Pembelajaran di SD
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah Pedagogik
Transformatif pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Kelas/Prodi : 4D/PGSD
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. atas Rahmat dan Hidayah-
Nya. Shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW. beserta para
sahabat yang telah memperjuangkan Islam, sehingga kita bisa merasakan
indahnya iman.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Pedagogik Transformatif program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Kami
menyadari bahwa penyelesaian makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Fadillah Sabri, S.T., M.Eng., selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Bangka Belitung.
2. Bapak Romadon, S.T., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar.
3. Ibu Maulina Hendrik, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
4. Bapak Muhammad Iqbal Arrosyad, M.Pd., selaku Dosen Pengampu Mata
Kuliah Pembelajaran Terpadu.
5. Teman-teman seperjuangan yang turut membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Kami menyadari berbagai kelemahan dan kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pendidikan, khususnya di Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung.
Akhir kata, saran dan kritik yang membangun penulis harapkan demi perbaikan
dan pengembangan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan
berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang
diinginkannya untuk menghasilkan kecakapan atau pengetahuan ,sebuah
perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan
karsa manusia tersebut untuk menjadi yang lebih baik ke depan. Belajar
berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individuagar
kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti
adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan
lingkungan tersebut. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir
pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diingat. Siswa
harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata . Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut
dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan
kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka
sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi dan berubah secara konstan
selama pelajar mengon struksikan pengalaman-pengalaman baru yang
memaksa mereka untuk mendasarkan diri dan memodifikasi pengetahuan
sebelumnya. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi
pengetahuan bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran,
siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif
dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan
guru. Berpikir kritis merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk
memeriksa kebenaran dari suatu informasi menggunakan ketersediaan bukti,
logika, dan kesadaran akan bias. Keterampilan berpikir kritis adalah proses
1
kognitif siswa dalam menganalisis secara sistematis dan spesifik masalah
yang dihadapi, membedakan masalah tersebut secara cermat dan teliti, serta
mengidentifikasi dan mengkaji informasi guna merencanakan strategi
pemecahan masalah.
Salah satu perinsip terpenting psikologi pendidikan adalah bahwa
guru tidak boleh hanya memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Pendidikan adalah tiket
ke masa depan. Hari esok dimiliki oleh orang-orang yang mempersiapkan
dirinya sejak hari ini. Model konstruktivis metakognitif mengintegrasikan
konsep schemata, konflik kognitif, asimilasi, akomodasi, dan equlibrasi
dalam sintaks pembelajaran sebagai representasi karakter konstruktivis
personal Piaget. Siswa yang belajar menggunakan model konstruktivis
metakognitif akan dibimbing merencanakan, memantau, dan mengevaluasi
ketercapain tujuan dan strategi pembelajaran sebagai representasi karakter
strategi metakognitif. Pengembangan model pembelajaran konstuktivis-
metakognitif secara parsial dinilai tidak berpengaruh maksimal terhadap
pemberdayaan kemampuan berpikir dan kemandirian belajar siswa.
B. Rumusan Masalah
Apa itu Konsep Dasar Teori Konstruktivistik ?
Apa saja Ragam Teori Konstruktivistik ?
Apa saja Nilai- nilai Konstruktivistik ?
Bagaimana Prinsip-prinsip utama Konstruktivistik dalam pembelajaran ?
apa saja kelebihan dan kekurangan teori konstruktivistik
apa itu Implikasi Teori belajar dan pembelajaran Konstruktivistik dalam
setting BK
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Konsep Dasar teori konstruktivistik.
2. Untuk mengetahui Ragam Teori Konstruktivistik.
2
3. Untuk mengetahui Nilai-nilai Konstruktivistik.
4. Untuk mengetahui bentuk Prinsip-prinsip utama Konstruktivistik dalam
pembelajaran.
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori Konstruktivistik
6. Untuk mengetahui Implikasi teori belajar dan pembelajaran
Konstruktivistik dalam setting BK.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Ketidakpuasan terhadap behaviorisme yang fokus pada tingkah laku
teramati telah membawa Jean Piaget untuk mengembangkan satu pendekatan
belajar yang lebih menaruh perhatian pada “apa yang terjadi pada kepala
anak”. Pengertian belajar menurut konstruktivistik kognitif adalah proses
perubahan dalam struktur kognitif seorang individu sebagai hasil konstruksi
pengetahuan yang bersifat individual dan internal. Adapun konsep pokok
Jean Piaget sebagai berikut:
1) Equilibrium/Disequilibrium
Situasi ketidaktahuan atau konflik dalam diri individu yang disebabkan
rasa ingin tahu, menyebabkan seseorang berada dalam ketidakseimbangan
yang disebut disequilibrium. Manusia berusaha mengatasi kondisi
disequilibrium yang tidak menyenangkan dengan bertanya, membaca,
mendatangi kejadian, dan semacamnya agar tercipta kondisi equilibrium.
Sehingga disequilibrium menjadi drive for equilibration atau menjadi
dorongan/motivasi untuk bertindak.
2) Organisasi & Skema
Perlu diketahui bahwa apa yang dipelajari anak tidak masuk begitu
saja kealam berpikir anak, atau dengan kata lain apa yang masuk, tidak
tersimpan secara acak-acakan ke dalam otak. Apa yang masuk akan disusun
sedemikian rupa agar berkaitan dengan kerangka berpikir yang dimilikinya
yang disebut pengorganisasian.
Setiap struktur atau hirarki dari pengorganisasian semua pengetahuan
yang dimiliki individu terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan
dan membentuk kerangka struktur yang disebut skema. Dalam pembelajaran,
tiap materi yang dipelajari sebaiknya dikaitkan dengan pengalaman anak
sebelumnya (skema) agar terkoneksi dengan struktur kognitif siswa.
Terkadang saat memperoleh pengalaman baru dan pada saat bersamaan kita
mengetahui bahwa pengalaman sebelumnya yang sudah dimiliki ternyata sudah
5
tidak sesuai lagi. Proses penyesuaian skema dengan pengalaman baru dalam
upaya mempertahankan equilibrium disebut adaptasi.
b. Konstruktivistik Sosial
6
idealnya, situasi pembelajaran diciptakan semirip mungkin dengan situasi dunia
nyata.
Bila materi yang diberikan di luar ZPD maka ada dua kemungkinan yang
terjadi. Pertama, materi tersebut tidak menantang atau terlalu mudah untuk
diselesaikan. Kedua, materi yang disajikan terlalu tinggi dibandingkan
kemampuan awal sehingga anak kesulitan untuk menguasai apalagi
menyelesaikannya, bahkan anak bisa mengalami frustasi.
3) Cognitive Apprenticeship
7
membantu murid mengerjakan tugas tersebut. Guru mendorong siswa untuk
melanjutkan tugasnya secara mandiri.
C. NILAI-NILAI KONSTRUKTIVISTIK
8
1. Collaboration: apakah tugas-tugas pembelajaran dicapai melalui kerjasama
dengan komunitasnya atau tidak?
2. Personal autonomy: apakah kepentingan pribadi pembelajar menentukan
kegiatan dan proses pembelajaran yang diterimanya?
3. Generativity: apakah ada kemungkinan pembelajar didorong untuk
membangun dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan didorong untuk
mengelaborasi apa yang diterima?
4. Reflectivity: apakah setelah pembelajaran selesai misalnya, pembelajar
bisa melihat manfaat dari apa yang telah dipelajarinya dan apakah dia
menemukan sesuatu yang bisa digunakan untuk memperbaiki belajarnya
sesuai dengan konteksnya?
5. Active engagement: apakah setiap individu terlibat secara aktif dalam
belajar untuk membangun pemahamannya atau pembelajar lebih pada
menerima saja apa yang diberikan?
6. Personal relevance: apakah pembelajar bisa melihat keterkaitan dari apa
yang dipelajarinya dengan kehidupannya sendiri?
7. Pluralism: apakah pembelajarannya tidak menekankan pada satu cara atau
satu solusi? Apakah semua pendapat pribadi mendapat tempat dalam
dialog pembelajaran?
9
seorang pembelajar memperoleh keahlian secara perlahan-lahan melalui
interaksi dengan seorang ahli, apakah seorang dewasa atau dua orang yang
lebih maju darinya.
3. Mengkaitkan semua kegiatan belajar ke dalam tugas atau problema yang
lebih besar. Tujuannya agar pembelajar dapat melihat relevansi tujuan
belajarnya yang spesifik dan kaitannya dengan tugas yang lebih besar dan
kompleks sehingga kelak mereka dapat berfungsi lebih efektif dalam
kehidupan nyata.
4. Membantu pembelajar dalam mengembangkan rasa memiliki atas semua
masalah dan tugasnya. Jadi bukan sekedar lulus tes.
5. Mendesain tugas yang autentik. Membuat tugas-tugas yang menantang
kognitif siswa dalam belajar sains misalnya seperti layaknya ilmuwan.
Problem atau tugas bisa dinego dengan pembelajar agar sesuai dengan
tuntutan kognitif dan dapat mendorong rasa memiliki.
6. Mendesain tugas dan lingkungan belajar yang merefleksikan kompleksitas
lingkungan yang kelak pembelajar diharapkan berfungsi di dalamnya.
7. Memberi kesempatan bagi pembelajar untuk memiliki dan menemukan
proses mendapatkan solusi.
8. Mendesain lingkungan pembelajar yang mendukung dan menantang
pemikiran pembelajar. Di sini guru bertindak sebagai konsultan atau
pelatih sesuai dengan konsep scaffolding & zone of proximal development
dari Vygotsky.
Selain prinsip di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses
pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
2) Mengutamakan proses;
10
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI KONSTUKTIVISTIK
a. Kelebihan :
1). Pembelajaran konstruktivistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa
sendiri.
2). Pembelajaran konstruktivistik memberi pengalaman yang berhubungan dengan
gagasan yang telah dimiliki siswa sehingga siswa terdorong untuk membedakan
dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
3). Pembelajaran konstruktivistik memberi siswa kesempatan untuk berpikir
tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif,
mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada
saat yang tepat.
4). Pembelajaran konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri
dengan menggunakan berbagai konteks.
5). Pembelajaran konstruktivistik mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6). Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif
yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan
menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
b. Kelemahan :
1). Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga
menyebabkan miskonsepsi.
2). Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri,
hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan
penanganan yang berbeda-beda.
11
3). Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
F. IMPLIKASI TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
KONSTRUKTIVISTIK DALAM SETTING BK
Berdasarkan teori belajar dan pembelajaran konstruktivistik maka ada beberapa
penerapan dalam bimbingan dan konseling yaitu:
1. Bimbingan kelompok
Menurut Romlah (2006) bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan
yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok
ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan
potensi siswa. Ada beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelaksanaan
bimbingan kelompok antara lain: pemberian informasi (ekspositori), diskusi
kelompok, pemecahan masalah (problem solving), penciptaan suasana
kekeluargaan (home room), permainan peranan (role playing), karyawisata, dan
permainan simulasi.
2. Konseling kelompok
Menurut Romlah (2006) konseling kelompok adalah usaha bantuan yang
diberikan kepada individu dalam situasi kelompok dalam rangka memberikan
kemudahan atau kelancaran dalam perkembangan individu yang bersifat
perbaikan dan pencegahan.
3. Konseling Teman Sebaya (Peer Konseling)
Konseling teman sebaya sebagai suatu ragam tingkah laku membantu secara
interpersonal yang dilakukan oleh individu nonprofesional yang berusaha
membantu orang lain. Konseling sebaya memungkinkan siswa untuk memiliki
keterampilan-keterampilan guna mengimplementasikan pengalaman kemandirian
dan kemampuan mengontrol diri yang sangat bermakna bagi remaja.
Konseling sebaya memberikan kontribusi pada dimilikinya pengalaman yang
kuat yang dibutuhkan oleh para remaja yaitu respect.
4. Konseling Postmodern
Konstruktivisme sosial adalah perspektif terapeutik dalam pandangan postmodern,
yang menekankan realitas klien apakah akurat atau rasional (Weishaar 1993
12
dalam Corey 2005). Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat relatif karena ia
selalu ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang kita terapkan pada
suatu fenomen tertentu. Pendekatan konseling postmodern adalah Solution
Focused Brief Therapy (SFBT) dan naratif. Dalam beberapa literatur SFBT
disebut Terapi Konstruktivis (Constructivist Therapy).
13
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme
dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa
sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh
struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan
mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih
berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.
Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide
seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang
apa yang dapat masuk akal siswa.
Di dalam kelas konstruktivis, para siswa diberdayakan oleh
pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan
penyelesaian, debat antara satu dengan lainnya, berfikir secara kritis tentang
cara terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah. Beberapa prinsip
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis diantaranya bahwa observasi
dan mendengar aktivitas dan pembicaraan matematika siswa adalah sumber
yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk cara-cara
dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi.
......................................................... Lebih jauh dikatakan bahwa dalam konstruktivis aktivitas
mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok
kecil, dan diskusi kelas menggunakan apa yang ’biasa’ muncul dalam materi
kurikulum kelas ’biasa’. Dalam konstruktivis proses pembelajaran senantiasa
”problem centered approach” dimana guru dan siswa terikat dalam
pembicaraan yang memiliki makna matematika. Beberapa ciri itulah yang
akan mendasari pembelajaran dengan pendekatan konstrukti.
14
B. Saran
Adapun saran yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah kita dapat
mengetahui tentang penilaian dalam Pedagogik Trasformasi. Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah ini. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, semoga
makalah ini dapat diterima dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
15
Ornstein, C., Levine, U.D.1984. Foundations of Education, Houghton
Mifflin Company. Boston.
16