Anda di halaman 1dari 7

Fungsi Peraturan (REGELING) dan Keputusan (BESCHIKKING)

PENDAHULUAN

Dalam pokok bahasan ini akan menbahas tindakan hukum pemerintah yang berkaitan
dengan tindakan hukum yang di lakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi
pemerintahannya menyangkut bidang hukum publik berati tindakan  hukum yang dilakukan
tersebut berdasarkan hukum publik atau yaitu tindakan hukum yang dilakukan berdasarkan
hukum publik dengan melihat kedudukan pemerintah dalam  menjalankan tindakat hukum
publik , pada dasarnya, siapapun yang menyampaikan pendapatnya tentang kebijakan publik
di dalamnya terdapat suatu langkah ataupun tindakan oleh pemerintah (penguasa).

Langkah dari tindakan itu mempunyai maksud dan tujuan yaitu bagi pemerintah dan
masyarakat. Untuk pemerintah diharapkan memperoleh dukungan sedangkan untuk
masyarakat biasanya adalah dicapainya kesejahteraan kehidupan masyarakat. Dalam
melaksanakan kebijakan publik untuk memudahkan pelaksanaannya biasanya ada proses
paksaan, legitimasi dari kebijakan publik itu ditempatkan pada produk hukum, ketentuan
hukum, peraturan hukum.

Kepastian hukum yang mengikat bagi penentu kebijakan dan masyarakat, diputuskan
oleh pemerintah, keputusan dapat diterima oleh masyarakat, dan bertujuan mensejahterakan
masyarakat.

Pembahasan
Perbuatan Hukum
Secara umum bentuk perbuatan hukum yang dapat dikategorikan menjadi dua
golongan, yakni perbuatan hukum yang bersifat hukum privat, dan perbuatan hukum yang
bersifat hukum privat, dan perbuatan hukum yang bersifat hukum publik.
                                          
1.Perbuatan Hukum yang Bersifat Hukum Privat
Ada dua pendapat yang mempermasalahkan tentang daptkah pemerintah(penguasa) atau
lebih konkretnya adalah badan/pejabat tata usaha negara mengadakan hubungan hukum
privat.

Pendapat pertama dikemukakan oleh Prof.Scholten,menyatakan bahwa badan/pejabat


tata usaha negara tidak dapat menggunakan hukum privat dalam menjalankan tugas 
pemerintahan dengan alasan sifat hukum privat adlah mengatur hubungan hukum yang
merupakan kehendak dua belah pihak yang seimbang kedudukanya dan bersifat perorangan.
Misalnya,jual beli, sewa menyewa,tukar menukar dsb. Selanjutnya dikatakan  bahwa untuk
badan/pejabat tata usaha negara  hanya dimungkinkan satu tindakan dalam rangka
pelaksanaan kepentingan umum.
Pendapat kedua,dikemukakan oleh Prof.Krabbe, Kranenburg, Vegtig, donner, dan Huart
bahwa badan/hal tertentu dapat menggunakan hukum privat.

2 Perbuatan Hukum yang Bersifat Hukum Publik


Maksud dan penelahaan perbuatan hukum yang bersifat hukum publik adalah berupa
perbuatan atau tindakan hukum administrasi atau tata usaha negara yang dilakukan oleh
badan/pejabat tata usaha negara, dan bukan perbuatan/tindakan hukum publik lainnya,
misalnya tindakan dalam hukum pidana, tindakan dalam hukum tata negara yang sama-sama
termasuk dalam lingkaran hukum publik. 

Perbuatan/tindakan hukum administrasi atau tata usaha negara yang dilakukan oleh
badan/pejaba tata usaha negara menpunyai sifat-sifat sebagai berikut.

1.perbuatan/tindakan hukum tersebut dilakukan dalam hal atau keadaan menurut cara-cara yang
ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan.
2.perbuatan/tindakan hukum tersebutm mengikat warga masyarakat sekalipun yang
bersangkutan tidak menghendakinya.
3.perbuatan/tindakan hukum tersebut bersifat sefihak. Dilakukan atau tidak dilakukan
tergantung pada kehendak badan/pejabat tata usaha usaha negara yang memiliki wewenang
pemerintah.
4.Perbuatan atau tindakan hukum tersebut bukan merupakan pernyataan kehendak
badan/pejabat tata usaha negara, melainkan merupakan suatu konsekuensi dari pelaksanaan
fungsi pemerintahan yang dilandasi suatu wewenang.
5.perbuatan/tindakan hukum tersebut memerlukan pengawasan secara preventiv/represif.
6.dalam perbuatan/tindakan hukum tersebut terdapat hubungan antara penguasa dengan warga
masyarakat yang berbeda, misalnya dalam hukum perdata.

Perbuatan/tindakan hukum yang bersifat hukum publik khususnya dalam hukum


administrasi yang dilakukan oleh badan/pejabat tata usaha negara terbagi 2 yaitu ;

1. Regeling (mengeluarkan peraturan)


2. Beschikking(mengeluarkan keputsan)

1. Regeling (Mengeluarkan peraturan)


Regeling merupakan perbuatan pemerintah dalam hukum publik berupa suatu
pengaturan yang bersifat umum dan abstrak. Pengaturan yang dimaksud dapat berbentuk.
Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dsb. Melalui regeling terwujud
kehendak pemerintah bersama lembaga legislatif, ataupun oleh pemerintah sendiri.

Perbuatan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan atau


regeling, dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban pemerintah dengan menerbitkan
peraturan-peraturan yang sifatnya umum. Maksud perkataan umum dalam pengertian regeling
atau peraturan,berarti bahwa pemerintah atau pejabat tata usaha negara sedang dalam upaya
mengatur semua warga masyarakat tanpa terkecuali, atau dengan perkataan lain peraturan ini
ditujukan kepada semua warga masyarakat tanpa terkecuali, dan bukan bersifat khusus.

Sebagai contoh adalah perbuatan pemerintah menerbitkan peraturan,tentang syarat-


syarat yang harus dipenuhi dalam upaya mengajukan permohonan pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) ataupun Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) .Dalam kedua peraturan tersebut,
pemerintah tidak menyebut nama atau identitas orang perorang, akan tetapi secara umum
kepada setiap orang yang akan melaksanakan permohonan ke dua akta hukum di atas.

2.Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking)


Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) menurut Prof. Muchsan adalah
penetapan tertulis yang diproduksi oleh Pejabat Tata Usaha Negara, mendasarkan diri pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final. Jika kita
melihat definisi tersebut, maka terdapat 4 (empat) unsur Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu:

1. Penetapan tertulis;
2. Dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara;
3. Mendasarkan diri kepada peraturan perundang-undangan;
4. Memiliki 3 (tiga) sifat tertentu (konkrit, individual dan final).

  Sebelum menguraikan unsur-unsur ketetapan di atas, terlebih dahulu akan dikemukakan


pengertian ketetapan berdasarkan pasal 2 UU Administrasi Belanda (AWB)  dan menurut
pasal 1 dan 3 UU No 5 Tahun 1986 tentang PTUNjo UU No.9 Tahun 2004 tentang perubahan
UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN yaitu sebagai berikut.

Pernyataan kehendak tertulis secara sepihak dari organ pemerintahan pusat, yang di
berikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan dari hukum tata Negara atau hukum
Adminstrasi, bukan di madsudkan untuk penentuan, penhapusan, atau pengakhiran hubungan
hukum yang sudah ada,atau menciptakan hubungan hukum yang baru, yang memuat
penolakan sehingga terjadi penetapan, perubahan, penhapusan, atau penciptaan.
Berdasarkan definisi ini tampak ada enam unsur keputusan, yaitu sebagai berikut:

a.       Suatu pernyataan kehendak tertulis;


b.      Di berikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan dari hokum tata Negara atau hukum
administrasi;
c.       Bersifat sepihak;
d.      Yang di madsudkan untuk penentuan, penhapusan, atau pengakhiran hubungan hokum
yang sudah ada, atau menciptakan hubungan hokum baru,yang memuat penolakan
sehingga terjadi penetapan, perubahan,penhapusan, atau penciptaan;
e.       Berasal dari organ pemerintahan.

Penjelasan keputusan Tata Usaha Negara (beschikking), menurut Pasal 1 angka 3


Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, didefinisikan sebagai berikut:
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

Sesuai dengan isi rumusan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
tersebut memiliki elemen-elemen utama sebagai berikut:

1. Penetapan tertulis;
Pengertian penetapan tertulis adalah cukup ada hitam diatas putih karena menurut
penjelasan atas pasal tersebut dikatakan bahwa “form” tidak penting bahkan nota atau
memo saja sudah memenuhi syarat sebagai penetapan tertulis.

2. (oleh) badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;


Pengertian badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dirumuskan dalam Pasal 1 angka 2
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, yang menyatakan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penjelasan atas Pasal 1 angka 1 menyatakan
yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah kegiatan yang bersifat eksekutif.

Menurut Prof. Muchsan, aparat pemerintah dari tertinggi sampai dengan terendah
mengemban 2 (dua) fungsi, yaitu:

a. Fungsi memerintah (bestuurs functie)


Kalau fungsi memerintah (bestuurs functie)  tidak dilaksanakan, maka roda
pemerintahan akan macet.
b. Fungsi pelayanan (vervolgens functie)
Fungsi pelayanan adalah fungsi penunjang,  kalau tidak dilaksanakan maka akan sulit
mensejahterakan masyarakat.

Dalam melaksanakan fungsinya, aparat pemerintah selain melaksanakan undang-


undang juga dapat melaksanakan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diatur dalam undang-
undang. Mengenai hal ini Philipus M. Hadjon menerangkan bahwa pada dasarnya pemerintah
tidak hanya melaksanakan undang-undang tetapi atas dasar fries ermessen dapat melakukan
perbuatan-perbuatan lainnya meskipun belum diatur secara tegas dalam undang-undang.

Selanjutnya Philipus M. Hadjon menambahkan bahwa di Belanda untuk keputusan


terikat (gebonden beschikking) diukur dengan peraturan perundang-undangan (hukum
tertulis), namun untuk keputusan bebas (vrije beschikking) dapat diukur dengan hukum tak
tertulis yang dirumuskan sebagai “algemene beginselen van behoorlijk bestuur” (abbb).

Pengertian Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara janganlah diartikan semata-mata
secara struktural tetapi lebih ditekankan pada aspek fungsional.
3. Tindakan hukum Tata Usaha Negara;
Dasar bagi pemerintah untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya
kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan (ambt). Jabatan memperoleh wewenang
melalui tiga sumber yakni atribusi, delegasi dan mandat akan melahirkan kewenangan
(bevogdheit, legal power, competence). Dasar untuk melakukan perbuatan hukum privat
ialah adanya kecakapan bertindak (bekwaamheid) dari subyek hukum (orang atau badan
hukum). Pada uraian diatas yang dimaksud dengan atribusi adalah wewenag yang melekat
pada suatu jabatan (Pasal 1 angka 6 Nomor 5 Tahun 1986 menyebutnya: wewenang yang
ada pada badan atau pejabat tata usaha negara yang dilawankan dengan wewenang yang
dilimpahkan). Delegasi adalah pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada.

Delegasi menurut Prof. Muchsan adalah pemindahan/pengalihan seluruh kewenangan dari


delegans (pemberi delegasi) kepada delegataris (penerima delegasi) termasuk seluruh
pertanggungjawabannya.
Mengenai mandat Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa dalam hal mandat tidak ada
sama sekali pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan. Sedangkan Prof.
Muchsan mendefinisikan mandat adalah pemindahan/pengalihan sebagian wewenang dari
mandans (pemberi mandat) kepada mandataris (penerima mandat) sedangkan
pertanggungjawaban masih berada ditangan mandans.

4. Konkret, individual dan Final;


Elemen konkrit, individual dan final barangkali tidak menjadi masalah (cukup jelas).
Unsur final hendaknya dikaitkan dengan akibat hukum. Kriteria ini dapat digunakan untuk
menelaah pekah tahap dalam suatu Keputusan Tata Usaha Negara berantai sudah
mempunyai kwalitas Keputusan Tata Usaha Negara. Kwalitas itu ditentukan oleh ada-
tidaknya akibat hukum.

5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.


Elemen terakhir yaitu menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata membawa konsekuensi bahwa penggugat haruslah seseorang atau badan hukum
perdata. Badan atau pejabat tertentu tidak mungkin menjadi penggugat terhadap badan atau
pejabat lainnya.

Macam-Macam Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking)


Para sarjana hukum menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk mengartikan
“beschikking”. E. Utrecht menyebutnya “ketetapan”, sedangkan Prajudi Atmosudirdjo
menyebutnya “penetapan”. Pengelompokan istilah tersebut antara lain oleh: Van der Wel, E.
Utrecht dan Prajudi Atmosudirdjo.

1. Van der Wel membedakan keputusan atas:


a. De rechtsvastellende beschikkingen;
b. De constitutieve beschikkingen yang terdiri atas:
1) Belastende beschikkingen (keputusan yang memberi beban);
2) Begunstigende beschikkingen (keputusan yang menguntungkan);
3) Statusverleningen (penetapan status).
c. De afwijzende beschikkingen (keputusan penolakan).
2. E. Utrecht membedakan ketetapan atas:
a. Ketetapan Positif dan Negatif
Ketetapan Positif menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai ketetapan.
Ketetapan Negatif tidak menimbulkan perubahan dalam keadaan hukum yang telah ada.
Ketetapan Negatif dapat berbentuk: pernyataan tidak berkuasa (onbevoegd-verklaring),
pernyataan tidak diterima (niet-ontvankelijk verklaring) atau suatu penolakan (awijzing).

b. Ketetapan Deklaratur dan Ketetapan Konstitutif


Ketetapan Deklaratur hanya menyatakan bahwa hukumnya demikian
(recthtsvastellende beschikking) sedangkan Ketetapan Konstitutif adalah membuat hukum
(rechtscheppend).

c. Ketapan Kilat dan Ketetapan Tetap (blijvend)


1) Menurut Prins, ada empat macam Ketetapan Kilat: ketetapan yang berubah
mengubah redaksi (teks) ketetapan lama;
2) Suatu Ketetapan Negatif;
3) Penarikan atau pembatalan suatu ketetapan;
4) Suatu pernyataan pelaksanaan (uitverbaarverklaring);
5) Dispensasi, izin (vergunning), lisensi dan konsesi.

3. Prajudi Atmosudirjo, membedakan dua macam penetapan yaitu penetapan negatif


(penolakan) dan penetapan positif (permintaan dikabulakan). Penetapan negatif hanya berlaku
sekali saja, sehingga seketika permintaannya boleh diulangi lagi. Penetapan Positif terdiri atas
lima golongan yaitu:

a. Yang menciptakan keadaan hukum baru pada umumnya;


b. Yang menciptakan keadaan hukum baru hanya terhadap suatu objek saja;
c. Yang membentuk atau membubarkan suatu badan hukum;
d. Yang memberikan beban (kewajiban);
e. Yang memberikan keuntungan.

Penetapan yang memberikan keuntungan adalah:


1) dispensasi, yaitu pernyataan dari pejabat administrasi yang berwenang, bahwa suatu
ketentuan undang-undang tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan
seseorang di dalam surat permintaannya;
2) izin (vergunning), yaitu dispensasi dari suatu larangan;
3) lisensi, yaitu izin yang bersifat komersial dan mendatangkan laba;
4) konsesi, yaitu penetapan yang memungkinkan konsesionaris mendapat dispensasi, izin,
lisensi, dan juga semacam wewenang pemerintahan yang memungkinkannya untuk
memindahkan kampung, membuat jalan raya dan sebagainya.

Oleh karena itu pemberian konsesi haruslah dengan kewaspadaan, kewicaksanan, dan
perhitungan yang sematang-matangnya.

Sedangkan mengekurkan keputusan merupakan perbuatan pemerintah dalam bidang


hukum publik bersegi satu dapat dikategorikan lagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
a.sepihak konkret individual
contoh: keputusan tentang pengangkatan/pemberhentian seseorang sebagai pegawai negeri
sipil, keputusan tentang pengangkatan seseorang dalam suatu jabatan publik, penetapan pajak
seseorang.
b.sepihak konkret umum
contoh: keputusan presiden tentang kenaikan gaji PNS, keputusan menteri tenaga kerja
tentang upah minimum, dsb.
c.lebih dari satu badan/pejabat TUN-konkret-umum
contoh: keputusan bersama menteri agama dan menteri pendidikan tentang pengangkatan
guru agama.

           

PENUTUP

Dari ketiga tindakan administrasi pemerintah yang di bahas pada makalah ini penulis
lebih menitik beratkan ke tindakan beschikking, karena beschikkin masuk dalam wilayah
PTUN untuk di periksa dan di putus sengketanya, sedangkan untuk perbuatan pemerintah
lainnya yaitu melakukan perbuatan materiil maupun mengeluarkan peraturan , tidak ditangani
PTUN.

Sengketa yang menyangkut peraturan dan perbuatan materril, ditangani oleh peradilan
umum melalui gugatan perdata biasa. Khusus sengketa terhadap peraturan, maka selain dapat
ditangani melalui jalur sengketa di PN ataupun melalui permohonan hak uji materiil di
Mahkamah Agung.

Anda mungkin juga menyukai