Pada penyakit autoimun manifestasi klinis yang dikenali adalah akibat proses
peradangan yang sedang terjadi. Penderita autoimun mungkin akan mengeluhkan keluhan
yang berbeda beda seperti demam yang terjadi berkepanjangan, nyeri sendi berkepanjangan,
rasa kelelahan, rambut rontok,kulit yang berubah, dan lain –lain. Karena pada penyakit lain
selain autoimun tanda – tanda radang juga sering ditemukan, menjadikan penyakit autoimun
bisa saja didiagnosis sebagai penyakit lain. Akibatnya banyak para penderita autoimun
berpindah – pindah dokter sebelum ditemukan penyakit sesungguhnya dan hal ini juga yang
membuat penyakit autoimun mendapat julukan sebagai penyakit dengan seribu wajah.
Karena itu beberapa pemeriksaan seksama perlu dilakukan untuk memastikan seseorang
menderita penyakit autoimun atau tidak. Pemilihan pemeriksaan laboratorium yang tepat
serta dapat dipertanggung jawabkan menjadi penting sebelum mendiagnosis seseorang
menderita penyakit autoimun. Salah satu pemeriksaan laboratorium yang paling dikenal
untuk menduga seseorang menderita penyakit autouimun atau tidak adalah pemeriksaan Anti
Nuclear Antibodi (ANA).
Terapi pada penyakit autoimun utamanya adalah memperbaiki akibat dari proses
autoimun yang terjadi. Seperti misalnya memperbaiki defisiensi hormon akibat proses
autoimun yang terjadi pada organ spesifik yang menghasilkan hormon tertentu. Yang kedua
adalah menekan reaksi radang berlebihan akibat proses autoimun yang terjadi. Serta yang
terakhir mengatur keseimbangan antara penekanan sistem imunitas yang berkerja berlebihan
dengan tetap mempertahankan kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit.
Ketiga hal tersebut perlu diawasi dan dikontrol secara hati – hati oleh tenaga profesional
medis yang kompeten pada bidangnya.
Nutrisi dan autoimunitas
Vitamin D / Sinar Matahari
Karena sebagian besar sel dan jaringan manusia memiliki reseptor untuk vitamin D,
termasuk sel T dan B, kadar vitamin D yang cukup dapat membantu dalam
pengaturan sistem kekebalan tubuh. Vitamin D berperan dalam fungsi kekebalan
tubuh dengan bekerja pada sel T dan sel pembunuh alami . Penelitian telah
menunjukkan hubungan antara vitamin D serum rendah dan penyakit autoimun,
termasuk multiple sclerosis , diabetes tipe 1 , dan Systemic Lupus
Erythematosus (umumnya disebut hanya sebagai lupus). Namun,
karena fotosensitifitas terjadi pada lupus, pasien disarankan untuk menghindari sinar
matahari yang mungkin bertanggung jawab atas kekurangan vitamin D yang terlihat
pada penyakit ini. Polimorfisme dalam gen reseptor vitamin D umumnya ditemukan
pada orang dengan penyakit autoimun, memberikan satu mekanisme potensial untuk
peran vitamin D dalam autoimunitas. Ada bukti beragam tentang efek suplementasi
vitamin D pada diabetes tipe 1, lupus, dan multiple sclerosis.
Antioksidan
Telah berteori bahwa radikal bebas berkontribusi terhadap timbulnya diabetes tipe-1
pada bayi dan anak-anak, dan oleh karena itu risikonya dapat dikurangi dengan
asupan tinggi zat antioksidan selama kehamilan. Namun, sebuah penelitian yang
dilakukan di sebuah rumah sakit di Finlandia dari 1997-2002 menyimpulkan bahwa
tidak ada korelasi yang signifikan secara statistik antara asupan antioksidan dan risiko
diabetes. Penelitian ini melibatkan pemantauan asupan makanan melalui kuesioner,
dan estimasi asupan antioksidan berdasarkan ini, bukan dengan pengukuran yang
tepat atau penggunaan suplemen.
3, Jakarta:EGC..
EGC.
6.Jakarta:EGC.