Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Penilaian Kondisi Klien dengan Kegawatdaruratan Maternal


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
dan Basic Life Support
Dosen Pengampu :
Rini Sulistiawati, S. SiT., M. Keb

Disusun oleh kelompok 2:


1. Bella Ulfiana (191081008)
2. Meliana (191081025)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D-III
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah Penilaian Kondisi
Klien dengan Kegawatdaruratan Maternal ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan
Mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
“Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dan Basic Life Support”
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar- besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami yang telah membimbing
kami dalam menulis makalah ini.

Pontianak, 8 April 2021

Kelompok 2

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................. 1
BAB II Pembahasan
A. Syok...................................................................................................... 2
B. Distress Pernafasan............................................................................... 8
C. Kejang/kehilangan Kesadaran.............................................................. 13
BAB III Penutup
A. Kesimpulan .......................................................................................... 19
B. Saran..................................................................................................... 19
Daftar Pustaka................................................................................................... 20

ii
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya. Kegawatdaruratan dapat
juga didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi
secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna
menyelamatkan jiwa/nyawa. Penderita atau pasien gawat darurat adalah pasien
yang perlu pertolongan tepat, cermat, dan cepat untuk mencegah
kematian/kecacatan. Ukuran keberhasilan dari pertolongan ini adalah waktu
tanggap (respon time) dari penolong. Pengertian lain dari penderita gawat darurat
adalah penderita yang bila tidak ditolong segera akan meninggal atau menjadi
cacat, sehingga diperlukan tindakan diagnosis dan penanggulangan segera.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penilaian Konsidi Klien dengan kegawatdaruratan syok?
2. Bagaimana Penilaian Konsidi Klien dengan kegawatdaruratan distress
pernafasan?
3. Bagaimana Penilaian Konsidi Klien dengan kegawatdaruratan kejang /
kehilangan kesadaran?
C. Tujuan
1. Mengetahui penilaian kondisi klien dengan kegawadaruratan syok
2. Mengetahui penilaian kondisi klien dengan kegawatdaruratan distress
pernafasan
3. Mengetahui penilaian kondisi klien dengan kegawatdaruratan kejang/
kehilangan kesadaran

1
BAB II

Pembahasan

A. Syok
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam
jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan
dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme. Dengan demikian syok
merupakan suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung
dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam
jumlah yang memadai. Syok sulit di definisikan, hal ini berhubungan dengan
sindrom klinik yang di namis, yang di tandai dengan perubahan sehubungan
penurunan sirkulasi volume darah yang menyebabkan ketidaksadaran jika tidak di
tangani dapat menyebabkan kematian. Pada kondisi hamil, syok dapat terjadi
pada kehamilan muda ataupun kehamilan lanjut, penyebabnya dapat disebabkan
karena nyeri ataupun perdarahan yang berdampak pada keadaan yang
menyebabkan berkurangnya aliran d arah , t ermasu k kelain an jan t u n g
( misaln y a serangan jantung atau gagal jantung ), volume darah yang rendah
(akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah
(misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).Oleh karena itu pemberi layanan
kesehatan termasuk bidan harus mampu melakukan identifikasi syok dan
memberikan penatalaksanaan yang tepat, cepat dan berkualitas. [ CITATION Set16 \l
1033 ][ CITATION Tri12 \l 1033 ]
Syok Dalam Obstetri Adalah syok yang dijumpai dalam kebidanan yang
disebabkan baik oleh perdarahan, trauma, atau sebab sebab lainnya. Syok
merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam
jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan ingtensif. Penyebab syok pada kasus
gawat darurat obsteri biasanya adalah perdarahan (syok hipovolemik), sespsi
(syok septik), gagal jantung (syok kardiogenik), rasa nyeri (syok neurogenic),

2
alerdi (syok anafilatik. Curigai atau antisipasi syok, jika terdapat satu atau lebih
kondisi berikut :
1. Perdarahan pada awal kehamilan (seperti abortus, kehamilan ektopik, atau
mola)
2. Perdarahan pada akhir kehamilan atau persalinan (plasenta previa, solution
plasenta, rupture uteri)
3. Perdarahan setelah melahirkan (seperti rupture uteri, atonia uteri, robekan
jalan lahir, plasenta yang tertinggal)
4. Infeksi (seperti pada abortus yang tidak aman atau abortus septik, amnionitis,
metritis, pienefretis )
5. Trauma (seperti perlukaan pada uterus atau usus selama proses abortus,
rupture uteri, robekan jalan ahir)

Tanda dan Gejala Diagnosis syok, jika terdapat tanda atau gejala :

1. Nadi cepat dan lemah (110 kali per menit atau lebih)
2. Tekanan darah yang rendah ( sistolik kurang dari 90 mmHg)

Tanda dan gejala lainnya :

1. Kesadaran penderita menurun, berkeringat, gelisa, aptis/bingungan/pingsan/


tidak sadar
2. Penderita merasa mual (mau muntah)
3. Kulit penderita dingin, lembab dan pucat.
4. Nafas dangkal dan kadang tak teratur (30 kali/menit
5. Mata penderita nampak hampa, tidak bercahaya dan manik matanya/pupil)
melebar

Jenis atau Klasifikasi Syok

1. Syok Hemoragik Adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang
banyak. Akibat perdarahan pada kehamilan muda, misalnya abortus,

3
kehamilan ektopik dan penyakit trofoblas (mola hidatidosa); perdarahan
antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri, dan
perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan laserasi jalan lahir
2. Syok Neurogenik Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat
disebabkan oleh kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta,
persalinan dengan forceps atau persalinan letak sungsang di mana pembukaan
serviks belum lengkap, versi dalam yang kasar, firasat/tindakan crede, ruptura
uteri, inversio uteri yang akut, pengosongan uterus yang terlalu cepat (pecah
ketuban pada polihidramnion), dan penurunan tekanan tiba-tiba daerah
splanknik seperti pengangkatan tibatiba tumor ovarium yang sangat besar.
3. Syok Kardiogenik Yaitu syok yang terjadi karena kontraksi otot jantungyang
tidak efektif yang disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung.
Sering dijumpai pada penyakit-penyakit katup jantung.
4. Syok Endotoksik/septic Merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh
darah disebabkan oleh lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri
gram nagatif. Sering dijumpai pada abortus septic, korioamnionitis, dan
infeksi pascapersalinan.
5. Syok Anafilatik Yaitu syok yang sering terjadi akibat alergi/hipersensitif
terhadap obat-obatan. Penyebab syok yang lain seperti emboli air ketuban,
udara atau thrombus, komplikasi anastesi dan kombinasi seperti pada abortus
inkompletus (hemoragik dan ensotoksin) dan kehamilan ektopik terganggu
dan rupture uteri (hemoragik dan neurogenic)

Penanganan Syok

1. Prinsip Dasar Penanganan Syok Tujuan utama pengobatan syok adalah


melakukan penanganan awal dan khusus untuk:
a. Menstabilkan kondisi pasien
b. Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
c. Mengefisiensikan system sirkulasi darah

4
d. Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok

Penangana Awal

1. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan
fasilitas tindakan gawat darurat
2. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan
bahwa jalan napas bebas.
3. Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu tubuh)
4. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan risiko
terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memeastikan jalan napasnya
terbuka.
5. Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini
akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ
vitalnya.
6. Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika
memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).

Syok Perdarahan Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai penyebab syok:

1. Ambil langkah-langkah secara berurutan untuk menghentikan perdarahan


(seperti oksitosin, masasse uterus, kompresi bimanual, kompresi aorta,
persiapan untuk tindakan pembedahan).
2. Transfusi sesegera mungkin untuk mengganti kehilangan darah. Pada kasus
syok karena perdarahan, transfusi dubutuhkan jika Hb
3. Tentukan penyebab perdarahan dan tata laksana:
a. Jika perdarahan terjadi pada 22 minggu pertama kehamilan, curigai
abortus, kehamilan ektopik atau mola
b. Jika perdarahan terjadi setelah 22 minggu atau pada saat persalinan tetapi
sebelum melahirkan, curigai plasenta previa, solusio plasenta atau robekan
dinding uterus (rupture uteri).

5
c. Jika perdarahan terjadi setelah melahirkan, curigai robekan dinding uterus,
atonia uteri, robekan jalan lahir, plasenta tertinggal.
d. Nilai ulang keadaan ibu: dalam waktu 20-30 mnit setelah pemberian
cairan, nilai ulang keadaan ibu tersebut untuk melihat tanda-tanda
perbaikan.
e. Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau ada perbaikan sebagai
berikut:
1) Tekanan darah mulai naik, sistolik mencapai 100 mmHg
2) denyut jantung stabil
3) Kondisi mental pasien membaik, ekspresi ketakutan berkurang
4) Produksi urin bertambah. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100
ml/4 jam atau 30 ml/jam

Syok Septik

Jika infeksi dicurigai menjadi penyebab syok:

a. Ambil sampel secukupnya darah, urin, pus, untuk kultur mikroba sebelum
memulai terapi antibiotika, jika fasilitas memungkinkan.
b. Penyebab utama syok septic (70% kasus) ialah bakteri gram negatif
seperti Esckherisia koli, Klebsiella pnemoniae, Serratia, Enterobakter, dan
Psedomonas
c. Antibiotika harus diperhatikan apabila diduga atau terdapat infeksi,
misalnya pada kasus sepsis, syok septic, cedera intraabdominal, dan
perforasi uterus. Jangan diberikan antibiotika melalui mulut pada ibu yang
sedang syok:
d. Untuk kebanyakan kasus dipilih antibiotika berspektrum luas yang efektif
terhadap kuman gram negatif, gram positif, anerobik, dan klamidia.
Antibiotika harus diberikan dalam bentuk kombinasi agar diperoleh
cakupan yang luas.

6
e. Berikan kombinasi antibiotika untuk mengobati infeksi aerob dan anaerob
dan teruskan sampai ibu tersebut bebas demam selama 48 jam.
1) Penisillin g 2 juta unit atau ampisilin 2 g I. V setiap 6 jam  Ditambah
gentamisin 5 mg/kg BB I.V. setiap 24 jam  Ditambah metronidazol
500 mg I.V. setiap 8 jam
2) Nilai ulang keadaan ibu tersebut untuk menilai adanya tanda-tanda
perbaikan
3) Jika trauma dicurigai sebagai penyebab syok, lakukan persiapan untuk
tindakan pembedahan
4) Perubahan kondisi sepsis sulit diperkirakan, dalam waktu singkat
dapat memburuk

Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau ada perbaikan adalah :

a. Tekanan darah mulai naik, sistolik mencapai 100 mmhg


b. Denyut jantung stabil
c. Kondisi maternal membaik, ekspresi ketakutan berkurang
d. Produki urin bertambah. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4
jam atau 30 ml/jam

Penilaian Ulang

a. Nilai ulang respon ibu tehadap pemeriksaan varian dalam waktu 30 menit
untuk menentukan apakah kondisinya membaik. Tanda-tanda perbaikan
meliputi:
1) nadi yang stabil (90 menit atau kurang)
2) Peningkatan tekanan darah (sistolik 00 mmHg atau lebih)
3) Perbaikan status mental (berkurangnya kebingungan dan kegelisahan)
4) meningkatnya jumlah urin (30 ml per jam atau lebih)
b. Jika kondisi ibu tersebut membaik

7
1) Sesuaikan kecepatan infuse menajadi 1 liter dalam 6 jam
2) Teruskan penatalaksanaan untuk penyebab syok
c. Jika kondisi ibu tersebut tidak membaik, berarti ia membutuhkan
penanganan selanjutnya.
B. Distress Pernafasan
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi
yang baru lahir dengan masa gestasi kurang. Sindrom distres pernapasan adalah
perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane disease Sindrom
distres pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis
yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang
kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas.
Respiratory distress syndrome adalah suatu bentuk gagal nafas yang ditandai
dengan hipoksemia, penurunan compliance paru, dispnea, edema pulmonal
bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrat yang menyebar.
1. Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya sindrom gawat napas pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang.
Pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Sindrom gawat napas biasanya terjadi jika tidak cukup terdapat suatu
substansi dalam paru-paru yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah suatu
substansi molekul yang aktif dipermukaan alveolus paru dan diproduksi oleh
sel-sel tipe II paru-paru. Surfaktan berguna untuk menurunkan tahanan
permukaan paru. Surfaktan terbentuk mulai pada usia kehamilan 24 minggu
dan dapat ditemukan pada cairan ketuban. Pada usia kehamilan 35 minggu,
sebagian besar bayi telah memiliki jumlah surfaktan yang cukup.

8
2. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan
mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang.
3. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan,
semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan
adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya
menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu adanya sesak
nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea
(> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan
sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke
perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.

9
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung)
sehingga jantung tak dapat dilihat

Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah: pernapasan cepat,
pernapasan terlihat parodaks, cuping hidung, apnea, murmur dan sianosis
pusat.

4. Komplikasi
a. Kebocoran alveoli
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni.
c. Perdarahan intracranial dan leukomalacia periventricular
d. Bronchopulmonary dysplasia (BDP)
e. Retinopathy premature
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Kematangan Paru
1) Tes Biokimia
Paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah
fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi
surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru.
2) Test Biofisika
Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok
cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan
pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion
seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Bila didapatkan
ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion:
ethanol) merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan

10
normal, mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan resiko
yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS.
b. Analisis Gas Darah
Gas darah menunjukkan asidosis metabolik dan respiratorik bersamaan
dengan hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis alveolus atau over
distensi jalan napas terminal.
c. Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran
ground-glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang
jelek. Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan
bronkiolus yang terisi udara didepan alveoli yang kolap. Bayangan
jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan
oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent ductusarteriosus (PDA),
kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini mungkin berubah
dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang adekuat
6. Penatalaksanaan
a. Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan
berbagai efek pada sistem kardiopulmonal. Ventilasi mekanis adalah
membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan
pada FiO2 (fractional concentration of inspired oxygen) yang minimal,
serta tekanan ventilator atau volume tidal yang minimal.
b. Terapi surfaktan
Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan
sintetis dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak paru-paru sapi atau
dari bilas paru-paru domba atau babi. Surfaktan dapat diberikan pada 6
sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila bayi mengalami respiratory
distress syndrome yang berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam
(umumnya 4-6 jam) setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi

11
memerlukan tambahan oksigen 30% atau lebih. Surfaktan dapat diberikan
langsung melalui selang
ETT atau dengan menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam
selang ETT memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai
ke bagian perifer paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping
yang dapat ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat
dilakukan dengan menggunakan nebulizer disertai dengan ventilasi
mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan postural drainage.
c. Continuos Positive Airway Pressure (CPAP)
Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah merupakan suatu alat
untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus
selama pernafasan spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana
dan efektif untuk tatalaksana respiratory distress pada eonatus.
Penggunaan CPAP yang benar terbukti dapat menurunkan kesulitan
bernafas, mengurangi ketergantungan terhadap oksigen, membantu
memperbaiki dan mempertahankan kapasitas residual paru, mencegah
obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah kollaps paru,
mengurangi apneu, bradikardia, dan episode sianotik.
d. Extracorporeal Membrane Oxygenation
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) merupakan alat yang
menghubungkan langsung darah vena pada alat paru-paru buatan
(membrane oxygenator), dimana oksigen ditambahkan dan CO2
dikeluarkan, kemudian darah dipompa balik pada atrium kanan pasien
(Venovenosis ECMO) atau aorta (venoarterial). Prosedur ini membuat
paru-paru dapat beristirahat dan menghindari tekanan tinggi ventilator.
Secara umum penatalaksanaan pada pasien dengan respiratory distress
syndrome adalah:
1) Memperthankan stabilitas jantung paru yang dapat dilakukan dengan
mengadakan pantauan mulai dari kedalaman, kesimetrisan dan irama

12
pernafasan, kecpatan, kualitas dan suara jantung, mempertahankan
kepatenan jalan nafas, memmantau reaksi terhadap pemberian atau
terapi medis, serta pantau PaO2. Selanjutnya melakukan kolaborasi
dalam pemberian surfaktan eksogen sesuai indikasi.
2) Memantau urine, memantau serum elketrolit, mengkaji status hidrasi
seperti turgor, membran mukosa, dan status fontanel anterior. Apabila
bayi mengalami kepanasan berikan selimut kemudian berikan cairan
melalui intravena sesuai indikasi.
3) Mempertahankan intake kalori secara intravena, total parenteral
nurition dengan memberikan 80-120 Kkal/Kg BB setiap 24 jam,
mempertahankan gula darah dengan memantau gejala komplikasi
adanya hipoglikemia, mempertahankan intake dan output, memantau
gejala komplikasi gastrointestinal, sepertia danya diare, mual, dan lain-
lain.
4) Mengoptimalkan oksigen, oksigenasi yang optimal dilakukan dengan
mempertahankan kepatenan pemberian oksigen, melakukan
penghisapa lendir sesuai kebutuhan, dan mempertahankan stabilitas
suhu.
5) Pemberian antibiotik. Bayi dengan respiratory distress syndrome perlu
mendapat antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat
diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 U/kgBB/hari atau
ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5
mg/kgBB/hari.
7. Factor-faktor yang mempengaruhi Respirasi Distress Syndrome (RDS)
a. Kehamilan ganda
b. Asfiksia
c. Usia Kehamilan
d. Paritas
e. Hipertensi pada ibu

13
C. Kejang/ Kehilangan Kesadaran
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tibatiba
yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas
yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand
mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis. Istilah eklampsia berasal
dari bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan
karena seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului
tanda-tanda lain.
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia
partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan
saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan
semakin meningkat saat mendekati kelahiran.5,8 Pada kasus yang jarang,
eklampsia terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang
eklampsia terjadi sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah
melahirkan, tetapi kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.18
Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working Group
on Blood Pressure in Pregnancy preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai
dengan proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Saat ini edema pada wanita hamil dianggap sebagai hal yang biasa dan
tidak spesifik dalam diagnosis preeklampsia. Hipertensi didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90
mmHg. Proteinuria adalah adanya protein dalam urin dalam jumlah ≥300 mg/dl
dalam urin tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing.
1. Patofisiologi
Patogenesis kejang pada eklamsia terus menjadi subyek penyelidikan dan
spekulasi yang ekstensif. Beberapa teori dan mekanisme telah diimplikasikan
sebagai faktor etiologi yang mungkin, namun tidak satupun yang terbukti
secara meyakinkan. Beberapa mekanisme etiologi yang terlibat dalam

14
patogenesis kejang pada eklamsia telah menyertakan vasokonstriksi serebral
atau vasospasme ensefalopati hipertensi, edema serebral atau infark,
pendarahan otak, dan ensefalopati metabolik. Namun, tidak jelas apakah
temuan ini adalah penyebab atau efek dari kejang
2. Diagnosis dan Gambaran Klinik Eklampsia
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia
dibagi menjdai ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau
lebih tanda dibawah ini :
a. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg
atau lebih
b. Proteinuria 5 gr atau lebih dalam24 jam; 3+ atau 4+ pada pemetiksaan
kualitatif
c. Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam
d. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
e. Edema paru atau sianosis.

Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya


preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal,
gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium, dan
hiperrefleksia. Menurut Sibai terdapat beberapa perubahan klinis yang
memberikan peringatan gejala sebelum timbulnya kejang, adalah sakit kepala
yang berat dan menetap, perubahan mental sementara, pandangan kabur,
fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun, hanya sekitar
50% penderita yang mengalami gejala ini. Prosentase gejala sebelum
timbulnya kejang eklampsia adaah sakit.

Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya


dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa
saat kemuadian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang
menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang

15
bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal
ini akan terjadi pada kelopak mata, otot-otot wajah yang lain dan akhirnya
seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu
yang cepat. Keadaan ini kadang-kadang begitu hebatnya sehingga dapat
mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga.
Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot-otot rahang. Fase ini
dapat berlangsung sampai satu menit, kemudian secara berangsur kontraksi
otot menjadi semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tak
bergerak.

Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernapasan berhenti. Selama


beberapa detik penderita seperti meninggal karena henti napas, namun
kemudian penderita bernapas panjang dan dalam, selanjutnya pernapasan
kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan
diikuti dengan kejang-kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang
ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.5
Setelah kejang berhenti, penderita mengalami koma selama beberapa saat.
Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang
terjadi 12 jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah
kejang. Namun, pada kasus-kasus yang berat, keadaan koma belangsung lama,
bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih
kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali
namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.

Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan


dapat mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia
dampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat
ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi,
apabla hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan
saraf pusat. Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang,

16
bahkan kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat
hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini
merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema
menghilang dalam waktu beberapa hari sampai dua minggu setelah persalinan
apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini
merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.

2. Faktor Resiko Preeklamsia


a. Usia
b. Nulipara
c. Kehamilan pertama pasangan baru
d. Jarak antar kehamilan
e. Riwayat preeklampsia eklampsia sebelumnya
f. Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia
g. Kehamilan multifetus
h. Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
i. Diabetes Melitus Terganung Insulin (DM tipe I)
j. Penyakit ginjal
k. Sindrom antifosfolipid
l. Hipertensi kronik
m. Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat pertama kali
Antenatal Care (ANC)
n. Kondisi sosioekonomi
o. Frekuensi ANC
b. Etiologi dan Patofisiologi Kejang Eklamptik
Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang
eklamptik dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal
otak, dan fokus perdarahan di korteks otak. Kejang juga sebagai
manifestasi tekanan pada pusat motorik di daerah lobus frontalis.

17
Beberapa mekanisme yang diduga sebagai etiologi kejang adalah sebagai
berikut :
1) Edema serebral
2) Perdarahan serebral
3) Infark serebral
4) Vasospasme serebral
5) Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler
6) Koagulopati intravaskuler serebral
7) Ensefalopati hipertensi

18
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya. Kegawatdaruratan dapat
juga didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi
secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna
menyelamatkan jiwa/nyawa.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
balasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahanya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Kami banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan
sana yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para mahasiswa pada umumnya.

19
Daftar Pustaka
Setyarini, D. I., & Suprapti. (2016). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal. Jakarta: Kemenkes RI.

Triana, A., Damayanti, I. P., Afni, R., & Yanti, J. S. (2012). Buku Ajar Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta: Deepublish.

20

Anda mungkin juga menyukai