Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN BAYI DENGAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


(RDS)

OLEH:
NI LUH AYU WIDIAWATI SETIARI
NIM. 209012495

PROGRAM STUDI NERS PROGRAM PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN BAYI DENGAN RESPIRATORY DISTRESS
SYNDROME
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
Sindrom gawat napas atau Respiratory Distress Syndrome (RDS)
adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus.
Sindrom ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru. RDS disebut juga sebagai penyakit membran
hialin (hyalin membrane disease, (HMD)) atau penyakit paru akibat difisiensi
surfaktan (surfactant deficient lung disease (SDLD)) (Meta Febri Agrina,
Afnani Toyibah, 2016).
Respiratory Distress Syndrome (RDS) adalah gangguan pernafasan
yang ditemukan terutama pada bayi prematur akibat kurangnya surfaktan
sehingga mengakibatkan kolapsnya alveoli. Secara klinis bayi dengan RDS
menunjukkan takipnea, pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan
subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama
kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-
tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau
asidosis campuran (Regina, 2015).

Dampak lanjut dari kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada


alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan
perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan
asidosis respiratorik.

2. EPIDEMIOLOGI RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


Respiratory Distress Syndrome (RDS) / penyakit membrane hialin
terjadi lebih dari setengahnya pada bayi-bayi yang dilahirkan sebelum usia
kehamilan 28 minggu dan kurang sepertiganya dilahirkan antara usia 32-36
minggu dan berat badan kurang 2500 gram. Di Amerika Serikat, terjadi sekitar

2
40.000 bayi tiap tahunnya (1% - 2% dari bayi baru lahir normal atau 14% pada
bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gr). Insiden tertinggi
terjadi pada bayi prematur, lahir melalui sectio caesar, asfiksia dan ibu dengan
diabetes mellitus. Insiden RDS meningkat 5% pada usia kehamilan 35-36
minggu menjadi 65% pada usia kehamilan 29-30 minggu (Regina, 2015).

Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal


steroid dan postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran
bayi hidup periode 1998 - 1987. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa
sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat
angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode
1986-1987. Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari pelayanan NICU
turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak
dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5
-10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-
1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan
dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan
kurang dari 6% dari seluruh neonatus (WHO, 2012).

3. ETIOLOGI RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor
ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan (Marmi & Rahardjo,
2012).

1) Faktor ibu

a. Hipoksia pada ibu


b. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
c. Gravida empat atau lebih
d. Sosial ekonomi rendah
e. Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin
seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain.

3
2) Faktor plasenta

a. solusio plasenta
b. perdarahan plasenta
c. plasenta kecil
d. plasenta tipis
e. plasenta tidak menempel pada tempatnya.

3) Faktor janin atau neonatus

a. Tali pusat menumbung


b. Tali pusat melilit leher
c. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Gemeli
e. Prematur
f. Kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain.
g. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal,
aspirasi mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi, dan
hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah
keluar dari paru.

4) Faktor persalinan

a. Partus lama
b. Partus dengan tindakan dan lain-lain.
c. Bayi yang lahir dengan operasi sesar
d. Berapa pun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi
cairan paru

4. PATOFISIOLOGI RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.

4
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus. Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang
ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat
menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras
untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi),
sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks
yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya,
setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat
kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk
menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi
kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit
membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru
ini dapat menyebabkan atelektasis.

Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary


vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal.
Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran
darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan
pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri
melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.

Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi


pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi
vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik
menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada
bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital.
Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang
menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin.
Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu
lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan
menghambat pertukaran gas.

5
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon
dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan
pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan
sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan
menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak
mengalir ke dalam alveoli.

5. PATHWAY
- Terlampir

6. KLASIFIKASI RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan
skor Downes. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan
tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 x/menit 60 – 80 > 80 x/menit
x/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis menetap
sianosis dengan O₂ walaupun diberi
O₂
Air entry Udara masuk Penurunan udara Tidak ada udara
masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat di dengan Dapat didengar
dengan tanpa alat bantu
stetoskop

Evaluasi : < 3 = Gawat napas ringan


4–5 = Gawat napas sedang

6
>6 = Gawat napas berat

7. GEJALA KLINIS RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur
dengan berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang
ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai
dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir
kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama.
Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam.
Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis
dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran
klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O 2 yang menurun
dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal,
epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan
pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan
pada penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting
oedema terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang
menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf Pengajar
IKA, FKUI, 1985).
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory
Distress Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin
rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang
ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS
(Respiratory Distress Syndrom) yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam
pertama mempunyai prognosis yang lebih baik. Gejala umum RDS yaitu:
takipnea (>60x/menit), pernapasan dangkal, mendengkur, sianosis, pucat,
kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur, penurunan suhu tubuh, retraksi
suprasternal dan substernal, pernapasan cuping hidung ( Surasmi, dkk 2013).

8. PEMERIKSAAN FISIK RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


a. Cardiovaskuler

7
- Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung DBN
b. Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling
c. Neurologis
- Immobilitas, kelemahan
- Penurunan suhu tubuh
d. Pulmonary
- Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
- Nafas grunting
- Pernapasan cuping hidung
- Pernapasan dangkal
- Retraksi suprasternal dan substernal
- Sianosis
- Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
e. Status behavioral
- Letargi

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK RESPIRATORY DISTRESS


SYNDROME
1) Kajian foto thoraks
a. Pola retikulogranular difus bersama udara yang saling tumpang
tindih.
b. Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, hipoinflasi paru
c. Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena
(bayi dari ibu diabetes, hipoksia atau gagal jantung kongestif)
d. Bayangan timus yang besar
e. Bergranul merata pada bronkogram udara yang menandakan
penyakit berat jika muncuk pada beberapa jam pertama

8
2) Gas darah arteri-hipoksia dengan asidosis respiratorik dan atau
metabolik
a. Hitung darah lengkap
b. Elektrolit, kalsium, natrium, kalium, glukosa serum
c. Tes cairan amnion (lesitin banding spingomielin) untuk menentukan
maturitas paru
d. Oksimetri nadi untuk menentukan hipoksia
3) Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto
rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang
mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia
diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto
rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler
ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa
pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini
penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
4) Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium
diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih
dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar
PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan
karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan
ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah
menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik
dan metabolik dalam tubuh.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik,
frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan

9
memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal
volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional residual
capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula
fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan
beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus
arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri
(bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru
dan sistemik.
5) Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya
atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris.
Di samping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema.
Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel
eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang
nekrotik.

10. TINDAKAN PENANGANAN RESPIRATORY DISTRESS


SYNDROME
1) Penatalaksanaan medis
Menurut Cecily & Sowden (2009) penatalaksanaan medis pada
bayi RDS (Respiratory Distress Syndrom) yaitu:
a. Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal
a) Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal
b) Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul nasal
untuk mencegah kehilangan volume selama ekspirasi
c) Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi
d) Fisioterapi dada Tindakan kardiorespirasi tambahan
b. Pertahankan kestabilan suhu
c. Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat
d. Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin 11

10
e. Lakukankan transfusi darah seperlunya
f. Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi
g. Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan pengambilan
sampel darah
h. Berikan obat yang diperlukan

2) Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Surasmi (2003) penatalaksanan keperawatan terhadap
RDS meliputi tindakan pendukung yang sama dalam pengobatan pada bayi
prematur dengan tujuan mengoreksi ketidakseimbangan. Pemberian
minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut penyakit ini karena
dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum dapat diberikan melalui
perenteral.

11. KOMPLIKASI RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


Menurut Cecily & Sowden (2009) Komplikasi RDS yaitu:
1) Ketidakseimbangan asam basa
2) Kebocoran udara (Pneumothoraks, pneumomediastinum,
pneumoperikardium, pneumoperitonium, emfisema subkutan, emfisema
interstisial pulmonal)
3) Perdarahan pulmonal
4) Penyakit paru kronis pada bayi 5%-10%
5) Apnea
6) Hipotensi sistemik
7) Anemia
8) Infeksi (pneumonia, septikemia, atau nosokomial)
9) Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orangtua

Komplikasi yang berhubungan dengan prematuritas

11
1) Paten Duktus Arteriosus (PDA) yang sering dikaitkan dengan hipertensi
pulmonal
2) Perdarahan intraventrikuler
3) Retinopati akibat prematuritas
4) Kerusakan neurologis

12
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat,
agama, tanggal pengkajian.

2) Riwayat kesehatan
a. Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau
intrapartus.
b. Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi
lahir melalui operasi caesar.

3) Data dasar pengkajian


a. Cardiovaskuler
- Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung DBN
c. Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling
d. Neurologis
- Immobilitas, kelemahan
- Penurunan suhu tubuh
e. Pulmonary
- Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
- Nafas grunting
- Pernapasan cuping hidung
- Pernapasan dangkal

13
- Retraksi suprasternal dan substernal
- Sianosis
- Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
f. Status behavioral
- Letargi

4) Pemeriksaan Doagnostik
a. Sert rontgen dada
Untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi diafragma dengan over
distensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara
Untuk menentukan ventilasi jalan napas
c. Data laboratorium :
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
- Tingkat phospatydylinositol
- Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
- Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35
minggu
- AGD : PaO2 < 50 mmHg, PaCO2 > 50
mmHg, saturasi oksigen 92%-94%,
pH 7,3-7,45.
- Level potassium : meningkat sebagai hasil dari
release potassium dari sel alveolar
yang rusak

14
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan menbran
alveolus-kapiler
2) Pola nafas idak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
5) Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan stimulasi pusat
termoregulasi hipotalamus

15
3. INTERVENSI
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan PEMANTAUAN RESPIRASI
berhubungan dengan keperawatan selama ....x 24 jam Observasi
perubahan menbran pasien menunjukkan pertukaran gas 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
alveolus-kapiler efektif dengan kriteria hasil: nafas
1. Dispnea menurun 2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
2. Takikardia membaik hiperventilasi, kussmaul, cheynw-strokes, biot,
3. Pola nafas membaik ataksis)
4. PCO2 membaik 3. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
5. PO2 membaik 4. Auskultasi bunyi nafas
6. Pernafasan cuping hidung 5. Monitor saturasi oksigen
menurun 6. Monitor nilai AGD
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan, respirasi sesuai kondisi
pasien
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2 Pola nafas idak efektif Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN JALAN NAFAS

16
berhubungan dengan keperawatan selama ....x 24 jam Observasi
imaturitas neurologis pasien menunjukkan pola nafas 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
efektif dengan kriteria hasil: nafas)
1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling,
2. Penggunaan otot bantu nafas mengi, wheezing, ronkhi kering)
menurun Terapeutik
3. Frekuensi nafas membaik (40- 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-
60x/menit) tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma
4. Kedalaman nafas membaik servikal)
5. Pernafasan cuping hidung 2. Berikan oksigen, jika perlu
menurun Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 800 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

3 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN JANTUNG

17
berhubungan dengan keperawatan selama ....x 24 jam Observasi
perubahan kontraktilitas pasien menunjukkan penurunan 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah
curah jantung menurun dengan jantung (meliputi dispnea, kelelahan, edema,
kriteria hasil: ortopnea, paroxysmal nocturnal dispnea,
1. Kekuatan nadi perifer peningkatan CVP)
meningkat 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah
2. Takikardia menurun jantung (meliputi peningkatan berat badan,
3. Dispnea menurun hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi,
ronhki basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3. Monitor intake dan output cairan
4. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang
sama
5. Monitor saturasi oksigen
6. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
7. Monitor nila laboratorium jantung (mis. Elektrolit,
enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
Terapeutik
1. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%

18
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan
output cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI
berhubungan dengan keperawatan selama ....x 24 jam Observasi
ketidakmampuan pasien menunjukkan nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
menelan makanan terpenuhi dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
1. Berat badan meningkat 3. Monitor asupan makan
2. Panjang badan meningkat 4. Monitor berat badan
3. Kesulitan makan menurun 5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Pola makan membaik Terapeutik
1. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
Edukasi
1. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

19
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

5 Termoregulasi tidak Setelah dilakukan tindakan REGULASI TEMPERATUR


efektif berhubungan keperawatan selama ....x 24 jam Observasi
dengan stimulasi pusat pasien menunjukkan termoregulasi 1. Monitor suhu bayi sampai stabil (36.50C - 37.50C)
termoregulasi efektif dengan kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu
hipotalamus 1. Suhu tubuh membaik 3. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan
2. Suhu kulit membaik nadi
3. Kejang menurun 4. Monitor warna dan suhu kulit
4. Takikardi menurun 5. Monitot dan catat tanda dan gejala hipotermia atau
5. Hipoksia menurun hipertermia
Terapeutik
1. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan cairan cairan dan nutrisi yang
adekuat
3. Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan
panas pada bayi baru lahir
4. Tempatkan bayi bayi baru lahir dibawah radiant

20
warmer
5. Pertahankan kelembapan inkubator 50% atau lebih
untuk mengurangi kehilangan panas karena proses
evaporasi
6. Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan
7. Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan
kontak dengan bayi (mis. Selimut, kain bedongan,
stetoskop)
8. Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka
atau di area aliran pendingin ruangan atau kipas
angin
9. Gunakan matras penghangat, selimut hangat, dan
penghangat ruangan untuk menaikkan suhu tubuh,
jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena
terpapar udara dingin
2. Demontrasikan teknik perawatan metode kanguru
(PMK) untuk bayi BBLR

21
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

22
4. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan dicapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan pada pasien dengan Respiratory Distress Syndrome
yaitu:
Diagnosa keperawatan Evaluasi hasil
Gangguan pertukaran gas berhubungan Diagnosa gangguan pertukaran gas evaluasi yang di harapkan memenuhi kriteria hasil :
dengan perubahan menbran alveolus-kapiler
1. Dispnea menurun
2. Takikardia membaik
3. Pola nafas membaik
4. PCO2 membaik
5. PO2 membaik
6. Pernafasan cuping hidung menurun
Pola nafas idak efektif berhubungan dengan Diagnosa pola nafas tidak efektif evaluasi yang di harapkan memenuhi kriteria hasil :
imaturitas neurologis
1. Dispnea menurun
2. Penggunaan otot bantu nafas menurun

23
3. Frekuensi nafas membaik (40-60x/menit)
4. Kedalaman nafas membaik
5. Pernafasan cuping hidung menurun
Penurunan curah jantung berhubungan Diagnosa penurunan curah jantung evaluasi yang di harapkan memenuhi kriteria hasil :
dengan perubahan kontraktilitas
1. Kekuatan nadi perifer meningkat
2. Takikardia menurun
3. Dispnea menurun
Defisit nutrisi berhubungan dengan Diagnosa defisit nutrisi evaluasi yang di harapkan memenuhi kriteria hasil :
ketidakmampuan menelan makanan
1. Berat badan meningkat
2. Panjang badan meningkat
3. Kesulitan makan menurun
4. Pola makan membaik
Termoregulasi tidak efektif berhubungan Diagnosa termorgulasi tidak efektif evaluasi yang di harapkan memenuhi kriteria hasil :
dengan stimulasi pusat termoregulasi
1. Suhu tubuh membaik
hipotalamus
2. Suhu kulit membaik
3. Kejang menurun
4. Takikardi menurun
5. Hipoksia menurun

24
DAFTAR PUSTAKA

Cecily & Sowden (2009). Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Edisi 5. Jakarta:
EGC

Meta Febri Agrina, Afnani Toyibah, J. (2016). Tingkat kejadian. Jurnal Sain
Veteriner, JSV 34 (1)(2), 125–131.

Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Rahardjo dan Marmi,2012, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah.


Jakarta : Pustaka Belajar

Regina. 2015. Respiratory Distress Syndrome Pada Neonatus. Palangkaraya: FK


UNPAR (diakses pada tanggal 30 oktober 2020
https://www.slideshare.net/regiregene/gawat-napaspadaneonatus)

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.

Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan
pada Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.

Tim Pokja DPP PPNI SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: PPNI.

Tim Pokja DPP PPNI SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia 49
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja DPP PPNI SLKI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Wong L. Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

WHO. (2018). Levels & Trends In Child Mortality.

25
PATWAY
Faktor janin
Faktor plasenta
– Asfiksia neonatorum
– Sulosia plasenta
Faktor Persalinan – Aspirasi mekonium
– Perdarahan plasenta
Faktor ibu – Persalinan sectio – Pneumotoraks akibat resusitasi
– Plasenta kecil dan tipis
– Hipoksia caesarea neonatus
– Plasenta tidak menempel
– Hipertensi – Partus lama – Hipertensi pulmonal
pada tempatnya
– Diabetes mellitus Bayi prematur – Persalinan cepat – Kelainan konginetal

Penurunan fungsi
Tubuh bayi tidak
surfaktan
dapat menjaga rongga
paru tetap
mengembang Meninkatnya tegangan
permukaan alveoli
Tekanan negatif intra
thorax yang besar Ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi
Usaha inspirasi yang Masukan oral tidak
lebih kuat ( dispnea, adekuat/menyusui Kolaps paru (atelektasis) saat
takipnea, apnea, buruk ekspirasi
retraksi dinding dada,
nafas cupin hidung) DEFISIT NUTRISI Respiratory Distress Syndrom/RDS

POLA NAFAS TIDAK


EFEKTIF
26
Respiratory Distress Syndrom/RDS

Kolaps paru

Gangguan ventilasi pulmona

Hipoksia Retensi CO2 Peningkatan pulmonary vaskuler


resistence (PVR)

Kerusakan endotel
Kontraksi vaskularisasi Asidosis respiratorik
Hipoperfusi jaringan Pembalikan parsial
pulmonal kapiler dan epitel
duktus arteriousis tubuh sirkulasi darah janin
PH dan PaO2 ↓

Oksigenasi jaringan ↓ Transudat alveoli Aliran darah pulmonal ↓ Aliran darah dari kanan
Vasokonstruksi berat ke kiri melalui arteriosus
dan foramen ovale
Metabolisme anaerob Pembentukan fibrin
Sirkulasi paru dan
Timbunan asam laktat pulmonal ↓ PENURUNAN CURAH
Fibrin dan jaringan
JANTUNG
nekrotik membentuk
Asidosis metabolik lapisan hialin GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
Kurangnya cadangan Membran hialin
glikogen dan lemak melapisi alveoli
cokelat
Menghambat
Bayi kehilanagan pertukaran gas
panas tubuh

TERMOREGULASI
TIDAK EFEKTIF 27

Anda mungkin juga menyukai