Refleksi Kasus CA Cerviks
Refleksi Kasus CA Cerviks
Carsinoma Cerviks
Disusun Oleh:
Sitti Magefira
(13 17 777 14 203)
Pembimbing :
dr. Heryani HSP,Sp.OG.,M.kes
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Alkhairaat
Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks
adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian
terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks
berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel
kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 – 55 tahun. Penyakit ini
berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks.1
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,
kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks.
Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks
dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.2
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah
kanker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan
pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir
80% kasus berada di negara berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan
menduduki peringkat pertama. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila
program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap
tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru diseluruh dunia dan umumnya
terjadi di negara berkembang. 3
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian
wanita dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik
skrining pap smear. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi
memasyarakat di negara berkembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden
kanker serviks masih tetap tinggi. 2,3
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan
diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi
prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi
dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi
4
ini masih berupa “simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar penyebab
kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau
imunoterapi masih dalam tahap penelitian.4,5
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Serviks merupakan bagian 1/3 bawah dari uterus, berbentuk silindris, menonjol
kearah vagina depan atas dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri
eksternal. Kanker dapat timbul dari permukaan vaginal (porsio) atau kanalis
servikalis. Aliran limfe dari serviks pre dan post ureteral dan ligamentum
sakrouterina kearah kelenjar stasiun pertama yaitu parametrium, iliaka interna,
iliaka eksterna, presdakral dan iliaka kommunis. Kelenjar paraaorta merupakan
stasiun kedua. 1,9
B. Definisi
Kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ
reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara
rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.1,7
6
C. Epidemiologi
D. Etiologi
Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa
epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun
lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan
vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein
E. Faktor Resiko1,9,10
sebagai faktr resiko terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya
dengan belum matannya daerah transformas pada usia tesebut bila sering
terekspos. Frekuensi hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih
tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua.
2. Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker
serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko
dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
3. Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok
dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding
seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin
pada cairan serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen
dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong
pertumbuhan ke arah kanker.
4. Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun
1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker
serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut
juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat
pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden
kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan
pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh
peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding
yang erat kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu,
adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain
9
F. Patogenesis 4
Tejadinya tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat
dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel
yang terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik.
Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel
atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase
10
M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53
memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol
untuk proses proliferasi sel itu sendiri. 4
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi
jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel
basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel
bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang
menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7.
mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan
kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma
(Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara
itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri.
Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat
yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV
yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih
perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.
Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi
memerlukan waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya
ditemukan pada wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun.
G. Manifestasi klinis1,9,10
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini.
waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas untuk
kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk
eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.1,9
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-
tanda yang khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan
nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjt ke perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian
bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari
daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu
masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker
serviks itu sendiri. 9,10
12
H. Diagnosis1,9,10
Evaluasi lengkap dan pemeriksaan Pap smear tes yang positif harus
meminta biopsi dengan pemeriksaan lebih lanjut, jika evaluasi patologis
menunjukkan kanker yang invasif pasien harus dirujuk ke ahli onkologi dan
ginekologi. Pasien dengan lesi serviks yang mencurigakan atau abnormal pada
pemeriksaan fisik harus menjalani biopsi, biopsi pada area yang ulseratif
13
kadang tidak berguna atau sulit untuk dilakukan interpretasi, oleh karena itu
melakukan biopsi harus pada bagian tepi lesi antara jaringan yang normal dan
abnormal.15
I. Gambaran histopatologis1,9,10
Penilaian yang dilakukan didasarkan pada (1) ukuran dari sel-sel tumor
dimana semakin peomorfik sel-sel tersebut berarti derajatnya makin jelek, (2)
pembentukan keratinisasi per sel, (3) pembentukan mutiara tanduk, semakin
banyak sel yang mengalami keratinisasi dan membentuk mutiara tanduk
semakin baik differensiasinya, (4) jumlah sel yang mengalami mitosis, (5)
invasi ke pembuluh darah maupun pembuluh limfe, dan (6) batas tumor,
semakin jelas batasan sel-sel ganasnya memiliki derajat differensiasi yang lebih
baik.1,9
Nomenklatur yang digunakan untuk kanker serviks jenis SCC sesuai
kriteria American Joint Comission on Cancer. Grade I untuk kanker dengan
diferensiasi baik (well differentiated) di mana sel kanker masih mirip dengan
sel asalnya; Grade II untuk kanker dengan differensiasi moderat
(moderately/intermediate differentiated); Grade III untuk kanker dengan
differensiasi jelek (poorly differentiated); dan Grade IV untuk kanker
anaplastik atau undifferentiated. Umumnya Grade III dan Grade IV digabung
menjadi satu dan dikategorikan sebagai high grade.9,10
Berikut ini adalah sistem stadium kanker serviks yaitu klasifikasi TNM
menurut American Joint on Cancer (AJCC) dan menurut Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO).
Pengelompokan Stadium
Stadium
0 Tis N0 M0
IA T1a N0 M0
IA1 T1a1 N0 M0
IA2 T1a2 N0 M0
IB T1b N0 M0
IB1 T1b1 N0 M0
IB2 T1b2 N0 M0
IIA T2a N0 M0
IIB T2b N0 M0
IIIA T3a N0 M0
IIIB T1, T2, T3a N1 M0
T3b N apapun M0
IVA T4 N apapun M0
IVB T apapun N apapun M1
17
E. Penatalaksanaan11,13,14
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker /
tim onkologi) Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium
kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam
tata laksana kanker serviks antara lain :11
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat
22
Mudah terkena infeksi: Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena
leukosit adalah sel darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga
beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.
Perdarahan : Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan
darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan,
ruam, dan bercak merah pada kulit.
Anemia : Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan
penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah
merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah
lelah, tampak pucat. 13,14
4. Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan
kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi,
pengontrol sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan
kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
- Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
- Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok
opioid ringan seperti kodein dan tramadol
- Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid
kuat seperti morfin dan fentanil13
F. Pencegahan15,16,17
a. Pencegahan primer
1. Menghindari faktor-faktor risiko
Misalnya tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan,
penggunaan kondom (untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak
merokok, selalu menjaga kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi
tubuh dari paparan bahan kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang
memperkuat munculnya penyakit kanker ini).15
2. Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan
kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan
25
virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat
dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang
merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat
imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
- Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat
terlindung dari infeksi HPV.
- Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel
yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.16
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang
kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan
bersifat melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini,
antibodi humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus
neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan
invitro maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase
seroconversion dan kemudian menurun. 15,16
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada
infeksi ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari
virus HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel
epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi
oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan
kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di
mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses
kekebalan tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut
bersifat protektif terhadap infeksi virus HPV.16
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji
klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :
- Cervarix adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang
diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada
preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant
baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian
dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat
26
HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes
Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel
skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka
pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi. 16,17
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara
mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui
golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan
metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode
DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear
Array HPV Genotyping Test. 16,17
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa
mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan
HPV dengan memperkirakan kuantitas/jumlah virus tanpa mengetahui genotipe
HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24
genotipe HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21
genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk
mendeteksi 37 genotipe HPV. 16,17
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the
American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for
Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force
menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut :
- Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan
hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan
umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada
karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang
30
berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan
berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya
sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
- Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan
Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala
besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif
mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia
29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini
meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi
ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya
akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif
yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila
ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.
- Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan
Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.
- Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear dan
pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3
tahun kemudian.
- Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif. 16,17
G. Prognosis1,9,10,12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : Ny. E
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
A. KELUHAN UTAMA
Pasien wanita umur 40 tahun masuk rumah sakit anutapura palu dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir, awalnya darah keluar sedikit tapi lama
kelamaan menjadi banyak dan tidak berhenti. Pasien sudah haid sejak tanggal 26
desember 2018 dan sampai sekarang belum berhenti. Pasien juga mengeluh nyeri
perut bagian bawah (+), sakit kepala (+), mual (-), muntah (-). BAB dan BAK
biasa.
Keluhan ini pernah dirasakan pasien 2 bulan yang laluRiwayat HT(+), DM(+)
E. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
F. RIWAYAT PENGOBATAN
H. RIWAYAT KEHAMILAN
I. RIWAYAT MENSTRUASI
Pertama kali haid saat berusia 12 tahun, siklus teratur tiap bulan, lama 7
hari, ganti pembalut 3 kali, tidak nyeri. Saat ini pasien masih haid dari tanggal 26
desember 2018
J. RIWAYAT ALERGI
K. RIWAYAT OPERASI
L. RIWAYAT KB
C. TANDA VITAL :
Kepala :
Bentuk : Normochepal
Mata : Eksoftalmus (-/-), penglihatan kabur (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru paru :
Jantung :
5 Januari 2018
Pemeriksaan Urin
PEMERIKSAAN
G. DIAGNOSIS
H. PENTALAKSANAAN
I. FOLLOW UP
Subject :
Nyeri perut (+), Perdarahan pervaginam (+), Nyeri ulu hati (+), Mual (+), Muntah
(-), pusing (+), BAK (+) biasa , BAB (+) biasa. Riwayat DM (+)
Object :
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :140/90 mmHg Nadi : 86x/menit
RR :18x/menit Suhu : 36.00C,
Assessment :
Susp. Ca. Cervix
Planing :
Inj. Asam Traneksamat 500mg/8jam/iv
36
Subject :
Nyeri perut (+), Perdarahan pervaginam (+) berkurang, Nyeri ulu hati (+), Mual (-),
Muntah (-), BAK (+) biasa , BAB (+) biasa.
Object :
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :130/80 mmHg Nadi : 88x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.50C,
Assesment :
P4A0 + susp Ca. Cervix
Planing :
Inj. Asam Traneksamat 500mg/8jam/iv
Drips adona + Vit K + asam traneksamat di RL 24 tpm
USG Abdomen
Pemeriksaan CEA dan CA 125
Hasil Lab Tanggal 7 Januari 2019
HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
Hemoglobin 12.6 12-14 G%
Hematokrit 35.1 40-45 %
Leukosit 8.6 4000-11000 mm3
Trombosit 272.000 150 rb- 400 rb mm3
GDS 114 80-199 Mg/dl
Kesan:
- Fatty liver
- Cholelith
- Hyperplasia endometrium uteri
-
3. Perawatan hari ketiga,
Subject :
Nyeri perut (+), Perdarahan pervaginam (+) berkurang, Nyeri ulu hati (+), Mual
(+), Muntah (-), BAK (+) biasa , BAB (+) biasa. Dilakukan pemeriksaan dalam di
dapatkan konsistensi servix lunak dan berbenjol-benjol
Object :
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :130/70 mmHg Nadi : 84x/menit
RR : 22x/menit Suhu : 36.50C,
Assesment :
P4A0 + susp Ca. Cervix + hyperplasia endometrium
Planing :
Inj. Asam Traneksamat 500mg/8jam/iv
Drips adona + Vit K + asam traneksamat di RL 24 tpm
Rencana Kuretase
Hasil LAB tanggal 8 Januari 2019
HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
CEA 1.60 0-5.0 Ng/dl
CA 125 10.5 0-35 U/ml
Subject :
Nyeri perut (+), Perdarahan pervaginam (+) berkurang, Nyeri ulu hati (+), Mual
(+), Muntah (-), BAK (+) biasa , BAB (+) biasa.
39
Object :
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :120/70 mmHg Nadi : 96x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.70C,
Assesment :
P4A0 + Ca. Cervix + hyperplasia endometrium
Planing :
Inj. Asam Traneksamat 500mg/8jam/iv
Drips adona + Vit K + asam traneksamat di RL 24 tpm
Dari anamnesis pada kasus ini pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir yang
semakin hari semakin banyak disertai dengan nyeri perut bagian bawah. Pasien
sudah haid dari tanggal 28 desember 2019 da belum berhenti sampai sekarang.
Pasien juga mengeluh pusing, mual tapi tidak muntah. Pasien pernah mengalami
hal seperti ini sebelumnya dan pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang
sama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 140/100 mmHg, N: 82x/menit,
R:20x/menit, S: 36.8. pada pemeriksaan dalam di hari tiga perawatan dilakukan
pmeriksaan dalam didapatkan konsistensi servix yang lunak, kasar dan berbenjol-
benjol. Pada pemeriksaan USG dapatkan hyperplasia endometrium. Dan di dapatan
hasil CEA yang tinggi.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didagnosis dengan Ca. servix
+ hyperplasia endometrium.
Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks
adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian
terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma
(HPV). Pada kasus ini pasien menikah usia 12 tahun, hal ini sesuai dengan teori
yag menyatakan factor resiko yang mempengaruhi terjadinya Carsinoma cervix
adalah pola hubugan seksual yang dimulai pada usia dini yatu kurang dari 20 tahun
hal ini ada hubungannya dengan belum matangnya daerah transformas pada usia
tersebut bila sering terekspos.
Pada kasus pasien mempnyai 4 orang anak sampai tahun 2005. Factor resiko
lain terjadinya carcinoma cervix adalah jumlah patas, semakin sering seorang
wanita melahirkan maka semakin besar resiko terjangkit kanker servix.
Manifestasi yang muncul biasanya belum khas pada stadium dini, hanya dapat
berupa adanya fluor albus dengan sedikit darah, atau perdarahan post coital. Pada
stadium lanjut gejala dapat berupa perdarahan yang hebat , serta fluor albus yang
ber bau, dan nyeri perut hebat. Dapat pula disertai dengan adanya penurunan berat
badan yang drastic. Pada kasus pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir yang
semakin hari semakin banyak disertai dengan nyeri perut bagian bawah.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
16. Massad LS, Mark HE, Warner KH, Hormuzd AK,Walter KK, Mark S,
Solomon D, Wentzensen N, Herschel WL. Updated Consensus Guidelines for
The Management of Abnormal Cervical Cancer Screening Tests and Cancer
Precursors. American Society for Colposcopy and Cervical Pathology. Journal
of Lower Genital Tract Disease. Vol 17. No. 5; 2013.
17. WHO. Guidelines for Screening and Treatment of Precancerous Lesions for
Cervical Cancer Prevention. Switzerland: WHO Press; 2013.
18. Sarwono, P. Buku Acuan Nasional Onkologi ginekologi. Yayasan bina
pustaka; 2009.