Anda di halaman 1dari 15

FILSAFAT PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA

A. Sejarah lahirnya pancasila

Istilah “ Pancasila” pertama kali dapat ditemukan dalam buku “ Sutasoma” karya Mpu

Tantular yang ditulis pada zaman Majapahit (abad ke 14). Dalam buku itu istilah Pancasila

diartikan sebagai perintah kesusilaan yang jumlahnya lima (Pancasila karma) dan berisi lima

larangan untuk :

1.      Melakukan kekerasan


2.      Mencuri
3.      Berjiwa dengki
4.      Berbohong
5.      Mabuk akibat minuman keras
Awal Berdirinya Pancasila.
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, tidak semata-
mata terbentuk begitu saja dengan hanya diciptakan oleh seseorang seperti yang terjadi pada
ideologi-ideologi lain di dunia. Akan tetapi terbentuknya Pancasila mengalami proses yang
sangat panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Sejak 400 tahun yang lalu pada masa
kejayaan kutai dimana pada masa ini masayarakat kutai yang membuka zaman sejarah
indonesia pertama kali, sudah terlihat menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan
dalam bentuk kerajaan.
Secara kausalitas Pancasila sebelum disyahkan menjadi dasar filsafat negara nilai-nilainya
telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri, seperti adat- istiadat, kebudayaan, dan
nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri negara mengangkat nilai-nilai tersebut kemudian
dirumuskan secara musyawarah mufakat berdasarkan moral-moral yang luhur diantaranya
dalam sidang BPUPKI yang pertama, sidang panitia sembilan yang kemudian melahirkan
piagam jakarta yang memuat Pancasila yang pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam
sidang BPUPKI yang kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang PPKI Pancasila
sebagai calon dasar filsafat negara dibahas serta disempurnakan lagi dan akhirnya pada
tanggal 18 Agustus 1945 disyahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat Negara Republik
Indonesia (Kaelan, 2008:103).
Pengetahuan yang lengkap tentang proses terjadinya Pancasila berdasarkan pada proses
kausalitas, secara kausalitas asal mula pancasila dibedakan menjadi dua macam yaitu : asal
mula langsung dan asal mula tidak langsung.
1. Asal Mula Langsung
Pengertian asal mula secara ilmiah filsafati di bedakan atas empat macam yaitu :
a) Asal mula bahan (kusa materialis)
Bangsa Indonesia adalah asal dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri, sehingga pada hakikatnya
nilai Pancasila merupakan unsur-unsur yang digali dari bangsa Indonesia yang bermula dari
adat-istiadat kebudayaan serta nilai religius. Bisa disimpulkan bahwa asal bahan Pancasila
adalah pada bangsa Indonesia yang terdapat dalam kepribadian dan pandangan hidup bangsa
Indonesia.
b) Asal mula bentuk ( kausa formalis)
Asal mula bentuk atau bagai mana betuk Pancasila itu sebagaimana termuat dalam
pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Dengan demikian maka asal mula bentuk Pancasila
adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta serta anggota BPUPKI lainya yang merumuskan dan
membahas Pancasila.
c) Asal mula karya (kausa effisien)
Asal mula yang menjadikan atau mengesahkan Pancasila dari calon yang akan menjadi dasar
negara yang sah. Yaitu PPKI sebagai pembentuk negara dan telah mengesahkan Pancasila
sebagai landasan dasar negara.
d) Asal mula tujuan ( Kausa finalis)
Pancasila dirumuskan dan di bahas oleh para pendiri negar bertujuan untuk dijaikan sebagai
landasan dasar negara. Oleh karena itu Asal mula tujuan tersebuat adalah anggota BPUPKI
beserta panitia sembilan.

Sejarah Singkat Terbentuknya Pancasila

Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia


dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di
Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah
adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di
wilayah negara RI terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya,
Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut, bangsa
Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun politik.
Perjuangan bersenjata bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda,
sampai dengan tahun 1908 boleh dikatakan selalu mengalami kegagalan.
Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret. Sejak saat itu
Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki
Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu.
Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan
tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini
diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus
menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan
yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan
dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di
Jawa dan Madura)
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk
dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama
pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus
mengenai calon dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama itu,
banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno,
yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad
Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima
hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945.
Prof.Dr. Supomo pada tanggal 31 Mei 1945 terdapat pokok-pokok pikiran  yang tidak banyak
berbeda seperti berikut :
a. Negara Indonesia Merdeka hendaknya merupakan negara nasional  yang bersatu dalam arti
totaliter atau integralistik.
b. Setiap warganya dianjurkan agar takluk kepada tuhan, tetapi urusan agama hendaknya
terpisah dari urusan negara dan diserahkan kepada golongan-golongan agama yang
bersangkutan.
c. Dalam susunan pemerintahan negara harus dibentuk suatu Badan Permusyawaratan, agar
pemimpin negara dapat bersatu jiwa dengan wakil-wakil rakyat secara terus-menerus.
d. Sistem ekonomi Indonesia hendaknya diatur berdasarkan asas kekeluargaan, system
tolong-menolong dan system kooperasi.
e. Negara Indonesia yang berdasar atas semangat kebudayaan Indonesia  yang asli, dengan
sendirinya akan bersifat negara Asia Timur Raya.
Prof. Supomo dengan tegas menolak aliran individualisme dan liberalisme maupun teori
kelas ajaran Marx, dan Lenin, sebagai dasar Indonesia Merdeka, dan menandaskan bahwa
politik pembangunan negara harus disesuaikan dengan susunan masyarakat Indonesia. Maka
negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staaside) negara yang integralistik, negara yang
bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam
lapangan apapun. Dalam pengertian ini menurut teori ini yang sesuai dengan semangat
Indonesia yang asli, negara tidak lain ialah seluruh rakyat Indonesia sebgai persatuan yang
teratur dan tersusun.
Kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul mengenai calon dasar
negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno
mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Istilah “sila” itu sendiri dapat diartikan sebagai aturan yang melatarbelakangi perilaku
seseorang atau bangsa;kelakuan atau perbuatan yang menurut adab (sopan santun); dasar
adab, akhlak, dan moral. Pancasila sebagai dasar negara pertama kali diusulkan oleh Ir.
Soekarno pada tanggal 1 Juni  1945 dihadapan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Menurut beliau, istilah Pancasila tersebut
diperoleh dari para sahabatnya yang merupakan ahli bahasa.
Rumusan Pancasila yang dikemukakan tersebut berdiri atas :
Kebangsaan Indonesia
Internasional atau kemanusiaan
Mufakat atau demokrasi
Kesejahteraan sosial
Ketuhanan yang berkemanusiaan
Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk
membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk
dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi
kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni
1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para
anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya
dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri
atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Tokoh-tokoh BPUPKI yang diberi nama Panitia Sembilan mengadakan pertemuan untuk
membahas pidato serta usulan-usulan mengenai dasar negara yang telah dikemukakan dalam
sidang- sidang  BPUPKI. Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal
itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang
kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”. Dalam pembahasan tersebut
didalamnya terdapat rumusan dan sistematika Pancasila sebagai berikut :
1.      Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradap
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

MAKNA LAMBANG BURUNG GARUDA PANCASILA


Burung garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda dalam mitos
tersebut digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh, cakar) dan separuh
manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil dari penggambaran kendaraan Batara
Wisnu yakni garudeya. Garudeya itu sendiri dapat kita temui pada salah satu pahatan di
Candi Kidal yang terletak di Kabupaten Malang tepatnya di Desa Rejokidal, Kecamatan
Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Garuda sebagai lambang negara menggambarkan
kekuatan dan kekuasaan, warna emas melambangkan kejayaan. Karena peran garuda dalam
cerita pewayangan Mahabharata dan Ramayana, maka Posisi kepala garuda menoleh ke
kanan.
Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945),
antara lain:

 Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17


 Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
 Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
 Jumlah bulu di leher berjumlah 45.

Perisai
Perisai merupakan lambang pertahanan negara Indonesia, gambar perisai tersebut dibagi
menjadi lima bagian, bagian latar belakang dibagi menjadi empat dengan warna merah putih
yang melambangkan warna bendera nasional Indonesia (merah berarti berani dan putih
berarti suci), dan sebuah perisai kecil miniatur dari perisai yang besar berwarna hitam berada
tepat di tengah-tengah. Garis lurus horizontal yang membagi perisai tersebut menggambarkan
garis khatulistiwa yang tepat melintasi Indonesia di tengah-tengah. Setiap gambar yang
terdapat pada perisai tersebut berhubungan dengan simbol-simbol dari sila Pancasila, yaitu.
Bintang Lima
Sila ke-1: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perisai hitam dengan sebuah bintang emas berkepala lima menggambarkan lima agama di
Indonesia, yaitu Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha.
Rantai Emas
Sila ke-2: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
Rantai yang tersusun atas gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia antara satu
dengan yang lain yang saling berhubungan.
Pohon Beringin
Sila ke-3: Persatuan Indonesia.
Pohon beringin adalah sebuah pohon yang memiliki banyak akar yang menggelantung dari
ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan Indonesia sebagai negara kesatuan yang
memiliki berbagai budaya yang berbeda-beda.
Kepala Banteng
Sila ke-4: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan /
Perwakilan.
Banteng adalah binatang sosial, sama halnya dengan manusia. Cetusan Presiden Soekarno
dimana pengambilan keputusan yang dilakukan bersama (musyawarah), gotong-royong, dan
kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
Padi dan Kapas
Sila ke-5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Padi dan kapas yang menggambarkan sandang dan pangan merupakan kebutuhan pokok
setiap masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Hal ini
menggambarkan persamaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial antara yang satu
dengan yang lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa negara Indonesia menggunakan
ideologi komunisme.
Pita
Pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu
“Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu” yang
menggambarkan keadaan bangsa Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam suku, budaya,
adat-istiadat dan kepercayaan, namun tetap satu bangsa, bahasa, dan tanah air.

B. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara indonesia

Pengertian Ideologi
Secara Etimologis, ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu eidos dan logos. Eidos berarti
gagasan dan logos berarti berbicara (ilmu). Makna secara etimologis ideologi adalah
berbicara tentang gagasan/ilmu yang mempelajari tentang gagasan. Gagasan yang dimaksud
adalah gagasan yang murni ada dan menjadi  landasan atau pedoman dalam kehidupan
masyarakat yang ada atau berdomisili dalam wilayah negara dimana mereka berada.
Definisi  Ideologi
Dalam beberapa kamus atau referensi, dapat terlihat bahwa definisi ideologi ada beberapa
macam. Keanekaragaman definisi ini sangat di pengaruhi oleh latar belakang keahlian dan
fungsi lembaga yang memberi definisi tersebut. Keanekaragaman yang dimaksud antara lain
terlihat pada definisi berikut :
a.       Definisi  Ideologi menurut BP-7 Pusat (kini telah dilikuidasi). Ideologi adalah ajaran,
doktrin, teori yang diyakini kebenarannya yang disusun secara sistematis dan diberi petunjuk
pelaksanaan dalam menanggapidan menyeleseikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
berbangsa dan bernegara.
b.      Definisi yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Maswadi Rauf, ahli Politik Universitas Indonesia.
Ideologi adalah rangkaian (kumpulan) nilai yang disepakati bersama untuk menjadi landasan
atau pedoman dalam mencapai tujuan atau kesejahteraan bersama.
Ada banyak pengertian ideologi. Soesanto Darmo Soegondo (1983:42) mengumpulkan
beberapa pengertian ideologi sebagai berikut:

1. Webster Dictionary: “A system of ideas concerning phenomena, especially those of


social life; the manner of thinking characteristic of a class or an individual.”
2. Henry D. Aiken (The Age of Ideology): “Ideology means ideal or abstract
speculation and visionary theorizing.”
3. William James (Varieties of Religious Experience): “Ideology is a man’s total view
or thought about life.”
4. W. White (Political Dictionary): “The sum of political ideas or doctrines of
distinguishable class or group of people.”
5. Harold H. Titus (The Living Issues of Philosophy): “A term use for any group of
ideas concerning various political and economical issues and social philosophies;
often applied to a systematic scheme of ideas held by groups or classes. The term
‘ism’ sometimes use for these systems of thought.”

Sedangkan Kirdi Dipoyudo (1979:9) cenderung memandang ideologi sebagai “…


kesatuan gagasan-gagasan dasar yang sistematis dan menyeluruh tentang manusia dan
kehidupannya, baik individual maupun sosial, termasuk kehidupan negara.”
Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
           
Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah Pancasila sebagai cita-cita negara atau cita-
cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan
bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.
Berdasarkan Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR tentang
P4, ditegaskan bahwa Pancasila adalah dasar NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

C. Implementasi pancasila dalam kehidupan masyarakat

IMPLEMENTASI  PANCASILA  DALAM  KEHIDUPAN  DIMASYARAKA

Dalam hidup bernegara kita membutuhkan dasar negara agar suatu negara bisa berjalan
dengan baik . Oleh karena itu sebagai warga negara Indonesia kita harus mengatahui bahwa
dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Pancasila tidak hanya dihafal dalam lisan saja tetapi
perlu implementasi di dalam suatu masyarakat agar nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila tidak akan hilang dan bisa memajukan Bangsa Indonesia. Implementasi nilai-nilai
Pancasila dalam masyarakat  dilaksanakan seperti  di bawah ini.

1)      KETUHANAN YANG MAHA ESA

Dalam sila pertama ini kita sebagai manusia yang sudah diciptakan oleh Tuhan harus
meyakini bahwa Tuhan itu Esa.

Dalam masyarakat hal itu dilaksanakan dengan :

1)      Sebagai seorang manusia, kita harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
meyakininya

2)      Setiap masyarakat memeluk agama masing-masing yang dikehendaki

3)      Melaksanakan ajaran agama dan beribadah sesuai dengan agama yang dianut olaeh
masyarakat

4)      Setiap masyarakat saling menghormati pemeluk agama lain,dengan cara tidak mengejek
agama lain atau pun mengganggu saat ibadah

5)      Masyarakat yang menjalankan dakwah untuk menyiarkan agama,tidak memaksa


masyarakat lain untuk ikut dalam aliran/ agama lain

2)      KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

Dalam sila kedua ini kita sebagai masyarakat yang hidup bersma dengan masyarakat lain
diharuskan berlaku adil dan sopan santun.
Dalam masyarakat dilaksanakan dengan :

1)      Jika ada kegiatan bakti sosial masyarakat membantu untuk menyumbangkan sesuatu

2)      Menyantuni anak-anak terlantar, fakir, dan miskin

3)      Masyarakat membantu korban bencana alam

4)      Mengikuti aksi donor darah bagi orang yang membutuhkan

5)      Menjenguk masyarakat lain yang sedang sakit

6)      Tidak semena-mena terhadap orang yang belum dikenal ataupun tetangga

7)      Menghargai hak- hak masyarakat dan tidak mengekangnya

8)      Tidak memebeda-bedakan antara yang kaya dan yang miskin

3)      PERSATUAN INDONESIA

Dalam sila ke tiga ini masyarakat berperilaku sesuai Bhineka tunggal ika. Jadi kepentingan
bangsa dan negara lebih penting dari kepentingan pribadi. Dalam masyarakat di wujudkan
dengan :

1)      Dalam daerah setempat, masyarakatnya terdiri dari berbagai suku dan asal daerah.
Namun dari perbedaan itu, masyarakat tetap bisa bersatu tanpa adannya pertengkaran

2)      Mementingkan kepentingan negara dan bangsa daripada kepentingan pribadi saat ada
rapat di kelurahan

3)      Menggunakan Bahasa Indonesia saat bermusyawarah

4)      KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN


DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN

Dalam sila ke empat ini, jika dalam suatu masyarakat ada masalah maka harus diselesaikan
dengan cara mufakat atau musyawarah.

Implementasi didalam kehidupan bermasyarakat ialah :


1)       Menerima kritik dan saran dengan baik dan tidak marah

2)      Melaksanakan hasil musyawarah apapun dengan penuh tanggung jawab

3)      Apabila terjadi suatu masalah maka dipecahkan melalui musyawarah mufakat

4)      Menghargai pendapat,ide, kritik, dan sran dari orang lain saat sedang musyawarah

5)      Saat berpendapat tidak memaksakan kehendak

6)      Mengemukakan pendapat saat musyawarah dimuka umum,tidak setelah musyawarah


selesai

7)      Menaati apa yang telah disepakati dalam musyawarah dan tidak menentangnya

5)      KEADILAN SOSIAL BAGI  SELURUH RAKYAT INDONESIA

Nilai yang terkandung dalam sila kelima adalah kita harus berbuat adil kepada setiap
masyarakat di Indonesia. Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari ialah :

1)      Menghargai hasil karya orang lain

2)      Memberikan sesuatu pada orang lain sesuai haknya

3)      Membayar pajak dengan tepat waktu

4)      Saling meembantu pada masyarakat lain yang sedang membutuhkan

5)      Bergotong royong saat membangun jalan dan sebagainya

6)      Berlaku adil pada sesama masyarakat dan tidak membeda-bedakan

7)      Masyarakat tidak bergaya hidup mewah

8)      Bersama – sama dengan masyarakat lain memajukan daerahnya dan berusaha untuk
adil dalam setiap hal

D. Pancasila sebagai dasar dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa


dan bernegara

Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap
terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran
kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu
yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau
bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua
kelompok etika yaitu, [4] Etika Umum dan Etika Khusus
Etika termasuk suatu kelompok filsafat praktis, yaitu suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral, merupakan ilmu
yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika berkaitan dengan pelbagai masalah nilai karena etika pada pokoknya
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “ susila” dan
“tidak susila”, “baik dan buruk”.
Sebagai bahasan khusus etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan
orang dapat disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang
dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran/dasar-dasar filosofis dalam
hubungan dengan tingkah laku manusia
Sebagai mana dipahami bahwa sila-sila Pancasila adalah merupakan suatu sistem
nilai, artinya setiap sila memang mempunyai nilai akan tetapi sila saling berhubungan, saling
ketergantungan secara sistematik dan diantara nilai satu sila dengan sila lainnya memiliki
tingkatan. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan nilai-nilai etika yang terkandung dalam
pancasila merupakan sekumpulan nilai yang diangkat dari prinsip nilai yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut berupa nilai religious, nilai adat istiadat,
kebudayaan dan setelah disahkan menjadi dasar Negara terkandung di dalamnya nilai
kenegaraan.
Dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat Negara, maka nilai-nilai pancasila harus
di jabarkan dalam suatu norma yang merupakan pedoman pelaksanaan dalam
penyelenggaraan kenegaraan, bahkan kebangsaan dan kemasyarakatan. Terdapat dua macam
norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu norma hukum dan norma moral atau
etika. Sebagaimana diketahui sebagai suatu norma hukum positif, maka pancasila dijabarkan
dalam suatu peraturan perundang-undangan yang ekplisit, hal itu secara kongkrit dijabarkan
dalam tertib hukum Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya memerlukan suatu norma
moral yang merupakan dasar pijak pelaksanaan tertib hukum di Indonesia. Bagaimanapun
baiknya suatu peraturan perundang-undangan kalau tidak dilandasi oleh moral yang luhur
dalam pelaksanaannya dan penyelenggaraan Negara, maka niscahaya hukum tidak akan
mencapai suatu keadilan bagi kehidupan kemanusiaan.
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai pancasila adalah berifat objektif dan
subjektif. Artinya esensi nilai-nilai pancasila adalah universal yaitu ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Sehingga memungkinkan dapat diterapkan pada Negara
lain barangkali namanya bukan pancasila. Artinya jika suatu Negara menggunakan prinsip
filosofi bahwa Negara berketuhana, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan
berkeadilan, maka Negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari nilai
sila-sila pancasila.

Nilai-nilai pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:


1.      Rumusan dari sila-sila pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam
menunjukkan adanya sifat-sifat umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2.      Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia
dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan,
maupun dalam kehidupan keagamaan.
3.      Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi
syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental Negara sehingga merupakan suatu sumber
hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu dalam hierarki suatu tertib hukum hukum
Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum yang tertinggi. Maka secara objektif tidak
dapat diubah secara hukum sehingga terlekat pada kelangsungan hidup Negara. Sebagai
konsekuensinya jika nilai-nilai pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu
diubah maka sama halnya dengan pembubaran Negara proklamasi 1945, hal ini sebagaimana
terkandung di dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, diperkuat Tap. No.
V/MPR/1973. Jo. Tap. No. IX/MPR/1978.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai
pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertian itu dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.      Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai bangsa
kausa materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis, serta hasil
refleksi fiosofis bangsa Indonesia.
2.      Nilai-nilai pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga
merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas nilai kebenaran,
kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
3.      Nilai-nilai pancasila di dalamnya terkandung ke tujuh nilai-nilai kerohanian yaitu nilai
kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis dan nilai religius yang
manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa.
Nilai-nilai pancasila itu bagi bangsa Indonesia menjadi landasan, dasar serta motivasi
atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam kehidupan
kenegaraan. Dengan kata lain bahwa nilai-nilai pancasila merupakan das sollen atau cita-cita
tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das sein.
Di era sekarang sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etika untuk
kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal
ini terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila
sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang merupakan cerminan
dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan
bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat bertujuan untuk:
1.      Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan
kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek
2.      Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
3.      Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut:
a.       Etika sosial dan Budaya
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali
sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan tolong-
menolong di antara sesame manusia dan anak bangsa. Senada dengan itu juga
menghidupkansuburkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang
bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
b.      Etika pemerintahan dan politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efesien, dan efektif
serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, tanggung
jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, serta
menjujunjung tinggi hak asasi manusia.
c.       Etika ekonomi dan bisnis
Etika ini bertujuan agar prinsip dan prilaku ekonomi baik oleh pribadi, institusi, maupun
keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan ekonomi dengan kondisi yang baik dan
realitas.
d.      Etika penegakan hukum yang berkeadilan
Etika ini bertujuan agar penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak
diskriminatif terhadap setiap warga Negara di hadapan hukum, dan menghindarkan
peggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan.
e.       Etika keilmuan dan disiplin kehidupan
Etika ini diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan
teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis, dan objektif.
Dengan berpedoman pada etika kehidupan berbangsa tersebut, penyelenggara Negara dan
warga Negara berprilaku secara baik bersumber pada nilai-nilai pancasila dalam
kehidupannya. Etika kehidupan berbangsa tidak memiliki sanksi hukum. Namun sebagai
semacam kode etik, pedoman etik berbangsa memberikan sanksi moral bagi siapa saja yang
berprilaku menyimpang dari norma-norma etik yang baik. Etika kehidupan berbangsa ini
dapat kita pandang sebagai norma etik Negara sebagai perwujudan dari nilai-nilai dasar
Pancasila.
Etika dan moral bagi manusia dalam kehiduan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat,
senantiasa bersifat relasional. Hal ini berarti bahwa etika serta moral yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila, tidak dimaksudkan untuk manusia secara pribadi, namun secara
relasioanal senantiasa memiliki hubungan dengan yang lain baik kepada Tuhan yang maha
esa maupun kepada manusia lainnya.

Anda mungkin juga menyukai