Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KETAHAN PANGAN

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DENGAN METODE


AQUAPONIK SELAMA PANDEMI COVID-19

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah IPA Terapan


Dosen Pengampu: Ani Widyawati, M.Pd.

Disusun Oleh:
Uswatun Hasanah (2018016004)
Anisa Fitriana (2018016006)
Elta Almunawaroh (2018016027)

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
2021
Abstrak
Upaya mengatasi ketahanan pangan dirumah tangga selama pandemi covid-19
menggunakan sistem aqua ponik di desa Srihardono. Upaya tersebut dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui metode yang digunakan dalam mengatasi masalah ketahanan pangan
rumah tangga dan mengetahui hasil penggunaan metode aquaponik dalam mengatasi masalah
ketahanan pangan rumah tangga di masa pandemi Covid-19. Metode pelaksanaan penelitian
ini menggunakan pendekatan partisipatif dimana masyarakat berperan aktif dalam seluruh
kegiatan yang direncanakan. Kegiatan dilakukan secara bertahap yaitu dengan tahap
sosialisasi, dan tahap pelaksanaan yang berupa pelatihan dan pendampingan. Hasil kegiatan
pendampingan, setiap perwakilan ibu rumah tangga sudah membuat aquaponik dirumahnya
masing-masing.

A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia salah satunya atau sebagian besar dicukupi dari aspek
pangan. Pangan mengandung zat gizi yang digunakan masyarakat atau rumah tangga
untuk mempertahankan kelangsungan baik secara perkembangbiakan dan menjalankan
aktivitas dalam kehidupan. Setiap orang atau masyarakat berhak memperoleh makanan
yang cukup dan layak disesuaikan dengan kebutuhannya disamping itu ketahanan pangan
adalah hak asasi manusia (HAM). Ketahanan pangan merupakan terpenuhinya pangan
bagi rumah tangga yang cukup baik dari segi jumlah, mutu, keamanan pangan, merata
dan terjangkau (Aidha & Harahap, 2021).
Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 menyatakan kondisi terpenuhinya
kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara
cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.Pandemi
COVID-19 yang sedang dihadapi secara global ini menyebabkan masalah pada sektor
kesehatan, dan sektor lain seperti ekonomi, pertanian, dan sosial masyarakat. Beberapa
negara termasuk Indonesia menerapkan kebijakan bekerja dan sekolah dari rumah untuk
mencegah peningkatan penularan COVID-19. Beberapa daerah yang menetapkan
kebijakan untuk lockdown yang kemudian disebut dengan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) mengakibatkan perusahaan merumahkan pekerjanya. Hal ini
menyebabkan berkurangnya penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Kebijakan ini memberikan dampak terhadap kehidupan bagi masyarakat
terutama dalam hal ketahanan pangan bagi rumah tangga.
Permasalahan mengenai ketahanan pangan adalah masalah dasar dan harus
ditangani secara berkelanjutan. Peningkatan penduduk setiap tahunnya mempengaruhi
ketahanan pangan. Hal tersebut juga dikarenakan kapasitas produksi pangan yang berada
pada levelling off. Dari permasalahan-permasalahan diatas maka dari itu kami
mengambil judul makalah yaitu “Ketahanan Pangan Rumah Tangga Selama Pandemi
Covid-19”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode yang digunakan dalam mengatasi masalah ketahanan pangan
rumah tangga di masa pandemi Covid-19?
2. Bagaimana hasil penggunaan metode aquaponik dalam mengatasi masalah ketahanan
pangan rumah tangga selama masa pandemi Covid-19?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam mengatasi masalah ketahanan
pangan rumah tangga di masa pandemi Covid-19.
2. Untuk mengetahui hasil penggunaan metode aquaponik dalam mengatasi masalah
ketahanan pangan rumah tangga selama masa pandemi Covid-19.

D. Kajian Teori
1. Pandemi Covid-19
Coronavirus adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom
pernapasan akut coronavirus 2 (Sars-CoV-2). Penyakit ini pertama kali ditemukan
pada Desember 2019 di Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei China, dan sejak itu
menyebar secara global, mengakibatkan pandemi corona virus 2019- 2020.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikannwabah korona virus 2019-
2020 sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat Internasional (PHEIC) pada 30 Januari
2020, dan pandemi pada 11 Maret 2020.1 Covid-19 pertama dilaporkan di Indonesia
pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus.9 Data 31 Maret 2020 menunjukkan
kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian.10 Tingkat
mortalitas Covid-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi
diAsia Tenggara (Yenti Sumarni, 2020)
Pandemi Covid-19 ini tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga
berdampak pada berbagai aspek kehidupan sosial ekonomi, termasuk pada
pemenuhan kebutuhan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, produksi dalam
negeri memegang peranan kunci meskipun terdapat opsi untuk melakukan impor
(Priadi Asmanto, Ardi Adji, 2020)

2. Ketahanan Pangan
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang banyak dan
tingkat pertumbuhannya yang tinggi, maka upaya untuk mewujudkan ketahanan
pangan merupakan tantangan yang harus mendapatkan prioritas untuk kesejahteraan
bangsa, Indonesia sebagai negara agraris dan maritim dengan sumber daya alam dan
sosial budaya yang beragam. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan pangan ini
menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka mempertahankan kedaulatan
negara, melalui tidak tergantung pada impor pangan dari negara maju.
Ketergantungan suatu negara akan impor pangan (apalagi dari negara maju), akan
mengakibatkan pengambilan keputusan atas segala aspek kehidupan menjadi tidak
bebas atau tidak merdeka, dan karenanya negara menjadi tidak berdaulat secara
penuh. (Priadi dkk,. 2020)
Pada tahun 2019, Indonesia berada pada urutan ke-62 dari 113 negara dengan
skor 62,6 berdasarkan Global Food Security Indexyang diukur dari ketersediaan
pangan, keterjangkauan, keamanan dan kualitas pangan (EIU 2019) (Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, 2019). Pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati baik yang diolah maupun tidak diolah, yang digunakan
sebagai makanan atau minuman bagi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman (Aisyah, 2020). Pangan
merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia. Pangan merupakan salah
satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu
sebagai sumber energi dan zat gizi (Saputri et al., 2016)
Ketahanan Pangan dalam suatu negara merupakan kemampuan suatu bangsa
untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup,
mutu yang layak,aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi
pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik (Priadi, 2020)
Sedangkan menurut Aisyah (2020) Ketahanan Pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan
yang aman, merata terjangkau, cukup baik jumlah maupun mutunya. Ketahanan
pangan merupakan hal yang penting, karena berdasarkan pengalaman di banyak
negara menunjukan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat melaksanakan
pembangunan secara baik sebelum mampu mewujudkan ketahanan pangan terlebih
dahulu. Akses pangan yang "cukup" adalah hak asasi manusia yang harus dijamin
oleh negara bersama masyarakat. Suatu kondisi ketidak cukupan pangan yang dialami
daerah, masyarakat, atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar
kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat disebut dengan
ketahanan pangan (Saliem & Ariani, 2002).
Ketahanan Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan (E.Nurkhayani dan E.Setyawati, 2015).
Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu
definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses
semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at
all times to sufficient food for a healthy life) (Suharyanto, 2011).
The 1996 World Food Summit (WFS) mengatakan (dalam Fanzo, 2015)
bahwa : “Ketahanan pangan ada ketika semua orang memiliki akses fisik dan
ekonomi ke makanan yang cukup, aman dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan
mereka setiap harinya. Setiap manusia harus memiliki gizi yang seimbang agar dapat
hidup dengan sehat. Sedangkan gizi ada ketika ketahanan pangan berpadu pada
lingkungan sanitasi, layanan kesehatan yang memadai, dan perawatan yang tepat serta
praktik pemberian makan untuk memastikan kehidupan yang sehat bagi semua
anggota rumah tangga. Definisi ini menyimpulkan bahwa nutrisi yang memadai ada
ketika pertanian, kesehtan, pendidikan dan lingkungan juga memadai. (Fanzo, 2015)
Penyediaan pangan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah
tangga yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Untuk mewujudkan penyediaan
pangan tersebut, perlu dilakukan pengembangan sistem produksi, efisiensi sistem
usaha pangan, teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan
mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif (Aisyah, 2020).

3. Ketahanan Pangan Rumah Tangga


Kecukupan pangan nasional tidak menjamin bahwa semua rumah tangga
memperoleh pangan yang dibutuhkannya, sehingga fokus ketahanan pangan adalah
rumah tangga. Dengan demikian kebijakan ketahanan pangan difokuskan kepada
pemberdayaan rumah tangga dan masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri
dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mengatasi masalah-masalah pangan yang
dihadapi. Seiring dengan otonomi daerah, maka proses pemberdayaan
didesentralisasikan sesuai dengan potensi dan keragaman sumber daya wilayah.
Tujuan utama pembangunan ketahanan pangan tingkat rumah tangga adalah
meningkatnya daya beli rumah tangga melalui peningkatan pendapatannya.
Ketahanan pangan rumah tangga tidaklah berdiri sendiri, namun secara hierarkis
berkaitan dengan ketahanan pangan tingkat regional (kabupaten-propinsi) dan
ketahanan pangan tingkat nasional. (Simatupang dkk., 2016)

Menurut (Purwaningsih, 2008) konsep ketahanan pangan meliputi :


a. Ketercukupan jumlah pangan dalam suatu rumah tangga (food sufficiency).
b. Keamanan pangan (food safety), pangan yang bebas dari kemungkinan
pencemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menganggu, merugikan
dan membahayakan keadaan manusia, serta terjamin mutunya (food quality)
untuk memenuhi kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan
makanan dan minuman.
c. Kemerataan pangan, adalah meratanya sistem distribusi pangan yang
mendukung tersedianya pangan setiap saat.
d. Keterjangkauan pangan, merupakan kemudahan rumah tangga untuk
memperoleh pangan dengan harga yang terjangkau.

Ketahanan pangan rumah tangga juga dapat dilihat dari pendapatan rumah tangga
dan konsumsi gizi rumah tangga itu sendiri, yang meliputi :
a. Rumah tangga tahan pangan yaitu apabila proporsi pengeluaran pangan rendah.
Yaitu kurang dari 60 persen dari pengeluaran rumah tangga dan cukup
mengkonsumsi energi (>80 persen dari syarat kecukupan energi).
b. Rumah tangga rentan pangan yaitu apabila proporsi pengeluaran pangan tinggi.
Yaitu lebih dari 60 persen dari pengeluaran rumah tangga dan cukup
mengkonsumsi energi (>80 persen dari syarat kecukupan energi).
c. Rumah tangga kurang pangan yaitu apabila proporsi pengeluaran pangan
tinggi. Yaitu lebih dari 60 persen dari pengeluaran rumah tangga) dan kurang
mengkonsumsi energi (≤80 persen dari syarat kecukupan energi).
d. Rumah tangga rawan pangan yaitu apabila proporsi pengeluaran pangan tinggi
dan tingkat konsumsi energinya kurang.
(Arida et al., 2015)

Pada tingkat rumah tangga, penanggunggjawab adalah kepala keluarga, dengan


stake holder nya seluruh anggota keluarga. Pada tingkat regional, penanggungjawab
adalah pemerintah daerah dengan stake holder-nya desa-desa di dalam wilayah
yuridiksinya. Pada tingkat nasional penanggungjawab adalah pemerintah pusat atau
negara. Secara hierarkis ketahanan pangan keluarga ditentukan oleh ketahanan pangan
regional dan nasional. Pemerintah pusat memfasilitasi pemerintah daerah dalam
upayanya mewujudkan ketahanan pangan di wilayahnya. Dalam rangka membangun
ketahanan pangan rumah tangga tersebut, maka fokus pembangunan ketahanan
pangan adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti meningkatkan kemandirian
dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan,
distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu.(Purwaningsih, 2008)
Ketersediaan pangan yang memadai dapat memperbesar peluang rumah
tangga mengkonsumsi pangan. Ketersediaan pangan diartikan sebagai kemampuan
rumah tangga menyediakan pangan melalui berbagai cara, antara lain dengan
memproduksi pangan sendiri di lahan pertanian/ perkebunan sendiri dan membeli di
pasar. Tetapi, ketersediaan pangan yang cukup belum menjamin konsumsi pangan
yang baik kalau terdapat kesenjangan distribusi pangan. Distribusi pangan dalam arti
luas antara lain distribusi antar negara , daerah, golongan masyarakat ( berdasarkan
penghasilan), sedangkan dalam arti sempit menyangkut distribusi pangan antar
anggota keluarga dalam satu rumahtangga (Darmawan, 2011)
Menurut Putri (2012) dengan asumsi bahwa di daerah tertentu masyarakat
mempunyai kebiasaan makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi makan sebenarnya dapat
menggambarkan keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Dalam satu
rumah tangga, salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan dalam
jangka waktu tertentu adalah dengan mengurangi frekuensi makan atau
mengkombinasikan bahan makanan pokok (misal beras dengan ubi kayu).
Penggunaan frekuensi makan sebanyak 3 kali atau lebih sebagai indikator kecukupan
makan didasarkan pada kondisi nyata di desa-desa. Jika mayoritas rumah tangga di
satu desa, misalnya, hanya makan dua kali per hari, kondisi ini semata-mata
merupakan suatu strategi rumah tangga agar persediaan makanan pokok mereka tidak
segera habis, karena dengan frekuensi makan tiga kali sehari, kebanyakan rumah
tangga tidak bisa bertahan untuk tetap memiliki persediaan makanan pokok hingga
panen berikutnya. Atau strategi lainya bisa mengganti nasi, dengan energi non-nasi
seperti singkong (Arida et al., 2015)

Beberapa alternatif program yang dapat ditempuh berkaitan dengan


ketersediaan dan distribusi pangan adalah:
a. peningkatan sarana dan prasarana transportasi untuk menjamin kelancaran
distribusi pangan keberbagai wilayah
b. pengembangan stok pangan diberbagai wilayah dengan jenis pangan yang sesuai
dengan pola konsumsi masyarakat
c. pengembangan agroindustri dan pengolahan pangan untuk mendukung upaya
diversifikasi konsumsi pangan
d. pengendalian harga pangan dan pengembangan pemasaran untuk menjamin akses
rumahtangga dalam rumahtangga dalam memperoleh pangan dari pasar, terutama
bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah
e. pengawasan distribusi pangan termasuk mekanisme dan kelembagaannya,
termasuk pengembangan impor dan ekspor pangan.(Putri, 2012)
Pangan juga memiliki fungsi sebagai upaya pemulihan dan perbaikan jaringan
tubuh yang rusak. Fungsi lain dari pangan untuk mengatur proses di dalam
tubuh,yang tidak tahan pangan dikarenakan faktor kemiskinan. Rendahnya
kepedulian masyarakat setempat ditambah dengan tidak ada kelembagaan ketahanan
pangan ditingkat masyarakat menyebabkan adanya tidak tahan pangan di tingkat
rumah tangga tani . Desa yang masih terdapat masalah ketahanan pangan belum
dikatakan mandiri. Hal tersebut tercermin dari tidak adanya peningkatan
kesejahteraan dan pendapatan masyarakatnya. Terdapat beberapa upaya pemerintah
dalam menyelesaikan hal tersebut salah satu antisipasi yang dilakukan dengan
mengadakan program Desa Mandiri Pangan dengan tujuan aksi dalam pengurangan
kondisi rawan pangan di pedesaan. Namun perlu penyelesaian secara lebih serius dan
berkelanjutan dalam hal ketahanan pangan baik dalam skala kapita maupun nasional
(Saputro, 2020)
4. Aquaponik
Akuaponik merupakan kombinasi sistem akuakultur dan hidroponik yang
saling menguntungkan. Akuakultur merupakan budidaya ikan, sedangkan hidroponik
dapat diartikan memberdayakan air (Fariudin, 2013). Memelihara ikan dalam suatu
wadah, menghasilkan air yang terkontaminasi dengan amonia yang jika terlalu pekat
bisa meracuni ikan, tetapi ketika dikombinasikan dengan hidroponik, amonia dalam
air limbah perikanan tersebut diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh mikrobia yang ada
dalam media hidroponik, kemudian diserap oleh tanaman sebagai hara. Tanaman
akan tumbuh subur, sementara air sisanya menjadi lebih aman bagi ikan karena
tanaman dan medianya berfungsi sebagai penyaring air. Sistem akuaponik juga harus
memiliki biofilter dan aerator (Widyawati, 2013).
Keunggulan Sistem Akuaponik dengan sistem perikanan konvensional, antara
lain:
a. Hemat Air
Sistem akuaponik merupakan sebuah ekosistem lingkungan antara ikan dan
tumbuhan yang sangat hemat air. Penurunan volume air tetap terjadi, tetapi
jumlahnya relatif sedikit yang disebabkan oleh proses penguapan air dan terserap
oleh tanaman. Penambahan air hanya dilakukan sekitar seminggu sekali hingga
ketinggian air yang telah ditentukan, sedangkan sistem perikanan konvensional
harus mengganti atau mengisi kolam berulang kali agar ikan tidak keracunan dari
limbah ikan itu sendiri.
b. Zero Waste
Dalam sistem perikanan konvensional, kotoran ikan dan sisa pakan harus
dibersihkan, jika tidak dibersihkan akan terjadi penumpukan amonia yang dapat
meracuni ikan. Pada sistem akuaponik, air yang mengandung limbah diubah oleh
mikroorganisme menjadi nutrisi yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman,
sehingga tidak ada air dan sisa pakan yang terbuang, semua dapat dimanfaatkan
kembali.
c. Mudah Perawatannya
Pada sistem perikanan konvensional, waktu yang dihabiskan untuk merawat ikan
sekitar 5 – 10 menit per hari, menguras dan membersihkan kolam juga harus
dilakukan secara rutin. Dengan aplikasi akuaponik, perawatan tidak
membutuhkan tenaga yang terlalu banyak dan cukup dilakukan 3 - 4 hari sekali,
meliputi pengecekan suhu, pH, dan tingkat amonia serta membersihkan beberapa
komponen instalasi.
d. Tanpa Bahan Kimia
Tanaman pada sistem akuaponik tidak menggunakan pupuk kimia selama
pertumbuhannya dan ikan pada sistem akuaponik tidak membutuhkan unsur
kimia selama dibudidayakan. Akuaponik memanfaatkan limbah atau kotoran ikan
sebagai pupuk bagi tanaman, pertumbuhan tanaman menjadi alami dan hasil
panen akuaponik terjamin bebas dari unsur kimia.
e. Hama Berkurang
Pada sistem akuaponik kehadiran hama pengganggu tanaman atau ikan bisa
dibilang minim. Sama halnya dengan hidroponik, hama pengganggu pada sistem
bertanam tanpa tanah ini hampir tidak ada. Jika ada kendala selama budidaya
tanaman secara akuaponik, biasanya terjadi karena penyakit, seperti busuk akar.
Penyakit busuk akar dapat dicegah dengan memelihara kebersihan lingkungan
dan melakukan perawatan komponen akuaponik secara berkala (Habiburrohman,
2018) .

E. Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode parsititipatif
yang menguaamakan peran aktif masyarakat. Metode parsitipatif merupakan salah satu
cara merumuskan kebutuhan pembangunan daerah dan desa yang menempatkan
masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Konsep ini menempatkan masyarakat
lapisan bawah sebagai perencana dan penentu kebijakan pembangunan di tingkat lokal
(Nurman, 2015).
Kegiatan ini dilaksanakan di desa Srihardono dengan mitra kerja ibu ibu PKK...
yang dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juli 2021. tahapan pelaksanaan dilakukan,
sebagai berikut :
1. Tahap Sosialisasi
Sosialisasi dijadwalkan sebelum kegiatan pendampingan dilaksanakan. tujuanya agar
mitra kerja dapat mengetahui dan memahami pentingnya kegiatan dilakukan. dalam
tahap ini juga juga dilakukan kesepakatan mengenai jadwal pelaksanaan pelaksanaan
dan hal apa saja yang perlu dipersiapkan untuk kegiatan pendampingan.
2. Tahap pelaksanaan
a. Pelatihan
Pelatihan yang akan diberikan kepada ibu-ibu PKK yang meliputi pelatihan
kelompok dan pelatihan mandiri. Pelatihan tersebut melibatkan narasumber dari
TP PKK kabupaten Bntul yang sudah merintis sistem aquaponik di desa
Srihardono. Selanjutnya dilakukan pendampingan terhadap implementasi
kegiatan pelatihan.
b. Pendampingan
Pendampingan dilakukan secara langsung di lapangan satu minggu sekali yaitu
mendampingi ibu-ibu PKK untuk membuat aquaponik dan polybag. Tim PHP2D
juga membuka diri untuk pendampingan secara tidak langsung, misalnya melalui
whatshapp, SMS, dan telepon.

F. Hasil dan Pembahasan


1. Sosialisasi
Kegiatan sosialisai dilakukan di desa Srihardono pada tanggal 10 mei 2021
yang diikuti oleh 10 orang perwakilan dari ibu-ibu PKK dimasing-masing RT. Dalam
tahap sosialisasi ini, dijelaskan mengenai pentingnya menjaga ketahanan pangan
rumah tangga dimasa pandemi covid-19 dengan memberikan solusi membuat
aquaponik. Aquaponik adalah kombinasi sistem akuakultur dan hidroponik yang
saling menguntungkan. Akuakultur merupakan budidaya ikan, sedangkan hidroponik
dapat diartikan memberdayakan air. (suolistyaningsih) Memelihara ikan dalam suatu
wadah, menghasilkan air yang terkontaminasi dengan amonia yang jika terlalu pekat
bisa meracuni ikan, tetapi ketika dikombinasikan dengan hidroponik, amonia dalam
air limbah perikanan tersebut diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh mikrobia yang ada
dalam media hidroponik, kemudian diserap oleh tanaman sebagai hara.
Tanaman akan tumbuh subur, sementara air sisanya menjadi lebih aman bagi
ikan karena tanaman dan medianya berfungsi sebagai penyaring air. Sistem
akuaponik juga harus memiliki biofilter dan aerator. Dengan melakukan metode
aquaponik masyarakat juga dapat memanfaatkan lahan kosong menjadi lahan yang
berguna. Kegiatan ini disambut positif oleh bapak kepala desa dan ibu-ibu PKK
dimana semuanya akan berpartisipasi secara aktif dan mengembangkan ilmu yang
telah diperoleh untuk diimplementasikan di lingkungan masing-masing. Acara
diakhiri dengan perkenalan masing-masing anggota tim dan pemaparan program
kerja serta diskusi mengenai jadwal kegiatan selanjutnya
2. Pelatihan
Pelatihan tentang sistem aquaponik ini dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu
pelatihan yang dilakukan di Balai Desa Bantul diikuti sekitar 10 orang ibu-ibu PKK
yang merupakan perwakilan dari masing-masing RW yang akan didampingi.
Pelatihan yang dipandu oleh narasumber dari Tim Penggerak PKK Kabupaten Bantul
ini menyampaikan:
a. Pentingnya menghijaukan lahan dan aquaponik adalah salah satu metode yang
mudah di terapkan dan menghasilkan cukup baik.
b. Kiat-kiat dalam merawat lele di aquaponik agar lele tidak mati.
c. Cara perawatan dan peletakan aquaponik yang baik dan benar agar hasil sayuran
maksimal dan lele sehat.
d. Cara membuat aquaponik sendiri dengan bahan sederhana dan tips agar sekam
tidak boros dengan bantuan kain.
Pelatihan selanjutnya dilakukan di masing-masing RW dengan narasumber
dari tim PHP2D yang telah belajar bersama dengan Tim Penggerak PKK Kabupaten
pada pelatihan pertama, peserta dari setiap RW terdiri dari ibu-ibu PKK yang
berjumlah antara 10-20 orang. Dalam pelatihan tersebut tim PHP2D memberikan
pelatihan tentang pembuatan aquaponik dengan bahan sederhana dan cara
merawatnya agar aquaponik mendapatkan hasil yang maksimal.
3. Pendampingan
Pendampingan dilakukan seminggu sekali secara berkala. Selain mengevaluasi
kegiatan yang telah dilakukan ibu ibu PKK, mereka juga mencoba membantu
mengatasi kendala-kendala yang dihadapi selama kegiatan. Kendala-kendala yang
dihadapi tersebut kangkung yang kadang terkena hama ataupun tumbuhnya tidak
subur. Solusinya yang ditawarkan untuk mengatasi hal tersebut yaitu menyemprot
kangkung dengan pestisida alami dari bahan campuran air bawang dan daun sirsak
yang pahit, dan meletakkan kangkung di lokasi yang terkena matahari pagi dengan
baik.

G. Kesimpulan
Kegiatan pelatihan tentang sistem aquaponik yang telah dilaksanakan mendapat
respon yang positif dari ibu-ibu PKK. Hal ini dibuktikan oleh keaktifan para ibu-ibu
PKK dalam mengikuti kegiatan pelatihan tentang sistem aquaponik yang telah
dilaksanakan. Ibu-ibu PKK juga telah mengimplementasikan ilmu dan keterampilannya.
Diharapkan kegiatan pelatihan tersebut dapat berjalan secara berkelanjutan dan
memotivasi masyarakat yang lain untuk turut serta dalam mengoptimalkan pekarangan
rumah yang masih kosong dengan budidaya tanaman dan ikan melalui metode
aquaponik.
Daftar Pustaka

Aidha, Z., & Harahap, R. A. (2021). Pemberdayaan masyarakat dalam upaya ketahanan
pangan selama pandemi COVID-19 di Kecamatan Bilah Barat Community
empowerment in food security efforts during COVID-19 Pandemic in Bilah Barat
District. 1, 22–30.
Aisyah, S. (2020). Ketahanan Pangan Keluarga di Masa Pandemi COVID-19. Jurnal
Kesehatan Komunitas Indonesia, 6(1), 1–9.
Arida, A., Sofyan, N., & Fadhiela, K. (2015). Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Berdasarkan Proporsi Pengeluaran Pangan Dan Konsumsi Energi (Studi Kasus Pada
Rumah Tangga Petani Peserta. Agrisep, 16(1), 20–34.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/agrisep/article/view/3028
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. (2019). Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi
Indonesia Tahun 2019. Bkp.Pertanian.Go.Id, 1–31.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://bkp.pertanian.go.id/st
orage/app/media/Bahan%25202020/Buku%2520Situasi%2520Ketahanan%2520Pangan
%2520dan%2520Gizi%25202019%2520final.pdf&ved=2ahUKEwjf6fTyparrAhWMdn
0KHd8vBdEQFjAFegQIBRAJ&usg=AOvVaw
Darmawan, D. P. (2011). Ketahanan pangan rumahtangga dalam konteks pertanian
berkelanjutan. Udayana University Press.
E.Nurkhayani, E.Setyawati, Y. H. S. (2015). KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA.
Kementerian Kesehatan RI.
Fanzo, J. (2015). Ethical issues for human nutrition in the context of global food security and
sustainable development. Global Food Security, 7, 15–23.
https://doi.org/10.1016/j.gfs.2015.11.001
Fariudin, R. dkk. (2013). Pertumbuhan dan Hasil Dua Kultivar Selada (Lactuca sativa L.)
dalam Akuaponika pada Kolam Gurami dan Kolam Nila. Vegetalika, 2(1), 66–81.
https://doi.org/10.22146/veg.1619
Habiburrohman. (2018). Aplikasi teknologi akuaponik sederhana pada budidaya ikan air
tawar untuk optimalisasi pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.). Fakultas
Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 1–94.
M. Simatupang, Aditiawati, P., Indriani Astuti, D., Suantika, G., & Togar. (2016).
Pengembangan Potensi Lokal Di Desa Panawangan Sebagai Model Desa Vokasi Dalam
Pemberdayaan Masyarakat Dan Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional. Jurnal
Sosioteknologi, 15(1), 59–67. https://doi.org/10.5614/sostek.itbj.2016.15.1.6
Nurman. (2015). Strategi Pembangunan Daerah. PT.RajaGrafindo Persada.
Priadi Asmanto, Ardi Adji, dan S. (2020). Menjaga Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi
Covid-19. Tim Nasiona Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Purwaningsih, Y. (2008). Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, Dan
Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Masalah Ekonomi
Dan Pembangunan, 9(1), 1. https://doi.org/10.23917/jep.v9i1.1028
Putri, D. P. (2012). Kajian Ketahanan Pangan. 6–26.
Saliem, H. P., & Ariani, M. (2002). Ketahanan Pangan, Konsep, Pengukuran dan Strategi.
Forum Penelitian Agro Ekonomi, 20(1), 12. https://doi.org/10.21082/fae.v20n1.2002.12-
24
Saputri, R., Lestari, L. A., & Susilo, J. (2016). Pola konsumsi pangan dan tingkat ketahanan
pangan rumah tangga di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
12(3), 123. https://doi.org/10.22146/ijcn.23110
Saputro, W. A. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan. Agrica
(Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) Vol.13 No.2/Oktober 2020, 13(2), 115–123.
Suharyanto, H. (2011). KETAHANAN PANGAN Heri Suharyanto * Abstrak. Sosial
Humaniora, 4(2), 186–194. http://iptek.its.ac.id/index.php/jsh/article/view/633/355
Widyawati, N. (2013). Urban Farming Gaya Bertani Spesifik Kota. Lily Publisher.
Yenti Sumarni. (2020). Pandemi Covid-19: Tantangan Ekonomi Dan Bisnis. Al Intaj: Jurnal
Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 6(2), 46–58.

Anda mungkin juga menyukai