Anda di halaman 1dari 14

Paper

Pendidikan Lingkungan
EROSI DAN SEDIMENTASI

Kelompok 7
Desi Anggaraini
Dominica Rosalin Giri
Ferbina Nazaretta Br Sitepu
Rahmi Luthfiyyah Ad

Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
2019
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah
dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau
bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut kemudian diendapkan
pada suatu tempat lain (Arsyad 2010). Proses erosi terjadi melalui penghancuran,
pengangkutan, dan pengendapan ( Meyer, dkk, 1991; Utomo, 1989; dan Foth, 1978).
Hudson (1976) dan Beasley (1972) berpendapat, bahwa erosi adalah proses kerja
fisika yang keseluruhan prosesnya menggunakan energi. Denodasi atau degradasi
merupakan proses penghancuran relief muka bumi mencakup pelapukan bentuk-
bentuk lahan (relief) pada permukaan bumi, termasuk pelapukan batuan pada tempat
aslinya, transportasi material hasil-hasil pelapukan, oleh angin, proses fluvial, dan
proses bahari.
Proses penghancuran relief muka bumi adalah suatu proses alami yang harus dan
selalu terjad. Hasil dari proses penghancuran ini akan diangkut oleh terutama aliran
air- walaupun angin dapat juga berperan dan dideposisikan atau diendapkan ditempat
lain. Kedua proses ini disebut erosi yang terjadi dalam suatu siklus erosi yang
memakan waktu lama sehingga tidak begitu disadari oleh manusia.

Daerah Aliran Sungai sebagai daerah tangkapan air hujan rentan dengan
permasalahan erosi dan sedimentasi. Perhitungan erosi dan hasil sedimen dapat
dihitung menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dan SDR
(Sediment Delivery Ratio) pada setiap satuan lahan. DAS dalam istilah asing disebut
Catchment Area, River Basin, atau Watershed. Secara umum, DAS didefinisikan
sebagai suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-
punggung gunung (igir-igir) yang dapat menampung dan menyimpan air hujan yang
kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 1995:4). Kelestarian
DAS dan ekosistem di dalamnya mempunyai peranan yang sangat penting untuk
menjaga keseimbangan alam, karena kerusakan DAS akan mengakibatkan hilangnya
kemampuan DAS untuk menyimpan air, meningkatkan frekuensi banjir tahunan,
menurunkan kuantitas dan kualitas air sepanjang tahun serta meningkatkan erosi tanah
dan sedimentasi. Apabila erosi dan sedimentasi ini dibiarkan secara terus-menerus,
maka akan terjadi kerusakan alam.
1.2 Rumusan Masalah
1.) Apa yang dimaksud dengan erosi & sedimentasi?
2.) Apa macam-macam erosi ?
3.) Apa saja proses-proses terjadinya erosi & sedimentasi?
4.) Apa saja dampak-dampak dari terjadinya erosi & sedimentasi?
5.) Bagaimana upaya mencegah terjadinya erosi & sedimentasi?

1.3 Tujuan
1.) Untuk mengetahui apa itu erosi & sedimentasi.
2.) Untuk mengetahui macam- macam erosi.
3.) Untuk mengetahui proses-proses terjadinya erosi & sedimentasi.
4.) Untuk mengetahui dampak-dampak dari terjadinya erosi & sedimentasi.
5.) Untuk mengetahui upaya dalam mencegah terjadinya erosi & sedimentasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Erosi dan Sedimentasi.
Istilah erosi digunakan dalam bidang geologi untuk menggambarkan proses
pembentukan alur-alur atau parit-parit dan penghanyutan bahan-bahan padat oleh
aliran air. Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-
bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi,
tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut kemudian
diendapkan pada suatu tempat lain (Arsyad 2010). Proses erosi terjadi melalui
penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan ( Meyer, dkk, 1991; Utomo, 1989;
dan Foth, 1978). Hudson (1976) dan Beasley (1972) berpendapat, bahwa erosi adalah
proses kerja fisika yang keseluruhan prosesnya menggunakan energi. Proses erosi
lereng dapat dimulai dari pencucian tanah (slopewash). Istilah pencucian tanah
menunjukan suatu bentuk erosi oleh akibat bergeraknya air sebagai lapisan film yang
tipis dan relatif seragam (Rice, 1688). Denodasi atau degradasi merupakan proses
penghancuran relief muka bumi mencakup pelapukan bentuk-bentuk lahan (relief)
pada permukaan bumi, termasuk pelapukan batuan pada tempat aslinya, transportasi
material hasil-hasil pelapukan, oleh angin, proses fluvial, dan proses bahari.
Proses penghancuran relief muka bumi adalah suatu proses alami yang harus dan
selalu terjad. Hasil dari proses penghancuran ini akan diangkut oleh terutama aliran
air- walaupun angin dapat juga berperan dan dideposisikan atau diendapkan ditempat
lain. Kedua proses ini disebut erosi yang terjadi dalam suatu siklus erosi yang
memakan waktu lama sehingga tidak begitu disadari oleh manusia.
Tanah dan bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat yang mengalami
erosi pada suatu DAS dan masuk kedalam suatu badan air secara umum disebut
sedimen (Arsyad, 2010). Sebagaian dari sedimen yang akan sampai dan masuk ke
dalam sungai dan terbawa ke luar daerah tampung atau daerah aliran sungai (DAS),
dan sebagian lagi akan mengendap di sepanjang lintasan aliran permukaan pada bagian
bawah lereng. Sedimentasi adalah hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan,
erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap dibagian
bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir di saluran air, sungai atau waduk.
Erosi dan sedimentasi yang diakibatkan oleh air hujan atau aliran air terdiri dari 3
proses utama, yaitu:
1. Pelepasan (detachment)
2. Pemindahan (transportation)
3. Pengendapan (depositation)

Erosi dan sedimentasi menjadi penyebab utama berkurangnya produksivitas


lahan
pertanian, dan berkurangnya kapasitas saluran atau sungai akibat pengendapan
material hasil erosi. Dengan berjalannya waktu aliran air terkonsentrasi ke dalam suatu
lintasan-lintasan berbentuk alur yang dalam dan mengangkut partikel tanah. Hasil
erosi diendapkan ke daerah yang lebih rendah di bawahnya, seperti sungai waduk,
saluran irigasi, ataupun area pemukiman penduduk.
Untuk mengontrol atau mencegah pencucian atau terkikisnya permukaan tanah,
maka diperlukan pemahaman proses degradasi permukaan anah dan faktor-faktor yang
mengontrolnya. Proses degradasi tanah ini, terutama banyak terjadi daerah
pegunungan atau daerah yang berbukit-bukit, dimana pada lokasi-lokasi ini degradasi
permukaan tanah umumnya berupa erosi permukaan (surficial erosion) dan gerakan
massa (mass movement). Gravitasi merupakan gaya penggerak utama gerakan massa
tanah, sedangkan angin dan aliran air menjadi penyebab terjadinya erosi.

2.2 Macam-Macam Erosi

A. Erosi Permukaan

Erosi permukaan (surficial erosion) merupakan proses pelepasan dan


pengangkutan partikel tanah secara individu oleh akibat hujan, angin, atau es. Akibat
tetesan air hujan secara terus menerus di permukaan tanah, tanah menjadi terlepas dari
kesatuannya. Erosi tanah merupakan proses tercabutnya dan pemindahan partikel oleh
hal-hal tersebut. Erosi berawal dari seretan dan benturan, atau gaya-gaya tarikan yang
bekerja pada partikel individu tanah dipermukaan. Secara umum, faktor-faktor
penyebab terjadinya erosi tanah, adalah:
1. Iklim
2. Kondisi tanah
3. Topografi
4. Tanaman penutup permukaan tanah
5. Pengaruh gangguan tanah oleh aktifitas manusia.

B. Erosi Percikan

Erosi percikan (erosion splash) adalah erosi hasil dari percikan/benturan air
hujan secara langsung pada partikel tanah dalam keadaan basah. Besarnya curah hujan,
intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan penyebaran hujan ke permukaan
tanah, kecepatan aliran permukaan serta kerusakan erosi yang ditimbulkannya.

C. Erosi Lembaran

Erosi lembaran (sheet erosion) adalah erosi akibat terlepasnya tanah dari lereng
dengan tebal lapisan yang tipis. Erosi tidak tampak oleh mata, karena secara umum
hanya kecil saja terjadi perubahan bentuk permukaan tanah. Pengangkutan atau
pemindahan tanah terjadi merata pada seluruh permukaan tanah. Setelah erosi semakin
bertambah, baru terlihat adanya permukaan lahan yang kering tanpa adanya tumbuh-
tumbuhan yang berarti.

Awal kejadian erosi dapat diamati bila terjadi penurunan prosuksi tanaman. Selain
itu, daun-daun mengalami perubahan warna. Pada bagian puncak dan tengah lereng
daun-daun agak pucat dibandingkan dengan daun-daun yang di kaki lereng. Hal ini
karena bahan-bahan organik dan unsur hara dibagian atas dan tengah lereng telah lebih
banyak hanyut atau hilang dibandingkan kaki lereng yang masih utuh.

D. Erosi Alur

Erosi alur (rills erosion) adalah erosi akibat pengikisan tanah oleh aliran air yang
membentuk parit atau saluran kecil, dimana pada bagian tersebut telah terjadi
konsentrasi aliran air hujan dipermukaan tanah. Aliran air menyebabkan pengikisan
tanah, lama-kelamaan membentuk alur-alur dangkal pada permukaan tanah yang
arahnya dari atas memanjang ke bawah.
Erosi alur lebih serius dari pada erosi lembaran, sebab kecepan aliran limpasan
lebih tinggi di alur atau parit. Erosi alur ini banyak terjadi bila manusia melakukan
pengolahan tanah dan melakukan penananam yang searah dengan kemiringan lahan.
Untuk mengurangi erosi alur, maka dapat dilakukan dengan mengolah tanah dan cara
penanaman yang sejajar garis kontur atau menyilang arah kemiringan lahan.

E. Erosi Parit

Erosi parit (gully erosion) proses terjadinya sama dengan proses erosi alur, tetapi
saluran-saluran yang terbentuk sudah demikian dalamnya sehingga tidak dapat
dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit dapat berbentuk V atau U,
tergantung dari kepekaan erosi substratanya. Bentuk V adalah bentuk yang umum
terdapat, tetapi pada daerah-daerah yang subtaratanya mudah lepas, umumnya berasal
dari batuan sedimen maka akan terjadi bentuk U. Di antara bentuk tersebut di atas
bentuk U lebih sulit diperbaiki dari pada bentuk V (Arsyad, 2010).

F. Erosi Sungai / Saluran

Erosi sungai / saluran (stream/channel erosion) adalah erosi yang terjadi akibat
dari terkikisnya permukaan tanggul sungai dan gerusan sedimen di sepanjang dasar
saluran. Erosi tipe ini harus ditinjau secara terpisah dari tipe-tipe erosi yang telah di
pelajari sebelumnya yang diakibatkan oleh air hujan. Erosi ini dipengaruhi oleh
variabel hidrologi/ hidrolik yang mempengaruhi sistem sungai.

2.3 Proses Erosi

Proses erosi terjadi melalui penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan


( Meyer, dkk, 1991; Utomo, 1989; dan Foth, 1978). Di alam terdapat dua peneyebab
utama yang aktif dalalm proses ini yakni angin dan air. Pada daerah iklim tropika basah
seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan angin
tidak mempunyai pengaruh berarti (Arsyad, 2010). Hudson (1976) dan Beasley (1972)
berpendapat, bahwa erosi adalah proses kerja fisika yang keseluruhan prosesnya
menggunakan energi. Energi yang digunakan untuk menghancurkan agregat tanah
(detachement), memercikan partikel tanah (splash), menyebabkan gejolak (turbelence)
pada limpasan permukaan, serta menghanyutkan partikel tanah.
Erosi tanah (soil erosion) terjadi melalui dua proses, yakni proses penghancuran
partikel-partikel tanah (detachment) dan proses pengangkutan (transport) partikel-
partikel tanah yang sudah dihancurkan . Kedua proses ini terjadi akibat hujan dan aliran
permukaan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain curah hujan (intensitas,
diameter, lama, dan jumlah hujan), karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan
(land over), kemiringan lereng, panjang lereng dan sebagainya ( Wischmeier and Smith,
1978). Faktor- faktor tersebut satu sama lain bekerja secara simultan dalam
memengaruhi erosi.

Kedua proses tersebut dibedakan menjadi empat subproses yaitu :

1. Penghancuran (splash) oleh energi kinetik butir hujan;


2. Pengangkutan oleh percikan butiran hujan;
3. Penggerusan (scour) oleh aliran permukaan;
4. Pengangkutan oleh aliran permukaan.

Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan dengan empat subproses


diatas, yaitu:

a. Penghancuran baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan lebih kecil dari
proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan;
b. Penghancuran baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan lebih besar dari
proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan; dan
c. Penghancuran baik oleh curah hujan maupun aliran permukaan sama dengan
proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan.

Selanjutnya Arsyad (2010) menjelaskan bahwa di daerah beriklim tropika basah,


air merupakan penyebab utama terjadinya erosi tanah. Hujan yang jatuh menimpa
tanah-tanah terbuka, menyebabkan tanah terdispersi. Sebagian dari air hujan tersebut
akan mengalir di atas permukaan tanah. Kekuatan perusak air yang mengalir di atas
permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin curam dan semakin panjangnya
lereng permukaan tanah.

Meningkatnya aliran permukaan, karena berkurangnya kapasitas infiltrasi tanah. Jumlah


aliran permukaan yang meningkat akan mengurangi kandungan air tersedia dalam
tanah, akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi kurang baik. Berkurangnya
pertumbuhan berarti berkurangnya sisa-sisa tanaman yang kembali ke tanah., akibatnya
erosi akan semakin besar. Oleh karena erosi berkaitan dengan aliran permukaan, maka
dengan meningkatnya aliran permukaan, erosi juga meningkat (Arsyad, 2010).

Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang
terjadi di daerah tangkapan air yang di ukur pada periode waktu dan tempat tertentu
(Asdak, 2002). Hasil sedimen tergantung dari erosi total dari suatu DAS dan tergantung
pada transpor partikel-partikel tanah yang tererosi tersebut keluar dari DAS. Produksi
sedimen umumnya mengacu kepada besarnya laju sedimen yang mengalir melewati satu
titik pengamatan tertentu dalam suatu sistem DAS.

Sebagian tanah yang tererosi akan terdeposisi pada cekungan permukaan tanah,
di kaki lereng, dan bentuk-bentuk penampung sedimen lainnya. Oleh karena itu,
besarnya hasil sedimen biasanya bervariasi mengikuti karakteristik fisik DAS. Sedimen
yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran-aliran permukaan akan
mengalami proses deposisi sehingga sedimen tersebut akan diendapkan pada suatu
tempat yang kecepatan airnya melambat atau berhenti. Proses inilah yang dikenal
dengan sedimentasi. Sedimentasi merupakan proses yang bertanggung jawab atas
terbentuknya dataran-dataran aluvial yang luas, pada beberapa tempat di dunia dan
merupakan pendukung perkembangan pertanian. Namun demikian, bagaimanapun juga,
sedimen yang dihasilkan oleh erosi yang berlebihan akibat lahan salah kelola lebih
banyak menimbulkan malapetaka ekosistem atau permukiman yang menjadi tempat
sedimen terendapkan.

2.4 Dampak dari Erosi dan Sedimentasi

1. Tumbuh kembangnya perakaran, karena erosi akan menyebabkan penurunan kesu


uran tanah. Penurunan kesuburan tanah dapat menyebabkan penurunan produktivitas
tanah karena adanya kemunduran sifat tanah baik fisik, kimiawi, dan biologi. Untuk
mendapatkan tingkat produksi tertentu, tanah yang kurang subur akan memerlukan
asupan unsur hara (pupuk) yang lebih banya. Ini berarti perlu biaya yang lebih tinggi.
Selain itu erosi akan menyebabkan lapisan media untuk lama. Apabila tidak ada upaya
perbaikan yang tepat, kerusakan fisik tanah akan sulit diperbaiki.

2. Erosi juga menyebabkan tingkat infiltrasi tanah akan terus menurun. Menurunya
tingkat iniltrasi akan menyebabkan pasokan air hujan yang akan disimpan di dalam
lapisan tanah sebagai air tanah, sebagai unsur utama , cadangan air dimusim kemarau,
dan tempat menyimpan kelebihan air di musim hujan, menjadi semakin kecil.
Akibatnya akan terjadi kekeringan di musim kemarau akan lebih parah dengan adanya
limbah cair yang tidak dikelola sebagaimana mestinya.

3. Selain itu erosi tanah juga dapat memakan korban jiwa, seperti tanah longsor yang
mungkin menimpa salah satu dari kita.

2.5 Upaya Mencegah Terjadinya Erosi dan Sedimentasi


1. Lakukan Konservasi Tanah
Pengertian dasar dari Konservasi tanah adalah serangkaian upaya dan strategi
untuk mencegah dan menghambat proses terjadinya pengikisan tanah dan perubahan
struktur biologi dan kimiawi akibat kesalahan dalam pengolahan tanah seperti
pengasaman, salinisasi dan kontaminasi zat berbahaya lainnya.
2. Membuat Terasering
Terassering merupakan salah satu bentuk pencegahan erosi yang paling sering
dilakukan yakni dengan cara membuat teras demi teras seperti tangga pada lahan yang
miring sehingga ketika turun hujan air tidak langsung hanyut begitu saja sehingga
peluang terjadinya pengikisan tanah dapat di tekan seminimal mungkin. Dengan
membuat sistem lahan yang berteras seperti ini akan membuat tanah semakin stabil
begitu juga sangat baik untuk tanaman yang tumbuh di atas tanah tersebut. Namun,
pembuatan terasering juga akan mempengaruhi lapisan atmosfer bumi karena akan
membuat konservasi tanah yang akan merubah sedikit struktur pada tanah

3. Countur Farming

Counter farming merupakan sistem penanaman berdasarkan garis kontur suatu


tanah sehingga sistem perakaran tanaman akan semakin solid dan sanggup menahan
tanah ketika terjadi hujan deras. Pembuatan sistem kontur tanah ini seperti membuat
perangkap tanah sehingga tidak mudah hanyut terbawa air, membuat teras bangku atau
gundulan. Sistem penanaman kontur ini sudah banyak diperkenalkan kepada petani di
Indonesia untuk mengembangkan pertanian secara berkelanjutan

4. Membuat Tanggul Pasangan


Setiap lahan yang miring wajib dibuatkan semacam tanggul yang searah dan
sejajar dengan kontur tanah, dengan demikian air hujan dapat tertampung dari langsung
menyerap kedalam tanah sehingga mengurangi terjadinya Run Off atau aliran
permukaan. Pada daerah tanggul tersebut lebih bagusnya ditanami oleh tanaman seperti
jagung yang memiliki batang yang tinggi, dengan demikian air tidak akan terlalu lama
tergenang di daerah tanggul.

5. Optimalkan drainase / saluran air


Tujuan adanya drainase ini untuk menjadi jalur pelepasan air sehingga sisa air
yang tidak terserap oleh vegetasi penutup lahan atau buffering, dapat segera alirkan
ketempat yang lebih rendah. Namun diperlukan juga upaya memotong panjangnya
lereng menjadi lebih pendek dengan menggunakan teras sehingga memperlambat aliran
air. Selain itu perlu juga ditinjau secara rutin kualitas drainase suatu lahan dengan
melakukan pemeriksaan untuk mengecek apakah ada bagiannya yang mengalami
kerusakan, sehingga langkah seperti ini dapat semakin mengoptimalkan fungsinya suatu
drainase
6. Lakukan Rotasi Tanam (Crop Rotation)
Rotasi tanam merupakan salah satu upaya yang bertujuan untuk menjaga
kelestarian unsur hara yang terkadung dalam tanah dengan cara melakukan pengiliran
jadwal penanaman jenis tumbuhan  sehingga zat yang berguna bagi kesuburan tanah
tidak habis diserap oleh satu jenis tanaman saja. Jika unsur hara sudah habis maka akan
semakin rentan terjadinya pengkisan lapisan tanah paling atas, tempat humus berada dan
tidak akan menjadi penyebab pemanasan global.

Pertumbuhan suatu tanaman akan terhambat jika tidak melakukan crop rotation
tersebut, karena setiap tumbuhan memiliki karakteristik yang berbeda dalam menyerap
unsur hara, jika hanya menanam satu jenis tanaman saja maka keseimbangan kimiawi
tanah akan terganggu, tanaman pun akan sulit untuk tumbuh dengan baik sehingga
akhirnya tidak lagi kokoh dalam menahan tanah dan menyerap air.

7. Lakukan Reboisasi
Hal ini menjadi langkah preventif yang paling signifikan pengaruhnya. Penyebab
terjadinya erosi tidak hanya karena buruknya sistem bercocok tanam melainkan
disebabkan juga oleh dampak akibat kerusakan hutan gundul akibat kegiatan
penebangan illegal. Banyak pihak yang tidak bertanggung jawab merusak kelestarian
lingkungan. Demi memperoleh keuntungan besar, mereka enggan untuk kembali
melakukan penanaman kembali atau reboisasi.

Harusnya sesaat setelah terjadi penebangan hutan, harus segera ditanam dengan
bibit baru sehingga lapisan tanah paling atas yang merupakan tempat kaya unsur
organik tidak hilang begitu saja. Kegiatan reboisasi sangat efektif dan dapat bernilai
ekonomi jika jenis tanaman yang ditanam bernilai tinggi dan cepat tumbuhnya, seperti
kayu sengon. Upaya ini akan sukses jika adanya aturan ketat yang melarang penebangan
hutan tanpa memiliki ijin. Selain itu harus meningkatkan frekuensi kegiatan penyuluhan
kepada masyarakat untuk membuka kesadaran mereka akan pentingnya pelestarian
lingkungan khususnya hutan

8. Menjaga Kelestarian Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah Aliran Sungai perlu dijaga karena merupakan penahan tanah supaya tidak
habis terbawa aliran sungai, terlebih jika sungainya beraliran deras. Masih rendahnya
kesadaran masyarakat yang tinggal disekitar DAS, menjadi biang kerok rusaknya
ekosistem daerah pinggiran aliran sungai tersebut. Salah satu solusi untuk menekan
proses terjadinya pengikisan tanah yakni dengan dibuatkan tembok batu berangka besi
di sepanjang aliran sungai.

Namun masalahnya adalah berapa banyak dana yang akan dihabiskan hanya untuk
membuat tembok batu tersebut, sehingga upaya meningkatkan kesadaran dari
masyarakat menjadi satu satunya pilihan realistis. Pembuatan tembok batu berangka
besi itu hanya dilakukan jika memang daerah pinggir aliran sungai bertipe tanah rawa
yang strukturnya lembut dan basah. 
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian
tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Namun akibat tindakan
manusia yang sudah melampaui batas toleransi dan mengganggu keseimbangan,
keselarasa, dan keserasian alam dan lingkungan, sehingga erosi dipercepat yang telah
melampaui batas toleransinya terjadi (darwis, 2004). Sedimen atau tanah hasil erosi
biasanya lebih kaya dengan bahan organik dan unsur hara dibandingkan dengan
tanah asalnya. Pengayaan ini berasal selektif erosi terhadap partikel-partikel tanah
dimana sebagian besar bahan organik dan unsur hara terjerat.
Dampak erosi tentunya berimplikasi terhadap biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan penanggulangan baik disisi onsite untuk pemulihan lahan yang
merupakan biaya pengganti kehilangan unsur hara dan air maupun disisi offside yang
dikeluarkan untuk menanggulangi masalah euterovikasi, fasilitas, drainase, dan
irigasi, waduk, penimbunan daerah pertanian, dan sebagainya.

3.2 Saran
Diperlukan keterpaduan antar instansi pemerintah beserta kesadaran dan peran
serta masyarakat sangat diperlukan dalam mengupayakan tindakan konservasi DAS
mengurangi tingkat erosinya yang mengancam umur layan waduk.
Masyarakat perlu melakukan penghijauan, menanam berbagai jenis tanaman
disekitar waduk agar mencegah erosi dan sedimentasi ketika curah hujan sangat
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Bogor: Serial Pustaka
IPB Press.

Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolahan Daerah Aliran Sungai. Cetakan
Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Banuwa, Irwan Sukri. 2013. Erosi. Jakarta: Prenadamedia Group.

Darwis SN. 2004. Dasar-dasar Ilmu Pertaniab dalam Al-Qur’an. Bogor: IPB
Press.

Fauzi, R.M.Z. dan Maryono. 2016. Kajian Erosi dan Hasil Sedimen untuk
Konservasi Lahan DAS Kreo Hulu. Jurnal Pembangunan Wilayah dan
Kota. 12(4) : 429-445.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2012. Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta.


Gadjah Mada University Press.

Hudson, W.W. 1976. Soil Conservation. BT. Batsford Limited. London.

Mulyanto, HR. 2008. Efek Konservasi dari Sistem Sabo untuk Pengendalian
Sedimentasi Waduk. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia: suatu rekaman dan analisa/
oleh Wani Hadi Utomo. Jakarta: CV Rajawali.

Anda mungkin juga menyukai