Anda di halaman 1dari 34

TUGAS UAS

STUDI KUALITATIF DESKRIPTIF PENGETAHUAN


TENAGA KESEHATAN DAN NON KESEHATAN
TENTANG PANDEMI COVID-19 DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PANGKALAN KERINCI

ENDAH DWI SAPUTRI, S.Gz


NIM. 2005043

Dosen Pengampu :
Sumengen Sutomo, SKM, MPH, DrPH

STIKES HANG TUAH PEKANBARU


PROGRAM PASCA SARJANA
KESEHATAN MASYARAKAT
PEKANBARU
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pandemi COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) yang disebabkan oleh

virus SARSCoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2)

menjadi peristiwa yang mengancam kesehatan masyarakat secara umum dan

telah menarik perhatian dunia. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO (World

Health Organization) telah menetapkan pandemi COVID-19 sebagai keadaan

darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian dunia internasional

(Güner, Hasanoğlu, & Aktaş, 2020).

Berdasarkan data Gugus Tugas COVID-19 Republik Indonesia, kasus

COVID-19 mencapai 448.000 kasus, dengan angka kesembuhan 379.000 pasien

dan 14.836 pasien meninggal dunia. Jika dipersentasikan angka kesembuhan di

Indonesia sebesar 84.5%. Walaupun demikian angka kematian juga tergolong

tinggi yaitu 3.31%. Sementara itu Propinsi Riau menempati urutan ketiga

tertinggi penemuan kasus Covid 19. Untuk Kabupaten Pelalawan juga

merupakan Kabupaten dengan angka penemuan kasus tertinggi di Riau, yaitu

845 Kasus, meninggal 9 orang dan sembuh 719 pasien dan yang masih di isolasi

masih ada 69 pasien (Gugus Tugas COVID-19, 2020). Berdasarkan data

tersebut, maka semua pihak terkait, baik pemerintah ataupun masyarakat,

semakin terdesak untuk segera mengambil tindakan dalam melakukan deteksi


dini infeksi serta mencegah penyebaran COVID-19 terjadi guna menurunkan

jumlah kasus COVID-19.

Peningkatan kasus COVID-19 yang terjadi di masyarakat didukung oleh

proses penyebaran virus yang cepat, baik dari hewan ke manusia ataupun antara

manusia. Penularan virus SARS-CoV-2 dari hewan ke manusia utamanya

disebabkan oleh konsumsi hewan yang terinfeksi virus tersebut sebagai sumber

makanan manusia, utamanya hewan keleawar. Proses penularan COVID-19

kepada manusia harus diperantarai oleh reservoir kunci yaitu alphacoronavirus

dan betacoronavirus yang memiliki kemampuan menginfeksi manusia. Kontak

yang erat dengan pasien terinfeksi COVID-19 akan mempermudah proses

penularan COVID-19 antara manusia (Wei et al., 2020).

Proses penularan COVID-19 disebabkan oleh pengeluaran droplet yang

mengandung virus SARS-CoV-2 ke udara oleh pasien terinfeksi pada saat batuk

ataupun bersin. Droplet di udara selanjutnya dapat terhirup oleh manusia lain di

dekatnya yang tidak terinfeksi COVID-19 melalui hidung ataupun mulut.

Droplet selanjutnya masuk menembus paruparu dan proses infeksi pada manusia

yang sehat berlanjut (Wei et al., 2020). Secara klinis, representasi adanya infeksi

virus SARS-CoV-2 pada manusia dimulai dari adanya asimtomatik hingga

pneumonia sangat berat, dengan sindrom akut pada gangguan pernapasan, syok

septik dan kegagalan multiorgan, yang berujung pada kematian (Guan et al.,

2020).
Guna melawan adanya peningkatan kasus COVID-19, maka berbagai

tindakan preventif mutlak harus dilaksanakan, baik oleh pemerintah ataupun

masyarakat. Upaya preventif sejauh ini merupakan praktik terbaik untuk

mengurangi dampak pandemi COVID19, mengingat belum adanya pengobatan

yang dinilai efektif dalam melawan virus SARS-CoV-2. Saat ini, tidak adanya

vaksin untuk SARS-CoV-2 yang tersedia dan telah memenuhi berbagai fase uji

klinis, sehingga upaya preventif terbaik yang dilakukan adalah dengan

menghindari paparan virus dengan didasarkan pada PHBS (Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat). Untuk mencapai tujuan ini, langkah-langkah utama yang

hendak dilaksanakan masyarakat seperti penggunaan masker, menutup mulut

dan hidung saat bersin ataupun batuk, mencuci tangan secara teratur dengan

sabun atau desinfeksi dengan pembersih tangan yang mengandung setidaknya

60% alcohol, menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi, menjaga jarak

dari orang-orang, dan menahan diri dari menyentuh mata, hidung, dan mulut

dengan tangan yang tidak dicuci (Di Gennaro et al., 2020).

Pengetahuan dan tindakan yang nyata dari pemerintah dan masyarakat

terkait PHBS akan senantiasi mampu menurunkan jumlah kasus COVID-19,

sehingga masa pandemi COVID-19 dapat berakhir dengan cepat. Maka dari itu,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat

tentang pandemi COVID-19 di masa pandemi COVID-19. Sehingga

berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti “Studi Kualitatif

Deskriptif Pengetahuan Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan Tentang

Pandemi COVID-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Pangkalan Kerinci”.


B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka pertanyaan penelitian adalah

sebagai berikut: Bagaimanakah Pengetahuan Tenaga Kesehatan dan Non

Kesehatan Tentang Pandemi COVID-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Pangkalan

Kerinci ?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan

informasi tentang pengetahuan tenaga kesehatan dan non kesehatan tentang

pandemi COVID-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Pangkalan Kerinci.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti

untuk mengetahui tentang informasi kesehatan pandemi COVID-19 dan

penangananya.

b. Mengimplementasi teori dan ilmu yang telah didapatkan selama dalam

perkuliahan dalam bidang Global Health pada umumnya, serta

mempelajari pandemi COVID-19 pada khususnya.

2. Pihak lain

Diharapkan bermanfaat bagi pembaca untuk mempelajari pengetahuan

tentang pandemi COVID 19 sebagai referensi penelitian yang relevan untuk

peneliti selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Sejarah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan

penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan

penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang

serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom

Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar

biasa muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada bulan

Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020 yang kemudian diberi nama Severe Acute

Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan

penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19).

Hingga 23 April 2020, lebih dari 2.000.000 kasus COVID-19 telah

dilaporkan di lebih dari 210 negara dan wilayah seperti Taiwan, Thailand,

Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura, Arab

Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis,

dan Jerman. COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2


Maret 2020 sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus

yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat

mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang

tertinggi di Asia Tenggara. Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan

33.106 kematian di seluruh dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi

pusat pandemi COVID-19, dengan kasus dan kematian sudah melampaui

China. Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan kasus COVID-

19 terbanyak dengan penambahan kasus baru sebanyak 19.332 kasus pada

tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan 6.549 kasus baru. Italia

memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia yaitu 11,3%.5,

mengakibatkan lebih dari 195,755 orang meninggal dunia dan lebih dari

781,109 orang sembuh. Sedangkan untuk data terbaru Per 18 Agustus 2020

kasus COVID-19 di Dunia 22.034.440 dimana Amerika Masih menduduki

peringkat pertama 5.620.361 kasus dan Indonseia yaitu 143.043 kasus serta

DKI Jakarta yaitu 30.597 kasus (WHO, 2020)

2. Gejala, Tingkat Bahayanya Dan Transmisi COVID-19

Menginfeksi Manusia Gejala penderita COVID-19 pada umumnya

umum berupa demam ≥380 C, batuk kering, dan sesak napas. Jika ada orang

yang dalam 14 hari sebelum muncul gejala tersebut pernah melakukan

perjalanan ke negara terjangkit, atau pernah merawat/kontak erat dengan

penderita COVID-19, maka terhadap orang tersebut akan dilakukan

pemeriksaan laboratorium lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya.

Seperti penyakit pernapasan lainnya, COVID-19 dapat menyebabkan gejala


ringan termasuk pilek, sakit tenggorokan, batuk, dan demam. Sekitar 80%

kasus dapat pulih tanpa perlu perawatan khusus. Sekitar 1 dari setiap 6 orang

mungkin akan menderita sakit yang parah, seperti disertai pneumonia atau

kesulitan bernafas, yang biasanya muncul secara bertahap. Walaupun angka

kematian penyakit ini masih rendah (sekitar 3%), namun bagi orang yang

berusia lanjut, dan orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada

sebelumnya (seperti diabetes, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung),

mereka biasanya lebih rentan untuk menjadi sakit parah. Melihat

perkembangan hingga saat ini, lebih dari 50% kasus konfirmasi telah

dinyatakan membaik, dan angka kesembuhan akan terus meningkat. Saat ini,

penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi

utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-2

dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau

bersin dari hidung atau mulut. Droplet tersebut kemudian jatuh pada benda di

sekitarnya. Kemudian jika ada orang lain menyentuh benda yang sudah

terkontaminasi dengan droplet tersebut, lalu orang itu menyentuh mata,

hidung atau mulut (segitiga wajah), maka orang itu dapat terinfeksi

COVID19. Atau bisa juga seseorang terinfeksi COVID-19 ketika tanpa

sengaja menghirup droplet dari penderita. Inilah sebabnya mengapa kita

penting untuk menjaga jarak hingga kurang lebih satu meter dari orang yang

sakit. Selain itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol

(dihasilkan melalui nebulizer) selama setidaknya 3 jam. WHO

memperkirakan reproductive number (R0) COVID-19 sebesar 1,4 hingga 2,5.


Namun, studi lain memperkirakan R0 sebesar 3,28. Saat ini WHO menilai

bahwa risiko penularan dari seseorang yang tidak bergejala COVID19 sama

sekali sangat kecil kemungkinannya. Namun, banyak orang yang

teridentifikasi COVID-19 hanya mengalami gejala ringan seperti batuk

ringan, atau tidak mengeluh sakit, yang mungkin terjadi pada tahap awal

penyakit. Sampai saat ini, para ahli masih terus melakukan penyelidikan

untuk menentukan periode penularan atau masa inkubasi COVID-19 (WHO,

2020).

3. Cara Pencegahan Penyebaran COVID-19

Sebelum mengetahui bagaimana cara pencegahan virus Corona, maka

penting kiranya kita sebagai warga mengenali terlebih dahulu cara

penyebaran virus Corona. Virus ini menyebar melalui kontak langsung

dengan tetesan cairan pernapasan orang yang terinfeksi (melalui batuk dan

bersin). Individu juga dapat terinfeksi dari dan dengan menyentuh permukaan

yang terkontaminasi virus dan menyentuh wajah mereka (contoh: mata,

hidung, mulut). Virus COVID-19 bisa bertahan di permukaan selama

beberapa jam, namun desinfektan dapat membunuhnya (WHO, 2020).

Setelah virus Corona mewabah dan memakan korban jiwa dalam jumlah

banyak sejak periode awal Maret 2020 sampai dengan Juni 2020, virus

Corona menjadi ramai diberitakan oleh TV dan media sosial. Dengan

banyaknya pemberitaan media terkait virus Corona, dengan sendirinya

pengetahuan masyarakat terkait COVID-19 menjadi terbentuk disebabkan

oleh kekhawatiran bahkan ketakutan akan terjangkit oleh virus Corona.


Pengetahuan yang melekat dalam pikiran masyarakat terkait COVID-19

adalah:

a. Penyebaran virus Corona sangat cepat

b. Virus Corona mematikan

c. Virus Corona berasal dari China (Wuhan)

d. Virus Corona menyerang saluran pernapasan

e. Wabah virus Corona menyebar secara global (global pandemic)

f. Virus Corona memiliki gejala umum seperti flu batuk

g. Hingga kini vaksin virus Corona belum ditemukan.

Oleh karena pengetahuan umum masyarakat (public opinion) tentang

Corona telah terbentuk, utamanya pengetahuan tentang cara penyebaran dan

bahaya virus Corona yang mematikan, maka selanjutnya sikap yang

diperlukan dilakuan oleh masyarakat adalah mencegah dan menghentikan

agar virus Corona tidak menjangkiti warga masyarakat dalam jumlah lebih

banyak lagi. Langkah selanjutnya adalah menghentikan penyebaran virus

Corona agar korban bisa diminimalisir. Langkah-langkah kesehatan publik

(public health) yang dapat ditempuh oleh warga masyarakat untuk mencegah

dan memperlambat penyebaran virus Corona, sebagaiman saran World

Health Organization dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Gayes

& Mahestu, 2020), diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, menjaga jarak dengan orang lain, minimal 1,5 meter, utamanya

jika sedang berada di luar rumah atau di ruang publik tempat keramaian

(crowded). Kedua, Hindari keluar rumah, apabila terpaksa harus keluar rumah
hanya untuk keperluan yang sangat penting dan mendesak. Ketiga, selalu

menggunakan masker jika bepergian atau keluar rumah, serta menutup mulut

dan hidung dengan siku yang tertekuk atau menutup mulut dan hidung dengan

tisu saat batuk atau bersin. Untuk kesehatan, segera buang tisu yang telah

digunakan. Keempat, selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

Kelima, selalu membersihkan permukaan dan barang yang sering disentuh

dengan menggunakan desinfektan. Keenam, membiasakan diri untuk

mengkonsumsi makanan dan minuman dengan gizi yang seimbang. Ketujuh,

meningkatkan imunitas tubuh dengan olah raga teratur, istirahat yang cukup

dan berjemur di sinar matahari di waktu pagi hari antara jam 06.00 – 09.00

Wita. Terakhir, menghindari perasaan cemas (ansietas), gelisah, panik, dan

stress yang berlebihan, yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh. Di

samping hal tersebut di atas, warga perlu juga melakukan hal-hal berikut agar

terhindar dari penularan virus Corona. Berbagai cara yang dapat dilakukan

warga agar warga dapat terhindar dari penularan COVID-19 yakni sebagai

berikut:

Pertama, apabila berpergian, hindari menggunakan transportasi publik

(angkot, bus, kereta api, dll). Kedua, menghindari tempat hiburan seperti

bioskop, mall, restoran, café, dll. Ketiga, membatasi belanja hanya untuk

kebutuhan hidup yang penting dan pokok-pokok saja, seperti belanja

kebutuhan sembilan bahan pokok. Keempat, mengurangi kontak langsung

dengan warga (social and physical distancing). Kelima, selama masa

pandemi belum berakhir, hindari kunjungan ke Fasilitas Kesehatan (Rumah


Sakit, Puskesmas, Klinik, dokter), meskipun sakit yang diderita di luar gejala

COVID-19. Banyak kasus yang terjadi di masyarakat, ketika warga menderita

sakit, keluhannya adalah sakit maag, tipes, atau flu biasa, pihak Rumah Sakit

memvonis warga dengan virus Corona. Akibatnya banyak warga yang

meninggal dunia karena salah melakukan diagnosis penyakit. Terakhir,

adalah berdiam diri di rumah atau tetap berada di rumah saja sepanjang hari

bersama keluarga (stay at home with family) (Tuwu, 2020).

4. Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Pandemi COVID-19

Berbagai kebijakan pemerintah untuk mencegah penyebaran penularan

virus Corona agar tidak menyebar luas di dalam masyarakat, yang telah

diimplemetasi selama masa penularan wabah COVID-19 adalah sebagai

berikut:

a. Kebijakan berdiam diri di rumah (Stay at Home)

b. Kebijakan Pembatasan Sosial (Social Distancing)

c. Kebijakan Pembatasan Fisik (Physical Distancing)

d. Kebijakan Penggunaan Alat Pelindung Diri (Masker)

e. Kebijakan Menjaga Kebersihan Diri (Cuci Tangan)

f. Kebijakan Bekerja dan Belajar di rumah (Work/Study From Home)

g. Kebijakan Menunda semua kegiatan yang mengumpulkan orang

banyak

h. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

i. Kebijakan pemberlakuan kebijakan New Normal.


Selain kebijakan pencegahan penularan virus Corona, Pemerintah

Indonesia juga telah mengimplementasikan berbagai kebijakan dalam upaya

melindungi masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang rendah utamanya

golongan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dari dampak

negatif COVID-19. Hingga 1 Mei 2020, total sebanyak 159 negara telah

merencanakan, memperkenalkan atau mengadaptasi 752 jenis perlindungan

sosial dalam upaya penanggulangan dampak negatif wabah COVID-19. Sejak

20 Maret, telah terjadi kenaikan tiga kali lipat dalam jumlah negara dan

delapan kali lipat dalam jenis perlindungan sosial (Syamsulhakim, 2020).

Untuk Jaring Pengaman Sosial, penanganan dampak Covid-19

pemerintah telah menyiapkan anggaran 110 Triliun rupiah, yang terdiri dari:

Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako, Kartu Prakerja,

Subsidi listrik, insentif perumahan, Sembako Jabodetabek, Bansos Tunai

Non-Jabodetabek, dan Program Jaring Pengaman Sosial lainnya (Karyono,

2020). Harus diakui bahwa di tengah wabah COVID-19 seperti sekarang,

bantuan sosial (social assistance) dan perlindungan sosial (social protection)

dari pemerintah sangat diperlukan karena hal tersebut bisa menjadi

penyambung napas jutaan orang yang terkena dampak, tidak hanya golongan

Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) seperti: buruh bangunan,

buruh pabrik, buruh tani, nelayan, ojek, pedagang, karyawan, pekerja kontrak,

pekerja serabutan, petani, peternak, supir, wiraswasta, tetapi juga semua

golongan kelas sosial (social class) dalam masyarakat. Sayangnya,

pengelolaan data yang buruk selama bertahun-tahun membuat program jaring


pengaman sosial (social-safety net program) yang diluncurkan Presiden Joko

Widodo compang-camping di lapangan.

Fakta di lapangan telah mengamini bahwa buruknya data pemerintah

telah menyebabkan kegaduhan di kalangan masyarakat, tidak hanya terjadi di

tingkat pusat tetapi juga di tingkat daerah). Kasat-kusut terkait bantuan sosial

ini telah dilaporkan oleh Koran (TEMPO, 2020) bahwa Program Jaring

Pengaman Sosial untuk meredam dampak COVID-19 acak- acakan, tumpang

tindih, dan salah sasaran akibat data amburadul. Kisruh kebijakan pemerintah

tentang bantuan sosial bagi korban bencana kesehatan ini misalnya tecermin

dari gugatan Bupati Bolaang Mongondow Timur Sehan Salim Landjar. Video

Sehan yang meradang karena tumpang-tindihnya penyaluran bantuan akibat

pandemi COVID-19 itu viral di media sosial bulan lalu. Dalam video itu,

Sehan mengumpat kanan-kiri karena ada keputusan menteri yang

mempersulit upayanya menyalurkan bantuan untuk warganya yang paling

membutuhkan. Tidak hanya di Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara,

cerita suram tentang kekacauan penyaluran bantuan juga terjadi di banyak

tempat di Indonesia. Di Pekanbaru, Riau, kepala Rukun Warga ramai-ramai

menolak bantuan karena data warga yang mereka usulkan dipangkas tanpa

alasan jelas. Sebaliknya, di Bogor, Jawa Barat, puluhan warga perumahan

berada malah menerima bantuan tunai. Di tempat-tempat lain pun banyak

dijumpai pemandangan yang sama. Beragam insiden tersebut bermuara pada

kacaunya sistem pendataan warga yang jatuh miskin akibat wabah Corona.
Besar bantuan yang dialokasikan pemerintah untuk masyarakat miskin dan

mereka yang terimbas COVID-19 sebenamya cukup memadai.

Pemerintah pusat menyediakan empat jenis bantuan sosial reguler,

termasuk Program Keluarga Harapan (PKH), dengan total bantuan Rp 37,4

Triliun untuk 10 juta keluarga, serta pembagian bahan kebutuhan pokok

senilai Rp 43,6 Triliun untuk 20 juta keluarga. Selain itu, pemerintah

mengalihkan 35 persen dari total Dana Desa tahun ini, sebesar Rp 72 Triliun,

menjadi bantuan langsung tunai. Ada pula bantuan sosial khusus untuk daerah

tertentu yang paling parah dihantam wabah COVID-19. Di daerah-daerah,

setiap pemerintah daerah berinovasi mengalokasikan dana khusus untuk

pandemik COVID-19. Bantuan sosial itu diberikan dalam bentuk dana tunai

dan paket sembako atau sembilan bahan kebutuhan pokok. Sungguh sangat

disayangkan jika dana sebesar itu salah sasaran (tidak tepat sasaran), bahkan

tidak sampai kepada mereka yaitu kelompok sosial yang amat membutuhkan

bantuan yang seharusnya menerima bantuan sosial. Jadi inilah pokok

persoalan bangsa terkait bantuan sosial yang tidak kunjung selesai yaitu

terkait masalah kelompok sasaran (tergetting groups) yang “tidak tepat

sasaran”, dan masalah data penerima bantuan sosial yang tidak sesuai dengan

jumlah riil orang miskin di lapangan. Meskipun pemerintah sudah mencoba

memperbaiki data ini, namun masalah fundamental dalam penyaluran

bantuan sosial ini tidak kunjung selesai sampai hari ini.


5. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia terhadap objek

tertentu melalui indera yang dimilikinya. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan yang dihasilkan dipengaruhi oleh intensitas perhatian

terhadap objek. Pengetahuan merupakan domain penting untuk terbentuknya

suatu tindakan seseorang. Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun

terencana yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan (Budiarto, 2010).

Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai tingkat yang

berbeda-beda. Secara garis besar dibagi menjadi 6, yakni:

a. tahu yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

b. memahami yaitu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek

yang diketahui ;

c. aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya ;

d. analisis yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatau materi ;

e. sintesis yaitu kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke

dalam suatu bentuk tertentu yang baru ;

f. evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

objek tertentu (Notoatmodjo, 2014).


B. Kerangka Pemikiran

Pengetahuan :

1. Pandemi
COVID 19 Perilaku Kesehatan
2. Gejala dan 4M:
penularan 1. Memakai
COVID 19 Masker
3. Penanganan 2. Menjaga jarak
COVID 19 3. Mencuci
tangan pakai
sabun
Sikap 4. Menjauhi
Kerumunan

Tindakan

Skema 2.1 Kerangka Pemikiran


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Moleong (2011)

penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penalitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain., secara holistik, dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan

sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini

tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling, bahkan samplingnya

sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan

fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Penelitian

kualitatif lebih menekan pada persoalan kedalaman (kualitas) data bukan

banyaknya (kuantitas) data (Kriyantono, 2009).

Periset adalah bagian integral dari data, artinya periset ikut aktif dalam

menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, periset menjadi

instrument riset yang harus terjun langsung di lapangan. Karena itu penelitian

kualitatif bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik, bukan untuk

digeneralisasikan. Desain riset dapat berubah atau disesuaikan dengan

perkembangan riset.
Secara umum, riset yang menggunakan metodologi kualitatif

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Kriyantono, 2009):

1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan, periset

adalah instrumen pokok riset.

2. Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan-

catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti dokumenter.

3. Analisis data lapangan.

4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan

komentar-komentar.

5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap periset mengkreasi realitas sebagai

bagian dari proses risetnya. Realitas dipandang dinamis dan sebagai produk

konstruksi sosial.

6. Subjektif dan berada hanya dalam referensi periset. Periset sebagai sarana

penggalian interpretasi data.

7. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah.

8. Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan

individu-individunya.

9. Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth).

10. Prosedur riset: empiris-rasional dan tidak berstruktur.

11. Hubungan antara teori, konsep, dan data: data memunculkan atau

membentuk teori baru.


B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Wilayah Kerja Puskesmas Pangkalan Kerinci

yang ditentukan secara purposive.

C. Subjek Penelitian dan Sumber Data

1. Subjek Penelitian

Informan yang dijadikan subjek penelitian ada 5 orang yaitu sebagai

berikut :

a. Tenaga Kesehatan usia 35 tahun berjenis kelamin perempuan berprofesi

sebagai perawat dan berdomisili di Wilayah Kerja Puskesmas Pangkalan

Kerinci.

b. Non Kesehatan usia 30 tahun berjenis kelamin perempuan seorang ibu

rumah tangga dan berdomisili di Wilayah Kerja Puskesmas Pangkalan

Kerinci.

2. Sumber Data

Sejalan dengan penelitian ini sumber data yang digunakan adalah

sumber data primer. Sumber data primer didapatkan secara langsung dari

responden dengan melakukan wawancara secara langsung yang dilakukan pada

tenaga kesehatan dan non kesehatan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat

digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Ada beberapa teknik atau

metode pengumpulan data yang biasanya dilakukan oleh peneliti. Peneliti


dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari metode yang ada tergantung

masalah yang dihadapi (Kriyantono, 2009).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara

lain:

1. Wawancara

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee)

yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan

wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985) dalam

Moleong (2011), antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,

organisasi, perasaan, motivasi, tuntunan, kepedulian, d-an lain-lain

kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang

dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang

diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memferivikasi,

mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti

sebagai pengecekan anggota.

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara baku terbuka, yakni menggunakan pertanyaan baku. Urutan

pertanyaan, kata-kata, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap

responden. Keluwesan mengadakan pertanyaan pendalaman (probing)

terbatas, dan hal itu bergantung situasi wawancara dan kecakapan


pewawancara. Wawancara demikian digunakan jika dipandang sangat perlu

untuk mengurangi sedapat-dapatnya variasi yang bisa terjadi antara seorang

terwawancara dengan yang lainnya. Maksud pelaksanaan tidak lain

merupakan usaha untuk menghilangkan kemungkinan terjadi kekeliruan

(Moleong, 2011). Secara spesifik agar lebih mudah wawancara digunakan

dengan teknik wawancara terstruktur karena peneliti menetapkan sendiri

masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan (Moleong, 2011).

2. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi menurut Arikunto

(2006:72) ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-

dokumen. Pada pelaksanaannya data dokumentasi merupakan data sekunder

yaitu data informasi yang terkait dengan masalah penelitian yang diperoleh

dari buku, internet, majalah, surat kabar, dan dokumen-dokumen yang

terkait.

E. Teknik Analisa Data

Dalam menganalisis data yang diperoleh dari data, baik primer maupun

sekunder, metode penelitian yang dipergunakan adalah metode analisa deskriptif

kualitatif dengan metode perbandingan tetap atau Constant Comparative

Method, karena dalam analisa data, secara tetap membandingkan kategori

dengan kategori lainnya.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, data yang telah berhasil digali, dikumpulkan

dan dicatat dalam kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan dan


kebenarannya. Oleh karena itu peneliti harus memilih dan menentukan cara-cara

yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Cara

pengumpulan data yang beragam tekniknya harus sesuai dan tepat untuk

menggali data yang benar-benar diperlukan bagi penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian diperoleh dari teknik wawancara. Wawancara

dilakukan terhadap lima orang informan yang dianggap representatif terhadap

obyek masalah dalam penelitian. Berikut ini merupakan data dari dua informan

dalam penelitian ini.

1. Tenaga Kesehatan usia 35 tahun berjenis kelamin perempuan berprofesi

sebagai perawat dan berdomisili di Wilayah Kerja Puskesmas Pangkalan

Kerinci.

2. Non Kesehatan usia 30 tahun berjenis kelamin perempuan seorang ibu

rumah tangga dan berdomisili di Wilayah Kerja Puskesmas Pangkalan

Kerinci.

Data yang diperoleh dari wawancara berupa jawaban informan atas

pertanyaan yang diajukan oleh penelitian melalui panduan wawancara yang

dilakukan secara tatap muka langsung dengan informan, yang kemudian data

jawaban tersebut disajikan dalam bentuk kutipan hasil wawancara. Kutipan hasil

wawancara tersebut memaparkan jawaban responden yang beragam mengenai

pengetahuan pandemi COVID-19. Kutipan hasil wawancara dari informan

penelitian tersebut secara lebih rinci diuraikan serta dijelaskan dalam sub bab hasil

penelitian berikut ini.


B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pengetahuan merupakan domain dari perilaku kesehatan, pada penelitian

ini bertujuan untuk melihat apakah dari informan dapat memaparkan

pengetahuan yang berhubungan dengan pandemi COVID-19. Menurut Budiarto

(2010) Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia terhadap objek

tertentu melalui indera yang dimilikinya. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan yang dihasilkan dipengaruhi oleh intensitas perhatian terhadap

objek. Pengetahuan merupakan domain penting untuk terbentuknya suatu

tindakan seseorang. Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun terencana

yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan.

1. Pengertian Pandemi COVID-19

Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus

betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini

masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan

wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu

Sarbecovirus. Infeksi coronavirus merupakan penyakit yang disebabkan oleh

virus corona dan menimbulkan gejala utama berupa gangguan pernapasan.

Penyakit ini menjadi sorotan karena kemunculannya di akhir tahun 2019

pertama kali di Wuhan, China. Lokasi kemunculannya pertama kali ini,


membuat coronavirus juga dikenal dengan sebutan Wuhan virus (Riedel et

al., 2019).

Pandemi COVID-19 adalah peristiwa menyebarnya Penyakit

koronavirus 2019 (Bahasa Inggris: Coronavirus disease 2019,

disingkat COVID-19) di seluruh dunia untuk semua Negara. Penyakit ini

disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2

(Wikipedia, 20200.

Kutipan dari informan sudah menunjukkan pengetahuan tentang

pengertian pandemi COVID 19 seperti yang dikemukakan oleh informan dari

tenaga kesehatan sebagai berikut :

“Pandemi COVID-19 adalah situasi saat ini yang sedang mewabah yaitu
suatu virus corona yang berasal dari negara China yang dirasakan oleh
hampir seluruh negara”.
Sedangkan menurut informan yang kedua adalah informan dari non

kesehatan menyatakan bahwa pandemi COVID-19 adalah sebagai berikut :

“Virus corona adalah virus yang berasal dari negara China yang dapat
membuat kita mati”.
Berdasarkan pernyataan informan kedua (non kesehatan)

menggambarkan bahwa pandemi COVID-19 bersifat mematikan, tetapi pada

dasarnya kedua pernyataan informan diatas menyatakan bahwa pandemi ini

disebabkan oleh virus dan berasal pertama kali dari China.

2. Gejala dan Penularan COVID-19

Informan kedua (non kesehatan) menyatakan bahwa :

“Virus corona dapat membuat kita mati, kadang ada juga orang sakit
dibuatnya seperti sesak nafas yang ujung-ujungnya mati.”
Dapat kita ketahui bahwa gejala yang ditimbulkan oleh COVID-19

bukan hanya sesak nafas dan berujung kepada kematian saja. Menurut WHO

(2020) Gejala penderita COVID-19 pada umumnya umum berupa demam

≥380 C, batuk kering, dan sesak napas. COVID-19 dapat menyebabkan gejala

ringan termasuk pilek, sakit tenggorokan, batuk, dan demam. Sekitar 80%

kasus dapat pulih tanpa perlu perawatan khusus. Sekitar 1 dari setiap 6 orang

mungkin akan menderita sakit yang parah, seperti disertai pneumonia atau

kesulitan bernafas, yang biasanya muncul secara bertahap. Walaupun angka

kematian penyakit ini masih rendah (sekitar 3%), namun bagi orang yang

berusia lanjut, dan orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada

sebelumnya (seperti diabetes, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung),

mereka biasanya lebih rentan untuk menjadi sakit parah.

Sedangkan informan pertama (tenaga kesehatan) lebih memaparkan

gejala COVID-19 lebih kompleks dibandingkan informan kedua :

“Gejala yang ditimbulkan apabila kita terpapar virus ini adalah deman,
batuk, pilek, tenggorokan sakit, yang lebih spesifik hilang indra penciuman
dan perasa”.

“Kalau penularan virus ini melalui droplet atau percikan air ludah kita,
misalnya saja saat kita bersin dan berbicara terpercik air ludah”.

Menurut informan kedua (non kesehatan) menyatakan bahwa :


“Kalau kita dekat-dekat dengan orang sakit korona kita bisa tertular,
mangkanya kalau ada yang sakit ini kita agak takut mau mendekat”.

WHO (2020) menyatakan bahwa transmisi SARS-CoV-2 dari pasien

simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin dari

hidung atau mulut. Droplet tersebut kemudian jatuh pada benda di sekitarnya.

Kemudian jika ada orang lain menyentuh benda yang sudah terkontaminasi
dengan droplet tersebut, lalu orang itu menyentuh mata, hidung atau mulut

(segitiga wajah), maka orang itu dapat terinfeksi COVID19. Atau bisa juga

seseorang terinfeksi COVID-19 ketika tanpa sengaja menghirup droplet dari

penderita. Inilah sebabnya mengapa kita penting untuk menjaga jarak hingga

kurang lebih satu meter dari orang yang sakit. Selain itu, telah diteliti bahwa

SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui nebulizer)

selama setidaknya 3 jam.

Dari pernyataan dua informan diatas, informan kedua (non tenaga

kesehatan) masih belum mengetahui cara penularan dan gejala yang

ditimbulkan oleh virus corona. Sedangkan informan pertama (tenaga

kesehatan) mengetahui lebih banyak tentang virus corona ini.

3. Cara Pencegahan Penularan COVID-19

Seperti yang kita ketahui bahwa penularan virus corona dapat ditekan

laju penularannya melalui kegiatan 4 M yaitu : memakai masker, menjaga

jarak, mencuci tangan pakai sabun dan menghindari kerumunan. Berikut ini

adalah hasil wawancara dengan kedua informan.

Informan pertama (tenaga kesehatan) menyatakan bahwa :

“Cara untuk mencegah agar kita tidak tertular COVID-19 yaitu dengan
melakukan 3M yaitu : memakai masker, cuci tangan pakai sabun dan yang
terakhir adalah jaga jarak. Jangan berbicara tidak pakai masker dan dalam
jarak yang dekat”.

Informan kedua (non kesehatan) menyatakan bahwa :


“Untuk terhindar dari virus corona ya jangan dekat-dekat dengan orang
yang terkena penyakit ini, kemudian jangan lupa pakai masker dan cuci
tangan pakai sabun bolehh pakai antiseptic juga bisa”.
Dari pemaparan hasil wawancara diatas diketahui bahwa masih ada

yang kurang untuk memproteksi diri agar jangan tertular COVID-19.


Diantaranya adalah jangan lupa selalu menjaga imunitas tubuh dan juga

menjauhi kerumunan. sebagaimana saran World Health Organization dan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Gayes & Mahestu, 2020),

diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, menjaga jarak dengan orang lain, minimal 1,5 meter, utamanya jika

sedang berada di luar rumah atau di ruang publik tempat keramaian

(crowded). Kedua, Hindari keluar rumah, apabila terpaksa harus keluar rumah

hanya untuk keperluan yang sangat penting dan mendesak. Ketiga, selalu

menggunakan masker jika bepergian atau keluar rumah, serta menutup mulut

dan hidung dengan siku yang tertekuk atau menutup mulut dan hidung dengan

tisu saat batuk atau bersin. Untuk kesehatan, segera buang tisu yang telah

digunakan. Keempat, selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

Kelima, selalu membersihkan permukaan dan barang yang sering disentuh

dengan menggunakan desinfektan. Keenam, membiasakan diri untuk

mengkonsumsi makanan dan minuman dengan gizi yang seimbang. Ketujuh,

meningkatkan imunitas tubuh dengan olah raga teratur, istirahat yang cukup

dan berjemur di sinar matahari di waktu pagi hari antara jam 06.00 – 09.00

Wita. Terakhir, menghindari perasaan cemas (ansietas), gelisah, panik, dan

stress yang berlebihan, yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

4. Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan COVID-19

Berbagai kebijakan pemerintah untuk mencegah penyebaran penularan virus

Corona agar tidak menyebar luas di dalam masyarakat, yang telah


diimplemetasi selama masa penularan wabah COVID-19 adalah sebagai

berikut:

a. Kebijakan berdiam diri di rumah (Stay at Home)

b. Kebijakan Pembatasan Sosial (Social Distancing)

c. Kebijakan Pembatasan Fisik (Physical Distancing)

d. Kebijakan Penggunaan Alat Pelindung Diri (Masker)

e. Kebijakan Menjaga Kebersihan Diri (Cuci Tangan)

f. Kebijakan Bekerja dan Belajar di rumah (Work/Study From Home)

g. Kebijakan Menunda semua kegiatan yang mengumpulkan orang

banyak

h. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

i. Kebijakan pemberlakuan kebijakan New Normal.

Menurut kedua informan bahwa kebijakan pemerintah yang diterapkan belum

dapat menghilangkan virus ini dari Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh

informan kedua (non kesehatan).

“PSBB yang dilakukan menurut saya tidak tepat karena orang akan susah
mencari makan/uang. Orang lebih takut tidak makan daripada virus ini,
walaupun ya sama-sama membuat kita mati juga kalau kena virus ini.”
Sedangkan informan pertama (tenaga keseehatan) lebih menyetujui

kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah, yaitu sebagai

berikut :

“Kebijakan yang dibentuk pemerintah sudahh baik terbukti dengan angka


kematian yang tidak telalu tinggi, ya walaupun penularan sepenuhnya belum
bisa diatasi. Tetapi kebijakan seperti penerapan New Normal dan PSBB saya
dukung sepenuhnya”.
Kedua informan ini walaupun dapat menyebutkan kebijakan-kebijakan

penanganan COVID-19 tetapi masih banyak yang belum dipaparkan.


Menurut saya sebagai peneliti pengetahuan kedua informan tentang

penanganan COVID-19 masih kurang.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya,

maka dapat diambil kesimpulan Pengetahuan informan tenaga kesehatan lebih

baik dibandingkan dengan pengetahun informan non kesehatan karena adanya

faktor pendidikan, usia, dan pekerjaan. Pengetahuan tentang Pengertian

Pandemi COVID-19 sudah baik dari kedua informan. Pengetahuan tentang

Gejala dan Penularan COVID-19 masih kurang dapat dipaparkan oleh

informan kedua (non kesehatan). Pengetahuan tentang Cara Pencegahan

COVID-19 sudah baik dari kedua informan. Pengetahuan tentang Kebijakan

Penanganan COVID-19 masih kurang dapat dipaparkan oleh kedua informan

baik itu tenaga kesehatan dan informan non kesehatan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan oleh peneliti

adalah sebagai berikut.

1. Bagi peneliti yang selanjutnya hendaknya menambahkan jumlah informan

yang lebih dari 5 orang, karena semakin banyak jumlah informan cenderung

hasil penelitiannya relatif mendekati kenyataannya yang terjadi di lapangan,

serta menambahkan variabel lainnya untuk dianalisis seperti perilaku 4 M.


DAFTAR PUSTAKA

Chen, N., Zhou, M., Dong, X., Qu, J., Gong, F., Han, Y., Qiu, Y., Wang, J., Liu,
Y., Wei, Y., Xia, J., Yu, T., Zhang, X., & Zhang, L. (2020). Epidemiological
and clinical characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia
in Wuhan, China: a descriptive study. The Lancet.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30211-7
Director-General, W. (2020). WHO Director-General’s remarks at the media
briefing on 2019-nCoV on 11 February 2020. World Health Orgnatization
(WHO).

Tuwu, D. (2020). KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN


PANDEMI COVID-19. Journal Publicuho.
https://doi.org/10.35817/jpu.v3i2.12535

World Health Organization. (2020). Advice on the use of masks for children in the
community in the context of COVID-19. Interim Guidance WHO.

Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical


Microbiology. 28th ed. New York: McGrawHill Education/Medical; 2019.
p.617-22.

Suharto, E. (2008). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik; Peran


pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial dalam mewujudkan
negara kesejahteraan (welfare state) di Indonesia. Penerbit.
LAMPIRAN

PANDUAN WAWANCARA

Informan :
Tanggal :
Waktu :

1. Apa yang anda ketahui tentang Pandemi COVID-19 ?

2. Apakah gejala yang ditimbulkan apabila terpapar COVID-19?

3. Bagaimanakah cara penularan COVID-19?

4. Bagaimanakah cara pencegahan penularan COVID-19 ?

5. Bagaimanakah kebijakan penanganan COVID-19 di Indonesia ?

Anda mungkin juga menyukai