Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN BENCANA

KEBIJAKAN ADMINISTRASI BENCANA

NAMA : SUWARTI

NIM : J1A118244

KELAS : GIZI

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai syarat untuk
memenuhi tugas MANAJEMEN BENCANA.

Saya menyadari bahwa dalam menulis makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun sistematikanya oleh karena
terbatasnya referensi dan kemampuan yang saya miliki. Dengan segala
kerendahan hati saya menerima semua saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan tugas makalah ini. Saya berharap semoga makalah ini
bermanfaat tidak hanya bagi saya, tetapi juga bagi para pembaca.

Kendari, 20 Maret 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................5
BAB II KAJIAN TEORI..........................................................................................6
A. Konsep Kebijakan, Administrasi Kependudukan, Bencana Alam dan
Bencana Sosial.....................................................................................................6
B. Kebijakan Administrasi Kependudukan Terhadap Penduduk yang
Terdampak Bencana Alam...................................................................................7
C. Tahap Tahap Bencana...................................................................................8
D. Penanggulangan Bencana.............................................................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................................11
A. KESIMPULAN...........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana merupakan kejadian luar biasa yang menyebabkan kerugian
baik secara materi maupun non-materi. Bencana seringkali mengancam
keberlangsungan pemerintahan di suatu wilayah apabila pemerintah setempat
lumpuh dihantam bencana. Oleh sebab itu perlunya kesiapan pemerintah dalam
menghadapi bencana baik itu sebelum terjadi, saat terjadi dan setelah
terjadinya bencana.

Kerugian yang ditimbulkan akibat bencana berdasarkan data yang dirilis


dalam The Asia Pacific Disaster Report yang disusun oleh The Economic and
Social Commission for Asia and Pacific (ESCAP) dan The United Nations
International Strategy for Disaster Reduction (UN ISDR) menunjukkan bahwa
selama 20 tahun terakhir, berbagai bencana alam di Indonesia telah
mengakibatkan kerugian ekonomi setidaknya $22,5 miliar (Ulum : 2013).

Untuk menghadapi dampak dari bencana tersebut, pemerintah


mengeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana untuk penyelenggaraan dan tata kelola penanggulangan bencana.
Untuk mematangkan kelembagaan, Pemerintah membentuk Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD).

Schacter (2000:1) selanjutnya menegaskan bahwa pelaksanaan


akuntabilitas pada dasarnya memiliki dua tujuan utama. Pertama, tujuan politik
(political purpose), yaitu akuntabilitas merupakan suatu mekanisme untuk
meminimalkan penyalahgunaan kekuasaan. Kedua, tujuan operasional
(operational purpose), yaitu akuntabilitas merupakan mekanisme untuk
membantu menjamin pemerintah bertindak secara efektif dan efisien.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Kebijakan, Administrasi Kependudukan, Bencana
Alam dan Bencana Sosial ?
2. Bagaimana Kebijakan Administrasi Kependudukan Terhadap Penduduk
yang Terdampak Bencana Alam ?
3. Apa saja Tahap Tahap Bencana ?
4. Bagaimana Penanggulangan Bencana ?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui konsep kebijakan, administrasi kependudukan, bencana
alam dan bencana sosial.
2. Dapat mengetahui kebijakan administrasi terhadap penduduk yang
terdampak bencana alam.
3. Dapat mengetahui apa saja tahap-tahap bencana.
4. Dapat mengetahui penanggulangan bencana.

BAB II KAJIAN TEORI


A. Konsep Kebijakan, Administrasi Kependudukan, Bencana Alam dan
Bencana Sosial
Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti
kebijakan. Dye menyebutkan kebijakan sebagai “pilihan pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever governments choose to do
or not to do). Easton, menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan
pengalokasian nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan”. Hal ini
mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi
keseluruhan kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya diuraikan oleh Jones dalam
kaitannya dengan beberapa isi dari kebijakan, diantaranya:

a. Isi kebijakan yang pertama adalah tujuan. Yang dimaksud adalah tujuan
tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the desired ends to be achieved);
bukan sesuatu tujuan yang sekedar diingkan saja.
b. Rencana atau proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk
mencapainya.
c. Program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan
untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
d. Keputusan, yakni tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan,
membuat dan menyesuaikan rencana, serta melaksanakan dan mengevaluasi
program.
e. Dampak (effect), yakni dampak yang timbul dari suatu program dalam
masyarakat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana yaitu peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain:
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
longsor. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror.
B. Kebijakan Administrasi Kependudukan Terhadap Penduduk yang
Terdampak Bencana Alam
Berdasarkan kententuan Pasal 1 Angka 2 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pedoman Pendataan dan Penerbitan
Dokumen Kependudukan Bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan
diuraikan bahwa: “Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan adalah
penduduk yang mengalami hambatan dalam memperoleh dokumen
kependudukan yang disebabkan oleh bencana alam dan korban bencana
sosial.” Ketentuan Pasal 1 Angka 2 tersebut menguraiakan tentang asas
legalitas yang dimiliki oleh penduduk yang tengah mengalami bencana alam
maupun korban bencana sosial seperti kerusuhan dan lain sebagainya, sehingga
tidak ada alasan bagi pemerintah maupun pemerintah kabupaten/kota untuk
tidak memberikan hak untuk mengurus administrasi kependudukan bagi
penduduk yang mengalami bencana alam dan bencana sosial.

Berkaitan dengan hal tersebut berdasarkan Permendagri bahwa pendataan


terhadap pengungsi, korban bencana alam, dan bencana sosial dilakukan oleh
TIM yang terbagi atas TIM Propinsi dan TIM Kabupaten/Kota. Lebih lanjut
diatur di dalam ketentuan Pasal 6 Permendagri tersebut menguraikan tentang
tugas TIM Provinsi yang melakukan pendataan terhadap pengungsi, korban
bencana alam, dan bencana sosial diantaranya :

a. Mengkoordinasikan pelaksanaan pendataan dan penerbitan dokumen


kependudukan.
b. Memfasilitasi pelaksanaan pendataan.
c. Melaksanakan evaluasi pelaksanaan pendataan.
d. Menerima laporan hasil pendataan kabupaten/kota.
e. Mengolah dan menyajikan hasil pendataan dari kabupaten/kota.
f. Membuat laporan secara berkala atas hasil pendataan penduduk

Sedangkan didalam ketentuan Pasal 8 Pemendagri menguraikan tentang


tugas Tim Kabupaten/Kota dalam rangka untuk melakukan pendataan bagi
pengungsi, korban bencana alam dan bencana sosial memiliki tugas sebagai
berikut :

a. Menetapkan lokasi pendataan


b. Menyiapkan print out data keluarga dan data agregat penduduk
c. Melakukan bimbingan teknis bagi petugas pendata
d. Melakukan pendataan
e. Melakukan perekaman sidikjari
f. Melakukan verifikasi dan validasi data dan hasil isian formulir pendataan
dan atau formulir biodata penduduk
g. Mengkoordinasikan penerbitan SKPTI dan SKPS
h. Mengolah dan menyajikan data hasil pendataan skala kecamatan, dan
i. Membuat laporan secara berkala berdasarkan hasil pendataan.

C. Tahap Tahap Bencana


Tahapan Bencana Disaster dibagi beberapa tahap yaitu :

1. Tahap Pra-Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya
mulai saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact.
Tahap ini dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis
karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap
terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak.
2. Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase) 
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase)
merupakan fase terjadinya klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana,
manusia sekuat tenaga mencoba ntuk bertahan hidup. Waktunya bisa
terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap
serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti.
3. Tahap Emergensi 
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang
pertama.tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Pada tahap emergensi, hari-hari minggu pertama yang menolong
korban bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus yaitu
masyarakat dari lokasi dan sekitar tempat bencana. Karakteristik korban
pada tahap emergensi minggu pertama adalah : korban dengan masalah
Airway dan Breathing (jalan nafas dan pernafasan), yang sudah ditolong
dan berlanjut ke masalah lain, korban dengan luka sayat, tusuk, terhantam
benda tumpul, patah tulang ekstremitas dan tulang belakang, trauma
kepala, luka bakar bila ledakan bom atau gunung api atau ledakan pabrik
kimia atau nuklir atau gas. Pada minggu ke dua dan selanjutnya,
karakteristik korban mulai berbeda karena terkait dengan kekurangan
makan, sanitasi lingkungan dan air bersih, atau personal higiene.
4. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti
sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada
tahap rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang
lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu
melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan
norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab.

D. Penanggulangan Bencana
UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1
mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan


ditetapkannya UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Untuk mendukung pengembangan tersebut, perlu disusun kebijakan, strategi,
dan operasi secara nasional dengan melibatkan pusat dan daerah. Hal tersebut
sesuai dengan Wijaya (2007) yang menyatakan bahwa upaya manajemen
bencana perlu direncanakan dalam koridor visi dan misi tertentu yang
melibatkan tiga sektor: pemerintah, swasta, dan masyarakat. Fokus
penyelenggaraan penanggulangan bencana saat ini bukan lagi bersifat reaktif
atau menunggu bencana terjadi, bukan pula pada pengenalan dan penerapan
teknologi untuk mengidentifikasi daerah rawan bencana, tetapi lebih pada
“bersahabat” dengan bencana. Artinya, masyarakat Indonesia dituntut untuk
menyadari sepenuhnya bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana, dan
oleh karenanya, mereka diharapkan dapat menggunakan kearifan lokal dan
pengetahuan tradisional warisan para leluhur untuk bersinergi dengan alam.

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN
Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti
kebijakan. Dye menyebutkan kebijakan sebagai “pilihan pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever governments choose to
do or not to do). Easton, menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai
“kekuasaan pengalokasian nilai-nilai untuk masyarakat secara
keseluruhan”. Hal ini mengandung konotasi tentang kewenangan
pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan bermasyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut berdasarkan Permendagri bahwa


pendataan terhadap pengungsi, korban bencana alam, dan bencana sosial
dilakukan oleh TIM yang terbagi atas TIM Propinsi dan TIM
Kabupaten/Kota.

Tahapan Bencana Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap


yaitu : tahap pra-disaster, tahap serangan atau saat terjadi bencana
(impact), tahap emergensi dan tahap rekonstruksi. Dari ke-empat tahap ini,
tahap pra disaster memegang peran yang sangat strategis.

UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1


mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

DAFTAR PUSTAKA
Ulum, M. C. (2013). Governance dan Capacity Building Dalam Manajemen
Bencana Banjir di Indonesia. Jurnal Penanggulangan Bencana 4(2), 5-12.

Schacter, M. (2000), Monitoring and Evaluation Capacity Development in Sub-


Saharan Africa, World Bank, Washington, DC.
J. Ones, 2002, Kebijakan Pemerintah dalam Administrasi Kependudukan, Pustaka
Merdeka.

Anda mungkin juga menyukai