Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTIO CAESAREA


DENGAN KPD (KETUBAN PECAH DINI)
RS UNIVERSITAS BRAWIJAYA KOTA MALANG

OLEH :
RACHEL WIDYA DWILARASATI
P1337420920014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021
A. KONSEP DASAR SECTION CAESAREA
1. PENGERTIAN
Post partum disebut masa nifas, ataupun puerporium adalah masa
pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan
kembali seperti pra hamil, lama nifas ini yaitu 6 – minggu.
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau
sectio caesarea adalah suatu histerectomia untuk mengeluarkan janin dari
dalam rahim.

2. JENIS –JENIS OPERASI SECTIO CAESAREA


a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) Sectio caesarea transperitonealis
a) Sectio caesarea klasik atau corporal (dengan insisi memanjang
pada corpus uteri).
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin dengan cepat
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
tidak ada reperitonealis yang baik
 Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi
rupture uteri spontan
b) Sectio caesarea ismika atau profundal (low servikal dengan
insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakuan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
 Umpan tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
 Perdarahan tidak begitu banyak
 Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih
kecil
Kekurangan :
 Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan , dan bawah sehingga
dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga
mengakibatkan perdarahan banyak
 Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
2) Sectio caesarea peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal

b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)


Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (transversal)
3) Sayatan huruf T ( T insicion)

3. INDIKASI DILAKUKAN SECTIO CAESAREA


Indikasi sectio caesarea terdiri atas 2 indikasi yaitu indikasi medis dan
indikasi non medis.
a. Indikasi medis (Kristiani maria, dkk. 2017)
Ada dua faktor yaitu :
1) Faktor Janin
a) Post Date
b) Presentasi dahi
c) Presentasi muka
d) Presentasi bahu (shoulder presentation)
e) Bayi besar
f) Gemeli
g) Distoria oleh karena tumor dan bayi terlalu besar
h) Gawat janin/ fetal distres
i) Faktor plasenta (plasenta previa dan solusio plasenta)
j) Letak bayi sungsang/ lintang
k) Hydramnion

2) Faktor Ibu
a) CPD (Chepalo Pelvic Disproportion)
b) Panggul sempit
c) KPD (Ketuban Pecah Diri)
d) Hambatan lahir (tumor)
e) Partus lama (Prologed Labor)
f) PE(Pre Eklamsia)
g) Hipertensi
h) Plasenta previa
i) Bekas sectio caesarea
j) Asma
k) Haimoroid

b. Indikasi non medis (Patoh Arimina. 2015)


1) HSVB (High Social Value Baby)
2) APS (Atas Permintaan Sendiri)
Kedua hal ini timbul karena adanya permintaan pasien walaupun tidak
ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalinan normal.
Indikasi non medis biasanya sudah direncakanan terlebih dahulu untuk
melakukan tindakan sectio caesarea atau disebut dengan sectio
caesarea alektif.
4. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan/ hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/ spontan seperti
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, bayi gemeli, partus
lama, malpresentasi janin, gawat janin, ibu dengan anemia, ibu dengan
hipertensi, Ketuban Pecah Dini dan lain-lain. Dari beberapa kondisi yang
ada yang menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
sectio caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang
akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan
menimbulkan intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi akan
menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan saraf-
saraf di daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post operasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan luka
post operasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi.
5. WOC POST SECTIO CAESAREA Karakteristik persalinan SC
Karakteristik persalinan SC berdasrkan indikasi faktor ibu
berdasarkan indikasi faktor 1. Anemia
janin 2. KPD
1. Post Date 3. Haimoroid
2. Gemely 4. Bekas SC
3. Presentasi Muka
SECTION 5. Hypermiopia
4. Hydramnion CAESARIA 6. PER
5. Letak sungsang 7. Placenta Previa
6. Fetal Distres 8. Asma
9. PRM
Post Operasi SC

Post Anestesi Spinal Luka Post Operasi

Penurunan Penurunan Gangguan Jaringan Jaringan


saraf saraf otonom pada G1 terputus terbuka
ekstremitas
bawah
Penurunan Mual dan Merangsang Proteksi kurang
saraf vegetatis muntah area sensorik
Kelumpuhan
motorik
Invasi bakteri
GANGGUAN Penurunan NYERI
CEMAS peristaltik
MOBILITAS
usus DEFISIT
NUTRISI RISIKO
INFEKSI

KONSTIPASI Nifas

Uterus Laktasi Psikologis


(Taking in, Taking Hold,
Taking go)
Kontraksi uterus Progesteron dan
esterogen menurun
Perubahan Psikologis

Prolaktin meningkat
Adekuat Tidak adekuat Penambahan anggota
baru

Atonia uretra Pertumbuhan kelenjar Kebutuhan meningkat


Pengelupasan desidua susu terangsang

PERUBAHAN POLA
PERAN
Lochea Perdarahan Isapan bayi

Oksitosin meningkat
Hipovolemik Anemia

Ejeksi ASI

RISIKO HbO2
KETIDAKSEIMBANGAN menurun
CAIRAN
Adekuat Tidak adekuat

Metabolisme anaerob ASI keluar ASI tidak keluar

Asam laktat Efektif laktasi Inefektif laktasi


meningkat

Kurang pengetahuan
perawatan payudara
Suplai O2 ke jaringan Kelelahan
menurun
MENYUSUI TIDAK
EFEKTIF
INTOLERANSI
Nekrose AKTIVITAS
6. KOMPLIKASI PASCA POST SECTIO CAESAREA
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi sectio caesarea antara
lain :
a. Infeksi puerperal (Nifas)
 Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
 Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
 Berat , peritonealis, sepsis, dan usus paristaltik
b. Perdarahan
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbukaa
 Perdarahan pada plasenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Elektro Ensefalo Dipakai untuk membantu menetspkan jenis dan fokus
Gram (EEG) dari kejang
b. Pemindaian CT Menggunakan kajian sinar-X yang lebih sensitif dari
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan
jaringan
c. Magneti Resonance Menghasilkan bayangan dengan menggunakan
Imaging (MRI) lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna
untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak
jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
d. Pemindaian Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan
Positron Emission membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
Tomography (PET) metabolik atau aliran darah dalam otak
e. Uji laboratorium  Pungsi lumbal : menganalisis cairan
serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit
dan hematokrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 GDA
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis post sectio caesarea yaitu :
a. Perawatan awal
1) Tetakkan klien dalam posisi pemulihan
2) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4) Tranfusi jika ada indikasi syok hemorarge
5) Jika tanda vital dan hemotokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi
perdarahan pasca bedah
b. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit
agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10 %, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
c. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah pasien flaktus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 –
10 jam setelah operasi, berupa air putih dan air teh
d. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, pasien dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskan
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai hari ke 5 pasca
operasi
e. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada pasien, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 – 48 jam/ lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan pasien.
f. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibotik sangat berbeda-beda
setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria : Ketopropen sup 2 x / 24 jam
b) Oral : Tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi : penitidine 90 – 75 mg diberikan setiap 6
jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum pasien dapat
diberikan caboransia seperti neurobion I Vit. C
4) Perawatan luka
a) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan
tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut
b) Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri
plaster untuk mengencangkan
c) Ganti pembalut untuk mengencangkan
d) Ganti pembalut dengan cara steril
e) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
f) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat
jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC
5) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi, dan pernafasan

B. KONSEP DASAR KETUBAN PECAH DINI (KPD)


1. PENGERTIAN
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan atau sebelum inpartu pada pembukaan < 4 cm (fase laten) yang
terjadi setelah kehamilan berusia 22 minggu. Ketuban pecah dini (KPD)
adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah dini pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8 – 10 %
wanita hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo,
2017)
2. ETIOLOGI
Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini
adalah : (Prawirohardjo, 2017)
a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana
korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan
janin, bahkan dapat menjadi sepsis. Infeksi, yang terjadi secara
langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
KPD.
b. Servik yang inkompeten
Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu
terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan,
curettage). Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi
(inkompetensia), didasarkan pada adanya ketidakmampuan
serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan. Inkompetensi
serviks sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester
kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus
yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian besar
kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada
konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan
serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik.
c. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban
pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat
hamil baik dari frekuensi yang ≥4 kali seminggu, posisi koitus
yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar
37,50% memicu terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini karena biasanya disertai infeksi.
d. Ketegangan intra uterin
Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat
dengan hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan intra
uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan misalnya
trauma, hidroamnion, gemeli
e. Kelainan letak
Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul serta dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
f. Paritas
Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara.
Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin
mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang
mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi
psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti
emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan. Selain itu, hal ini
berhubungan dengan aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan
kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan yang tidak terlalu
dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti keputihan atau
infeksi maternal. Sedangkan multipara adalah wanita yang telah
beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup.
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak
kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya.
g. Usia kehamilan
Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang
jelas, infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya
KPD dan persalinan preterm (Prawirohardjo, 2010). Pada
kelahiran <37 minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan
bila ≥47 minggu lebih sering mengalami KPD (Manuaba, 2010).
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum
usia kehamilan 37 minggu adalah sindroma distress pernapasan,
yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.
h. Riwayat KPD sebelumnya
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD
kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat
ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam
membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan
ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi.
Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita
yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko
mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang
tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena
komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan
kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.
3. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini menurut Manuaba (2010)
adalah :
a. Terjadinya pembukaan premature servik
b. Membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi serta
nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin
berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang
mengeluarkan enzim proteolotik dan enzim kolagenase.

4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis
dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes
atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak
akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi
bila duduk/berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda infeksi yang terjadi.

5. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada KPD meliputi mudah terjadinya
infeksi intra uterin, partus prematur, dan prolaps bagian janin terutama
tali pusat (Manuaba, 2009). Terdapat tiga komplikasi utama yang
terjadi pada KPD yaitu peningkatan morbiditas neonatal oleh karena
prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran, dan resiko
infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban
yang utuh merupakan penghalang penyebab infeksi (Prawirohardjo,
2017).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Lab
1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
konsentrasi, bau, dan pHnya. Cairan yang keluar dari vagina ini
ada kemungkinan air ketuban , urine atau secret vagina
2) Secret ibu hamil pH: 4-5 dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna tetap kuning
3) Tes lakmus (nitrazin) jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7
-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif
palsu
4) Mikroskopik (tes pakis) dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering
b. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya
maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan
perkembangan paru yang sehat
b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi
peicu sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas
c. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan
diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan
kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin
Kehamilan ≥47 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25µg – 50µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila skor pelvic < 5, lakukan
pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri
persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvic > 5, induksi
persalinan

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien dan penanggung jawab yang meliputi :
Nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnostik
medik, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi pasien
multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan
setelah pasien operasi
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit
yang sama seperti pernah melakukan operasi sectio caesarea
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien apakah ada dalam anggota
keluarganya yang mengalami penyakit hipetensi, diabetes mellitus,
hipertensi, jantung, dan adakah keluarga yang melahirkan anak
dengan cara operasi sectio caesarea
e. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini
sehingga dapat mempengaruhi cara pencegahan, penanganan,
perawatan serta kurangnya menjaga kebersihan tubuh akan
menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya
3) Pola aktivitas
Pasien post partum dapat melakukan aktifitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak menimbulkan tenaga banyak,
cepat lelah, pada pasien nifas didapatkan keterbatasan aktifitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri
4) Pola eliminasi
Pasien post partum sering terjadi adanya perasaan sering/ susah
BAK selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya
edema, yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena pasien takut untuk melakukan BAB
5) Pola istirahat dan tidur
Pasien nifas terjadi perubahan pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran pasien dalam keluarga meliputi hubungan pasien dengan
keluarga dan orang lain
7) Pola penanggulangan stress
Biasanya pasien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori pasien merasakan nyeri pada perineum akibat luka
jahitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
pasien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilannya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis pasien terjadi
perubahan konsep diri antara lain body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan seksual
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas

f. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Mata
Adanya pembengkakkan pada kelompak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning
3) Telinga
Biasanya betuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hitung
5) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya pembesaran kelenjar tyroid,
karena adanya proses menerang yang salah
6) Dada dan payudara
7) Abdomen
Pada pasien nifas abdomen kendor, kadang-kadang strine masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawah pusat
8) Ginetalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekonium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak
9) Anus
Kadang-kadang pada pasien nifas ada luka pada anus karena
rupture
10) Ekstremitas
Pemeriksaan edema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena pre eklsmsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (sectio
caesarea)
b. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/ luka kering bekas
operasi
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi, kelemahan
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik akibat
tindakan anestesi dan pembedahan
3. RENCANA TINDAKAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L. 08066) Manajemen Nyeri (1.08238)
(D.0077) Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Observasi
1 x 24 jam diharapkan nyeri pada 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, dirasi, frekuensi, kualitas,
pasien menurun dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
Tingkat Nyeri : 2. Identifikasi nyeri
1. Nyeri berkurang dengan skala 4 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Klien tidak mengeluh nyeri 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3. Klien tampak tenang 5. Monitor efek samping penggunaan analgetik
4. Klien dapat tidur dengan tenang  Terapeutik
5. Frekuensi nadi dalam batas normal 6. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(60-100 x/ menit) (mis. Tarik nafas dalam, genggam jari, kompres hangat/
6. RR dalam batas normal (16-20 x/ dingin, distraksi dll)
menit) 7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Kontrol Nyeri 8. Fasilitasi istirahat dan tidur
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 9. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
dengan menggunakan manajemen strategi meredakan nyeri
nyeri  Edukasi
2. Mampu mengenali nyeri (skala, 10. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda 11. Jelaskan strategi meredakan nyeri
nyeri) 12. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Status Kenyamanan: 13. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
1. Menyatakan rasa nyaman setelah 14. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
nyeri berkurang  Kolaborasi
15. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
2 Intoleransi Toleransi Aktivitas (L. 05047) Manajemen Energi (1.05178)
Aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Observasi
(D. 0056) 2 x 24 jam masalah toleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
meningkat, dengan kriteria hasil : kelelahan
1. Frekuensi nadi meningkat (5) 2. Monitor pola dan jam tidur
2. Saturasi oksigen meningkat (5) 3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
aktivitas sehari-hari meningkat (5)  Terapeutik
4. Kecepatan berjalan meningkat (5) 4. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis.
5. Perasaan lemah menurun (5) Cahaya, suara, pengunjung)
6. Tekanan darah membaik (5) 5. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ atau aktif
7. Frekuensi napas membaik (5) 6. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Edukasi
7. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Pemantauan Tanda Vital (1.02060)
 Observasi
9. Monitor tekanan darah
10. Monitor nadi
11. Monitor pernapasan
12. Monitor suhu
13. Monitor oksimetri nadi

3 Defisit Tingkat Pengetahuan (L.12111) Edukasi Kesehatan (1.12383)


pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawtan 1  Observasi
(D.0111) x 8 jam diharapkan tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
klien membaik, dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
(5)  Terapeutik
2. Perilaku sesuai pengetahuan 3. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
meningkat (5) 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Pertanyaan tentang masalah yang 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
dihadapi menurun (5)  Edukasi
6. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
8. Ajarkan stratergi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
Edukasi Nutrisi (1.12395)
 Edukasi
9. Jelaskan pada klien makanan yang dapat mempercepat proses
penyembuhan luka post op
Edukasi Pencegahan Infeksi (1.12406)
 Edukasi
10. Jelaskan tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
11. Ajarkan merawat luka post op
12. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
13. Anjurkan mencuci tangan sebelum memegang luka post op
14. Anjurkan kecukupan mobilisasi sesuai kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

Kristiani Maria, Ngesti, Susmini. 2017. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Pengambilan Keputusan Persalinan SC pada Ibu di RSIA Melati Husada Malang”.
Nursing News Volume 2

Walyani, Elizabeth S dan Th. Endang P. 2015. “Asuhan Kebidanan Masa Nifas
dan Menyusu. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. “Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Edisi I”. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. “Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
I Cetakan III”. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi I Cetakan II”. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai