Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMEN KASUS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA

KLIEN RISIKO PERILAKU KEKERASAN


DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY DAN
JOHNSON’SBEHAVIORAL SYSTEM MODEL UNIT INTENSIVE
RS MM DI BOGOR

Riris Ocktryna Silitonga1, Achir Yani S. Hamid 2, Yossie Susanti Eka Putri3

Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jakarta10430, Indonesia
riris_psikiatri2007@yahoo.com
ririsqueen@gmail.com

ABSTRAK

Klien berperilaku kekerasan menunjukkan ketidakmampuan dalam beradaptasi secara kognitif dan emosi
konstruktif. Tujuan penulisan menggambarkan penatalaksanaan asuhan keperawatan dengan pendekatan
Model Adaptasi Roy dan Johnson’s Behavioural System Model klien risiko perilaku kekerasan. Intervensi
keperawatan yang dilakukan adalah assertive training pada 15 klien dan cognitive behaviour therapy
pada 24 klien. Hasil assertive training dan cognitive behaviour therapy dapat menurunkan tanda dan
gejala perilaku kekerasan dan peningkatan kemampuan koping adaptif dalam menghadapi peristiwa yang
menimbulkan perilaku kekerasan. Rekomendasi penerapan Model Adaptasi Roy dan Johnson’s
Behavioural System Model dengan intervensi keperawatan assertive training dan cognitive behaviour
therapy dapat menurunkan gejala perilaku kekerasan.

ABSTRACT

People with tendency to act aggressively shown that they used destructive coping strategies to express
their anger. Aim of this paper was to describe the application of Model Adaptasi Roy and Johnson’s
Behavioural System Model, focusing on aggresive behavior. Assertive training intervention that provided
to 15 clients and cognitive behaviour therapy were that provided to 24 clients. Result of this study shown
that sign and symptoms of aggressive behaviour were decreased and increased of client's ability to
express their emotion in contructive way. Recommended the Model Adaptasi Roy and Johnson’s
Behavioural System Model with assertive training and cognitive behaviour therapy were to derecrease
aggresive behaviour.

Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa Klien Risiko Perilaku Kekerasan dengan 129
Pendekatan Model Adaptasi Roy Dan Johnson’sbehavioral System Model Unit Intensive
RS MM di Bogor
Riris Ocktryna Silitonga, Achir Yani S. Hamid, Yossie Susanti Eka Putri
PENDAHULUAN sebagai pelaku, korban, atau saksi lebih
banyak yaitu 62,5% dari 72 responden yang
WHO (2009) memperkirakan 450 juta diteliti Wahyuningsih, D. Keliat, B A ,
orang di seluruh dunia mengalami Hastono SP.(2009). Penelitian yang
gangguan mental, sekitar 10% orang dilakukan oleh Pasaribu, Hamid,
dewasa mengalami gangguan jiwa dan 25% Mustikasari (2013) pasien resiko perilaku
penduduk diperkirakan akan mengalami kekerasan didiagnosis dengan skizofrenia
gangguan jiwa pada usia tertentu selama paranoid sebesar 53,84% dari 13 responden.
hidupnya. Gangguan jiwa mencapai 13% Simptom dari suatu skizoprenia dibagi
dari penyakit secara keseluruhan dan dalam 5 dimensi yaitu simptom positif,
kemungkinan akan berkembang menjadi simptom negatif, simptom kognitif,
25% di tahun 2030. National Institute of simptom agresif dan hostilitas serta
Mental Health (NIMH) berdasarkan hasil simptom depresi dan anxious (Shives,
sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2005; Sinaga, 2007). Gejala positif
2004, memperkirakan 26,2% penduduk menggambarkan fungsi normal yang
yang berusia 18 tahun atau lebih mengalami berlebihan dan khas yang meliputi waham,
gangguan jiwa (NIMH, 2011). Hasil Riset halusinasi, disorganisasi pembicaraan dan
Kesehatan Dasar (Riskesda 2007) yang perilaku seperti katatonia atau agitasi/
dilakukan oleh Badan Penelitian kegelisahan. Simptom agresif dan hostile
Pengembangan Kesehatan Departemen menekankan pada masalah pengendalian
Kesehatan, menunjukan gangguan jiwa impuls. Hostile bisa berupa penyerangan
berat 0,46%, gangguan jiwa ringan 11,60% secara fisik atau verbal terhadap orang lain
dan sehat jiwa 87,94%. Hasil Riset termasuk juga didalamnya perilaku
Kesehatan Dasar (Riskesda 2013) di mencederai diri sendiri (suicide), merusak
dapatkan data gangguan jiwa berat 0,17%, barang orang lain atau seksual acting out.
dan gangguan mental emosionan 6%. Simptom depresi dan anxious seringkali
Gangguan jiwa merupakan sindrom didapatkan bersamaan denga simptom lain
perilaku yang secara klinik bermakna atau seperti mood yang mengalami depresi,
adanya sindrom psikologis atau pola yang mood dengan kecemasan, adanya rasa
dihubungkan dengan terjadinya distress bersalah (guilt), tension, irritabilitas atau
pada seseorang atau adanya kecemasan. Berdasarkan pemaparan
ketidakmampuan atau secara signifikan simptom diatas pada klien skizoprenia
terjadi peningkatan resiko untuk kematian, terlihat banyak masalah yang dapat muncul
sakit, ketidakmampuan atau kehilangan rasa seperti perilaku penyerangan terhadap
bebas (DSM IV-TR, 2000 dalam orang lain, perilaku mencederai diri sendiri
Townsend,2009). Klien dengan skizofrenia dan orang lain, adanya halusinasi, harga diri
menunjukan perilaku maladaptif seperti rendah dan perasaan bersalah, adanya
penampilan yang buruk, berkurangnya depresi, serta waham. Berdasarkan hal
kemampuan untuk bekerja, perilaku tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa
stereotip, agitasi, agresif, dan negativism. pada pasien skizoprenia banyak ditemukan
Pikiran negatif pada klien skizofrenia kasus dengan masalah keperawatan resiko
timbul karena adanya kesulitan dalam perilaku kekerasan. Klien dengan
berpikir jernih dan logis, sering kali sulit skizoprenia diagnosa keperawatan primer
konsentrasi sehingga perhatian mudah yang dapat muncul menurut NANDA 2012
beralih dan berlanjut membuat klien dapat berupa resiko perilaku kekerasan,
menjadi gaduh gelisah (Stuart, 2013). Data gangguan sensori persepsi: halusinasi,
statistik direktorat kesehatan jiwa harga diri rendah kronik, gangguan proses
menunjukan bahwa klien gangguan jiwa pikir: waham dan yang lain (Stuart, 2013).
terbesar yaitu skizofrenia sebesar 70% Angka kejadian perilaku kekerasan pada
(Dep.Kes, 2003). Jumlah klien skizofrenia klien yang masuk ruang emergency sebesar
dengan perilaku kekerasan berdasarkan 25-50% dari jumlah pasien yang datang ke
riwayat kekerasan didapatkan bahwa klien ruang emergency (Gacki-Smit et al, 2009
yang memiliki riwayat kekerasan baik dalam Stuart, 2013).. Perilaku kekerasan

130 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 2, No. 2, November 2014; 129-137


merupakan respon maladaptif dari marah. terapi perilaku kognitif/ cognitive
Marah adalah perasaan jengkel atau behavioural therapy (CBT), dan rational
perasaan yang tidak menyenangkan yang emotional behaviour therapy (REBT).
merupakan bagian dalam kehidupan sehari- Pelaksanaan CBT pada klien skizofrenia
hari (Stuart& Laraia, 2005, Stuart, 2013). dengan perilaku kekerasan menunjukan
Marah merupakan perasaan jengkel yang adanya perubahan cara berpikir yang positif
timbul sebagai respon terhadap dan perilaku yang lebih adaptif (Fauziah,
kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi Hamid, Nuraini , 2009). Pemberian CBT
yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart, dan REBT yang dilakukan oleh beberapa
2013) dan perilaku kekerasan adalah respon peneliti seperti Hidayat, E Keliat,B.K,
maladaptif dari marah, hasil dari kemarahan Wardani (2011), Lelono SK, Keliat BA,
yang ekstrem (panik). Besral (2011) dan Sudiatmika IK, Keliat
Penelitian yang dilakukan oleh BA, Wardani IY, (2011) meunjukkan
Wahyuningsih, D. Keliat, B A , Hastono SP peningkatan secara bermakna kemampuan
(2009) dimana perilaku kekerasan klien dalam mengatasi masalah dan terjadi
merupakan penyebab utama klien dibawa penurunan tanda dan gejala marah klien
ke rumah sakit yaitu 68%. Hasil perilaku kekerasan.
pelaksanaan praktik selama Residensi 3 Penanganan pada klien dengan masalah
penulis mendapatkan dari 39 pasien 100% perilaku kekerasan dilakukan secara
pasien dibawa ke rumah sakit karena pasien terintegrasi dengan menggunakan
melakukan perilaku kekerasan yang pendekatan model Johnson’s Behavioral
ditujukan kepada diri pasien sendiri, orang System Model. Model ini menitikberatkan
lain dan lingkungan. pada peran perawat sebagai regulator
Townsend (2009) menjelaskan bahwa eksternal dan pengawasan terhadap respon
dengan meniru atau mengadaptasi perilaku klien (Johnson, 1980, 1990 dalam Parker &
kekerasan (modeling) menjadi penyebab Smith, 2010). Pada model Johnson’s
seseorang melakukan perilaku kekerasan. Behavioral System Model manusia sebagai
Individu yang sering terpapar perilaku sebuah sistem perilaku, dimana
kekerasan, baik sebagai korban kekerasan keseimbangan sistem perilaku akan
ataupun pengamat perilaku kekerasan mengakibatkan kondisi sehat, sebaliknya
dalam keluarga membuat individu tersebut jika terdapat gangguan pada keseimbangan
belajar bahwa penggunaan kekerasan sistem perilaku akan mengakibatkan
merupakan salah satu cara untuk mengatasi kondisi sakit. Menurut Johnson (1980
masalah (Stuart, 2013). Menurut teori dalam Alligood & Tomey, 2010), individu
pembelajaran sosial Riyadi dan Purwanto dianggap sebagai sebuah sistem perilaku,
(2009), bahwa perilaku kekerasan yang berarti bahwa seseorang/ individu
merupakan proses sosialisasi sebagai hasil ditentukan oleh perbuatan dan perilaku.
dari pembelajaran internal dan ektenal. Individu sebagai sistem perilaku terdiri atas
Proses pembelajaran eksternal terjadi ketika beberapa subsistem yang saling
individu mengamati perilaku kekerasan berhubungan. Setiap subsistem memiliki
seseorang yang menjadi role model seperti tujuan/ fokus masing-masing, saling
orang tua, rekan, saudara, olahragawan, dan berkaitan/ berhubungan satu sama lain
entertainment figur (Stuart, 2013). untuk membentuk suatu perilaku. Klien
Adaptasi menurut Roy (Roy, 2008 dalam yang mengalami perilaku kekerasan
Philips,2010) merupakan suatu proses dan mengalami gangguan keseimbangan
hasil berpikir dan perasaan seseorang perilaku, ketidakseimbangan sistem yang
sebagai individu atau dalam kelompok mengakibatkan munculnya gangguan
dengan menggunakan kesadaran dan pilihan tersebut harus diselesaikan dengan
untuk membuat integrasi manusia dan pendekatan yang sesuai.
lingkungan.

Tindakan keperawatan lainnya adalah


terapi relaksasi progresif, terapi perilaku,

Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa Klien Risiko Perilaku Kekerasan dengan 131
Pendekatan Model Adaptasi Roy Dan Johnson’sbehavioral System Model Unit Intensive
RS MM di Bogor
Riris Ocktryna Silitonga, Achir Yani S. Hamid, Yossie Susanti Eka Putri
HASIL Pasaribu, Hamid, Mustikasari (2013)
sebesar 69,23% dan juga Hastuti Hamid,
Usia tersebut merupakan usia tugas Mustikasari (2013) 53, 3%. Penelitian lain
perkembangan dewasa dimana menurut juga dijelaskan bahwa angka kejadian
Erikson, 2000 dalam Stuart (2013) klien perilaku kekerasan pada klien dengan
mempunyai tugas perkembangan skizorenia didapatkan pada klien yang
mempertahankan hubungan saling belum menikah (Bobes, Fillat, Arango
ketergantungan, memilih pekerjaan, (2009); Belli dan Ural, 2012).
memilih karir, melangsungkan perkawinan, Onset atau lamaya gangguan jiwa yang
dan klien juga mendapatkan tuntutan dari dialami oleh klien dengan resiko perilaku
lingkungan (keluarga, kelompok) terkait kekerasan paling banyak adalah > 5 tahun
dengan tugas perkembangan yang diemban. sebesar 48,71%. Hal ini menjelaskan
Masa dewasa merupakan masa kematangan bahwa klien sudah mengalami gangguan
dari aspek kognitif, emosi, dan perilaku jiwa dengan perilaku kekerasan lebih dari 5
seseorang, kegagalan dalam mencapai tahun dan kondisi ini tentunya akan
tingkat kematangan tersebut maka individu memperberat kondisi klien. Lamanya klien
akan sulit memenuhi tuntutan mengalami gangguan jiwa juga akan
perkembangan pada usia tersebut dan dapat mendapat stigma dari keluarga ataupun
berdampak terjadinya gangguan jiwa. masyarakat dan akibat stigma ini membuat
Tingkat pendidikan pada sebagian pada evaluasi diri klien terhadap dirinya menjadi
klien resiko perilaku kekerasan di ruang negatif (Cristine at al., 2003). Didapatkan
Kresna adalah pendidikan menengah lebih hasil bahwa klien dengan resiko perilaku
banyak yaitu 19 orang (48,72%) yaitu 19 kerasan memiliki frekuensi rata-rata dirawat
orang (48,72%) dibanding dengan adalah 2-5 x sebanyak 29 klien (74,56%).
pendidikan rendah dan tinggi. Menurut Fryor et al,; 2003 dalam Stuart
Hasil ini juga dapat membantu dalam (2009) menjelaskan petugas secara sengaja
pemberian asuhan keperawatan terhadap atau tidak sengaja karena perilakunya juga
klien dan pemberian terapi baik generalis dapat berpotensi sebagai pencetus perilaku
maupun spesialis Assertive Training (AT) kekerasan pada klien.
dan Cognitive Behaviour Therapy (CBT).
Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa Faktor predisposisi yang didapatkan pada
dalam jangka pendek (immediate impact) klien dengan resiko perilaku kekerasan di
pendidikan akan menghasilkan perubahan Ruang Kresna untuk faktor biologi
atau peningkatan pengetahuan individu. didapatkan sebagian besar adalah faktor
Sebagian besar klien tidak bekerja sebanyak genetik yaitu 51,28%. Hasil ini hampir
31 orang (79,49%) hal ini menunjukan sama dengan penelitian yang dilakukan
bahwa klien perilaku kekerasan tidak oleh Pasaribu Hamid, Mustikasari (2013)
memepunyai penghasilan sehingga status yang dilakukan di ruang Gatot kaca RSMM
sosial ekonomi juga rendah. Hal ini senada yaitu 57,14% pada klien dengan resiko
dengan yang dipaparkan oleh Townsend perilaku kekerasan. Menurut Sadock dan
(2009) yang menjelaskan bahwa tingkat Sadock (2007) menjelaskan bahwa kembar
sosial ekonomi rendah merupakan salah monozigot memiliki kecenderungan 4-5
satu faktor sosial yang menyebabkan kali mengalami gangguan jiwa dibanding
tingginya angka gangguan jiwa termasuk kembar dizigot dan memiliki peluang 50
skizofrenia. Perilaku kekerasan dipengaruhi kali mengalami gangguan jiwa dibanding
karena klien tidak memiliki pekerjaan populasi. Hal ini diperkuat oleh Townsend
(Keliat, 2003). (2009), yang memaparkan bahwa faktor
genetik ditemukan pada individu yang
Status perkawinan klien resiko perilaku memiliki keluarga yang anggota
kekerasan yang dirawat paling besar adalah keluarganya dengan gangguan jiwa.
belum menikah yaitu sebesar 28 orang
(71,80%). Hasil ini hampir sama dengan Hasil pengkajian predisposisi faktor
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh psikologis didapatakan bahwa 76,92 %

132 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 2, No. 2, November 2014; 129-137


klien dikarenakan masalah yang punya pasangan, ingin mempunyai
berhubungan dengan konsep diri klien. pekerjaan, ingin mempunyai motor dan juga
Kemarahan dapat terjadi ketika individu ingin mempunyai HP. Kegagalan dalam
mengalami frustasi, terluka, atau ketakutan mencapai keinginan- keinginan tersebut
dan jika individu mengalami kesulitan membuat klien merasa kecewa sehingga
dalam mengekspresikan kemarahan maka muncul perilaku kekerasan.
ini sring dikatkan denga gangguan jiwa
(Koh, Kim & Park, 2002 dalam Videback, Klien resiko perilaku kekerasan yang
2008). dirawat diruang Kresna waktu terpaparnya
dengan stressor < 1 tahun adalah sebesar
Hasil pengkajian predisposisi untuk faktor 56,41 %. Stuart (2013) menjelaskan waktu
sosial budaya didapatkan sebesar 79,48% atau lamanya stressor terkait dengan sejak
adalah masalah ekonomi. Hasil ini sama kapan, sudah berapa lama serta sudah
dengan penelitia yang dilakukan oleh berapa kali kejadiannya.
Pasaribu, Hamid, Mustikasari (2013) dan Klien dengan resiko perilaku kekerasan
Hastuti, Hamid, Mustikasari dimana respon kognitif yang paling banyak 100%
kondisi ekonomi menjadi predisposisi dari adalah tidak mampu mengontrol perilaku
faktor sosial budaya terjadinya perilaku kekerasannya dan juga ingin memukul
kekerasan. Stuart (2013) menjelaskan seseorang. Penderita skizofrenia terdapat
bahwa status ekonomi merupakan salah penurunan fungsi kognitif dan yang sering
satu faktor pendukung klien dalam ditemukan adalah gangguan memori dan
mengatasi masalah. Hal ini didukung oleh fungsi eksekutif lainnya (Sinaga, 2007).
Townsend (2009) yang menyatakan bahwa
status sosio ekonomi yang rendah lebih Respon afektif pada klien dengan resiko
banyak mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan yang nampak pada klien
dibandingkan tingkat sosioekonomi tinggi. yakni afek labil marah, kesal, kecewa dan
jengkal masing-masing sebesar 100%.
Hasil pengkajian presipitasi pada 39 klien Sinaga (2007) menjelaskan bahwa respon
diruang Kresna pada faktor biologi afektif berhubungan dengan rendahnya
didapatkan 74,35 % mengalami putus obat. metabolisme glukosa di area brodman 22
Penelitian sebelumnya Pasaribu, Hamid, (korteks bahasa, asosiatif, sensori). respon
Mustikasari (2013) dan Hastuti, Hamid, fisiologis yang paling sering ditimbulkan
Mustikasari (2013) juga didapatkan hal adalah muka merah dan wajah tegang.
yang sama yaitu klien mengalami perilaku
kekerasan karena putus obat. Klien Respon perilaku klien klien dengan resiko
mengalami putus obat disebabkan oleh perilaku kekerasan yang dapat dilihat
beberapa hal seperti klien merasa sudah adalah respon agresif dan bermusuhan
sembuh, adanya rasa jenuh, adanya masing-masing 100%. Respon sosial yang
kebosanan atau klien merasa ngantuk jika dimunculkan oleh klien dengan resiko
minum obat. Putus obat merupakan perilaku kekerasan adalah paling banyak
penyebab utama relaps klien skizoprenaia adalah bicara kasar, menjerit/berteiak dan
dimana klien berhenti mengkonsumsi mengancam secara verbal sebesar 100%.
antipsikotik (Muller, 2004). Varcarolis Klien skizoprenaia mengalami simptom
(2009) juga memaparkan bahwa pemicu agresif dan hostilitas atau bermusuhan
klien menghentikan pengobatan secara karena klien mengalami masalah dalam
sepihak karena klien merasa tidak nyaman hal pengendalian impuls. Hostilitas yang
dan tidak dapat bertoleransi terhadap efek muncul pada klien ini berupa penyerangan
samping dari obat yang dikonsumsinya. baik fisik maupun verbal dan ditujukan
pada dirinya sendiri, orang lain dan juga
Secara psikologis pada faktor presiptasi lingkungannya seperti merusak alat rumah
adalah adanya keinginan yang tidak tangga (Sinaga, 2007). Berdasarkan dari
terpenuhi sebesar 92,30 %. Keingina tidak penilaian klie resiko perilaku kekerasan
terpenuhi disini adalah ingin menikah, ingin terhadap stressor menunjukan 100% kilien

Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa Klien Risiko Perilaku Kekerasan dengan 133
Pendekatan Model Adaptasi Roy Dan Johnson’sbehavioral System Model Unit Intensive
RS MM di Bogor
Riris Ocktryna Silitonga, Achir Yani S. Hamid, Yossie Susanti Eka Putri
dalam kondiri agresif dan bermusuhan ini dijalaninya, klien yakin untuk sembuh dan
terjadi karena klien dalam kondisi akut dan mampu mengatasi masalahnya dan klien
klien belum menggunakan mekanisme juga yakin akan pelayanan tenaga kesehatan
koping yang adaptif dalam menghadapi di rumah sakit khususnya di ruag Kresna.
masalahnya.
Hasil yang didapat pada klien yang dirawat
Kemampuan personal pada klien dengan di Kresna di dapatkan mekanisme koping
resiko perilaku kekerasan adalah didapatkan yang digunakan paling banyak adalah diam
sebanyak 82,05% klien tidak tahu cara /memendam masalah sebesar 87,17%.
mengatasi resiko perilaku kekerasan. Tidak Stuart (2013) menjelaskan bahwa
tahu dalam hal ini dapat terjadi memang mekanisme koping dipakai untuk
klien belum mengetahui cara mengatasi melindungi diri dan sebagai upaya dalam
resiko perilaku kekerasan yang dialaminya mengatasi stressor yang datang. Klien yang
atau pada klien yang sudah dirawat lebih dirawat di ruang Kresna dengan resiko
dari satu kali klien mungkin sudah tahu cara perilaku kekerasan dalam menghadapi
menagtasi resiko perilaku kekerasan tetapi stressor menggunakan mekanisme koping
klien lupa untuk memggunakannya atau yang berfokus pada emosi dan kognitif
klien tidak mampu lagi untuk mengunakan dalam menyelesaikan masalahnya.
kemampuan yang sudah dimiliki
sebelumnya. Mekanisme koping pada model adaptasi
Roy ada dua bentuk mekanisme koping,
Dukungan sosial pada klien dengan resiko yaitu regulator dan kognator (Roy, 2009).
perilaku kekerasan didapatkan hasil adanya Mekanisme koping regulator adalah
dukungan keluarga tetapi kelurga tidak mekanisme koping yang berespon terhadap
mampu merawat klien sebesar 71,80%. system saraf, kimiawi, dan endokrin
Keluarga seharusnya menjadi tempat atau (Tomey & Alligood, 2006) dan lebih
lembaga pengasuhan (care giver) yang cenderung untuk masalah fisik atau
paling dapat memberi kasih sayang, efektif, mekanisme tubuh. Klien dengan resiko
dan ekonomis (Stuart, 2013). Klien dengan perilaku kekerasan mekanisme koping
resiko perilaku kekerasan dalam kondisi regulator yang digunakan adalah adanya
akut sering melakukan penyerangan atau terjadinya reaksi tubuh akibat klien
mengancam anggota keluarga sehingga mengalami putus obat atau dalam kondisi
keluarga pun menagalami kondisi yang putus obat klien akan menjadi gelisah, jalan
panik dan tidak tahu lagi yang harus mondar-mandir, mudah tersinggung tidak
dilakukan pada klien. dapat tidur, dan mengalami penurun dalam
persepsi dan proses pikir.
Ketersediaan aset pada klien resiko perilaku
kekerasan didapatkan hasil sebesar 95% Didapatkan pada klien yang dirawat di
klien adalah peserta jaminan kesehatan Kresna dengan resiko perilaku kekerasan
(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah dengan diagnosa medis skizoprenia
BPJS. Dalam model stress adaptasi Stuart paranoid sebesar 64,10%. Diagnosis yang
(2013) menjelaskan bahwa material asset sering ditegakkan dalam skizofrenia adalah
sebagai salah satu sumber koping. skizofrenia paranoid, gambaran klinis
Ketersediaan aset ekonomi sangat skizofrenia paranoid ini penuh dengan
mendukung klien dalam mendapatkan curiga, kasar, pada umumnya bersama
pengobatan yang baik. Memiliki BPJS halusinasi terutama halusinasi pendengaran,
membantu klien dalam biaya perawatan dan gangguan persepsi, gangguan afek, serta
pengobatan selama klien dirawat dan gangguan pada keinginan/minat
berobat jalan di RS telah terbukti sangat (International Clasification of Diseases
membantu klien dan keluarga. Keyakinan (ICD-X) dalam Pardede, Keliat, Wardani,
klien klien resiko perilaku kekerasan 2013).
didapatkan hasil sebesar 100%, dimana
klien yakin akan pengobatan yang

134 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 2, No. 2, November 2014; 129-137


Penatalaksanaan psikofarmakologi pada ditemukan pada klien risiko perilaku
klien skizofrenia adalah dengan kekerasan yaitu dari aspek biologis karena
memberikan antipsikotik. Antipsikotik putus obat, dari aspek psikologis yakni
menurut Videbeck (2011) terdiri dari dua adanya keinginan yang tidak terpenuhi dan
kelompok meliputi kelompok tipikal yang aspek sosial budaya yaitu masalah
merupkan antagonis dopamin dan pekerjaan. Asal stressor sebagian besar
kelompok atipikal yang merupakan berasal dari luar paling banyak , dalam
antagonis serotonin dan antagonis waktu rata-rata 2-5 tahun dengan jumlah
dopamine. Antipsikotik tipikal efektif stresor lebih dari 3 stresor.
dalam menurunkan gejala positif seperti
waham, halusinasi, gangguan pikiran, dan Penilaian stresor pada klien sebagian besar
gejala psikotik lain tetapi tidak tampak respon kognitif adalah tidak mampu
efeknya pada gejala negatif bahkan dapat mengontrol perilaku kekerasan dan
meningkatkan gejala yang negatif dan keinginan untuk memukul. Respon afektif
menyebabkan peningkatan kadar prolaktin. dalam menghadapi masalah yaitu afek labil
marah, kecewa/ kesal, mudah tersinggung
Terapi modalitas diberikan untuk dan merasa jenkel. Respon fisik yang
membantu klien meningkatkan fungsi dan masih aktual ditemukan pada klien adalah
keseimbangan perilaku melalui muka merah dan wajah tegang. Respon
pemeliharaan/pengasuhan (nurturance), perilaku yang dapat agresif. Respon sosial
perlindungan (protection), dan stimulasi yang ditampilkan adalah bicara kasar,
(stimulation). Pelaksanaan kegiatan ini menjerit dn mengancam orang lain. Sumber
terangkum pada pemberian terapi spesialis Koping klien risiko perilaku kekerasan
jiwa, yakni assertive training (AT) dan adalah tidak tahu caramengatasi risiko
cognitive behavioral therapy (CBT). perilaku kekerasan, sebagian besar klien
Pemberian terapi tersebut diharapkan resiko perilaku kekerasan memiliki
mampu membuat klien beradaptasi dengan dukungan keluarga tetapi tidak mengetahui
stimulus baru dan mempertahankan perawatan klien. Klien tidak mendapat
perilaku yang diharapkan (nurturance), dukungan kelompok dan dukungan
melakukan perilaku baru atau perilaku yang masyarakat, hampir semua klien memiliki
dilatih (stimulation), dan mampu asuransi kesehatan BPJS. Jarak rumah dan
menjaga/mempertahankan perilaku dari pelayanan keshatan terjangkau. Keyakinan
stimulus yang kurang menyenangkan positif akan kesembuhan akan penyakitnya
(protection). pada semua klien dan Mekanisme koping
yang biasa dilakukan klien adalah
Simpulan memendam masalah.
Karakteristik klien dengan masalah risiko
perilaku kekerasan di Ruang Kresna Diagnosa medis yang paling banyak adalah
mayoritas berusia dewasa 25 – 55 tahun, skizoprenia paranoid dan terapi yang
pendidikan rata – rata klien berpendidikan banyak dipakai adalah golongan tipikal
menengah, sebagian tidak bekerja, dengan seperti haloperidol, klorpromazine,
status perkawinan kebanyakan belum sedangkan diagnosa keperawatan yang
menikah, onset atau lamanya sakit rata-rata menyertai perilaku kekerasan klien adalah
> 5 tahun dan frekuensi masuk RS rata-rata halusinasi, dan isolasi sosial.
adalah 2-5 kali.
Hasil pelaksanaan terapi pada klien perilaku
Faktor predisposisi penyebab risiko kekerasan, pemberian pemberian Assertive
perilaku kekerasan yang paling banyak Training (AT) dan Cognitive Behaviour
ditemukan adalah dari aspek biologis Therapy (CBT) pada klien dengan resiko
adalah genetik, dari aspek psikologis perilaku kekerasan adalah bertujuan untuk
adalah konsep diri dan kehilangan, dan dari memperkuat mekanisme koping pada
aspek sosial budaya yaitu masalah ekonomi. sistem kognator klien yang berhubungan
Faktor presipitasi yang paling banyak dengan masalah kognitif dan emosi. Klien

Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa Klien Risiko Perilaku Kekerasan dengan 135
Pendekatan Model Adaptasi Roy Dan Johnson’sbehavioral System Model Unit Intensive
RS MM di Bogor
Riris Ocktryna Silitonga, Achir Yani S. Hamid, Yossie Susanti Eka Putri
diberi AT mengalami penurunan aspek DAFTAR PUSTAKA
kognitif sebesar 3,80 poin, aspek afektif
sebesar 4,40 poin, aspek fisiologi sebesar American Psychiatric Association. (1994).
4,20 poin, aspek perilaku sebesar 3,73 poin. Diagnostic and statistical manual of mental
dan aspek sosial sebesar 3,20 poin. disorders (4th Ed). Washington, DC:
Penurunan paling tinggi terdapat pada Author
aspek afektif disusul oleh penurunan aspek
fisiologis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
(2008). Riset kesehatan dasar 2007.
Klien diberi CBT mengalami penurunan
aspek kognitif sebesar 3,46 poin, aspek http://www.litbang.depkes.go.id/LaporanR
afektif sebesar 3,17, aspek fisiologi sebesar KD/IndonesiaNasional.pdf, diperoleh
3,63 poin, aspek perilaku sebesar 4,72 dan tanggal 15 Mei 2013.
aspek sosial sebesar 3,34 poin. Penurunan
paling tinggi terdapat pada aspek perilaku Fauziah Fauziah, Hamid, Nuraini (2009).
disusul oleh penurunan aspek fisiologis. Pengaruh terapi perilaku kognitif pada
Perubahan kemampuan klien perilaku klien skizoprenia dengan perilaku
kekerasan dalam latihan AT masih tetap kekerasan, Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak
berada dalam kategori rendah. Sedangkan dipublikasikan.
pada klien yang CBT dari rentang rendah
meningkat menjadi rentang sedang. Hidayat, E Keliat,B.K, Wardani (2011).
Penggunaan pendekatan Model Adaptasi Pengaruh Cognitive Behavioral Therapy
Roy dan Johnson’s Behavioral System (CBT) dan Rational Emotive Behavioral
Model dalam penerapan asuhan Therapy (REBT) terhadap klien dengan
keperawatan spesialis klien risiko perilaku perilaku kekerasan dan harga diri rendah
kekerasan saling berhungngan dan saling Di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis.
mempengaruhi dan kedua model ini cocok Tidak Dipublikasikan.
diterapkan pada klien risiko perilaku
kekerasan. Model adaptasi Roy mempunyai Kaplan & Sadock. (2007). Sinopsis
konsep utama adalah begaimana individu psikiatri: ilmu pengetahuan psikiatri klinis.
beradaptasi terhadap stimulus-stimulus (Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa Aksara.
(internal dan ekternal) yang ada dan
bagaimana individu menggunkan Keliat & Sinaga.(1991), Asuhan
mekanisme koping dalam menghadapi keperawatan pada klien marah, Jakarta :
stimulus-stimulus yang datang. EGC

Ketidakmampuan klien menghadapi Keliat, B.A. (2003). Pemberdayaan klien


stimulus-stimulus dan menggunkan dan keluarga dalam perawatan klien
mekanisme koping maka yang terlihat skizofrenia dengan perilaku kekerasan di
adalah adanya perubahan dalam perilaku RSJP Bogor. Disertasi. Jakarta. FKM UI.
invidu tersebut yaitu respon inefektif yang tidak dipublikasikan
muncul dalam bentuk perilaku yaitu
perilaku agresf dan atau perilaku kekerasan. Lelono SK, Keliat BA, Besral (2011)
Dalam Johnson’s Behavioral System Efektivitas Cognitive Behavioral Therapy
Model banyak stressor akan (CBT) dan Rational Emotive Behavioral
mempengaruhi keseimbangan sistem
perilaku klien, tetapi lingkungan bukan NANDA. (2012). Nursing diagnoses:
bagian dari sistem perilaku tetapi dapat definition & classification 2012 – 2014.
mempengaruhi sistem perilaku. Klien yang Indianapolis: Willey – Balckwell.
mengalami resiko perilaku kekerasan
karena adanya ancaman pada lingkungan Riyadi, S & Purwanto, T. (2009). Asuhan
dimana klien berada dan klien tidak dapat keperawatan jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu
beradaptasi terhadap ancaman.

136 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 2, No. 2, November 2014; 129-137


Sinaga, B.R. (2007). Skizofrenia dan WHO.(2011).Skizofrenia.
diagnosa banding. Jakarta: Balai Penerbit http://www.who.int/mental_health/entity/.
FIK UI diperoleh tanggal 15 Mei 2013.

Sudiatmika IK, Keliat BA, Wardani IY,


(2011) Efektivitas cognitive behaviour
therapy dan rational emotive behaviour
therapy terhadap klien dengan perilaku
kekerasan dan halusinasi di Rumah Sakit.

Dr. H. Marzoeki Mahdi BogorStuart, G.W


(2013). Principles and practice of
psychiatric nursing. (9th edition). St Louis:
Mosby

Tomey, A.M & Alligood, M.R. (2010).


Nursing theorists and their work. (6th ed).
St. Louis: Mosby Years Book Inc.

Tomey, M.A (2001), Nursing Theories and


Their Work, The C.V. Mosby Company St.
Louis : Mosby Years Book Inc.

Townsend, C.M. (2009). Essentials of


psychiatric mental health nursing. (3th
Ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company

Varcarolis, Elizabeth M., dan Halter.


(2009). Foundations of Psychiatric Mental
Health Nursing. (4th edition). Philadelphia:
FA Davis Company.

Videbeck, S.,L. (2009). Psychiatric mental


health nursing. (3rd edition). Philadhelpia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Wahyuningsih, D. Keliat, B A , Hastono


SP. (2009). Pengaruh assertiveness
training terhadap perilaku kekerasan pada
klien skizoprenia di RSUD Banyumas,
Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak
dipublikasikan

WHO. (2001). The world health report:


2001: mental health: new Understanding,
new hope. http ://
www.who.int/whr/2001/en/ diperoleh pada
tanggal 15 Mei 2013

WHO. (2006). Investing in mental health.


http://www.who.int/mental_health/en/invest
ing_in_mnh_final.pdf. diperoleh tanggal
15 Mei 2013

Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa Klien Risiko Perilaku Kekerasan dengan 137
Pendekatan Model Adaptasi Roy Dan Johnson’sbehavioral System Model Unit Intensive
RS MM di Bogor
Riris Ocktryna Silitonga, Achir Yani S. Hamid, Yossie Susanti Eka Putri

Anda mungkin juga menyukai