosa
kering, retens urin, eksaserbasi glaukoma.
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 14/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
Dekongestan intranasal merupakan dekongestan topikal, mempunyai efek yang sama dengan oral tetapi kemampuan lenih rendah. Termasuk
dalam golongan ini oksimetazolin. Obat ini tidak boleh diberikan lebih dari 10 hari karena akan menimbulkan terjadi rinitis medika mentosa.
5.4 Kombinasi antihistamin dan dekongestan oral
Kombinasi kedua obat ini dimaksud untuk mengatasi obstruksi hidung yang tidak
dipengaruhi oleh antihistamin.
Tetapi harus diingat bahwa :
- Farmakokinetik kedua obat ini tidak sama dan biasanya diberikan BID.
- Sedikit trial klinik yang menunjukan kelebihannya dibanding dengan pemakaian antihistamin saja.
- Kombinasi antihistamin sedatif dengan dekongestan oral, efek sedasinya tidak berkurang karena stimulasi vasokonstriktor.
5.5 Glukokortikoid topikal
Pemakaian glukokortikoid digunakan untuk menekan reaksi alergi mulai dari sensitisasi, fase cepat dan fase lambat. Sediaan topikal mempunyai
efek anti-inflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptornya dengan risiko efek sistemik yang minimal.
Beberapa sediaan glukokortikoid topikal :
- Budesonide
- Triamcinolone acetonide
- Fluticasone furoat
- Mometasone furoat
Efek samping :
Preparat glukokortikoid topikal dapat dipakai dalam waktu lama tanpa atrofi mukosa. Efek yang dilaporkan : rasa kering, terbentuk krusta,
epistaksis ringan,
5.6. Golongan kromolin
Yang dipakai pada rinitis alergi adalah disodium kromoglikat dan sodium nedocromil. Efeknya adalah menstabilkan sel mast dari proses
degranulasi/ pelepasan mediator. Efeknya terhadap gejala bersin, rinore lebih baik dari pada terhadap hidung tersumbat.
- Meskipun efektif kromolin pada rinitis alergi kurang dibanding anti H1.
- Pada anak dan wanita hamil, kromolin dapat dianjurkan pemakaiannya karena sangat aman.
Namun kesulitannnya, penggunaan obat 4 kali sehari membuat kepatuhan pasien tidak dapat diandalkan.
5.7. Anti Leukotrien
Golongan obat ini menekan sisteinil leukotrien yang merupakan mediator utama penyebab obstruksi hidung. Termasuk golongan obat ini
zafirlucast, montelucast.
6.Imunoterapi
Imunoterapi spesifik (ITS) adalah suatu pemberian alergen spesifik yang berulang teratur dengan dosis meningkat secara bertahap kepada pasien
dengan hipersensitifitas tipe 1, dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap timbulnya gejala alergi dan reaksi inflamasi akibat paparan
alergen. ITS mempunyai keuntungan jangka panjang dapat bertahan sampai 3 tahun setelah selesai pemberian imunoterapi.
ITS dapat dilakukan dengan cara berdasarkan hasil tes kulit tusuk atau berdasarkan skin endpoint titration test. Pemberian imunoterapi
berdasarkan tes kulit tusuk dikenal sebagai metode konvensional. Ditinjau dari jenis alergen ITS dapat dilakukan alergen tunggal (rekomendasi
AAAAI) dan menggunakan alergen multipel. Pemilihan alergen untuk ITS dilakukan berdasarkan hasil tes kulit atau tes alergi in vitro dengan
mempertimbangkan alergen dominan dengan hasil positif.
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 15/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
Pasien yang menjadi kandidat ITS adalah pasien rinitis alergi dengan tingkat hipersensitifitas berdasarkan tes kulit tusuk +3 atau lebih dan dengan
hasil endpoint tertentu dari tes kulit intradermal. Pasien tersebut tidak ingin minum obat antihistamin atau tidak nyaman dengan efek samping
obat antihistamin atau tidak menunjukan respon yang adekuat terhadap terapi medikamentosa dan menghindari alergen. Indikasi tambahan dari
imunoterapi ialah dermatitis atopik dan pada alergi bisa ular yang mempunyai reaksi lokal yang besar.
Cara pemberian ITS suntikan ada beberapa cara yaitu konvensional, cara cepat (rush), cara cluster (mirip rush) dan modifikasinya. Jadwal
penyuntikan terdiri dari 2 fase yaitu fase inisial (eskalasi) dimana dosis vaksin alergen diberikan secara bertahap sampai mencapai dosis maksimal
dengan interval waktu dua kali seminggu, dan fase pemeliharaan yaitu dosis maksimal dilanjutkan sampai jangka waktu 6 bulan sekali sampai
kurang lebih tiga tahun. Selain dengan pemberian dosis yang meningkat secara bertahap, untuk mengurangi kemungkinan terjadinya efek
samping sistemik maka ITS tidak dianjurkan pada penderita yang mempunyai resiko tinggi seperti umur lebih dari 50 tahun, fungsi paru <70% dan
riwayat asma berat serta mendapat terapi beta blocker.
Risiko reaksi sistemik pada imunoterapi sangat kecil namun bila terjadi syok anafilaktik perlu penanganan yang segera supaya tidak terjadi reaksi
yang lebih buruk. Setelah imunoterapi, setidaknya pasien harus berada di klinik selama 30 menit untuk observasi bila terjadi reaksi sistemik,
karena sebagian besar reaksi sistemik tejadi dalam 30 menit setelah imunoterapi. Pada pasien yang mengalami asma, imunoterapi tidak
direkomendasikan imunoterapi kecuali telah stabil penyakit asmanya. Pada pasien asma dapat meningkatkan resiko reaksi sistemik yang dapat
lebih fatal terjadi.
Saat ini imunoterapi subkutan dan imunoterapi sublingual menjadi pilihan rute pemberian. Imunoterapi subkutan diberikan secara suntikan
subkutan dengan menggunakan suntikan, alergen yang digunakan berupa cairan ekstrak alergen cair, sedangkan metode sublingual dilakukan
dengan cara meletakan atau menghisap tablet di bawah lidah. Metode subkutan cenderung memberikan perbaikan klinis yang lebih baik. Namun
metode sublingual mempunyai keuntungan kepada pasien karena dapat dilakukan di rumah sesuai anjuran dosis yang diberikan, sedangkan
metode subkutan harus dilakukan di tempat klinik atau rumah sakit.
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 16/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
Mekanisme imunoterapi spesifik secara molekuler dan seluler dapat terjadi dalam beberapa mekanisme. Aktivitas mastosit dan basofil menurun
pada fase awal yaitu beberapa jam setelah imunterapi pertama dilakukan sehingga mengurangi risiko reaksi anafilaksis. Pembentukan sel T
regulator dan sel B regulator yang meningkat dan penurunan sel T efektor. Mekanisme yang ketiga adalah regulasi antibodi terutama penurunan
jumlah IgE dan meningkatnya kadar IgG4. Mekanisme yang keempat terjadi setelah beberapa bulan imunoterapi, ialah penurunan jumlah mastosit
dan eosinofil di jaringan serta penurunan produksi mediator-mediatornya.
Pada penelitian lain disebutkan bahwa sel limfosit T regulator Foxp3+CD4+CD25+ berkontribusi pada kontrol respon imun spesifik alergen tertentu
dalam beberapa cara yaitu penekanan sel dendritik yang menghasilkan sel T efektor, inhibisi produksi sel TH2 beserta efektornya,
penurunan alergen-IgE spesifik dan induksi IgG4, IgA, atau keduanya, penurunan mastosit, basofil, dan eosinofil, dan penurunan migrasi sel
T efektor ke jaringan.
Imunoterapi alergen spesifik
Indikasi :
1. IT hanya diberikan kepada penderita RA yang mempunyai hasil tes kulit positip dan alergen yang positip secara klinis ada hubungannya
dengan timbulnya gejala RA.
2. IT diberikan pada penderita RA persisten sedang sampai berat yang tidak puas/ berhasil dengan pengobatan medika mentosa.
3. IT diberikan pada penderita yang bersedia berobat dengan teratur dan waktu lama.
4. Penderita yang setuju dengan IT ( informed consent).
Prosedur Pemberian IT.
1. Metoda suntikan (sub kutan)
2. Dosis dinaikan bertahap setiap minggu / 2X seminggu yang tiap kali naik 0,1cc, sampai dosis maksimal bisa diterima (1 cc), atau dosis
maksimal yang dapat diterima
3. Extrak yang dipilih sesuai hasil tes kulit ( yang hasil baik terhadap mite/ house dust mite).
4. Jika sudah tercapai dosis optimum/ maksimum dilajutkan dengan dosis maintenance 1 minggu sekali sampai gejala klinis membaik dan
stabil atau 10 X. Dilanjutakan dengan 2minggu sekali . Jika tetap stabil sampai 5X dilanjutkan dengan 1 bulan sekali sampai total waktu
pengobatan 2- 3 tahun .
5. Perhatikan waktu suntikan : kemungkinan terjadi reaksi sistemik saperti waktu tes kulit. Kemungkinan lebih besar terutama saat menaikan
dosis. Jika terjadi reaksi diatasi seperti pada tes kulit. Jika terjadi reaksi sistemik maka dosis suntikan selanjutnya diturunkan dan ditetapkan
sebagai dosis maksimal.
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 17/18
18/03/2021 2. Rinitis Alergi + VIDEO
6. Reaksi sistemik yang paling sering terjadi antara 10-20 menit setelah suntik sehingga penderita tidak diperkenankan langsun g pulang
setelah IT.
7. Selama IT diperbolehkan memberikan obat simptomatik jika perlu. Yang perlu dihindari adalah steroid sistyemik yang lama (lebih dari 1
minggu).
Imunoterapi hanya boleh dilakukan jika :
1. Jelas disebabkan oleh adanya IgE ( tes kulit atau IgE spesifik)
2. Bila jelas ada hubungan klinis antara hasil tes kulit dan timbulnya gejala
3. Oleh/ atas tanggungjawab dokter karena adanya resiko reaksi anafilaksi.
4. Berat dan lamanya keluhan ( ukuran obyektif seperti gangguan sekolah/ kerja) perhatikan fungsi paru: penderita asma berat tidak
dianjurkan. Untuk pend asaa harus ada monitoring fungsi paru.
5. Bila respon terhadap pengobatan lain ( farmakoterapi) tidak memuaskan pend.
6. Tersedia vaksin/allergen yang terstandarisasi dan berkualitas.
7. Kontraindikasi relatif : menggunakan beta bloker, terdapat penyakit imunologis,
penderita yang tidak dapat taat berobat
8. Faktor sosial : biaya, pekerjaan penderita
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=27 18/18