“MAKALAH”
Disusun oleh :
Nama NIM
M, Ibdaus Shobirin (1988201018)
Oktober 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT. Yang atas nikmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengertian bahasa sebagai
sistem semiotik & Pengertian tentang makna dan teori pendekatannya ”. Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Semantik.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi.Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak demi penyempurnaan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah
ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.............................................................................. 20
3.2 Saran........................................................................................ 21
DAFTAR RUJUKAN............................................................................ 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui pengertian Bahasa
1.3.2 Mengetahui ciri-ciri Bahasa
1.3.3 Mengetahui bahasa sebagai sistem semiotik
1.3.4 Mengetahui pengertian makna menurut para ahli
1.3.5 Mengetahui pendekatan dalam Teori Makna
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sintaksis, dan semantis. Masing-masing komponen tersebut saling
memberi arti, saling berhubungan dan saling menentukan.
Pada sisi lain, setiap komponen juga memiliki sistemnya sendiri.
Sistem pada tataran bunyi, misalnya dikaji bidang fonologi, pada tataran
kata dikaji bidang morfologi, dan kajian sistem pada tataran kalimat
menjadi wilayah sintaksis. Sebagai subsistem, masing-masing komponen
tersebut juga telah mengandung aspek semantis tertentu sehingga secara
potensial dapat disusun dan dikombinasikan untuk digunakan dalam
komunikasi.
Berdasarkan definisi bahasa dari Kridalaksana dan dari beberapa para ahli lainnya,
maka dapat disebutkan sifat atau ciri-ciri yang hakiki dari suatu bahasa. Berikut
ini adalah sifat dan ciri-ciri bahasa antara lain :
Bahasa sebagai sistem, bahasa memilki suatu aturan atau susunan teratur
yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna dan berfungsi. Sistem
ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan yang
lainnya berhubungan secara fungsional.
Bahwa berwujud lambang, yaitu bahasa itu dilambangkan atau
disampaikan dalam bentuk bunyi bahasa bukan dalam wujud yang lain
yaitu berupa bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Bahasa berupa bunyi, yang dimaksud disini adalah satuan bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai
“fon” dan di dalam fonemik sebagai “fonem”
Bahasa itu bersifat arbitrer, yaitu tidak ada hubungan wajib antara lambang
bahasa yang berwujud bunyi itu dengan konsep atau pengertian yang
dimaksud oleh lambang tersebut,biasa di artikan sewenang-wenang,selalu
berubah-ubah,tidak menetap.
Bahasa itu konvesional, masyarakat mematuhi akan konvensi yang di
terapkan di dalam konsep yang mewakilinya.
4
Bahasa itu bermakna, ditinjau dari fungsinya yaitu menyampaikan pesan,
konsep, ide atau pemikiran. Jadi bentuk-bentuk bunyi yang tidak
bermakna yang disampaikan dalam bahasa apapun tidak bisa disebut
sebagai bahasa.
Bahasa itu bersifat unik, setiap bahasa di dunia itu mempunyai ciri khas
yang spesifik yang tidak dimiliki oleh bahasa lain.
Bahasa itu bersifat produktif, unsur-unsur yang terkandung di dalam
bahasa itu dapat dikembangkan menjadi satuan-satuan bahasa yang
jumlahnya tidak terbatas sesuai dengan sistem yang berlaku di dalam
bahasa tersebut.
Bahasa itu bersifat universal, pada suatu bahasa yang ada di dunia ada ciri-
ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa dan tentunya ciri-ciri itu
adalah unsur bahasa yang paling umum.
Bahasa itu variasi, bahasa di dunia ini beragam dan bermacam-macam.
Bahasa itu bersifat dinamis, karena bahasa itu selalu berkaitan dengan
semua kegiatan manusia dan kegiatan manusia itu selalu berubah hingga
akhirnya bahasa juga ikut berubah menjadi tidak tetap, dan menjadi tidak
statis tetapi dinamis.
Bahasa itu manusiawi artinya bahasa itu hanya dimiliki saja dan digunakan
oleh manusia itu sendiri.
Bahasa sebagai alat interaksi social, hal ini sesuai dengan fungsi bahasa itu
sendiri sebagai alat komunikasi.
4
b. Organisme yang digunakan, memiliki hubungan timbal balik, alat ujaran yang
digunakan manusia, baik berjenis kelamin laki-laki, perempuan, ataupun suku dan
bangsa yang berlainan, semuanya sama.
4
c. Menggunakan kriteria pragmatik, disebut demikian karena perwujudan
bentuk kebahasaan lewat pemakai, menggunakan kriteria pemakai tertentu.
d. Mengandung kriteria semantis. Ciri kriteria itu muncul karena kegiatan
berbahasa memiliki fungsi semantis tertentu.
e. Memiliki kriteria sintaksis, disebut demikia karena kata-kata yang digunakan,
untuk menjadi suatu kalimat harus disusun sesuai dengan pola kalimat yang telah
disepakati.
f. Melibatkan unsur bunyi maupun unsur audiovisual. disebut demikian karena
pemakaian bahasa selain melibatkan media transmisi berupa bunyi, juga
melibatkan unsur paralanguage.
g. Memiliki kriteria kombinasi dan bersifat produktif, terdapatnya ciri itu
ditandai oleh adanya potensialitas unsur kebahasaan untuk bergabung secara
sintagmatik.
h. Bersifat arbitrer, karena hubungan antara lambang kebahasaan dengan referen
yang dilambangkan hanya berdasrkan kesepakatan, dan bukan pada kemampuan
lambang itu dalam memberikan kembali realitas luar yang diacunya.
i. Memiliki ciri prevarikasi, karena bahasa sebagai realitas terpisah dengan
dunia luar yang diwakilinya, setelah muncul dalam pemakaian, isinya bisa benar,
bisa tidak.
j. Terbatas dan relatif tetap, yakni dalam hal pola kalimat struktur kata.
l. Bersifat hierarkis, bahasa disusun dan dibangun oleh perangkat komponen
bunyi, bentuk, kata, kalimat, maupun wancana.
5
m. Bersifat sistematis dan simultan, meskipun bahasa merupakan suatu
komponennya dapat dianalisis secara terpisah, sebagai suatu sistem komponen-
komponen tersebut harus digunakan secara laras dan simultan.
n. Saling melengkapi dan mengisi, Hocket dalam hal ini menyebutkan ciri
interchangeability dari bahasa sehingga, meskipun bahasa itu memiliki komponen
yang terpisah, karena adanya potensialitas dan mobilitas, masing-masing
komponen itu dapat saling dipertukarkan.
p. Transmisi budaya, yakni bahasa selain dapat digunakan untuk menyampaikan
rekaman unsur dan nilai kebudayaan saat sekarang, juga dapat digunakan sebagai
alat pewaris kebudayaan itu sendiri.
q. Bahasa itu dapat dipelajari, baik bahasa yang masih hidup maupun yang
sudah mati
r. Bahasa itu dalam pemakaian bersifat bidimensional, disebut demikian karena
makna keberadaannya, selain ditentukan oleh kehadiran dan hubungan
antarlambang kebahasaan itu sendiri juga ditentukan oleh pameran serta konteks
sosial dan situasionaln yang melatari.
(1) sintaksis, yakni komponen yang berkaitan dengan lambang atau sign serta
bentuk hubungannya,
6
(2) semantik, yakni unsur yang berkaitan dengan masalah hubungan antara
lambang dengan dunia luar yang diacunya,
(3) pragmatik, yakni unsur ataupun bidang kajian yang berkaitan dengan
hubungan antara pemakai dengan lambang dalam pemakaian (Lyons, 1979 : 115).
Aspek pragmatik dalam semiotik sama sekali tidak dikaitkan dengan unsur
pemakaian, sebagai unsur yang secara langsung berhubungan dengan konteks
sosial dan situasional karena unsur-unsur sosial dan situasional dalam semiotik
telah disikapi sebagai unsur (1) sistem pemakaian dan termasuk di dalam sistem
pragmatik, (2) unsur kontekstual, baik sosial maupun situasional, sebagai suatu
sistem, telah berada di dalam kesadaran kolektif anggota suatau masyarakat
bahasa, (3) latar fisis dan situasi hanya berfungsi sekunder. Atau dengan kata lain
pusat perhatian semiotik adalah sistem yang mendasari “sistem kebahasaan” dan
bukan pada wujud pemakaiannya.
Pendapat bahwa bahasa adalah sistem tanda yang tidak dapat dipisahkan
dengan pemakai, aspek lambang, dan semantis, juga diungkapkan oleh Ferdinand
de Saussure (1916) mengungkapkan bahwa itu mencakup tiga unsur, meliputi:
7
(1) la langue, yakni unit sistem kebahasaan yang bersifat kolektif dan dimiliki
oleh setiap anggota masyarakat bahasa,
(2) la parole, sebagai wujud bahasa yang digunakan anggota masyarakat bahasa
itu dalam pemakaian,
(3) la langage, yaitu wujud dari pengelompokan la parole yang nantinya akan
menimbulkan dialek maupun register. Pemahaman terhadap sistem kebahasaan itu
tentu sangat berperan dalam upaya memahami wujud kebahasaan atau signal yang
direpresentasikan oleh pemakainya.
8
itu, penerima pesan pasti gagal menerima informasi sehingga komunikasi itu pun
tidak berlangsung. Masalah yang segera muncul adalah (1) mengapa signal yang
disampaikan dan diterima oleh sesama anggota masyarakat bahasa tidak
membuahkan informasi, serta (2) penutur yang bukan anggota masyarakat bahasa
dengan hanya memahami sistem kebahasaannya.
9
1.2.4 Pengertian Makna menurut para ahli
10
digunakan pada semua makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan,
sedangkan kata “Meninggal” hanya digunakan pada manusia.
2. Antonim
Kata antonimi berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti
“Nama”, dan anti yang berarti “Melawan”. Maka secara harfiah antonim berarti
‘nama lain untuk benda lain pula’(Chaer, 1990:85). Kata antonim atau sering
disebut lawan kata dapat diartikan sebagai dua kata yang memiliki makna yang
berlawanan atau bertentangan. Misalnya, hidup-mati, diam-gerak dan sebagainya.
3. Homonim, homofon, homograf
Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berarti
“Nama” dan homo yang artinya “Sama”. Secara harfiah homonimi dapat diartikan
sebagai “Nama sama untuk benda atau hal lain” (Chaer, 1990:85). Homonim
adalah dua kata atau lebih yang memiliki ejaan dan lafal yang sama namun
memiliki makna yang berbeda. Misalnya, kata “Bisa” dapat diartikan dua makna,
yakni “Bisa” yang berarti “Dapat” dan “Bisa” yang berarti “Racun”.
Homofon (homo berarti sama, fon berarti bunyi ) adalah dua kata atau
lebih yang memiliki lafal yang sama walaupun ejaan dan maknanya berbeda.
Misalnya, kata “Bang” dan “Bank”.
Homograf (homo berarti sama, grafi berarti tulisan) adalah dua kata atau
lebih yang memiliki ejaan yang sama namun memiliki lafal dan makna yang
berbeda. Misalnya, “Tahu” (baca “Tahu”) bermakna salah satu produk makanan
yang berasal dari kedelai, sedangkan kata “Tahu” (baca “Tau”) bermakna
mengetahui.
4. Hiponim dan hipernim
Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu onoma berarti
“Nama” dan hypo berarti “Di bawah”. Jadi, secara harfiah berarti “Nama yang
termasuk di bawah nama lain” (Chaer, 1990:85). Hipomimi dan hipermimi
berhubungan satu sama lain, hipomimi merujuk pada kata yang lebih khusus yang
merupakan subordinat dari hipermimi. Misalnya, kata “Tongkol” dan “Ikan”, kata
“Tongkol” merupakan hiponim dari kata “Ikan” sedangkan kata “Ikan”
merupakan hipernim dari kata “Tongkol”.
11
5. Polisemi
Polisemi adalah satuan bahasa (bisa kata atau frase) yang memiliki makna
lebih dari satu. Misalnya pada kalimat di bawah ini :
Kepalaku sakit sejak kemarin.
Kepala sekolah menemui para murid di kelas
Kata “Kepala” yang pertama bermakna bagian tubuh yang berada di atas leher
sedangkan kata “Kepala” yang kedua bermakna pemimpin.
2. Menyempit/spesialisasi
Kata yang tergolog kedalam perubahan makna ini adalah kata yang pada awal
penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi penggunaannya saat
ini hanya terbatas untuk satu keadaan saja.
Contoh :
Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalma arti luas atau umum,
sedangkan sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni. Begitu
pula kata sarjana (dulu orang yang pandai, berilmu tinggi, sekarang bermakna
“Lulusan perguruan tinggi”).
3. Meluas/generalisasi
Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.
Contoh :
Petani dulu dipai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya
dari mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang
lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele
merupakan bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya.
12
4. Amelioratif
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak
menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna yang
baik, positif, dan menguntungkan.
Contoh :
Wanita, pramunikmat, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai untuk
lebih menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam kata-kata
tersebut.
5. Peyoratif
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna kata
pada awal pemakaiannya.
Contoh :
Kawin, gerombolan, oknum, dan perempuan terasa memiliki konotasi menurun
atau negatif.
6. Asosiasi
Yang tegolong kedalam perubahan makna ini adalah kata-kata dengan makna-
makna yang muncul karena persamaan sifat. Sering kita mendengar kalimat “hati-
hati dengan tukang catut itu.”
Tukang catut dalam kalimat diatas tergolong kata-kata dengan makna asosiatif.
Begitu pula dengan kata kacamata dalam : menurut kacamata saya, perbuatan
anda tidak benar
7. Sinestesia
Perubahan makna terjadi karena pertukaran tanggapan antara dua indera, misalnya
dari indera pengecap ke indera penglihatan.
Contoh:
Gadis itu berwajah manis. Kata manis mengandung makna enak, biasanya
18
dirasakan oleh alat pengecap, berubah menjadi bagus, dirasakan oleh indera
penglihatan. Demikian juga kata panas, kasar, sejuk, dan sebagainya.
14
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada
tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen,
yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut
kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka
kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang
bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah
tangga yang disebut “Meja”. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen,
jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
Makna denotatif atau konseptual adalah makna kata yang didasarkan atas
penunjukkan yang langsung (lugas) pada suatu hal atau obyek di luar bahasa.
Makna langsung atau makna lugas bersifat obyektif, karena langsung menunjuk
obyeknya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual
objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna
sebenarnya.
Seperti dalam kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna
yang sama, yaitu “Manusia dewasa bukan laki-laki”.
15
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya
makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks
kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai
makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks
kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya
perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau
kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari
contoh berikut
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau
bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna
yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan;
sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar
bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”Diramalkan” dari
makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh
16
dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna “Bekerja keras”,
meja
18
hijau dengan makna “Pengadilan”. Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki
makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya
karena adanya ”Asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.
Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna “Dikatakan
ihwal dua orang yang tidak pernah akur”. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa
binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersama memang selalu berkelahi,
tidak pernah damai.
17
1. Pendekatan Referensial Makna
Pendekatan ini berkenaan dengan kapasitas kalimat untuk
mendeskripsikan berbagai keadaan di dunia. Apa yang tertulis atau ujaran yang
dihasilkan dimaknai dengan apa adanya tanpa memikirkan makna yang
tersembunyi atau maksud lain dari symbol linguistic tersebut. Pemahaman seperti
ini disebut juga dengan teori kebenaran makna. Suatu kondisi kebenaran dapat
diwujudkan dengan menggunakan huruf besar misalnya pada nama orang, dan
pada huruf kecil untuk kata di luar pemahaman ini. Salah satu ilmu kajian lain
yang masih dalam kajian makna adalah intelejensi artificial. Ilmu ini
menggambarkan keadaan yang tumpang tindih antara pendekatan psikologis dan
pendekatan referensial, yang sebanarnya merupakan bentuk representasi yang
mengkaji masalah referensi pada dunia luar. Asumsi dasar pada pendekatan ini
adalah pikiran dan bahasa dalam hal-hal yang sangat penting adalah serupa.
Fungsi dari makna referensial memainkan peranan penting dalam pemerolehan
bahasa kedua pada anak-anak. Seorang anak bisa membuat kalimat atau ujaran
dengan menggabungkan denga situasi-situasi tertentu, ini merupakan salah satu
fungsi dari referensi makna.
18
3. Pendekatan Sosial Makna
Percakapan sangat memegang peranan penting untuk memberikan
kontribusi bagi pemahaman pragmatic. di dalam kegiatan percakapan antara
penutur dan mitra tutur terdapat deiksis, praanggapan, implikatur, asumsi, dan
konteks. Begitu banyaknya bagian dari percakapan namun demikian yang kurang
begitu jelas adalah bagaimana pragmatic harus memulai menganalisis kontribusi
tersebut. Maka perlu dilakukan analisis wacana untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Analisis wacana hendaknya tidak menggunakan deskripsi dari analis
wacana yang cuma didasarkan pada intuisi analis. Tapi hendaknya mengalisis
wacana berdasarkan induksi. Di lain pihak analisis percakapan sangat penting
untuk mengadakan analisis percakapan transposisi konsep-konsep teoritis
linguistic.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahasa adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang
dihasilkan dari alat ucap manusia (mulut). Bahasa terdiri atas kata-kata atau
kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu, hubungan abstrak
antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili oleh
kumpulan kata atau kosakata itu yang disusun secara alfabetis, atau menurut
urutan abjad yang disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi
sebuah kamus.
Dari pengertian para ahli bahasa, dapat dikatakan bahwa batasan tentang
pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki
kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau
kata.
1. Pendekatan Referensial Makna
Pendekatan ini berkenaan dengan kapasitas kalimat untuk
mendeskripsikan berbagai keadaan di dunia. Apa yang tertulis atau ujaran yang
20
dihasilkan dimaknai dengan apa adanya tanpa memikirkan makna yang
tersembunyi atau maksud lain dari symbol linguistic tersebut. Pemahaman seperti
ini disebut juga dengan teori kebenaran makna.
2. Pendekatan Psikologis terhadap Makna
Pendekatan psikologi mengatakan bahwa tata bahasa yang diperoleh anak-
anak dengan sendirinya dan tidak dapat dijelaskan dengan data-data linguitik yang
selalu diberikan kepada mereka-mereka. Akan tetapi anak-anak secara rutin
memperoleh kaidah-kaidah linguistic yang tidak pernah dicontohkan oleh data-
data lingkungan bahasa mereka.
3.2 Saran
21
DAFTAR RUJUKAN
Keraf, Dr. Gorys. 1991. Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas.
Angkasa.
22