Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK) DI ICU

KEPERAWATAN KRITIS

Dosen Pengampu : Ns. Diah Tika Anggraeni, M.Kep

Disusun Oleh :

Sintya Marliani Putri 1710711092

Fijri Reski Nendareswari 1710711093

Tari Gustika 1710711094

Sherin Alinda Zulfa 1710711095

Chaerani 1710711096

Tsania Ramadhnty 1710711097

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) Di ICU”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi sususnan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jakarta , 24 September 2020

Penyusun
A. Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit paru-paru yang
ditandai dengan penyumbatan pada aliran udara dari paru-paru. Penyakit ini
merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan mengganggu pernafasan
normal (WHO,2016)
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakann untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama (Grace
&Borlay, 2011) yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang berbahaya (Padila, 2012). Adapun pendapat lain mengenai PPOK
adalah kondisi ireversibelyang berkaitan dengan dispneasaat aktivitas dan penurunan
aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Smeltzer& Bare, 2006) yang ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya (Edward. 2012).
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronis yang bisa
dicegah dan diobati. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) ditandai dengan adanya
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonrevesibel parsial,
serta adanya respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya
(GOLD, 2016)

B. Klasifikasi
PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, menurut Global
InitiativeforChronicObstructive Lung Disease(GOLD) tahun 2017 yaitu :
1. Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan
dipsnea, terdapat paparan terhadap faktor resiko.Spirometri : normal
2. Derajat 1 (PPO ringan)
Gejala klinis : dengan atau tampak batuk, dengan atau tanpa produksi sputum,
sesak napas derajat 0 sampai derajat sesak 1.Spirometri : FEV1/FVC < 70%,
FEV1≥ 80%,
3. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum,
sesak napas derajat sesak 2 ( sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri :
FEV1/< 70%;50% < FEV1 < 80%,
4. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : sesak napas derajat 3 dan 4, eksaserbasi lebih sering terjadi.
Spirometri : FEV1/< 70%, 30% < FEV1 < 50%.
5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : pasien derajat III dengan gagal napas kronik, disertai komplikasi
kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri FEV1/FVC < 70%, FVE1 <
30%

Tabel skala sesak berdasarkan GOLD tahun 2017


Tidak ada sesaak kecuali sesak berat 0
Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat 1
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak 2
Sesak timbul bisa berjalan 100 m atau setelah beberapa menit 3
Sesak bila mandi atau berpakaian 4

C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut
Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi
paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang
dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisemapada usia yang relatif muda, walau
pun tidak merokok.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) menurut (Mansjoer,
2001) yaitu
1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
3. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas

E. Komplikasi
Komplikasi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) menurut (soemantri, 2008)
1. Hipoksemia
Hipoksemia di definisikan sebagai penurunan nilai PO2<55mmHg dengan nilai
saturasi O2<85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis
2. Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2(hiperkapnia).
Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, takipnea, dizzines
3. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsang otot polos bronchial, dan edema mukosa. Terhambatnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan menimbulkan dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantug kanan akibat penyakit paru) harus
diobservasi terutama pada pasien dypsnea berat, komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, namun beberapa pasien emfisema berat
juga mengalami ini
5. Disritmia jantung
Disritmia jantung timbul akibat hipoksemia, penyakit jantung lain, efek dari obat
atau terjadinya asidosis respiratori
6. Status Asmatikus
Status asmatikus merupakan komplikasi utama yang berhubungan dengan asma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan sering
kali tidak memberikan respon terhadap terapi yang biasa dilakukan. Penggunaan
otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat

F. Pemeriksaan penunjang (Kemenkes RI, 2008)


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain:
1) Radiologi (foto toraks)
2) Spirometri
Uji Spirometri merupakan suatu alat sederhana yang digunakan untuk
mengukur volume udara dalam paru. Alat ini juga dapat digunakan untuk
mengukur volume statik dan volume dinamik paru. Volume statik terdiri atas
volume tidal (VT), Volume cadangan inspirasi (VCI), volume cadangan
ekspirasi (VCE), volume residu (VR), kapasitas vital (KV), kapasitas vital
paksa (KVP), kapasitas residu fungsional (KRF) dan kapasitas paru total
(KPT). Contoh volume dinamik adalah volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1) dan maximumvoluntaryventilation(MVV).
Nilai normal setiap volume atau kapasitas paru dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, tinggi badan, berat badan, ras dan bentuk tubuh.
3) Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi
hipoksia kronik)
4) Analisis gas darah
5) Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi
eksaserbasi)

G. Penatalaksanaan Secara Umum PPOK


1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjangpada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi padaasma. PPOK
adalah penyakit kronik yang irreversibeldan progresif. Inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegahkecepatan
perburukanfungsi paru. Tujuan edukasi pada pasien PPOK:
1) Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2) Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3) Mencapai aktivitas optimal
4) Meningkatkan kualitas hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di
unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi
diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling karena memerlukan
waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan dapat
ditentukan skala prioritasbahan edukasi sebagai berikut :
1) Berhenti Merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis
PPOK ditegakkan.
2) Pengunaan Obat – obatan
a. Macam obat dan jenisnya.
b. Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebuliser)
c. Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selang waktu tertentu
atau kalau perlu saja).
d. Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya.
3) Penggunaan Oksigen
a. Kapan oksigen harus digunakan.
b. Berapa dosisnya.
c. Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen.
d. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapioksigen.
4) Penilaian Dini Eksaserbasi Akut dan Pengelolaannya.
a. Tanda eksaserbasi:
b. Batuk atau sesak bertambah
c. Sputum bertambah
d. Sputum berubah warna
5) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
6) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Faktor

Merokok Debu/Bahan Polutan Faktor Genetik


kimia di
tempat kerja Kekurangan
Merusak Merusak Sel Outdoor Indoor alpha antritipsin
Sel SIliari mukus & goblet
Protease ↑
Kemampuan Produksi Mengiritasi
ekspektorasi ↓ mukus ↑ sal. napas Merusak
parenkim paru
Reaksi inflamasi
Akumulasi mukus

Obstruksi saluran napas

On going injury and repair process

Terbentuknya fibrosis → scar tissue


Remodelling saluran napas

Saluran napas sempit, ireversible

PPOK

Respon Inflamasi Inflamasi Abnormal

Mengaktifkan Penanda inflamasi : Hipertrofi & Disfungsi On going injury Mencapai


leukosit, makrofag, IL-1 & TNF α ↑ hiperplasia kelenjar sillier -repair pada parenkim paru
monosit mukus saluran napas
Mengaktifkan Leptin dalam Kemampuan Disebabkan pula
Jumlah sel goblet ↑ proksimal dan
mediator inflamasi sirkulasi ↑ ekspektorasi ↓ karena
Produksi mukus ↑ peripheral
ketidakseimbangan
Merangsang Feedback Penyempitan protease dan
hipotalamus hipotalamus Akumulasi mukus
saluran napas antiptripin
Mengeluarkan (nukleus akuarta &
paraventrikuler) Batuk kronis Bronkitis kronis Kerusakan
asam arakidonat
alveolus
Nafsu makan ↓ Perkembangan
Mengeluarkan 1 Obstruksi Saluran napas Emfisema
Intake nutrisi ↓ mikro organisme
prostaglandin
infeksius
Mempengaruhi Sentrilobural Panlobular
Metabolisme Mukus
termoset tubuh BB ↓ Dx.
jaringan ↓ sangat Ketidakefektifan Kerusakan pada Kerusakan
Suhu tubuh purulen bersihan jalan bronkiolus dan mencapai
meningkat ATP ↓ napas duktus alveolus kantong
Timbul
demam alveolus
Energi ↓ aroma Aliran udara
2 Elastisitas
tidak sedap terhambat 3
Evaporasi ↑ Lemah
Dx. Ketidakseimbangan nutrisi kurang alveolus ↓
berkeringat dari kebutuhan
Dx. Intoleransi aktivitas
Dx. Hipertermi

Dx Risiko Kekurangan cairan


3 Elastisitas alveolus ↓
Obstruksi 2 Aliran udara
1
Saluran napas terhambat Udara terperangkap
dibagian bawah paru
Kerja napas ↑ Udara dapat masuk,
tetapi sulit keluar Terbentuk bleb
Dyspneu
Hiperinflasi paru Kolaps paru
Penggunaan Penggunaan
Udara
energi ↑ otot aksesoris Obstruksi pertukaran Kerusakan mencapai Menumpuknya Kerusakan
terperangkap di
saat bernapas O2 dengan CO2 kapiler pulmonal cairan di rongga udara
BB ↓ paru-paru
alveolus pada alveolus
Barrel chest Ditambah
Difusi oksigen ↓ Retensi CO2 ↑ ARDS
vasokontriksi arteri Udara keluar
Hipoksemia dan kapiler menuju pleura
Pa CO2 ↑
pulmonal akibat
Pneumothoraks
Level O2 di Gangguan Asidosis hipoksia
sirkulasi ↓ metabolisme respiratorik Tekanan
jaringan pulmonal ↑
Hemoglobin ↑
ATP ↓ Dx. Gangguan Hipertofi
Polisitemia pertukaran gas
Letargi ventrikel kanan
Viskositas Gagal jantung
darah↑ kanan (Cor
pulmonal)
Deep Vein
Thrombosis
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DI ICU
Tn.K (68 tahun) dirawat di ruang ICU dengan diagnosa medis ARDS + PPOK+
pneumonis,Tb paru, tumor mediastinum. GCS : E4M5Vett, kesadaran
Composmentis. Sputum tampak putih, kental, bernafas menggunakan otot bantu.
CRT>2 detik, turgor kulit tidak elastis, mukosa kering. Skor CPOT : 5.
TTV : TD: 99/73 mmHg, MAP: 57, HR: 124x/menit, Suhu: 37oC, RR: 34x/menit
on ventilator dengan mode PC, FiO2: 100%, PEEP:7.
Hasil pemeriksaan Hematologis :
Leukosit : 6,3 x103/uL
Albumin : 2,06 g/dl
GDS : 94 mg/dl
Eritrosit : 4,27 x106/uL
Hasil AGD :
PH : 7,48
PCO2 : 35,7 mmHg
HCO3: 26,9 mmol/L
PO2: 57,1 mmHg
SpO2 :96%
BE: 4,2
Hasil pemeriksaan rontgent didapatkan gambaran hiperinflasi pada paru dan
hemidiafragma yang mendatar seperti berikut.

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Umur : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jl. Kayu manis
Suku/ Bangsa : Betawi
Tanggal Masuk RS : 23/09/2020
Tanggal Pengkajian : 25/09/2020
NoRekamMedis : 987654
Diagnosa Medis : ARDS+, PPOK+ pneumonis, TB paru, tumor
mediastinum.

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. M
Umur : 65 Tahun
Hub. Dengan Pasien : Istri Klien

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Sesak napas dan demam, batuk produktif dengan sputum berwarna putih,
terdengar mengi sejak semalam
b. Riwayat Penyakit Sekarang
pneumonis, Tb paru, tumor mediastinum
c. Keluhan Penyakit dahulu
d. Riwayat Penyakit Keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran composmentis, GCS : E4M5Vett
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah
Sistolik : 99 mmHg
Diastolik : 73 mmHg
MAP : 57
Herat Rate : 124 x/menit
Respirasi : 34 kali/menit,
2) Suhu : 37 ⁰C
3) Nilai CPOT : (diisi kalau ada keluhan nyeri dengan pasien terintubasi)
N Indikator Skalapengukur Sk HasilPenil
o an or aian
1 Ekspresiwajah Rileks, netral 0
Tegang 1 1
Meringis 2
2 Gerakantubuh Tidakbergerak 0
Perlindungan 1 1
Gelisah 2
3 Kesesuaiandenganventilas Dapat 0
imekanik mentoleransi
Batuk, 1
tapidapatmentol 2
eransi
Fighting 2
ventilator
4 Keteganganotot Rileks 0 1
Tegangdankaku 1
Sangattegang 2
/kaku
Total skor 5

c. Pemeriksaan Sistem Tubuh


1) Sistem Pernapasan
Batuk produktif dan suara mengi (wheezing), disertai batuk dengan
sputum kental yang sulit di keluarkan berwarna putih, bernafas dengan
otot bantu tambahan., RR : 34 x/menit, saturasi oxygen 96%,
2) Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada suara jantung tambahan, HR 124x/menit, TD : 99/73 mmhg;
N 68 x/menit
3) Sistem Pencernaan
tidak ada pembesaran pada hati ginjal dan limfa, tidak ada nyeri tekan
sekitar abdomen
4) Sistem Neurologis
Kesadaran pasien Composmentis
5) Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
6) Sistem Muskuloskeletal
Kemampuan pergerakan sendi bebas
7) Sistem Integumen
mukosa kering, turgor kulit tidak elastis
d. Aspek Sosial
Aktif dalam kegiatan masyarakat
e. Asek Spiritual
Beragama Islam, rajin beribadah di Masjid

4. Data Penunjang
a. Data Laboratorium (Hematologi, Anilisis gas daraharteri, dll)
Tanggal dan Jam Pemeriksaan

No Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi

1 Leukosit 6,3x103 /uL 3200 – Normal


10.000/mm3

2 Albumin 2,06 g/dl 3,5 - 5,9 (g/dL) Abnormal

3 GDS 94 mg/dl 70 - 100 mg/dL Normal

4 Eritrosit 4,27x106 /uL 4,4 - 5,6 x 106 Abnormal


sel/mm3

5 pH 7,48 7,35-7,45 Alkalosis

6 PCO2 35,7 mmHg 35-45 Normal


7 HCO3 26,9 mmol/L 22-26 Alkalosis
metabolic

8 PO2 57,1 mmHg 80-100 Hipoksia sedang

9 SpO2 96%  95% Normal

10 BE 4,2 mmol/L -2 - 2 Basa kuat

b. Pemeriksaan penunjang

hiperinflasi pada paru dan hemidiafragma yang mendatar


5. Penatalaksanaan Medis
a. Ventilator
Mode : PC
FiO2 : 100%
PEEP :7
RR : 34 x/mnt

6. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan

1. DS: Penyakit Paru Ketidakefektifan


1. Pasien mengatakan sulit Obstruksi Kronis bersihan jalan napas
bernapas (PPOK)
2. Pasien mengatakan saat
batuk sulit mengeluarkan
dahaknya
DO:
1. Sputum tampak putih dan
kental
2. Pasien batuk berdahak
3. RR: 34 x/mnt
4. On ventilator mode PC, FiO2
: 100%, PEEP: 7
5. Hasil pemeriksaan
Hematologis :
Leukosit : 6,3 x103/uL
Albumin : 2,06 g/dl
GDS : 94 mg/dl
Eritrosit : 4,27 x106/uL
6. Hasil rontgen : hiperinflasi
pada paru dan hemidiafragma
yang mendatar

Data tambahan
1. Batuk produktif
2. Terdengar suara mengi saat
bernapas

2 DS: perubahan membran Gangguan


1. Pasien mengatakan sulit alveolar-kapiler pertukaran gas
bernapas (Penyakit Paru
2. Pasien mengatakan sesak Obstruksi
Kronis/PPOK
DO:
1. Penggunaan otot bantu
napas
2. RR: 34 x/mnt
3. Hasil AGD :
PH : 7,48
PCO2 : 35,7 mmHg
(hipoksia sedang)
HCO3: 26,9 mmol/L
PO2: 57,1 mmHg
SpO2 :96%
BE: 4,2

3 DS: Kegagalan Kekurangan volume


1. Pasien mengatakan mekanisme regulasi cairan
badannya lemas
2. Pasien mengatakan
bibirnya pecah dan sedikit
nyeri
DO:
1. CRT>2 detik
2. Turgor kulit tidak elastis
3. Mukosa bibir tampak
kering
4. Wajah pasien tampak
pucat
Hasil pemeriksaan
Hematologis :
Leukosit : 6,3 x103/uL
Albumin : 2,06 g/dl
GDS : 94 mg/dl
Eritrosit : 4,27 x106/uL

Hasil AGD :
PH : 7,48
PCO2 : 35,7 mmHg
HCO3: 26,9 mmol/L
PO2: 57,1 mmHg
SpO2 :96%
BE: 4,2

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Penyakit


Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-


kapiler (Penyakit Paru Obstruksi Kronis/PPOK)

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi


C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Kep Tujuan Intervensi

Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen jalan napas


bersihan jalan keperawatan  selama 1x24 jam,
2. Pantau frekuensi
nafas tidak masalah bersihan jalan napas tidak
efektif efektif dapat diatasi dengan pernapasan, auskultasi
berhubungan Kriteria hasil :
bunyi napas
dengan Penyakit 1. secara verbal tidak ada
Paru Obstruksi keluhan sesak 3. Kaji tanda-tanda vital
Kronis (PPOK) 2. Jalan napas paten
pasien
3. Suara napas tambahan tidak
ada 4. Kaji warna kekentalan
4. Tidak ada batuk
dan jumlah sputum,
5. jumlah sputum berkurang
6. RR : 25x/mnt 5. Berikan posisi fowler atau
semi fowler
6. Lakukan fisioterapi dada
dengan teknik postural
drainase (dalam catatan
jangan terlalu kencang)
7. Ajarkan latihan napas
dalam dan batuk efektif
8. Ajarkan teknik
membuang dahak yang
benar pada pasien
9. Lakukan suction bila
masih terdapat
penumpuka mucus
berlebih
10. Menghitung respirasi
setiap 3 jam sekali

Kolaborasi:
11. Pemberian terapi oksigen
12. Pemberian bronkodiltor
melalui nebulizer
13. Pemberian antibiotic
sesuai order

Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau frekuensi,


pertukaran gas keperawatan selama 1x24 jam, irama,
berhubungan masalah Gangguan pertukaran gas kedalaman, pola,
dengan dapat teratasi. dan penggunaan
perubahan Kriteria Hasil: otot bantu napas
membran 2. Berikan posisi
- Tidak ada hipoksia (PO2:
alveolar-kapiler kepala lebih
90 mmHg)
(Penyakit Paru tinggi
- Saturasi O2: 99 %
Obstruksi 3. Berikan O2 yang
- Frekuensi dan kedalaman
Kronis/PPOK) adekuat
pernafasan yang normal
4. Monitor saturasi
- Tidak ada penggunaan otot
oksigen dan AGD
bantu napas
5. Dapatkan hasil sinar-x
- Pasien dengan foto dada
dada
bersih (normal)
6. Pantau suara nafas
untuk mengetahui
adanya crackle,
mengi, atau ronki
setiap 2-4 jam

Kolaborasi:
1. Beri O2 sesuai indikasi
2. Beri bronkodilator

Kekurangan Setelah dilakukan tindakan


volume cairan keperawatan selama 1x24 jam
Mandiri:
berhubungan diharapkan masalah Kekurangan
dengan volume cairan dapat teratasi 1. Monitor TTV pasien
kegagalan dengan kriteria Hasil:
2. Monitor status hidrasi
mekanisme 1. Turgor elastis
regulasi (misal membran mukosa
2. CRT< 2 detik
lembab, nadi adekuat, TD
3. Keseimbangan intake dan
normal)
output dalam 24 jam
3. Pasang akses IV line
normal
4. Pertahankan intake cairan
4. Membran mukosa lembab
5. Tidak lemas dan bibir tidak sedikitnya 2500 ml/hari,
pecah-pecah
5. Memberikan air hangat.
6. Berikan cairan dengan
tepat
7. Monitor hasil lab (misal
albumin, HT, kadar
osmolitas urin)
8. Monitor intake output
poasien

Kolaborasi:
1. Berikan terapi IV sesuai
indikasi
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandaioleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga
penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah : Bronchitis
kronis, emfisema, paru-apru dan asma bronchiale
Penyakit paru obstruktif kronik merupkan penyakit yang menyerang sistem respirasi
dengan gangguan emfisema, asma, atau bisa keduanya. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi dan menyebabkan sesorang itu menderita penyakit paru obstruktif kronik
seperti usia, jenis kelamin, gen atau keturuan, gangguan sistem pernafasan lain merokok dan
lingkungan.
Peran kita sebagai perawat tentunya sesuai dengan gejala dan diagnosa pada pasien,
seperti memberikan terapi pada oksigen pada tidakefektifnya jalan nafas, memberikan obat
penenang dan penghindar rasa nyeri serta kolaborasi dengan tenaga tim medis lainnya.

Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik
terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu perawat juga
harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan ataupun
memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai tanda-tanda
penanganan dan pencegahannya
DAFTAR PUSTAKA
Mahawati E, Husodo A H, Astuti I, Sarto. 2017. Jurnal: Pengaruh Teknik Aplikasi Pestisida
terhadap
Derajat Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) pada Petani. Yogyakarta:
JKLI

Maisaroh, I. 2018. KTI: Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK)
Dengan Masalah Keperawatan Gangguan Pertukaran Gas. Jombang

Safitri, Y. 2016. Skripsi: Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Derajat Keparahan
Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Semarang

Rahmadi, Y. 2015. KTI: Asuhan Keperawatan Pada Tn. W Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan :
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Di ruang AggrekBougenvile RSUD Pandan
Arang Boyolali. Boyolali

Windyastuti, Nana R, Meriyanti. 2017. Jurnal: Hubungan Penggunaan Nasogastric Tube


Dengan
Terjadinya Pneumonia Di ICU RSUD. DR. Adhyatma, MPH Semarang. Semarang
 

Anda mungkin juga menyukai