Disusun Oleh :
2020
KATA PENGANTAR
2. Tujuan
Kegiatan Pencarian dan penyelamatan (SAR) dengan tujuan untuk:
a. Meminimalisir jumlah korban jiwa
b. Penyelamatan tanggap darurat
c. Upaya pencarian korban jiwa yang hilang
d. Adanya pembagian area atau wilayah operasi dan penanggung jawab
e. Adanya struktur operasi SAR evakuasi yang terorganisir dan bersifat komando.
f. Adanya data jumlah korban yang jelas dan terdokumentasi
g. Adanya SDM yang terlatih
h. Adanya persepsi yang sama dan koordinasi yang solid antar instansi
3. Sasaran SAR
a. Pertolongan segera bagi yang masih hidup
b. Mencegah agar tidak berkembangnya jatuh korban
c. Evakuasi mayat/korban menggunakan 25 truk dan sepeda motor
d. Mendokumentasikan setiap temuan dari setiap operasi
Korban bencana perlu memenuhi kebutuhan dasarnya untuk dapat bertahan dalam kondisi
tersebut dan bangkit kembali menjalani kehidupannya. Kebutuhan tersebut menurut BNPB
(2014), meliputi:
1. Penampungan Sementara
Adalah tempat tinggal sementara selama korban bencana mengungsi, baik berupa tempat
penampungan massal maupun keluarga, atau individual.
Penampungan sementara diberikan dalam bentuk tenda-tenda, barak, atau gedung fasilitas
umum atau sosial, seperti tempat ibadah, gedung olah raga, balai desa, dan sebagainya,
yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal sementara.
Standar Minimal Bantuan :
a. Berukuran 3 (tiga) meter persegi per orang.
b. Memiliki persyaratan keamanan dan kesehatan.
c. Memiliki aksesibilitas terhadap fasilitas umum.
d. Menjamin privasi antar jenis kelamin dan berbagai kelompok usia
Pada bencana gunung meletus, setelah dilakukan penyelamatan maka kebutuhan fisik
harus segera dipenuhi, salah satu kebutuhan fisik adalah kebutuhan akan tempat tinggal
sementara karena rumah-rumah korban telah hangus terbakar oleh lahar panas.
Pemenuhan tempat tinggal sementara ini harus disesuaikan dengan jumlah korban atau
pengungsi. Karena jika tidak sesuai dengan jumlah pengungsi dapat berakibat timbulnya
penyakit dan stress baru bagi para korban bencana (Rusmiyati & Hikmawati, 2012).
2. Pangan
Adalah bantuan bahan makanan dan lainnya di luar bantuan pangan yang diberikan
kepada korban bencana demi kelangsungan hidup disesuaikan dengan makanan pokok
setempat.
a. Bantuan makanan
Bantuan diberikan dalam bentuk bahan makanan, atau masakan yang disediakan
dapur umum. Bantuan pangan diberikan dalam bentuk khusus untuk kelompok rentan.
Standar Minimal Bantuan :
Bahan makanan berupa beras 400 gram per orang per hari atau bahan makanan
pokok lainnya dan bahan lauk pauk.
Makanan yang disediakan dapur umum berupa makanan siap saji sebanyak 2 kali
makan dalam sehari.
Besarnya bantuan makanan (poin a dan b) setara dengan 2.100 kilo kalori (kcal).
b. Bantuan Air Minum
Diberikan dalam bentuk air yang dapat diminum langsung atau air yang memenuhi
persyaratan kesehatan untuk dapat diminum.
Standar Minimal Bantuan :
Bantuan air minum diberikan sejumlah 2.5 liter per orang per hari.
Rasa air minum dapat diterima dan kualitasnya cukup memadai untuk diminum
tanpa menyebabkan resiko kesehatan.
Kebutuhan fisik lain yaitu kebutuhan pangan juga harus dipenuhi dalam penanganan
bencana termasuk bencana gunung meletus. Pemenuhan kebutuhan pangan ini dilakukan
dengan mendirikan dapur umum di tempat pengungsian. Dapur umum saat bencana
gunung meletus ini dapat didirikan oleh relawan, korps mariner, korps angkatan darat,
tagana maupun masyarakat (Rusmiyati & Hikmawati, 2012).
Kebutuhan akan air bersih juga termasuk kebutuhan fisik bagi korban bencana.
Bencana gunung meletus menyebabkan ketersediaan air bersih menjadi sulit akibat lahar
panas yang menghanguskan seluruh kawasan, oleh karena itu bantuan air bersih juga
harus dipenuhi (Chulaifah, 2013). Dalam mencukupi kebutuhan air bersih dan MCK pada
saat bencana gunung meletus, berdasarkan penelitian Rusmiyati & Hikmawati (2012),
dapat dilakukan oleh pemerintah dengan dinas pekerjaan umum untuk menyediakan toilet
umum yang bisa berpindah dan menyediakan air bersih ke lokasi pengungsian.
4. Sandang
Adalah keperluan individu berupa pakaian dan perlengkapan pribadi.
Bantuan Sandang terdiri dari :
a. Perlengkapan Pribadi
Perlengkapan pribadi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting untuk
melindungi diri dari iklim, memelihara kesehatan serta mampu menjaga privasi dan
martabat.
Standar Minimal Bantuan :
Memiliki satu perangkat lengkap pakaian dengan ukuran yang tepat sesuai jenis
kelamin, serta peralatan tidur yang memadai sesuai standar kesehatan dan
martabat manusia.
Perempuan dan anak-anak setidaknya memiliki dua perangkat lengkap pakaian
dengan ukuran yang tepat sesuai budaya, iklim, dan musim.
Perempuan dan anak-anak gadis setidaknya memiliki dua perangkat lengkap
pakaian dalam dengan ukuran yang tepat sesuai budaya, iklim, dan musim.
Anak sekolah setidaknya memiliki 2 stel seragam sekolah lengkap dengan ukuran
yang tepat sesuai jenis kelamin dan jenjang sekolah yang diikuti.
Anak sekolah memiliki satu pasang sepatu/alas kaki yang digunakan untuk
sekolah.
Setiap orang memiliki pakaian khusus untuk beribadah sesuai agama dan
keyakinannya
Setiap orang memiliki satu pasang alas kaki.
Bayi dan anak-anak dibawah usia 2 tahun harus memiliki selimut dengan ukuran
100 X 70cm
Setiap orang yang terkena bencana harus memiliki alas tidur yang memadai, dan
terjaga kesehatannya.
Setiap kelompok rentan : bayi, balita, anak-anak, ibu hamil/menyusui,
penyandang cacat, orang sakit, dan orang lanjut usia, memiliki pakaian sesuai
kebutuhan masing-masing.
Setiap kelompok rentan, memiliki alat bantu sesuai kebutuhan, misalnya : tongkat
untuk lansia dan penyandang cacat.
b. Kebersihan Pribadi
Tiap rumah tangga memperoleh kemudahan mendapatkan bantuan sabun mandi dan
barang-barang lainnya untuk menjaga kebersihan, kesehatan, serta martabat manusia.
Standar Minimal Bantuan :
Setiap orang memiliki 250 gram sabun mandi setiap bulan.
Setiap orang memiliki 200 gram sabun cuci setiap bulan
Setiap perempuan dan anak gadis yang sudah menstruasi memiliki bahan
pembalut.
Setiap bayi dan anak-anak di bawah usia dua tahun memiliki 12 popok cuci sesuai
kebiasaan di tempat yang bersangkutan.
Setiap orang memiliki sikat gigi dan pasta gigi sesuai kebutuhan.
Pada saat terjadinya bencana gunung meletus, dalam suasana yang kalut korban tidak
akan sempat untuk membawa harta bendanya. Pada korban yang rumahnya tidak terbakar
mungkin dapat kembali ke rumahnya untuk mengambil pakaian dan keperluan lainnya,
namun bagi korban yang rumahnya terbakar, maka kebutuhan sandang ini juga harus
dipenuhi dalam 72 jam setelah bencana, yang meliputi perlengkapan pribadi seperti
pakaian, dan peralatan kebersihan (Rusmiyati & Hikmawati, 2012).
5. Pelayanan Kesehatan
Adalah pelayanan pemeriksaan kesehatan dan pemberian obat-obatan bagi korban
bencana, baik untuk pengobatan maupun untuk pencegahan penyakit. Korban bencana,
baik secara individu maupun berkelompok, terutama untuk kelompok rentan, dapat
memperoleh bantuan pelayanan kesehatan. Bantuan pelayanan kesehatan diberikan dalam
bentuk :
Pelayanan kesehatan umum meliputi :
a. Pelayanan kesehatan dasar
b. Pelayanan kesehatan klinis.
a. Anak
Pada saat bencana Gunung meletus, anak merupakan kelompok rentan karena
umumnya kondisi baik secara fisik dan mental masih lemah. Pada masa tanggap darurat
bencana gunung meletus cenderung akan memberikan dampak baik secara fisik maupun
psikologis kepada sang anak. Kondisi pasca bencana yang belum dapat dimengerti oleh
anak akan membuat anak menjadi bingung ditambah dengan perubahan lingkungan yang
mendadak seperti di pengungsian yang padat, sesak ditambah sanitasi yang buruk dapat
berdampak pada fisik dan psikis anak sehingga tak jarang anak akan menderita demam,
diare dan ispa. Upaya perlindungan anak pada masa tanggap darurat dapat dilakukan
dengan memenuhi hak anak seperti memenuhi hak untuk mendapatkan perlindungan
keluarga dan pengasuh alternatif karena pada masa tanggap darurat, kondisi lingkungan
tidak terkontrol sehingga dapat menempatkan anak dalam kemungkinan tindakan
ekploitasi, penculikan, kekerasan dan perdagangan sehingga peran orang tua dan pengasuh
untuk selalu mendampingi dan berempati dapat menjadi kekuatan bagi anak dalam
menghadapi masa-masa kritis akibat bencana. Hak lainnya yaitu hak untuk mendapatkan
mendapatkan layanan kesehatan, penghidupan yang layak serta pendidikan dan waktu
luang karena masa kanak-kanak sangat membutuhkan ruang untuk bermain karena
bermain juga termasuk kebutuhan dasar anak. Pemberian imunisasi pada anak juga
diperlukan pada masa tanggap darurat untuk melndungi anak dari berbagai penyakit
kedepannya. (Absor, 2011)
b. Penyandang cacat
Kaum difabel memiliki kemampuan yang berbeda karena adanya keterbatasan fisik
yang dimiliki seperti keterbatasan karena mata tidak bisa melihat, telinga tidak bisa
mendengar, kaki tidak bisa berjalan dan lainnya.(Hoesin, 2003) Karena keterbatasan inilah
yang membuat mereka memerlukan perlakuan khusus pada masa tanggap darurat bencana
gunung meletus seperti menyegerakan kebutuhan dasar yang diperlukan. Kondisi
lingkungan pasca bencana yang berbahaya mengharuskan adanya orang baik dari pihak
keluarga maupun relawan yang selalu mendampingi kaum difabel dalam memenuhi
kebutuhannya pada masa tanggap darurat agar tidak terjadi cedera atau hal yang
membahayakan diri sendiri dan orang lain.
c. Lansia
Seseorang yang berusia diatas 65 tahun mulai mengalami keterbatasan fisik dan
penurunan fungsi organ sehingga tak jarang hal ini mempengaruhi indera-indera dan
respon mereka terhadap situasi kebencanaan seperti gunung meletus. Karena keterbatasan
inilah lansia termasuk kedalam kelompok rentan. Lansia butuh diberikan perlindungan
khusus agar tidak mendapatkan masalah lain yang ditimbulkan pasca bencana terlebih
biasanya lansia sangat mudah terserang penyakit karena sistem tubuhnya yang sudah
melemah dan lokasi pengungsian sesak dan juga sanitasi yang buruk bisa menjadi sumber
penyakit bagi lansia.
d. Ibu hamil dan menyusui
Kebutuhan distribusi makanan sangat penting untuk ibu hamil dan menyusui dalam
pemenuhan kebutuhan asupan makanan yang kaya vitamin dan mineral. Ketika seorang
ibu mengalami kekurangan gizi hal ini berdampak buruk pada tingkat keselamatan anak
yang dikandungnya, selain itu pada masa menyusui kandungan gizi yang cukup dalam
makanan ibu akan berdampak pada produksi ASI yang dihasilkan serta ibu hamil juga tida
boleh mengalami stress yang parah karena dapat mempengaruhi kondisi janin yang
dikandungnya sehingga dibutuhkan perlindungan untuk memberikan situasi dan kondisi
yang nyaman serta juga dapat diberikan konseling kepada ibu hamil dan menyusui untuk
menghindari agar mereka tidak mengalami depresi.(Tri Ananda, Santoso, & Zaenuddin,
2019) Pelayanan persalinan dan nifas juga dibutuhkan untuk mewaspadai kondisi darurat
yang mungkin bisa terjadi.(Departement Kesehatan RI, 2007)
e. Individu dengan gangguan sistem pernapasan
Pada masa tanggap darurat bencana gunung meletus, akan terdapat banyak abu
vulkanik yang bertebaran di udara yang dapat mengganggu sistem pernapasan. Individu
dengan gangguan pernapasan seperti asma, pneumonia maupun PPOK, kondisi ini dapat
memperparah penyakit individu sehingga dibutuhkan perlindungan khusus seperti
menjauhkan individu dari daerah bencana. Lokasi pengungsian terletak di wilayah yang
kadar udaranya rendah atau terbebas dari abu vulkanik serta diperlukan pemeriksaan
kesehatan dan obat-obatan untuk menghidari kekambuhan penyakit. Korban juga bisa
dibawa ke rumah sakir sekitar untuk menghindari adanya komplikasi lebih lanjut.
A. KESIMPULAN
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana, salah satunya adalah bencana
erupsi gunung api, sehingga diperlukan manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat
dan terencana. Manajemen bencana di mulai dari tahap pra-bencana, tahap tanggap darurat,
dan tahap pasca-bencana. Pertolongan pertama dalam upaya tanggap darurat 72 jam pasca
bencana erupsi gunung api sangat diperlukan untuk meminimalkan kerugian dan korban jiwa.
B. SARAN
Upaya tanggap darurat 72 jam pasca bencana erupsi gunung api tidak hanya menjadi beban
pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari
masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut berpartisipasi dalam
upaya penanggulangan bencana gunung api yang terjadi di indonesia
X
Daftar Pustaka
Absor, M. (2011). Penanganan Anak Dalam Masa Tanggap Darurat Bencana Alam: Tinjauan
Konvensi Hak Anak Dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Jurnal Dakwah UIN
Sunan Kalijaga, 12(1), 17–32. https://doi.org/10.14421/jdBNPB. (2014). Peraturan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, 1407, 1–24.
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2014/bn1407-2014.pdf
Chulaifah. (2013). Analisis Kebutuhan Korban Bencana Alam Gunung Meletus dan Upaya
Penanggulangannya. Jurnal PKS, 12(4), 379–388.
Departement Kesehatan RI. (2007). PEDOMAN TEKNIS PENANGGULANGAN KRISIS
KESEHATAN AKIBAT BENCANA. Departemen Kesehatan.
Effendi, L., Darwis, R. S., & Apsari, N. C. (2020). Potret Mantan Penderita Skizofrenia
Ditinjau Dari Strength Perspective. Share : Social Work Journal, 10(1), 51.
https://doi.org/10.24198/share.v10i1.26896
Hoesin, I. (2003). Perlindungan terhadap kelompok rentan (wanita, anak, minoritas, suku
terasing, dll) dalam perspektif hak asasi manusia. Seminar Pembangunan Hukum
Nasional Ke VIII Tahun 2003, 14–18.
Indriasari, T. D., Anindito, K., & Julianto, E. (2015). Analisis dan Perancangan Sistem
Pengumpulan Data Bencana Alam. Jurnal Buana Informatika, 6(1), 73–82.
Purnama, S. G. (2017). Modul manajemen bencana.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI.
(2017). MODUL MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA PELATIHAN
PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR (No. 2).
Rusmiyati, C., & Hikmawati, E. (2012). Penanganan Dampak Sosial Psikologis Korban
Bencana Merapi (Sosial Impact of Psychological Treatment Merapi Disaster Victims).
17(02), 97–110
Tri Ananda, M. N., Santoso, M. B., & Zaenuddin, M. (2019). Perlindungan Perempuan
Korban Bencana. Share : Social Work Journal, 9(1), 109.
https://doi.org/10.24198/share.v9i1.22750
Trirahayu, T. (2019). Manajemen Bencana Erupsi Gunung Merapi Oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman. Skripsi, 1, 1–476.
https://www.blitarkab.go.id/prosedur-darurat/prosedur-evakuasi-keadaan-darurat/prosedur-
evakuasi-keadaan-darurat-letusan-gunung-berapi/
Putri Cep Alam, Herbasuki Nurcahyanto, S. S. (2016). Upaya Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Wilayah Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi di Kecamatan Kemalang Kabupaten
Klaten Provinsi Jawa Tengah Universitas Diponegoro. Journal Of Public Policy And
Management Review, 2(3), 1–13. Retrieved from
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/3043/2903
Suriadi, A. B., Arsyad, M., Riadi, B., Infromasi, M., Ilmu, P., Kegeografian, P., … Aceh, P.
(2008). Tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana. Bnpb, 13(2), 57–63.
Retrieved from https://www.gitews.org/tsunami-
kit/en/E6/further_resources/national_level/peraturan_kepala_BNPB/Perka BNPB 4-
2008_Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.pdf