Anda di halaman 1dari 25

Mata Kuliah : Ilmu Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing :

MAKALAH
BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

OLEH :

Nur Hijrah Tiala (70300111054)


Nirmasari (70300111050)

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2013
BERAT BADAN LAHIR RENDAH
(BBLR)

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir
yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500
gram, dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500
gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur (Festy, 2009).
World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan
bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama
dengan 2500 gram disebut Low Birth weight Infant (Bayi Berat Badan
Lahir Rendah/BBLR). Sedangkan pada tahun 1970, kongres European
Perinatal Medicine II yang diadakan di London juga diusulkan definisi
untuk mendapatkan keseragaman tentang maturitas bayi lahir, yaitu
sebagai berikut :
a. Bayi kurang bulan : Bayi dengn masa kehamilan kurang dari 37
minggu (259) hari.
b. Bayi cukup bulan : Bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu
sampai 42 minggu (259-293).
c. Bayi lebih bulan : Bayi dengan masa kehamilan 42 minggu atau
lebih (294 hari atau lebih)
Menurut Saifuddin dalam (Syafruddin, 2009), Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Menurut Depkes RI
(1996), bayi berat lahir rendah ialah bayi yang lahir dengan berat 2500
gram atau kurang tanpa memperhatikan usia kehamilan.
Dari pengertian tersebut, BBLR dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu prematuturitas murni dan dismaturitas. Disebut
Prematuritas murni jika masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat
badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasinya, biasa pula
disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK).
Dismaturasi ialah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasinya. Artinya, bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa
kehamilannya (Syafruddin, 2009).
2. Etiologi
Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat
multifaktorial, sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan
tindakan pencegahan. Namun, penyebab terbanyak terjadinya bayi BBLR
adalah kelahiran prematur. Semakin muda usia kehamilan semakin besar
resiko jangka panjang dan jangka pendek dapat terjadi (Proverawati dan
Ismawati, 2010).
Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi
BBLR secara umum yaitu sebagai berikut (Proverawati dan Ismawati,
2010).
a. Faktor ibu :
1. Penyakit
a. Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia sel berat,
perdarahan ante partum, hipertensi, preeklampsia berat,
eklampsia, infeksi selama kehamilan (infeksi kandungan
kemih dan ginjal)
b. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
HIV/AIDS, malaria, TORCH.
2. Ibu
a. Angka kejadian prematurasi tertinggi adalah kehamilan pada
usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b. Kehamilan ganda (multi gravida)
c. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun)
d. Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
3. Keadaan sosial ekonomi :
a. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi
rendah
b. Mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat
c. Keadaan gizi yang kurang baik
d. Pengawasan antenatal kurang
e. Kejadian prematurasi pada bayi yang lahir dari perkawinan
yang tidak sah, yang ternyata lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi yang lahir dari perkawinan yang sah
4. Sebab lain:
a. Ibu perokok
b. Ibu peminum alkohol
c. Ibu pecandu obat narkotik
d. Penggunaan obat antimetabolik
b. Faktor janin :
1. Kelainan kromosom (trisomy autosomal)
2. Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan)
3. Disautonomia familial
4. Radiasi
5. Kehamilan ganda/kembar (gemeli)
6. Aplasia pancreas
c. Faktor Plasenta :
1. Berat plasenta berkurang atau berongga atau keduanya
(hidramnion)
2. Luas permukaan berkurang
3. Plasentilis vilus (bakteri, virus dan parasite)
4. Infark
5. Tumor (koriongioma, mola hidatidosa)
6. Plasenta yang lepas
7. Sindrom plasenta yang lepas
8. Sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik
d. Faktor lingkungan :
1. Bertempat tinggal di dataran tinggi
2. Terkena radiasi
3. Terpapar racun
Berdasarkan tipe BBLR, penyebab terjadinya bayi BBLR dapat
digolongkan menjadi sebagai berikut :
a. BBLR tipe KMK, disebabkan oleh :
1. Ibu hamil yang kekurangan nutrisi
2. Ibu memiliki hipertensi, preeklampsia, atau anemia
3. Kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu
4. Malaria kronik, penyakit kronik
5. Ibu hamil merokok
b. BBLR tipe prematur, disebabkan oleh :
1. Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja,
kehamilan kembar
2. Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya
3. Cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak
mampu menahan berat bayi dalam rahim)
4. Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum
hemorrhage)
5. Ibu hamil yang sedang sakit
6. Kebanyakan tidak diketahui penyebabnya.
3. Patifisiologi
Patofisiologi menurut Surasmi (2009) adalah:
a. Pengendalian suhu
Bayi preterm cenderung memiliki suhu yang abnormal. Hal
ini disebabakan oleh produksi panas yang buruk dan penigkatan
kehilangan panas. Kegagalan untuk menghasilkan panas yang
adekuat disebabakan tidak adanya jaringan adiposa coklat ( yang
mempunyai aktifitas metabolik yang tinggi ), pernapasan yang lemah
dengan pembakaran oksigen yang buruk, dan masukan makanan
yang rendah.
Kehilangan panas yang meningkat karena adanya permukaan
tubuh yang relatif besar dan tidak adanya lemak subkutan, tidak
adanya pengaturan panas bayi sebagian disebabkan oleh panas
immature dari pusat pengatur panas dan sebagian akibat kegagalan
untuk memberikan respon terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini
sebagian disebabkan oleh mekanisme keringat yang cacat, demikian
juga tidak adanya lemak subkutan. Pada minggu pertama dari
kehidupan, bayi preterm memperlihatkan fluktuasi nyata dalam suhu
tubuh dan hal ini berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan.
b. Sistem pencernaan
Semakin rendah umur gestasi, maka semakin kecil / lemah
refleks menghisap dan menelan, bayi yang paling kecil tidak mampu
minum secara efektif, regurgitasi merupakan hal yang paling sering
terjadi. Hal ini disebabkan oleh karena mekanisme penutupan
spingter pilorus yang secara relatif kuat.
Pencernaan tergantuang dari perkembangan dari alat
pencernaan, lambung dari seorang bayi dengan berat 900 gr
memperlihatkan adanya sedikit lipatan mukosa, glandula sekretoris,
demikian juga otot kurang berkembang. Perototan usus yang lemah
mengarah pada timbulnya distensi dan retensi bahan yang dicerna.
Hepar relatif besar, tetapi kurang berkembang, terutama pada bayi
yang kecil. Hal ini merupakan predisposisi terjadinya ikterus akibat
adanya ketidakmampuan untuk melakukan konjugasi bilirubin yaitu
keadaan tidak larut dan eksistensinya ke dalam empedu tidak
mungkin.
Pencernaan protein berkembang dengan baik pada bayi
preterm yang terkecil sekalipun. Protein baik dari tipe manusia dan
hewani tampaknya dapat ditoleransi dan diabsorbsi. Absorbsi lemak
tampaknaya merupakan masalah, kendatipun sudah dapat enzim
pemecah lemak. Hal ini berakibat dengan kekurangan ASI,
karbohidrat bentuk glukosa, karbohidrat yang mudah diserap. 
c. Sistem pernapasan
Lebih pendek masa gestasi maka semakin kurang
perkembangan paru – paru pada bayi dengan berat 900 gr. Alveoli
cenderung kecil, dengan adanya sedikit pembuluh darah yang
mengelilingi stroma seluler. Semakin mature bayi dan lebih berat
badanya maka akan semakin besar alveoli. Pada hakekatnya
dindingnya dibentuk oleh kapiler, otot pernapasan bayi lemah dan
pusat pernapasan kurang berkenbang. Terdapat juga kekurangan
lipoprotein paru – paru, yaitu surfaktan yang dapat mengurangi
tegangan permukaan pada paru – paru. Surfaktan diduga bertindak
dengan cara menstabilkan alveoli yang kecil, sehingga mencegah
terjadinya kolaps pada saat terjadi ekspirasi.
Ritme dari dalamnya pernapasan cenderung tidak teratur,
seringkali ditemukan apnea, dalam keadaan ini maka hal ini harus di
hitung selama 1 menit untuk perhitungan yang tepat. Pada bayi
preterm yang terkecil batuk tidak ada. Hal ini dapat mengarah pada
timbulnya inhalasi cairan yang dimuntahkan dengan timbulnya
konsekuensi yang serius. Saluran hidung sangat kecil dan mengalami
cidera bertahap, mukosa nasal mudah terjadi, hal ini penting diingat
untuk memasukkan tabung nasogastrik atau endotrakeal melalui
hidung.
Kecepatan pernapasan bervariasi pada semua neonatus dan
bayi preterm. Pada bayi neonatus pada keadaan istirahat, maka
kecepatan pernapasan dapat 60–80 kali / menit berangsur – angsur
menurun mencapai kecepatan yang mendekati biasa yaitu 34 – 36
kali / menit.
d. Sistem sirkulasi
Jantung relatif kecil pada saat lahir, pada beberapa bayi
preterm kerjanya lambat dan lemah. Terjadinya ekstrasistole dan
bising yang dapat di dengar pada atau segara setalah lahir. Hal ini
hilang ketika apartusa jantung fetus menutup secara berangsur –
angsur. Sirkulasi perifer seringkali buruk dari dinding pembuluh
darah intrakranial. Hal ini merupakan sebab dari timbulnya
kecenderungan perdarahan intrakranial yang terlihat pada bayi
preterm.
Tekanan darah lebih rendah dibandingkan dengan bayi aterm.
Tekanan menurun dengan menurunya berat badan. Tekanan sistolik
bayi aterm sekitar 80 mmHg dan pada bayi preterm 45 – 60 mmHg.
Tekanan diastolik secara proporsional rendah, bervariasi dari 30 – 45
mmHg. Nadi bervariasi antara 100 – 160 kali / menit cenderung
ditemukan aritmia, dan untuk memperoleh suara yang tepat maka
dianjurkan untuk mendengar pada debaran apeks dengan
menggunakan stetoskop.
e. Sistem urinarius
Pada saat lahir fungsi ginjal perlu menyesuaikan diri dengan
lingkungan, fungsi ginjal kurang efisien dengan adanya angka filtrasi
glomerolus yang menurun, klirens urea dan bahan terlarut yang
rendah. Hal ini menyebabkan perubahan kemampuan untuk
mengkonsentrasi urine dan urine menjadi sedikit. Gangguan
keseimbangan air dan elektrolit mudah terjadi. Hal ini disebabkan
adanya tubulus yang kurang berkembang.
f. Sistem persyarafan
Perkembangan susunan syaraf sebagian besar tergantung
pada derajat maturitas, pusat pengendali fungsi fital, misalnya
pernapasan, suhu tubuh dan pusat refleks kurang berkembang.
Refleks seperti refleks leher tonik ditemukan pada bayi prematur
normal, tetapi refleks tendon bervariasi karena perkembangan
susunan saraf yang buruk, maka bayi terkecil pada khususnya yang
lemah, lebih sulit untuk di bangunkan dan mempunyai tangisan yang
lemah.
g. Sistem genital
Genital kecil pada wanita, labia minora tidak ditutupi labia
mayora hingga aterm. Pada laki – laki testis terdapat dalam abdomen
kanalis inguinalis atau skrotum.
h. Sistem Pengindraan (Penglihatan)
Maturitas fundus uteri pada gestasi sekitar 34 minggu,
terdapat adanya 2 stadium perkembangan yang dapat diketahui yaitu
immature dan transisional (peralihan) yang terjadi antara 24 dan 33 –
34 minggu. Selama setahun stadium ini bayi bisa menjadi buta jika
diberikan oksigen dalam konsentrasi yang tinggi untuk waktu yang
lama.
4. Penyimpangan KDM
5. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan umum pada bayi BBLR (Proverawati
dan Ismawati, 2010).
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas
badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan
belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan
permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematur harus
dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati
dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi prematur dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi
air panas atau menggunakan metode kanguru yaitu perawatan bayi
baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat di dalam
inkubator. Inkubator yang modern dilengkapi dengan alat pengatur
suhu dan kelembaban agar bayi dapat mempertahankan suhu
tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur, serta
kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi bila incubator
dibersihkan. Kemampuan bayi BBLR dan bayi sakit untuk hidup bila
mereka dirawat pada atau mendekati suhu lingkungan yang netral.
Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu permukaan yang terpapar
radiasi, kelembaban relatif, dan aliran udara sehingga produksi panas
(yang diukur dengan konsumsi oksigen) sesedikit mungkin dan suhu
tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal. Suhu inkubator
yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan konsumsi
oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat
mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,50-37oC.
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela” atau
“lengan baju”. Sebelum memasukkan bayi ke dalam inkubator,
inkubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4oC, untuk
bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2oC untuk bayi yang lebih kecil.
Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan
pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian,
observasi terhadap pernafasan lebih mudah. Mempertahankan
kelembaban nisbi 40-60% diperlukan dalam membantu stabilisasi
suhu tubuh yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan yang rendah
2. Mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lendir jalan nafas
terutama pada pemberian oksigen dan selama pemasangan
intubasi endotrakea atau nasotrakea
3. Mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi kehilangan
cairan insensible dari paru.
b. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini
adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal
pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi
mampu mengisap. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada
bayi yang tidak cukup mengisap.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan
pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan
masuknya udara dalam usus. Pada bayi BBLR yang lebih kecil,
kurang giat mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau
menekan pada ibunya, makanan diberikan melalui Naso Gastric Tube
(NGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan
dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam
dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah.
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna,
lambung kecil, enzim pencernaan belum matang. Sedngkan
kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/kgBB dan kalori 110 gr/kgBB,
sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi
sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan
lambung. Refleks menghisap masih lemah, sehingga pemberian
minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi sedikit
yang lebih sering.
c. Pencegahan infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman
kedalam tubuh khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah
mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi
nasokomial. Rentan terhadap infeksi ini disebabkan oleh kadar
immunoglobulin serum pada bayi BBLR masih rendah, aktivitas
bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan
fungsi imun belum berpengalaman.
Fungsi perawat disini adalah memberi perlindungan
terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR
tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun.
Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi,
perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan
aseptis dan antiseptik alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah
pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan,
menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya
asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat. Bayi prematur mudah
sekali terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang masih lemah,
kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi belum
sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas/BBLR.
d. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau
nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab
itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
e. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi
bayi preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan.
Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30-35% dengan menggunakan
head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan
menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan.
f. Pengawasan jalan nafas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing,
trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris
ke alveoli. Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia,
hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat
beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran
sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal.
Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan
defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang
cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi
seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir
(aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang
pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini
gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakhea, pijatan jantung dan
pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya
aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi
asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.
6. Data Penunjang
Data penunjang untuk kasus BBLR dapat diperoleh dari
pemeriksaan sebagai berikut (IDAI, 2009):
a. Pemeriksaan skor ballard
b. Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan.
c. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
d. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan
umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
e. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Masalah yang berkaitan dengan ibu
1. Penyakit seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa, kehamilan
kembar, malnutrisi dan diabetes melitus.
2. Riwayat kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan obat-obatan,
alkohol dan rokok.
c. Bayi pada saat kelahiran
1. Berat badan biasanya < 2500 gr, kurus, lapisan lemak subkutan
sedikit atau tidak ada, kepala relatif lebih besar dibanding dada.
(lingkar kepala < 33 cm, lingkar dada < 30cm), panjang badan 45
cm.
2. Kardiovaskuler : denyut jantung rata-rata 120-160 per menit pada
bagian apikal, kebisingan jantung terdengar pada seperempat
bagian interkostal, aritmia, tekanan darah sistor 45-60 mmHg, nada
bervariasi antara 100-160x/ menit.
3. Gastrointestinal : penonjolan abdomen, pengeluaran mikonium
biasanya terjadi dalam waktu 12 jam, refleks menelan dan
menghisap yang lemah, peristaltik usia dapat terlihat.
4. Mukoloskeletal : tulang kertilago telinga belum tumbuh dengan
sempurna, lembut.
5. Paru : jumlah pernafasan rata-rata antara 40-60 permenit diselingi
periode apnea, pernafasan tidak teratur, flaring nasal, dengkuran,
terdengar suaara gemeresiklipoprotein paru-paru.
6. Urinaria : berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, ketidak
mampuan untuk melarutkan eksresi kedalam urine.
7. Reproduksi : bayi perempuan : klitoris yang menonjol dengan labia
mayora yanng belum berkembang ; bayi laki-laki skrotum yang
belum berkembang sempurna dengan ruga ynag kecil, testis
tidaktirun kedalam skrotum.
d. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan klien
dibawa ke Rumah sakit. Biasanya yang dikeluhkan pada bayi
BBLR adalah berat badan lahir kurang dari 2500 gram, pernapasan
cepat, bayi kurang bisa menyusu.
2. Riwayat Penyakit
Saat Ini Pada riwayat perjalanan ini, diuraikan secara kronologis,
terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan penderita sebelum
ada keluhan sampai bayi dibawa ke rumah sakit (bagaimana
keadaan bayi dari lahir dan obat-obatan apa yang telah diberikan).
3. Riwayat antenatal
Hal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada
kasus BBLR yaitu : Keadaan ibu selama hamil dengan penyakit
anemia, hipertensi, gizi buruk, penyakit kolagen : infeksi maternal
seperti rubella, tumor uterus, kebiasaan merokok, ketergantungan
obat-obatan dengan efek samping teratogenik (anti metabolik, anti
konvulsan, trimetadon) atau dengan penyakit seperti diabetes
mellitus, kardiovaskuler dan paru. Kehamilan dengan resiko
persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, kelainan
kongenital, riwayat persalinan preterm. Hari pertama hari terakhir
tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau
preterm).
4. Riwayat kesehatan keluarga
Gangguan kardiopulmonal, penyakit infeksi, gangguan genetik,
diabetes mellitus.
5. Pola Fungsional Sehat (Gordon)
a. Pola Nutrisi- Metabolik
Hal yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR, gangguan
absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan
menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau
personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi
kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengoreksi
dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk
pemberian obat intravena. Kebutuhan minum pada neonatus :
1) Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
2) Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
3) Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
4) Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
5) Tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari.
b. Pola Eliminasi
1) BAB : frekuensi, jumlah, konsistensi, perhatikan adanya
darah dalam feses.
2) BAK : frekuensi, jumlah.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kadaan umum
b. Tanda-tanda vital : Untuk bayi preterm beresiko terjadinya
hipotermi bila suhu tubuh < 37 °C. Sedangkan suhu normal
tubuh antara 36,5°C-37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali
per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering
pada bayi post asfiksia berat pernapasan belum teratur.
c. Head to toe :
1. Kepala :
Hal yang perlu dikaji rambut tipis dan halus, sutura
tengkorak dan fontanel melebar: penonjolan fontanel karena
ketidakadekuatan pertumbuhan tulang mungkin terlihat.
Cacat bawaan (Myrocepalus, hydrocepalus, dan lain-lain),
trauma jalan lahir. Kepala kecil dengan dahi menonjol,
kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung
kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
2. Mata :
Pelebaran tampilan mata (dihubungkan dengan hipoksia in
utero kronis), kemungkinan cacat bawaan (mikroftalmia,
katarak, dan lain-lain). Warna conjunctiva anemis atau tidak
anemis, tidak ada bleeding konjungtiva.
3. Hidung :
Batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, tanda-
tanda distres pernafasan mungkin ada, khususnya pada
adanya sindrom aspirasi mekonium, mukus mungkin hijau
pekat, pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.
4. Mulut :
Bibir atas tipis, dagu maju, refleks menelan dan menghisap
yang lemah, mukosa mulut (kotor, bersih), ada lendir atau
tidak.
5. Telinga :
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan,
bentuk/simetris, letaknya, pendengaran, cacat bawaan, dan
lain-lain.
6. Muka :
Pals muka, tanda-tanda dismorfik, seperti lipatan epkantus,
jarak mata yang lebar, adanya kelainan bentuk, kelainan
letak, trauma.
7. Leher :
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek,
trauma atau akibat fiksasi posisi bayi dapat menimbulkan
hematom atau fibrosis.
8. Jantung :
Denyut jantung rata-rata 120 sampai 160 permenit pada
bagian apical dengan ritme yang teratur; pada saat
kelahiran, kebisingan jantung terdengar pada seperempat
bagian interkostal, yang menunjukkan aliran darah dari
kanan kiri karena hipertensi atau atelektasis paru.
9. Abdomen :
Dapat tampak skafoid atau konkaf, pengeluaran mekonium
biasanya terjadi dalam waktu 12 jam ; ada atau tidak ada
anus ; ketidaknormalan congenital lain.
10. Genetalia :
Bagi perempuan: klitoris yang menonjol dengan labia
mayora yang belum berkembang; bagi laki-laki: skrotum
yang belum berkembang sempurna dengan ruga yang kecil,
testis tidak turun ke dalam skrotum.
11. Anus :
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air
besar serta warna dari feses.
12. Ekstremitas :
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan
jari-jari tangan serta jumlahnya, warna mekonium mungkin
jelas pada jari tangan.
13. Pertumbuhan dan Perkembangan :
Riwayat tumbuh kembang meliputi berat badan, panjang
badan, lingkar kepala/dada dan lengan saat lahir, BB lahir
normal 2500-3000 gram, PB 45-50 cm, LK 32-37 cm
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada neonatus dengan BBLR
antara lain:
a. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan produksi surfactan yang
belum optimal.
b. Resiko terjadinya hipotermi b/d lapisan lemak pada kulit yang masih
tipis.
c. Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan
reflek menghisap lemah.
d. Resiko terjadinya infeksi b/d tali pusat yang belum kering, imunitas
yang belum sempurna, ketuban meconial.
e. Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang
meningkat.
f. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan
dengan perawatan intensif.
3. Intervensi
a. Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas b/d produksi surfactan yang
belum optimal.
Tujuan : Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria :
1. Pernafasan normal 40-60 kali permenit.
2. Pernafasan teratur.
3. Tidak cyanosis.
4. Wajah dan seluruh tubuh berwarn kemerahan (pink variable).
5. Gas darah normal
PH = 7,35 – 7,45
PCO2 = 35 mm Hg
PO2 = 50 – 90 mmHg
Intervensi Raasional
1. Letakkan bayi terlentang Memberi rasa nyaman dan
dengan alas yang data, kepala mengantisipasi flexi leher yang
lurus, dan leher sedikit dapat mengurangi kelancaran
tengadah/ekstensi dengan jalan nafas.
meletakkan bantal atau
selimut diatas bahu bayi
sehingga bahu terangkat 2-3
cm.
2. Bersihkan jalan nafas, mulut, Jalan nafas harus tetap
hidung bila perlu. dipertahankan bebas dari lendir
untuk menjamin pertukaran gas
yang sempurna.
3. Observasi gejala kardinal dan Deteksi dini adanya kelainan.
tanda-tanda cyanosis tiap 4
jam.
4. Kolaborasi dengan team Mencegah terjadinya
medis dalam pemberian O2 hipoglikemia.
dan pemeriksaan kadar gas
darah arteri.

b. Diagnosa 2 : Resiko terjadinya hipotermi b/d lapisan lemak pada kulit


yang masih tipis.
Tujuan : Tidak terjadi hipotermia
Kriteria :
1. Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C.
2. Akral hangat
3. Warna seluruh tubuh kemerahan
Intervensi Rasional
1. Letakkan bayi terlentang Mengurangi kehilangan panas
diatas pemancar panas pada suhu lingkungan sehingga
(infant warmer) meletakkan bayi menjadi hangat.
2. Singkirkan kain yang sudah Mencegah kehilangan tubuh
dipakai untuk mengeringkan melalui konduksi.
tubuh, letakkan bayi diatas
tubuh, letakkan bayi diatas
handuk / kain yang kering
dan hangat.
3. Observasi suhu bayi tiap 6 Perubahan suhu tubuh bayi dapat
jam. menentukan tingkat hipotermia.
4. Kolaborasi dengan team Mencegah terjadinya
medis untuk pemberian Infus hipoglikemia.
Glukosa 5% bila ASI tidak
mungkin diberikan.

c. Diagnosa 3 : Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi


sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
1. Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik.
2. Berat badan tidak turun lebih dari 10%.
3. Retensi tidak ada.
Intervensi Rasional
1. Lakukan observasi BAB dan Deteksi adanya kelainan pada
BAK jumlah dan frekuensi eliminasi bayi dan segera
serta konsistensi. mendapat tindakan / perawatan
yang tepat.
2. Monitor turgor dan mukosa Menentukan derajat dehidrasi
mulut. dari turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor intake dan out put. Mengetahui keseimbangan cairan
tubuh (balance).
4. Beri ASI/PASI sesuai Kebutuhan nutrisi terpenuhi
kebutuhan. secara adekuat.
5. Lakukan control berat badan Penambahan dan penurunan
setiap hari. berat badan dapat di monitor.
6. Lakukan control berat badan Penambahan dan penurunan
setiap hari. berat badan dapat di monitor.
d. Diagnosa 4 : Resiko terjadinya infeksi b/d tali pusat yang belum
kering, imunitas yang belum sempurna, ketuban meconial.
Tujuan : Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
2. Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi Rasional
1. Lakukan teknik aseptik dan Pada bayi baru lahir daya tahan
antiseptik dalam memberikan tubuhnya kurang / rendah.
asuhan keperawatan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah Mencegah penyebaran infeksi
melakukan tindakan. nosokomial.
3. Pakai baju khusus/ short waktu Mencegah masuknya bakteri dari baju
masuk ruang isolasi (kamar bayi). petugas ke bayi.
4. Lakukan perawatan tali pusat Mencegah terjadinya infeksi dan
dengan triple dye 2 kali sehari. memper-cepat pengeringan tali pusat
karena mengan-dung anti biotik, anti
jamur, desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) Mengurangi media untuk pertumbuhan
dan lingkungan bayi. kuman.
6. Observasi tanda-tanda infeksi dan Deteksi dini adanya kelainan.
gejala kardinal.
7. Hindarkan bayi kontak dengan Mencegah terjadinya penularan infeksi.
sakit.
8. Kolaborasi dengan team medis Mencegah infeksi dari pneumonia.
untuk pemberian antibiotik.
9. Siapkan pemeriksaan laboratorat Sebagai pemeriksaan penunjang.
sesuai advis dokter yaitu
pemeriksaan DL, CRP.

e. Diagnosa 5 : Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan


metabolisme yang meningkat.
Tujuan : Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan
Kriteria :
1. Akral hangat
2. Tidak cyanosis
3. Tidak apnea
4. Suhu normal (36,5°C -37,5°C).
5. Distrostik normal (> 40 mg).
Intervensi Rasional
1. Berikan nutrisi secara adekuat dan Mencega pembakaran glikogen dalam
catat serta monitor setiap tubuh dan untuk pemantauan intake dan
pemberian nutrisi. out put.
2. beri selimut dan bungkus bayi Menjaga kehangatan agar tidak terjadi
serta perhatikan suhu lingkungan proses pengeluaran suhu yang
berlebihan sedangkan suhu lingkungan
berpengaruh pada suhu bayi.
3. Observasi gejala kardinal (suhu, Deteksi dini adanya kelainan.
nadi, respirasi).
4. Kolaborasi dengan team medis Untuk mencegah terjadinya
untuk pemeriksaan laborat yaitu hipoglikemia lebih lanjut dan kompli-
distrostik. kasi yang ditimbulkan pada organ -
organ tubuh yang lain.

f. Diagnosa 6 : Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu


sehubungan dengan perawatan intensif.
Tujuan : Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu
Kriteria :
1. Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi.
2. Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.
Intervensi Rasional
1. para ibu / keluarga diberitahu Ibu mengerti keadaan bayinya dan
tentang keadaan bayinya mengura-ngi kecemasan serta untuk
sekarang. kooperatifan ibu/keluarga.
2. Bantu orang tua / ibu Membantu memecah-kan permasalahan
mengungkapkan perasaannya. yang dihadapi.
3. Orientasi ibu pada lingkungan Ketidaktahuan memperbesar stressor.
rumah sakit.
4. Tunjukkan bayi pada saat ibu Menjalin kontak batin antara ibu dan
berkunjung (batasi oleh kaca bayi walaupun hanya melalui kaca
pembatas). pembatas.
5. Lakukan rawat gabung jika Rawat gabung merupakan upaya
keadaan ibu dan bayi jika mempererat hubungan ibu dan
keadaan bayi memungkinkan. bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang.

4. Evaluasi
a. Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
b. Tidak terjadi hipotermia
c. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
d. Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
e. Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan
f. Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu

DAFTAR PUSTAKA

Festy,pipit. 2009. Analisis Faktor Resiko pada Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah di Kabupaten Sumenep. Surabaya : Fakultas Ilmu kesehatan
UM

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2009. Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam :
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta
Kun, Saputra. 2012 . Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).URL :
http://kamusaskep.blogspot.com/2012/ 12/berat-badan-lahir-rendah-
bblr.html. diakses tanggal 10 mei 2013

Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik.


Jakarta : Salemba Medika

Syafruddin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai