Anda di halaman 1dari 57

Referat

Functional Urology

Oleh:
Eldha Savitri, S. Ked
NIM 1830912320035
Farizan Hasyim Hari Prathama, S.Ked
NIM.1830912310066
Fina Sulistiawati, S. Ked
NIM.183092320020

Pembimbing:
dr. Deddy R. Yulizar, Sp.U

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Oktober 2020

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................ I
DAFTAR ISI……………................................................................ II
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................... 3


BAB III KESIMPULAN…...………………………………........... 51
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… 53

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Urologi Fungsional adalah subspesialisasi dalam Urologi yang

membahas kondisi yang mengakibatkan disfungsi saluran urogenital bagian

bawah. Gangguan urologi fungsional hampir selalu berdampak pada kualitas

hidup seseorang, dan kondisi ini ditangani dengan berbagai cara bedah dan

non-bedah / medis.1

Urologi Fungsional mencakup berbagai kondisi yang memengaruhi

fungsi saluran kemih bagian bawah. Beberapa di antaranya bersifat bawaan,

dan lainnya diperoleh di awal atau di kemudian hari dalam kehidupan dewasa.

Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti trauma,

komplikasi pasca operasi, terapi radiasi, dan kondisi neurologis. Contoh

gangguan Urologi Fungsional meliputi: inkontinesia urin (pria dan wanita),

Overactive Bladder (OAB) dan Urgensi Inkontinensia Urin, Disfungsi kandung

kemih neurogenik (Sklerosis Ganda, Penyakit Parkinson, Cedera Tulang

Belakang), Sindrom Nyeri Kandung Kemih (Interstitial Cystitis), Pembesaran

Prostatik Jinak dan Gejala Saluran Kemih Bagian Bawah Pria, Cedera dan

trauma saluran kemih bagian bawah (fistula vesikovaginal, cedera ureter, dll),

Komplikasi pasca radiasi. Penyakit Striktur Uretra, Disfungsi Seksual Pria.1

Hampir di 78% pria lanjut usia, gejala saluran kemih bagian bawah

adalah umum. Prevalensi meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi

nokturia pada pria lanjut usia sekitar 78%. Pria yang lebih tua memiliki insiden

1
LUTS yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang lebih tua. LUTS yang

umum adalah frekuensi kencing, urgensi, keraguan dan aliran lemah serta

nokturia. Awalnya semua gejala obstruktif dan iritasi yang diamati pada pria

tua disebut prostatisme, namun penggunaan manifestasi ini baru-baru ini

disebut sebagai LUTS.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi dan Fisiologi

II.1.1. Vesica Urinaria

Secara anatomis, vesica urinaria terdiri atas tiga permukaan, yaitu (1)

permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritonium (2) dua

permukaan inferolateral dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior

merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dari vesika urinaria. Pada bagian

dasar vesica urinaria terdapat trigonum. Sudut sudutnya terbentuk dari tiga

lubang. Disudut atas trigonum, terdapat dua ureter bermuara kekandung

kemih. Pada bagian apeks trigonum, terdapat meauts uretra interna yang keluar

dari kandung kemih. Vesica urinaria mendapatkan persyarafan simpatis

(segmen thoracal XI-Lumbal II) dari plexus prostaticus dan pelxus vesicalis

yang berasal dari plexus hipogastricus inferior. Persyarafan ini memberikan

fungsi untuk menginhibisi m.detrusor dan meningkatkan m. sfingter uretra

interna. Selain itu, vesica urinaria juga mendaptkan persyarafan parasimpatis

dari n.splanicus pelvicus (SII-SIV). Persyarafan ini memberikan fungsi untuk

merelaksasi sfingter uretra dan meningkatkan m. detrusor. Dalam kandung

kemih terdapat reseptor kolinergik dan reseptor adrenergik. Reseptor kolinergik

termasuk reseptor muskarinik dan nikotinik dan ditemukan di dalam urotelium.

Reseptor muskarinik (M1-M5) bertanggung jawab atas kontraksi otot detrusor

3
yang menginisiasi miksi. Reseptor adrenergik, a1 dan a2 berfungsi untuk

merelaksasi otot detrusor.3

Vesica urinaria adalah organ yang penting untuk menyimpan urine sampai

siap untuk dikeluarkan. Vesica urinaria letaknya subperitoneal. Dindingnya terdiri

dari mucosa, dilapisi oleh transitional epithelium yang tipis saat vesica urinaria

penuh namun menebal saat kontraksi. Vesica urinaria memiliki dinding muscular

yang kuat. Urine dikeluarkan dari vesica urinaria melalui urethra. Pada saat

kosong, vesical urinaria berada pada lesser pelvis dan pada saat penuh dapat

setinggi umbilicus. Vesica urinaria memiliki 5 bagian yaitu apex, body, fundus,

neck, dan uvula. Vesica urinaria dipisahkan dengan pubic bones oleh retropubic

space dan ada di sebelah inferior peritoneum, di pelvic floor. Vesica urinaria

memiliki empat permukaan, yaitu: superior surface, dua permukaan inferolateral

satu permukaan posterior. Apex vesica urinaria (ujung anterior) mengarah ke

ujung superior pubic symphysis. Fundus vesica urinaria berseberangan dengan

apex, dibentuk oleh dinding posterior yang konveks. Body of the bladder adalah

bagian antara apex dan fundus.4

Pada wanita, bagian fundus berdekatan dengan dinding anterior vagina.

Pada laki-laki, bagian fundus berbatasan dengan rectum. Collum vesica urinaria

(neck of the bladder) adalah bagian di mana fundus dan permukaan inferolateral

memusat di inferior.4

Vesica urinaria relatif bebas dari jaringan lemak subkutan extraperitoneal

kecuali di bagian collum, yang dipegang dengan kuat oleh lateral ligaments

bladder dan tendinous arch of pelvic fascia, terutama puboprostatic ligament pada

4
laki-laki dan pubovesical ligament pada wanita. Ketika vesica urinaria terisi, akan

naik ke superior ke arah jaringan lemak extraperitoneal di dinding anterior

abdomen dan memasuki greater pelvis. Vesica urinaria yang terisi penuh akan

berada setinggi umbilicus. Ketika kosong, vesical urinaria berbentuk tetrahedral.

Bladder bed dibentuk oleh pubic bones serta yang menutupi obturator internus

and levator ani muscles dan di sebelah posteriorly oleh rectum atau vagina. Vesica

urinaria ditutupi oleh jaringan ikat longgar dan vesical fascia. Hanya permukaan

superior yang ditutupi oleh peritoneum. Dinding Vesica urinaria terdiri dari

musculus detrusor. Dekat collum vesica urinaria pria ada otot yang membentuk

involuntary internal urethral sphincter. Sphincter ini berkontraksi saat ejakulasi

untuk mencegah ejakulasi retrograde semen ke bladder.4

Serabut saraf eferen simpatis ke kandung kemih dan uretra berasal dari the

intermediolateral gray column dari segmen T10-L2 ke ganglia paravertebral

simpatis lumbal serabut postganglion di nervus hipogastrikus untuk bersinaps di

reseptor alfa dan beta adrenergik pada kandung kemih dan uretra. Neurotransmiter

postganglion utama untuk system simpatis adalah norepinefrin. Eferen simpatis

menstimulasi fasilitasi penyimpanan kandung kemih. Reseptor beta adrenergik

mempersarafi fundus kandung kemih. Stimulasi reseptor ini menyebabkan

relaksasi otot polos sehingga dinding kandung kemih berelaksasi. Reseptor alfa

adrenergik mempersarafi sfingter interna dan uretra posterior. Stimulasi pada

reseptor ini menyebabkan kontraksi otot polos pada sfingter interna dan uretra

posterior, meningkatkan resistensi saluran keluar dari kandung kemih dan uretra

5
posterior. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kebocoran selama fase pengisian

urin.5

Eferen parasimpatik (motorik) berasal dari medulla spinalis di S2-S4 ke

nervus pelvikus dan memberikan inervasi ke otot detrusor kandung kemih.

Reseptor parasimpatik kandung kemih disebut kolinergik karena neurotransmiter

postganglion utamanya adalah asetilkolin. Reseptor ini terdistribusi di seluruh

kandung kemih. Peranan sistem parasimpatik pada proses berkemih berupa

kontraksi otot detrusor kandung kemih. Serabut saraf somatik berasal dari nukleus

Onuf yang berada di kornu anterior medulla spinalis S2-S4 yang dibawa oleh

nervus pudendus dan menginervasi otot skeletal sfingter uretra eksterna dan otot-

otot dasar panggul.5

Perintah dari korteks serebri secara disadari menyebabkan terbukanya

sfingter uretra eksterna pada saat berkemih. Sistem aferen (sensoris) berasal dari

otot detrusor, sfingter uretra dan anal eksterna, perineum dan genitalia, melalui

n.pelvikus dan n.pudendus ke conus medullaris; dan melalui n.hipogastrikus ke

medula spinalis thoracolumbal. Aferen ini terdiri atas dua tipe: A-delta (small

myelinated A-delta) dan serabut C (unmyelinated C fibers). Serabut A-delta

berespon pada distensi kandung kemih dan esensial untuk berkemih normal.

Serabut C atau silent C-fibers tidak berespon terhadap distensi kandung kemih

dan tidak penting untuk berkemih normal. The silent C fibers memperlihatkan

firing spontan ketika diaktifkan secara kimia atau iritasi temperatur dingin pada

dinding kandung kemih. Serabut C berespon terhadap distensi dan stimulasi

kontraksi kandung kemih involunter pada hewan dengan CMS suprasakral.

6
Fasilitasi dan inhibisi berkemih berada di bawah 3 pusat utama yaitu pusat

berkemih sakral (the sacral micturition center), pusat berkemih pons (the pontine

micturition center), dan korteks serebral. Pusat berkemih sacral pada S2-S4

merupakan pusat refleks dimana impuls eferen parasimpatik ke kandung kemih

menyebabkan kontraksi kandung kemih dan impuls aferen ke sacral micturition

center menyediakan umpan balik terhadap penuhnya kandung kemih. The pontine

micturition center terutama bertanggung jawab terhadap koordinasi relaksasi

sfingter ketika kandung kemih berkontraksi. CMS suprasakral menyebabkan

gangguan sinyal dari pontine micturition center, sehingga terjadi dissinergi

detrusor sfingter. Efek korteks serebral menginhibisi sacral micturition center.

Karena CMS suprasakral juga mengganggu impuls inhibisi dari korteks serebral,

sehingga CMS suprasakral seringkali memilki kapasitas kandung kemih yang

kecil dengan kontraksi kandung kemih involunter.5

II.1.2. Uretra

Uretra merupakan tabung kecil dari collum vesicae ke luar. Muara uretra

pada permukaan luar disebut ostium urethrae.

A. Uretra Masculina

Panjang uretra masculina kurang lebih 8 inci (20 cm) dan terbentang dari

collum vesicae ke meatus externus di glans penis. Uretra terbagi atas tiga bagian:

pars prostatica, pars membranacea, dan pars spongiosa.13

 Uretra pars prostatica panjangnya kurang lebih 7,25 inci (3 cm) dan

mulai dari collum vesicae. Uretra pars prostatica berjalan melalui prostat

dari basis sampai ke apex. Uretra pars prostatica merupakan bagian yang

7
paling lebar dan berdiameter paling lebar dari seluruh urethra. Pada

dinding poaterior terdapat peninggian longitudinal yang disebut crista

urethralis. Pada setiap sisi crista urethralis terdapat alur yang disebut sinus

prostaticus, glandulae prostatae bermuara pada sinus ini. Pada puncak

crista pubica terdapat cekungan, disebut utriculus prostaticus. Pada pinggir

utriculus terdapat muara kedua ductus ejaculatorius.13

 Uretra pars membranacea panjangnya kurang lebih 0,5 inci (1,25 cm),

terletak di dalam diaphragma urogenitale, dikelilingi oleh musculus

sphincter urethrae. Bagian ini merupakan bagian urethra yang paling

pendek dan paling kurang dapat dilebarkan.13

 Uretra pars spongiosa panjangnya kurang lebih 6 inci (15,75 cm) dan

dikelilingi jaringan erektil di dalam bulbus dan corpus spongiosum penis.

Meatus uretra eksternus merupakan bagian yang tersempit dari seluruh

uretra. Bagian uretra yang terletak di dalam glans penis melebar

membentuk fossa terminalis (fossa navicularis). Glandula bulbourethralis

bermuara ke daiam urethra pars spongiosa distalis dari diaphragma

urogenitale. 13

Mukosa uretra yang melalui glans penis terbentuk dari epitel skuamosa. Pada

bagian proksimal, terdapat mukosa tipe transisi. Di bawah mukosa terdapat

submukosa yang berisi jaringan ikat dan elastis serta otot polos. Pada submukosa

terdapat banyak kelenjar Littre, yang duktusnya terhubung dengan lumen uretra.

Uretra dikelilingi oleh korpus spongiosum vaskular dan glans penis. 6

8
Penis dan uretra disuplai oleh arteri pudenda internal. Setiap arteri membelah

menjadi arteri dalam penis (yang memasok corpora cavernosa), arteri dorsal penis,

dan arteri bulbourethral. Cabang-cabang ini memasok korpus spongiosum,

kelenjar penis, dan uretra. Vena dorsal superfisial terletak di luar fasia Buck. Vena

punggung dalam ditempatkan di bawah fasia Buck dan terletak di antara arteri

dorsal. Vena ini terhubung dengan pleksus pudenda yang mengalir ke vena

pudenda interna. Drainase limfatik dari kulit penis menuju ke kelenjar getah

bening inguinalis dan subinguinal superfisial. Limfatik dari kelenjar penis masuk

ke kelenjar iliaka subinguinal dan eksternal. Limfatik dari uretra dalam mengalir

ke iliaka internal (hipogastrik) dan kelenjar getah bening iliaka komunis. 6

B. Uretra Feminina

Uretra feminina panjangnya sekitar 1,5 inci (3,8 cm). Uretra terbentang

dari collum vesicae urinariae sampai meafus urethrae externus, yang bermuara ke

dalam vestibulum sekitar 1 inci (2,5 cm) distal dari clitoris. Uretra menembus

musculus sphincter urethrae dan terletak tepai dr depan vagina. Di samping

meatus urethrae externus terdapat muara kecil dari ductus glandula paraurethralis.

Uretra dapat dilebarkan dengan mudah. Lapisan epitel uretra perempuan

skuamous di bagian distal dan sisanya berbentuk pseudostratif atau transisi.

Submukosa terdiri dari jaringan ikat dan elastis serta ruang vena spons. Di

dalamnya terdapat banyak kelenjar periuretra, yang paling banyak di bagian distal;

yang terbesar adalah kelenjar periuretra Skene yang terbuka di dasar uretra tepat

di dalam meatus.6

9
Aliran arteri ke uretra wanita berasal dari arteri pudenda vesikalis inferior,

vagina, dan internal. Darah dari uretra mengalir ke vena pudenda internal.

Drainase limfatik dari bagian luar uretra menuju ke kelenjar getah bening inguinal

dan subinguinal. Drainase dari uretra dalam masuk ke kelenjar getah bening iliaka

internal (hipogastrik). 6

Secara embriologi pembentukan uretra pada laki-laki yaitu uretra pars

prostatika dibentuk dari dua sumber. Pars proximalis, sampai sejauh muara duktus

ejakulatorius berasal dari duktus mesonephros. Pars distalis uretra prostatika

dibentuk dari sinus urogenitalis. Uretra pars membranasea dan sebagian besar

uretra pars spongiosa juga dibentuk dari sinus urogenitalis. Ujung distal urethra

pars spongiosa berasal dari perkembangan sel-sel ektoderm ke dalam glans penis.

Pada perempuan, dua pertiga bagian atas uretra berasal dari duktus mesonephros.

Ujung bawah uretra dibentuk dari sinus urogenitalis. 6

10
Gambar. Anatomi Uretra Pria (a) dan Wanita (b)

II.1.3. Prostat

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari bulibuli, di

depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri

dengan ukuran 4x3x2,5cm dan beratnya kurang lebih 20gram.1,7

Prostat memiliki kapsula fibrosa yang padat dan dilapisi oleh jaringan ikat

prostat sebagai bagian fascia pelvis visceralis. Pada bagian superior dari prostat

berhubungan dengan vesika urinaria, sedangkan bagian inferior bersandar pada

diafragma urogenital. Permukaan ventral prostat terpisah dari simpisis pubis oleh

11
lemak retroperitoneal dalam spatium retropubicum dan permukaan dorsal berbatas

pada ampulla recti. 1,7

Kelenjar prostat terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai

menonjol pada masa pubertas. Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur

hidup. Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung kemih, uretra,

vas deferens, dan vesikula seminalis. Prostat terletak di atas diafragma panggul

sehingga uretra terfiksasi pada diafragma tersebut, dapat terobek bersama

diafragma bila terjadi cedera. Prostat dapat diraba pada pemeriksaan colok dubur.

Selain mengandung jaringan kelenjar, kelenjar prostat mengandung cukup banyak

jaringan fibrosa dan jaringan otot polos. Kelenjar ini ditembus oleh uretra dan

kedua duktus ejakulatorius, dan dikelilingi oleh suatu pleksus vena. Kelenjar limfe

regionalnya ialah kelenjar limfe hipogastrik, sacral, obturator, dan iliaka

eksterna.1,7

Arteri-arteri untuk prostat terutama berasal dari arteria vesicalis inferior

dan arteria rectalis media, cabang arteria iliaca interna. Venavena

bergabung membentuk plexus venosus prostaticus sekeliling sisisisi dan alas

prostat. Plexus venosus prostaticus yang terletak antara kapsula fibrosa dan

sarung prostat, ditampung oleh vena iliaka interna. Plexus venosus

prostaticus juga berhubungan dengan plexus venosus vesicalis dan plexus

venosi vertebrales. Pembuluh limfe terutama berakhir pada nodi lymphoidei

iliaci interni dan nodi lymphoidei externi.1,7

12
Secara histologi, prostat terdiri dari kelenjar yang dilapisi dua lapis sel,

bagian basal adalah epitel kuboid yang ditutupi oleh lapisan sel sekretori

kolumnar. Pada beberapa daerah dipisahkan oleh stroma fibromuskular. Hormon

androgen testis berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan dan kelangsungan hidup

sel-sel prostat.1,7

Prostat merupakan suatu kumpulan 30−50 kelenjar tubuloalveolar yang

bercabang. Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars prostatika, yang menembus

prostat. Kelenjar prostat terbagi dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer,

zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona

periurethra. Zona perifer adalah zona yang paling besar, yang terdiri dari 70%

jaringan kelenjar sedangkan zona sentral terdiri dari 25% jaringan kelenjar dan

zona transisional hanya terdiri dari 5% jaringan kelenjar. Sebagian besar kejadian

BPH terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat

berasal dari zona perifer.1,7

Kelenjar tubuloalveolar prostat dibentuk oleh epitel bertingkat silindris

atau kuboid. Stroma fibromuskular mengelilingi kelenjarkelenjar. Prostat

dikelilingi suatu simpai fibroelastis dengan otot polos. Septa dari simpai ini

menembus kelenjar dan membaginya dalam lobus-lobus yang tidak berbatas tegas

13
pada orang dewasa. Seperti halnya vesikula seminalis, struktur dan fungsi prostat

bergantung pada kadar testosterone.1,7

Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung

kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan profibrinolisin. Selama

pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas

deferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat

menambah jumlah semen lebih banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa

mungkin penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens

relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan

sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Selain itu, sekret vagina

bersifat asam (pH 3,5−4). Sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH

sekitarnya meningkat menjadi 6−6,5. Akibatnya, cairan prostat yang sedikit basa

mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan 12 seminalis lainnya selama

ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma. 1,7

II.1.4. Fisiologi Berkemih

14
Distensi kandung kemih oleh urin dengan jumlah kurang lebih 250 cc akan

merangsang reseptor tekanan yang terdapat pada dinding kandung kemih.

Akibatnya akan terjadi refleks kontraksi dinding kandung kemih oleh otot

detrusor, pada saat yang sama terjadi relaksasi sfingter internus, diikuti oleh

relaksasi sfingter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi sfingter

interus dihantarkan melalui serabut-serabut parasimpatik.3

Kontraksi sfingter eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah

atau menghentikan miksi. Kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf-saraf

yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh. Bila

terjadi kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin

(kencing keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi urin (kencing tertahan).

Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan

kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi

lapisan otot dan kontraksi spinter interna.3

a. Pengisian Kandung Kemih

Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun spiral, memanjang dan

melingkar, tetapi batas lapisan yang jelas tidak ditemukan. Kontraksi peristaltik

yang teratur timbul 1-5 kali tiap menit akan mendorong urine dari pelvis renal

menuju kandung kemih, dan akan masuk secara periodic sesuai dengan

gelombang peristaltik. Ureter menembus dinding kandung kemih secara miring,

dan meskipun tidak ada sfingter ureter, kemiringan ureter ini cenderung menjepit

15
ureter sehingga ureter tertutup kecuali selama adanya gelombang peristaltik, dan

refluks urine dari kandung kemih ke ureter dapat dicegah.8

b. Pengosongan Kandung Kemih

Otot polos kandung kemih, seperti pada ureter, tersusun secara spiral,

memanjang, melingkar dan karena sifat dari kontraksinya otot ini disebut

muskulus detrusor, terutama berperan dalam pengosongan kandung kemih selama

berkemih. Susunan otot berada di samping kiri dan kanan uretra, dan serat ini

disebut spingter uretra interna, meskipun tidak sepenuhnya melingkari uretra

sepenuhnya. Lebih distal, terdapat spingter pada uretra yang terdiri dari otot

rangka, yaitu spingter uretra membranosa (spingter uretra eksterna). 8

Sistem saraf perifer dari saluran kemih bawah terutama terdiri dari sistem

saraf otonom, khususnya melalui sistem parasimpatis yang mempengaruhi otot

detrusor terutama melalui transmisi kolinergik. Perjalanan parasimpatis melalui

nervus pelvikus dan muncul dari S2-S4. Transmisi simpatis muncul dari T10-T12

mmbentuk nervus hipogastrikus inferior yang bersama-sama dengan saraf

parasimpatis membentuk pleksus pelvikus. 8

Persarafan parasimpatis dijumpai terutama di kandung kemih dari

dindingnya sangat kaya akan reseptor kolinergik. Otot detrusor akan berkontraksi

atas stimulasi asetil kolin. Serabut simpatis-adrenergik mempersarafi kandung

kemih dan uretra. Reseptor adrenergik di kandung kemih terdiri dari reseptor alfa

dan beta. Bagian trigonum kandung kemih tidak mempunyai reseptor kolinergik

karena bagian ini terbentuk dari mesodermis, tetapi kaya akan reseptor adrenergic

alfa dan sedikit reseptor beta. Sementara uretra memiliki ketiga reseptor. 8

16
Berkemih pada dasarnya merupakan reflex spinal yang akan difasilitasi

dan dihambat oleh pusat susunan saraf yang lebih tinggi, dimana fasilitasi dan

inhibisi dapat bersifat volunteer. Urine yang memasuki kandung kemih tidak

begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai telah terisi penuh. 8

Akhirnya timbul peningkatan tekanan yang tajam akibatnya tercetus reflex

berkemih. Keinginan pertama untuk berkemih timbul bila volume kandung kemih

sekitar 150cc, dan rasa penuh timbul pada pengisian sekitar 400cc. Pada kandung

kemih, ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya isi organ tersebut, tetapi

jari-jarinya pun bertambah. Oleh karena itu, peningkatan tekanan hanya akan

sedikit saja sampai organ tersebut relatif penuh. Selama proses berkemih, otot

perineum dan spingter uretra eksterna relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan

urine akan mengalir melalui uretra. Mekanisme awal yang menimbulkan proses

berkemih volunter belum diketahui secara pasti. Salah satu peristiwa awal adalah

relaksasi otot-otot dasar panggul, dan hal ini mungkin menimbulkan tarikan ke

bawah yang cukup besar pada otot detrusor untuk merangsang kontraksi.

Kontraksi otot perineum dan spingter eksterna dapat dilakukan secara volunter,

sehingga dapat menghentikan aliran urine saat sedang berkemih. Melalui proses

belajar seorang dewasa dapat mempertahankan kontraksi spingter eksterna

sehingga mampu menunda berkemih sampai saat yang tepat. 8

17
Gambar. Refleks dan kontrol volunter berkemih

II.2. Functional Urology Disorder

II.2.1. Inkontinensia Urin

Inkontinenesia Urin (IU) adalah keluhan keluarnya urin di luar

kehendak sehingga menimbulkan masalah sosial dan/atau kesehatan. Definisi

ini mengacu kepada definisi yang dibuat oleh International Continence Society

(ICS). Secara klinis, IU dapat dibedakan menjadi akut dan persisten. IU akut

adalah IU yang onsetnya tiba-tiba, biasanya berkaitan dengan penyakit akut atau

masalah iatrogenis dan bersifat sementara, sehingga dapat sembuh bila masalah

18
penyakit atau obat-obatan telah diatasi. IU persisten adalah IU yang tidak terkait

penyakit akut dan bersifat menetap.7,9

Inkontinensia Urin dibagi menjadi 5 tipe: IU tekanan (stress urinary

incontinence) IU yang ditandai dengan keluarnya urin di luar kehendak yang

berhubungan dengan meningkatnya tekanan abdomen yang terjadi ketika

bersin, batuk, atau tekanan fisik lainnya, IU desakan (urgency urinary

incontinence) IU yang ditandai dengan keluarnya urin di luar kehendak yang

diawali oleh desakan berkemih, IU campuran (mixed urinary incontinence)

IU yang ditandai dengan keluarnya urin di luar kehendak yang diawali

dengan desakan berkemih dan juga berkaitan dengan bersin, batuk, atau

tekanan fisik lainnya, IU luapan (overflow urinary incontinence) Keluarnya

urin di luar kehendak yang disebabkan karena luapan urin yang berkaitan

oleh sumbatan infravesika atau kelemahan otot detrusor kandung kemih, IU

terus-menerus / kontinua (continuous urinary incontinence) Keluarnya urin

di luar kehendak secara terus-menerus.7,9

Inkontinensi urine stress (SUI) adalah keluarnya urine dari uretra pada saat

terjadi peningkatan tekanan intraabdominal. Terjadinya inkontinensia ini karena

faktor sfingter (uretra) yang tidak mampu mempertahankan tekanan intrauretra

pada saat tekanan intravesika meningkat (buli-buli) terisi. Peningkatan tekanan

intrabdominal dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau

mengangkat benda berat. Inkontinensia stress banyak dijumpai pada wanita, dan

merupakan jenis inkontinensia urine yang paling banyak prevalensinya, yakni

kurang lebih 8-33%.7,9

19
Faktor resiko pada wanita adalah kehamilan dan persalinan per vaginam,

proses penuaan, menopause, diabetes mellitus, obesitas, riwayat operasi pelvis,

trauma pembedahan di daerah pelvis, POP, riwayat penyakit gangguan syaraf

(Stroke, trauma tulang belakang, Parkinson, dll). Faktor risiko IU pada pria

diantaranya adalah: usia, LUTS, infeksi, gangguan fungsional dan kognitif,

gangguan neurologis (gangguan ingatan, epilepsi, stroke, dan penyakit neurologi

lainnya), prostatektomi dan operasi pelvis lainnya, diabetes mellitus, arthritis,

inkontinensia alvi, pemakaian narkotika, laksatif, dan diuretic.7,9

Klasifikasi yang dikemukakan oleh Blaivas dan Olsson (1988),

berdasarkan pada penurunan letak leher buli-buli dan uretra setelah pasien diminta

melakukan maneuver Valsava. Penilaian ini dilakukan berdasakan pengamatan

klinis berupa keluarnya (kebocoran) urine dan dengan bantuan video-

urodinamik.7,9

Tipe 0: pasien mengeluh tentang inkontinensia stress tetapi pada pemeriksaan

tidak diketemukan adanya kebocoran urine. Pada video-urodinamika setelah

maneuver valsava, leher buli-buli dan uretra menjadi terbuka.

 Tipe I: jika terdapat penurunan < 2cm dan kadang-kadang disertai

dengan sistokel yang masih kecil.

 Tipe II: jika penurunan >2cm dan seringkali disertai dengan adanya

sitokel; dalam hal ini sistokel mungkin berada di dalam vagina (tipe

IIa) atau di luar vagina (tipe IIb)

 Tipe III: leher buli-buli dan uretra tetap terbuka meskipun tanpa

adanya kontraksi detrusor maupun manuver Valsava, sehingga urine

20
selalu keluar karena faktor gravitasi atau penambahan tekanan

intravesika (gerakan) yang minimal. Tipe ini disebabkan defisiensi

sfingter intrinsic (ISD).

Pasien inkontinensia urge mengeluh tidak dapat menahan kencing segera

setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan otot derusor sudah

mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas buli-buli belum terpenuhi.

Frekuensi miksi menjadi lebih sering dan disertai dengan perasaan urgensi.

Inkontinensia urge meliputi 22% dari semua inkontinensi pada wanita. Penyebab

inkontinensia urine urge adalah kelainan yang berasal dari buli-buli, di antaranya

adalah overaktivitas detrusor dan menurunnya komplians buli-buli. Overaktivitas

detrusor dapat disebabkan oleh kelainan neurologik, kelainan non neurologis, atau

kelainan lain yang belum diketahui. Jika disebabkan oleh kelainan neurologis,

disebut sebagai hiper-refleksi detrusor, sedangkan jika penyebabnya adalah

kelainan non neurologis disebut instabilitas detrusor. Istilah overaktivitas detrusor

dipakai jika tidak dapat diketahui penyebabnya.7,9

Hiper-refleksia detrusor disebabkan oleh kelaianan neurologis, di antaranya

adalah: stroke, penyakit Parkinson, cedera korda spinalis, sklerosis multipel, spina

bifida, atau myelitis transversal. Instabilitas detrusor seringkali disebabkan oleh:

obstruksi infravesika, pasca bedah intravesika, batu buli-buli, tumor buli-buli, dan

sistitis.7,9

Penurunan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan tekanannya pada

saat pengisian urine (komplians) dapat disebabkan karena kandungan kolagen

pada matriks detrusor bertambah atau adanya kelainan neurologis. Penambahan

21
kandungan kolagen terdapat pada sistitis tuberkulosa, sistitis pasca radiasi,

pemakaian kateter menetap dalam jangka waktu lama, atau obstruksi infravesika

karena hyperplasia prostat. Cedera spinal pada regio thorakolumbal, pasca

histerektomi radikal, reseksi abdomino-perineal, dan mielodisplasia disebutsebut

dapat mencederai persarafan yang merawat buli-buli. Tidak jarang inkontinensia

urge menyertai sindroma overaktivitas buli-buli. Sindroma ini ditandai dengan

frekuensi, urgensi, dan kadang-kadang inkontinensia urge.7,9

Untuk menegakkan diagnosis pada pasien wanita anamnesis juga perlu

dilakukan penilaian pola berkemih menggunakan catatan harian berkemih serta

kualitas hidup, dan keinginan untuk mendapatkan terapi. Untuk skrining diagnosis

IU dapat menggunakan Questionnaire for female Urinary Incontinence Diagnosis

(QUID). OABSS dapat digunakan untuk menilai derajat IU desakan (urgency

urinary incontinence), atau dapat menggunakan IPSS.7,9

Pengumpulan riwayat penyakit pasien laki laki harus difokuskan pada saluran

kemih, riwayat operasi sebelumnya, kondisi medis pasien (yang terkait faktor

risiko/ pencetus, saat terjadi IU, frekuensi berkemih/ IU, fungsi usus), kelainan

neurologis, riwayat pengobatan, dan gejala yang dapat menyebabkan disfungsi

kandung kemih atau poliuria, riwayat keluarga menderita penyakit prostat (kanker

dan PPJ) dan tentang riwayat seksual serta konsumsi makanan (terdapat beberapa

macam nutrien seperti serat yang terlarutkan dan asam lemak tak jenuh Omega-6

yang dianggap mempunyai efek protektif terhadap kejadian IU31). IU jarang

terjadi pada pria tanpa riwayat trauma atau operasi prostat atau pelvis sebelumnya,

oleh karena itu disfungsi neurogenik kandung kemih harus dipikirkan pada pria

22
tanpa riwayat trauma atau operasi. Penilaian yang kritis terhadap obat yang

sedang dikonsumsi diperlukan untuk eksklusi efek obat-obatan pada fungsi

saluran kemih bawah.7,9

Evaluasi diagnosis pria dengan LUTS tergantung pada keluhan pasien dan

data objektif pengosongan kandung kemih. Modalitas yang dapat dipakai untuk

data objektif ini antara lain catatan harian berkemih. Catatan harian berkemih diisi

oleh pasien, antara lain memberikan estimasi kapasitas kandung kemih, frekuensi

berkemih siang dan malam, adanya desakan, dan kejadian IU.7,9

Pemeriksaan fisik umum meliputi status generalis yaitu tekanan darah, indeks

massa tubuh (IMT), status kardiopulmonologi, dan pemeriksaan daerah abdomen,

panggul, genitalia, dan colok dubur. Pemeriksaan fisik wanita meliputi: • Stress

test • Bonney test • Q-tip test • Pemeriksaan status estrogen (genitalia eksterna) •

Methylene blue test (bila dicurigai terdapat fistula) • Pessarium test (untuk occult

stress urinary incontinence) • Pad test.7,9

Pemeriksaan khusus pada wanita meliputi: • Urinalisis ± kultur urine bila ada

infeksi diobati dan dinilai ulang • Fungsi ginjal • Gula darah • Pemeriksaan PVR •

USG abdomen dan transvaginal bila diperlukan • Urodinamik bila tindakan

konservatif gagal dan diperlukan tindakan invasive.7,9

Pemeriksaan fisik pada pria yaitu kandung kemih (distensi atau tidak),

ekskoriasi genital sekunder akibat IU, bukti urethral discharge dan fokus pada

pemeriksaan neurologis juga direkomendasikan. Penilaian dan tatalaksana

algoritme fokus pada pemeriksaan abdomen, colok dubur, dan tes neurologis pada

perineum dan ekstremitas bawah. Pada pasien dengan dugaan gangguan

23
persarafan kandung kemih (neurogenic bladder), evaluasi sensasi perineal dan

fungsi ekstremitas bawah merupakan hal yang penting. Pemeriksaan neurologis

juga harus fokus pada status mental dan kesadaran pasien. Pemeriksaan juga

meliputi genitalia eksterna, lokasi meatus uretra, retraktibilitas preputium, dan

bukti malformasi kongenital. Pemeriksaan colok dubur meliputi tonus sfingter ani,

termasuk palpasi prostat untuk menilai ukuran, simetrisitas, konsistensi kelenjar,

refleks bulbokavernosus dan kaitannya dengan dinding pelvis dan rektum. IU

tekanan juga dapat dinilai dengan pemeriksaan tes batuk. Pengukuran Indeks

Massa Tubuh (IMT) digunakan untuk mengukur obesitas, dan pada laki-laki yang

mengalami inkontinensia urin tipe tekanan dengan memberikan anjuran untuk

menurunkan berat badan. Namun terdapat sedikit bukti bahwa penurunan berat

badan dapat memberikan hasil positif terkait laki-laki dengan inkontinensia urin

tipe tekanan. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya pada laki laki

darah, Urinalisis dan sitologi urine, Pemeriksaan serum PSA, Pemeriksaan residu

urine, Endoskopi dan pencitraan, Pemeriksaan urodinamik.7,9

Penanganan awal pada IU tekanan, desakan atau campuran pada wanita

meliputi anjuran untuk memperbaiki gaya hidup, terapi fisik, pengaturan jadwal

berkemih, terapi perilaku, medikasi/ obat-obatan, atau kombinasi.7,9

Terapi medikamentosa meliputi:7,9

1. Antimuskarinik

Antimuskarinik adalah pengobatan utama untuk IU desakan.

Antimuskarinik bekerja dengan menghambat reseptor muskarinik pada otot

24
detrusor kandung kemih. Efek samping yang umum adalah mulut kering,

konstipasi, pengelihatan kabur, dan gangguan kognitif.

Antimuskarinik yang saat ini beredar di Indonesia, antara lain: a.

Solifenacin (sediaan 5 mg dan 10 mg) Dosis yang direkomendasikan adalah 1 x 5

mg, dapat dinaikan menjadi 1 x 10 mg. b. Solifenacin (sediaan 5 mg dan 10 mg)

Dosis yang direkomendasikan adalah 2 x 15 mg. c. Tolterodine (sediaan 2 mg dan

4 mg) Dosis yang direkomendasikan adalah 2 x 2 mg, atau dapat diberikan 1 x 4

mg. d. Fesoterodine (sediaan 4 mg dan 8 mg) Dosis yang direkomendasikan

adalah 1 x 4 mg, dapat dinaikan menjadi 1 x 8 mg. e. Imidafenacin (sediaan 0,1

mg) Dosis yang direkomendasikan adalah 2 x 0,1 mg.

2. B3-Agonis • Mirabegron (sediaan 25 mg dan 50 mg) • Mirabegron bekerja

dengan menstimulasi reseptor beta3 di otot polos detrusor kandung kemih

sehingga menimbulkan relaksasi dari otot tersebut. • Dosis yang

direkomendasikan adalah 1 x 50 mg.

3. Estrogen

4. Desmopressin • Desmopressin (sediaan 0,1 mg dan 0,2 mg) •

Desmopressin merupakan analog vassopresin (hormon antidiuretik), yang bekerja

mengurangi jumlah air yang keluar pada urin. • Dosis yang direkomendasikan

adalah 2 x 0,1 mg, dapat ditingkatkan menjadi 2 x 0,2 mg.

5. Duloxetine • Duloxetine bekerja dengan menghambat re-uptake serotonin

(5-HT) dan norepinefrin, yang mengakibatkan peningkatan tonus dan kekuatan

kontraksi spinkter uretra eksterna. • Dosis yang direkomendasikan adalah 2 x 30

mg pada perempuan dengan IU tekanan. • Efikasi pemberian duloxetine pada IU

25
tekanan adalah rendah serta dapat memberikan efek samping yang signifikan,

seperti mual, muntah, mulut kering, konstipasi, sakit kepala, insomnia, somnolen

dan kelelahan.

Tatalaksana IU pada laki laki pertama dilakukan manajemen konservatif

(Intervensi klinis sederhana, Intervensi gaya hidup). Manajemen farmakologis

tergantung tipe IU. Pengobatan seperti antimuskarinik, Mirabegron, Duloxetine,

Bulking agents dapat diberikan. Pembedahan sebagai terapi IU biasanya

dipertimbangkan sebagai pilihan setelah kegagalan pada terapi konservatif atau

terapi medikamentosa. Tujuan dari semua operasi IU adalah kontinensia. 7,9

26
27
II.2.4. Overactive Bladder

Overactive bladder (OAB) merupakan kondisi yang berkaitan dengan

gangguan proses berkemih. OAB ditandai dengan ciri khas berupa gejala desakan

untuk berkemih. OAB bukan kondisi yang mengancam nyawa, namun dampak

OAB cukup besar dalam aktivitas harian dan kualitas hidup. OAB diasosiasikan

dengan penurunan kualitas hidup yang setara dengan penyakit kronis lain. OAB

28
merupakan kondisi jangka panjang sehingga berpotensi mengganggu kualitas

hidup penderita.15

International Continence Society (ICS) mendefiniskan OAB sebagai

adanya gejala urgensi dengan atau tanpa inkontinensia urgensi yang biasanya

diikuti dengan frekuensi dan nocturia. OAB sebagai suatu sindrom dengan

beberapa gejala dari lower urinary tract symptoms yang berkaitan dengan

penyimpanan urin dengan urgensi sebagai parameter yang utama. OAB

merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan desakan kuat untuk berkemih

dengan inkontinensia urin desakan maupun tanpa inkontinesia urin desakan.15

Terapi lini pertama untuk OAB meliputi terapi farmakologi dan non

farmakologi. Terapi non farmakologi lini pertama untuk OAB meliputi perubahan

gaya hidup serta terapi fisik dan/atau terapi perilaku (meliputi latihan kandung

kemih, pengaturan jadwal berkemih, urge suppression technique, hingga latihan

otot dasar panggul). Sedangkan terapi farmakologis lini pertama untuk OAB

meliputi obat golongan antimuskarinik. Ada beberapa kasus OAB yang memiliki

respon kurang baik terhadap lini pertama. Pasien yang tidak menunjukan respon

positif setelah menjalani terapi lini pertama selama tiga bulan harus menjalani

pemeriksaan urodinamik dan sitoskopi untuk mengevaluasi penyebab lain dari

gejala berkemih yang dialami. Untuk kasus refrakter, harus dipertimbangkan

penggunaan terapi lini kedua yang bersifat lebih invasif. Hingga saat ini terapi lini

kedua untuk OAB dan/atau inkontinensia urin desakan meliputi injeksi botulinum

toksin intravesika, neuromodulasi dan sistoplasti augmentasi.15

II.2.3 Bladder Pain Syndrome

29
Sindroma nyeri buli buli (SNB) atau bladder pain syndrome (BPS) adlaah

sindroma berupa nyeri pelvis kronik (>6 bulan) yang berhubungan dengan

pengisian buli buli (filling), dan diikuti dengan gejala frekuensi dan nokturia,

tanpa didapatkan adanya infeksi saluran kemih dan kelainan patalogi pada buli.10,11

Patofisiologi BPS belum ada kesepakatan, namun ada banyak teori. Teori

berikut telah diajukan: Teori glikosaminoglikan epitel bocor glycosaminoglycan

(GAGs), Infeksi okultisme, peradangan neurogenic, aktivasi sel mast,

autoimunitas, vaskular. 10,11

Meskipun banyak teori tentang etiologi BPS / IC, yang paling populer

adalah penyebab multi faktor. Setelah infeksi, inflamasi, pembedahan panggul,

persalinan, atau instrumentasi urologi terjadi kerusakan epitel kandung kemih.

Biasanya permukaan epitel sembuh setelah cedera tetapi pada beberapa pasien

proses penyembuhan epitel tidak berlangsung sempurna sehingga menyebabkan

kelainan pada lapisan GAG. Lapisan GAG yang rusak memungkinkan kalium dan

metabolit kemih lainnya melewati lapisan submukosa dan menyebabkan

peradangan yang mengarah ke aktivasi sel mast yang menimbulkan kerusakan

jaringan lokal dan penyempitan pembuluh darah. Serangkaian peristiwa diatur dan

menyebabkan lebih banyak kerusakan kandung kemih, cedera pada otot polos

detrusor dan perubahan fibrotik. Hasil akhirnya adalah kandung kemih

berkapasitas kecil. Ada juga regulasi saraf dan perkembangan perubahan saraf di

sumsum tulang belakang. 10,11

Ketidaknyamanan pada daerah panggul dengan frekuensi dan urgensi adalah

presentasi yang paling umum dari BPS / IC. Nyeri merupakan penyebab penting

30
dari ketidaknyamanan panggul tetapi pasien juga mengeluhkan sensasi tekanan

yang tidak biasa, rasa terbakar, berdenyut atau, nyeri saat melahirkan atau

melahirkan. Ketidaknyamanan panggul meningkat dengan pengisian kandung

kemih dan berkurang saat buang air kecil. Dalam kasus yang parah

ketidaknyamanan panggul terus menerus (18% dari pasien dalam seri kami, 17

dari 92 pasien). Terasa di daerah suprapubik, retropubik, infrapubik, uretra,

genital, rektal dan / atau daerah panggul dalam. 10,11

Untuk menegakkan diagnosis harus disingkirkan dulu kemungkinan adanya

penyakit lain. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan pelvik peremppuan

atau colok dubur pada laki laki. Pemeriksaan kultur urine, USG didapatkan hasil

normal. Sistoskopi diprlukan untuk mencari lesi yang ada di urethra maupun di

buli buli, dan untuk evaluasi sebelum dan sesudah dilakukan hidrodistensi buli

buli. Pemeriksaan sistoskopi mungkin didapatkan petechie (glomerulasi) atau

ulkus hunner. 10,11

Selanjutnya dilakukan hidrodistensi, yakni dengan mengisi buli buli dengan

air pada tekanan 80 cm H2O. prosedur ini dilakukan untuk melihat apakah

terdapat glomerulasi atau tidak. 10,11

Untuk terapi pertama dilakukan adalah behavior dengan menghindari

makanan yang dapat menyebakan eksaserbasi keluhan (misalnya makanan pedas,

kopi, alcohol). Medikamentosa yang dapat digunakan seperti amitriptilin, sodium

hialuronaat, antagonis reseptor histamine H2, dan analgesic. Untuk contoh obat

intravesika yaitu dimetil sulfokside dikombinasi dengan anestesi local, analog

31
GAG, kapsaisin, resiniferotoksin. Pembedahan diindikasikan jika dengan terapi

konservatif tidak ada hasil. 10,11

II.2.4. Neurogenic Bladder

Neurogenic bladder atau kandung kemih neurogenik merupakan penyakit

yang menyerang kandung kemih yang disebabkan oleh kerusakan ataupun

penyakit pada sistem saraf pusat atau pada sistem saraf perifer dan otonom.

Neurogenic bladder adalah suatu disfungsi kandung kemih akibat kerusakan

sistem saraf yang terlibat dalam pengendalian berkemih. Keadaan ini bisa berupa

kandung kemih tidak mampu berkontraksi dengan baik untuk miksi (underactive

bladder) maupun kandung kemih terlalu aktif dan melakukan pengosongan

kandung kemih berdasar refleks yang tak terkendali (overactive bladder). Dengan

kata lain, Neurogenic bladder adalah kelainan fungsi kandung kemih akibat

gangguan sistem saraf.10,12

Beberapa penyebab dari neurogenic bladder ini antara lain penyakit

infeksius yang akut seperti mielitis transversal, kelainan serebral (stroke, tumor

otak, penyakit Parkinson, 5 multiple sklerosis, demensia), alkoholisme kronis,

penyakit kolagen seperti SLE, keracunan logam berat, herpes zoster, gangguan

metabolik, penyakit atau trauma pada medulla spinalis dan penyakit vaskuler. 10,12

32
Gambar klasifikasi neurogenic bladder dysfunction

Gejalakandung kemih neurogenic dapat meliputi: infeksi salurankemih,

batu ginjal, inkontinensia urin, volume urine kecil selama berkemih, frekuensi dan

urgensi kemih, dribblingurin yang merupakan suatu keadaan dimana urin menetes

pada akhir miksi, hilangnya sensasikandung kemihpenuh.10,12

Hiperrefleksi detrusor merupakan keadaan yang mendasari timbulnya

frekuensi, urgensi dan inkontinens sehingga kurang dapat menilai lokasi

kerusakan (localising value) karena hiperrefleksia detrusor dapat timbul baik

akibat kerusakan jaras dari suprapons maupun suprasakral. Retensi urine dapat

timbul sebagai akibat berbagai keadaan patologis. Pada pria adalah penting untuk

menyingkirkan kemungkinan kelainan urologis seperti hipertrofi prostat atau

striktur.10,12

Neurogenik bladdermelibatkansistem sarafdankandung kemih dan untuk

mendiagnosis adanya Neurogenic bladder yaitu dengan memeriksa baiksistem

saraf (termasuk otak) dankandung kemihitu sendiri. 10,12

33
Diagnosis meliputi dengan melakukan anamnesis tujuannya yaitu untuk

mengetahui bagaimana pola buang air kecilnya atau ada tidak gangguan saat

berkemih serta mengetahui adanya faktor-faktor resiko. Kemudian dapat

dilakukan pemeriksaan fisis dapat berupa pemeriksaan rektal, genitalia, serta

pemeriksaan dinding perut (abdominal) untuk mengecek ada tidaknya pembesaran

pada bladder ataupun kelainan lainnya. Selain itu, pemeriksaan neurologis juga

dilakukan untuk menentukan kelainan neurologis yang menjadi dasar terjadinya

neurologic bladder, uji neurologis harus mencakup status mental, refleks,

kekuatan motorik dan sensibilitas (termasuk dermatomal sakral). Pemeriksaan

penunjang dapat berupa pemeriksaan laboratorium yaitu dengan memeriksa urin

ataupun darah. Pemeriksaan lainnya seperti Pemeriksaan urodinamika,

Cystometrography, Postvoid residual urine, Uroflometri, Elektromielografi,

Cystoscopy, Pemeriksaan Imaging berupa pemeriksaan X-ray, USG, CT-Scan

serta MRI.10,12

Pengobatan betujuan untuk memungkinkan baldder benar-benar kosong

dan secara reguler, mencegah infeksi, mengontrol inkontinensia, melindungi

fungsi ginjal. Kateterisasi atau teknik untuk memicu buang air kecil dapat

membantu mencegah urin dari sisa terlalu lama di kandung kemih.10,12

Terapi non farmakologis yaitu bladder training dan untuk farmakologis

dapat diberikan anti kolinergik, anti spasmodic, obat betnekol klorida.

Pembedahan bisa dilakukan pada kasus tertentu yang jarang. Pembedahan

dilakukan untuk membuat jalan lain untuk mengeluarkan urin, memasang alat

untuk menstimulasi otot kandung kemih.10,12

34
II.2.5. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Istilah BPH sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu adanya

hiperplasia sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat. Banyak faktor yang diduga

berperan dalam proliferasi/ pertumbuhan jinak kelenjar prostat. Pada dasarnya

BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih

menghasilkan testosteron. Di samping itu, pengaruh hormon lain (estrogen,

prolaktin), pola diet, mikrotrauma, inflamasi, obesitas, dan aktivitas fisik diduga

berhubungan dengan proliferasi sel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-

faktor tersebut mampu memengaruhi sel prostat untuk menyintesis growth factor,

yang selanjutnya berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel kelenjar

prostat. BPH terjadi pada sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan

meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.10

Faktor risiko yang paling berperan dalam BPH adalah usia, selain adanya

testis yang fungsional sejak pubertas (faktor hormonal). Dari berbagai studi

terakhir ditemukan hubungan positif antara BPH dengan riwayat BPH dalam

keluarga, kurangnya aktivitas fisik, diet rendah serat, konsumsi vitamin E,

konsumsi daging merah, obesitas, sindrom metabolik, inflamasi kronik pada

prostat, dan penyakit jantung.10

35
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa lower urinary

tract symptoms (LUTS), yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms),

gejala iritasi (storage symptoms), dan gejala pasca berkemih. Gejala obstruksi

meliputi pancaran kemih lemah dan terputus (intermitensi), merasa tidak

puas sehabis berkemih. Gejala iritasi meliputi frekuensi berkemih

meningkat, urgensi, nokturia. Gejala pasca berkemih berupa urine menetes

(dribbling); hingga gejala yang paling berat adalah retensi urine. Hubungan

antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH

mengeluhkan gangguan berkemih atau sebaliknya.10

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau

wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang

dideritanya. Anamnesis itu meliputi: • Keluhan yang dirasakan dan berapa lama

keluhan itu telah mengganggu; • Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran

urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, kencing berdarah (hematuria),

kencing batu, atau pembedahan pada saluran kemih); • Riwayat kesehatan secara

umum dan keadaan fungsi seksual; • Riwayat konsumsi obat yang dapat

menimbulkan keluhan berkemih.10

Pemandu untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi

akibat pembesaran prostat adalah sistem skoring keluhan. Salah satu sistem

penskoran yang digunakan secara luas adalah International Prostate Symptom

Score (IPSS) yang telah dikembangkan American Urological Association (AUA)

dan distandarisasi oleh World Health Organization (WHO). Beratringannya

36
keluhan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh, yaitu:

skor 0-7: ringan, skor 8-19: sedang, dan skor 20-35: berat.10

Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan

yang penting pada pasien BPH. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat

diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul

yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume

prostat dengan DRE cenderung lebih kecil daripada ukuran yang sebenarnya. Pada

pemeriksaan colok dubur juga perlu menilai tonus sfingter ani dan refleks

bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada lengkung refleks

di daerah sakral. Kelebihan colok dubur adalah dapat menilai konsistensi prostat,

dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat.10

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah urinalisis, pemeriksaan

fungsi ginjal, pemeriksaan prostate specific antigen (Apabila kadar PSA >4 ng/ml,

biopsi prostat dipertimbangkan setelah didiskusikan dengan pasien),

uroflowmetry, dan residu urine. Dapat juga dilakukan USG, urethrasistografi

retrograde.10

Terapi konservatif pada BPH dapat berupa watchful waiting yaitu pasien

tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya tetap diawasi

oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS

dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari1

Pada watchful waiting ini, pasien diberi penjelasan mengenai segala sesuatu hal

yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya: (1) jangan banyak

minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi

37
konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada kandung kemih

(kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung

fenilpropanolamin, (4) jangan menahan kencing terlalu lama. (5) penanganan

konstipasi.10

Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan skor IPSS >7. Jenis

obat yang digunakan adalah: alpha 1 blocker, antagonis reseptor muskarinik, atau

kombinasi (alpha 1 blocker + 5 alpha reductase inhibitor, alpha 1 blocker +

antagonis reseptor muskarinik).10

Indikasi tindakan pembedahan, yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan

komplikasi, seperti: (1) retensi urine akut; (2) gagal Trial Without Catheter

(TWOC); (3) infeksi saluran kemih berulang; (4) hematuria makroskopik

berulang; (5) batu kandung kemih; (6) penurunan fungsi ginjal yang disebabkan

oleh obstruksi akibat BPH; (7) dan perubahan patologis pada kandung kemih dan

saluran kemih bagian atas. Indikasi relatif lain untuk terapi pembedahan adalah

38
keluhan sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian

terapi non bedah, dan pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa.10

II.2.6. Cedera dan Trauma Saluran Kencing Bawah

A. Cedera pada Kandung Kemih

Cedera kandung kemih paling sering terjadi karena tekanan eksternal dan

sering dikaitkan dengan patah tulang panggul. (Sekitar 15% dari semua fraktur

pelvis berhubungan dengan cedera kandung kemih atau uretra bersamaan.) Cedera

iatrogenik dapat terjadi akibat prosedur ginekologi dan pelvis ekstensif lainnya

serta dari perbaikan hernia dan operasi transurethral.6

1) Patogenesis dan Patologi

Tulang pelvis melindungi kandung kemih dengan sangat baik. Jika pelvis

retak karena trauma tumpul, fragmen dari lokasi fraktur dapat melubangi kandung

kemih. Perforasi ini biasanya menyebabkan ruptur ekstraperitoneal. Jika urin

terinfeksi, perforasi kandung kemih ekstraperitoneal dapat menyebabkan abses

pelvis dalam dan peradangan panggul yang parah. Saat kandung kemih terisi

hingga mendekati kapasitasnya, hembusan langsung ke abdomen bagian bawah

dapat menyebabkan gangguan kandung kemih. Jenis gangguan ini biasanya

bersifat intraperitoneal. Karena pantulan peritoneum panggul menutupi puncak

atau kubah kandung kemih, laserasi linier akan memungkinkan urin mengalir ke

rongga perut. Jika diagnosis tidak segera ditegakkan dan jika urin steril, tidak ada

gejala yang dapat dicatat selama beberapa hari. Jika urin terinfeksi, peritonitis

segera dan abdomen akut akan berkembang. 6

2) Temuan Klinis

39
Fraktur panggul menyertai ruptur kandung kemih pada 90% kasus.

Diagnosis fraktur pelvis awalnya dapat ditegakkan di ruang gawat darurat dengan

kompresi lateral pada tulang panggul, karena lokasi fraktur akan menunjukkan

krepitasi dan nyeri saat disentuh. 6

a. Gejala

Biasanya ada riwayat trauma perut bagian bawah. Penyebab biasanya

adalah cedera tumpul. Pasien tidak begitu dapat buang air kecil, tetapi ketika

berkemih terjadi spontan, biasanya terdapat hematuria kotor. Kebanyakan pasien

mengeluh nyeri panggul atau perut bagian bawah. 6

b. Tanda

Perdarahan hebat yang berhubungan dengan fraktur pelvis dapat

menyebabkan syok hemoragik, biasanya dari gangguan vena pada pembuluh

panggul. Bukti luka luar dari luka tembak atau tusukan di perut bagian bawah

harus membuat seseorang mencurigai adanya cedera kandung kemih, yang

dimanifestasikan dengan nyeri tekan yang nyata pada daerah suprapubik dan perut

bagian bawah. Perut akut dapat terjadi dengan ruptur kandung kemih

intraperitoneal. Pada pemeriksaan rektal, penanda mungkin tidak jelas karena

hematoma pelvis yang besar. 6

3) Penunjang

Kateterisasi biasanya diperlukan pada pasien dengan trauma pelvis tetapi

tidak jika keluarnya cairan uretra berdarah. Keluarnya uretra berdarah

menunjukkan cedera uretra, dan program uretra diperlukan sebelum kateterisasi.

Ketika kateterisasi dilakukan, biasanya terdapat gross atau hematuria mikroskopis.

40
Urine yang diambil dari kandung kemih pada kateterisasi awal harus dibiakkan

untuk menentukan apakah ada infeksi. 6

a. Temuan X-Ray

Film polos abdomen biasanya menunjukkan fraktur pelvis. Mungkin ada

kekaburan pada perut bagian bawah akibat keluarnya darah dan urin. CT scan

harus dilakukan untuk menentukan apakah ada cedera ginjal dan ureter. Gangguan

kandung kemih ditunjukkan pada sistografi.v. CT cystography adalah metode

yang sangat baik untuk mendeteksi ruptur kandung kemih; Namun, pengisian

retrograde kandung kemih dengan 300 mL media kontras diperlukan untuk

melembungkan kandung kemih sepenuhnya. Distensi inkomplit yang

menyebabkan diagnosis ruptur kandung kemih terlewat sering terjadi. 6

4) Komplikasi

Abses pelvis dapat terjadi dari kandung kemih ekstraperitoneal yang

pecah; jika urin terinfeksi, hematoma panggul menjadi terinfeksi juga. Ruptur

kandung kemih intraperitoneal dengan ekstravasasi urin ke dalam rongga perut

menyebabkan peritonitis tertunda. Inkontinensia parsial dapat terjadi akibat cedera

kandung kemih saat laserasi meluas ke leher kandung kemih. Perbaikan yang teliti

dapat memastikan kontrol urin normal. 6

5) Tatalaksana6

a. Tindakan darurat

Syok dan perdarahan harus ditangani .

b. Tindakan bedah

41
 Ruptur kandung kemih ekstraperitoneal: ruptur kandung kemih

ekstraperitoneal dapat berhasil ditangani hanya dengan drainase kateter uretra

 Ruptur intraperitoneal: ruptur kandung kemih intraperitoneal harus

diperbaiki melalui pendekatan transperitoneal setelah pemeriksaan transvesikal

yang cermat dan penutupan perforasi lain.

6) Prognosis

Dengan pengobatan yang tepat, prognosisnya sangat baik. Tabung

sistostomi suprapubik dapat diangkat dalam 10 hari, dan pasien biasanya dapat

buang air secara normal. Pasien dengan laserasi yang meluas ke area leher

kandung kemih mungkin mengalami inkontinensia sementara, tetapi kontrol

penuh biasanya dapat dilakukan kembali. Pada saat keluar, kultur urin harus

dilakukan untuk menentukan apakah infeksi terkait kateter memerlukan

pengobatan lebih lanjut. 6

B. Cedera pada Uretra

I. Posterior Uretra

1) Etiologi

Uretra membranosa melewati dasar panggul dan sfingter kemih voluntary

dan merupakan bagian dari uretra posterior yang paling mungkin mengalami

cedera. Ketika fraktur pelvis terjadi karena trauma tumpul, uretra membranosa

dipotong dari apeks prostat di persimpangan prostatomembran. Uretra bisa

ditranseksi dengan mekanisme yang sama pada permukaan bagian dalam uretra

membranosa. 6

2) Temuan Klinis

42
a. Gejala

Penderita biasanya mengeluhkan sakit perut bagian bawah dan

ketidakmampuan buang air kecil. Biasanya adanya riwayat cedera parah atau

hancur pada panggul. 6

b. Tanda

Darah pada meatus uretra adalah tanda paling penting dari cedera uretra.

Pentingnya temuan ini tidak dapat terlalu ditekankan, karena upaya untuk

memasukkan kateter uretra juga dapat mengakibatkan infeksi hematoma

periprostatik dan perivesikal dan konversi laserasi yang tidak lengkap menjadi

laserasi lengkap. Adanya darah pada meatus uretra eksterna menunjukkan bahwa

uretrografi segera diperlukan untuk menegakkan diagnosis. 6

Nyeri suprapubik dan adanya fraktur pelvis dicatat pada pemeriksaan fisik.

Hematoma pelvis yang berkembang besar dapat teraba. Kontusio perineum atau

suprapubik sering ditemukan. Pemeriksaan rektal dapat menunjukkan hematoma

pelvis yang besar dengan prostat bergeser ke arah superior. Pemeriksaan rektal

bisa menyesatkan, karena hematoma pelvis yang tegang bisa menyerupai prostat

pada palpasi. Perpindahan prostat yang superior tidak terjadi jika ligamen

puboprostatik tetap utuh. Gangguan parsial pada membranous urethra (saat ini

10% kasus) tidak disertai dengan perpindahan prostat. 6

3) Pemeriksaan Instrumental

Satu-satunya instrumentasi yang seharusnya digunakan yaitu urethrography.

Kateterisasi atau uretroskopi sebaiknya tidak dilakukan, karena prosedur ini

43
meningkatkan risiko hematoma, infeksi, dan kerusakan lebih lanjut pada

gangguan uretra parsial. 6

4) Komplikasi

Striktur, impotensi, dan inkontinensia sebagai komplikasi gangguan

prostatomembran adalah salah satu kecelakaan yang paling parah dan

melemahkan akibat trauma pada sistem kemih. Striktur setelah perbaikan primer

dan anastomosis terjadi pada sekitar 50% kasus. 6

5) Tatalaksana6

a. Tindakan darurat

Syok dan perdarahan harus ditangani .

b. Tindakan bedah

 Manajemen langsung

 Delayed urethral reconstruction

 Immediate urethral realignment

II. Anterior Uretra

1) Etiologi

Uretra anterior adalah bagian distal diafragma urogenital. Cedera straddle

dapat menyebabkan robekan atau kontusio uretra. Instrumentasi mandiri atau

instrumentasi iatrogenik dapat menyebabkan gangguan parsial.6

2) Patogenesis dan Patologi

a. Luka memar

Uretra yang memar merupakan tanda cedera benturan tanpa gangguan

uretra. Hematoma perineum biasanya sembuh tanpa komplikasi. 6

44
b. Laserasi

Cedera straddle yang parah dapat menyebabkan laserasi pada sebagian

dinding uretra, yang memungkinkan terjadinya ekstravasasi urin. Jika ekstravasasi

tidak dikenali, ekstravasasi dapat meluas ke skrotum, sepanjang batang penis, dan

hingga ke dinding perut. Ini hanya dibatasi oleh fasia Colles dan sering

menyebabkan sepsis, infeksi, dan morbiditas yang serius. 6

3) Temuan Klinis

a. Gejala

Biasanya ada riwayat jatuh. Adanya pendarahan dari uretra. Ada nyeri

lokal di perineum dan terkadang hematoma perineum masif. Jika terjadi

kekosongan dan ekstravasasi dicatat, pembengkakan mendadak di area tersebut

akan muncul. Jika diagnosis ditunda, sepsis dan infeksi parah mungkin ada. 6

b. Tanda

Perineum sangat lembut; massa dapat ditemukan, seperti mungkin darah di

uretra meatus. Pemeriksaan rektal menunjukkan prostat normal. Pasien biasanya

memiliki keinginan untuk buang air kecil, tetapi buang air kecil tidak boleh

dilakukan sampai pemeriksaan uretra selesai. Tidak boleh ada upaya untuk

memasukkan kateter uretra, tetapi jika kandung kemih pasien mengalami tekanan

berlebihan, sistostomi suprapubik perkutan dapat dilakukan. sebagai prosedur

sementara. Jika presentasi cedera tersebut tertunda, terjadi ekstravasasi urin masif

dan infeksi pada perineum dan skrotum. Mungkin juga dinding perut bagian

bawah terlibat. Kulit biasanya bengkak dan berubah warna.6

4) Tatalaksana

45
a. Tindakan umum

Kehilangan darah yang banyak biasanya tidak terjadi karena cedera

straddle. Jika terjadi perdarahan hebat, diperlukan tekanan lokal untuk kontrol,

diikuti dengan resusitasi.6

b. Tindakan khusus6

 Kontusio Uretra

 Laserasi Uretra

 Laserasi uretra dengan ekstravasasi urin yang luas

 Perbaikan segera

II.2.7. Striktur Uretra

a. Definisi

Striktur uretra adalah penyempitan uretra yang disebabkan oleh jaringan

parut, yang secara fungsional memiliki efek menghalangi saluran kemih bagian

bawah. Konsekuensi dari obstruksi ini dapat sangat mengganggu kualitas hidup

pasien dengan menyebabkan gangguan berkemih; mereka juga dapat merusak

seluruh saluran kemih, yang mengakibatkan hilangnya fungsi ginjal. Oleh karena

itu, penting bahwa striktur uretra, yang dapat terjadi pada semua usia dan baik

pada pria maupun wanita (meskipun lebih jarang pada wanita), dikenali secara

dini dan ditangani dengan tepat. Prevalensi di negara industri diperkirakan sekitar

0,9%.14

Secara morfologis, striktur merupakan perubahan uretra oleh jaringan

parut. Pada pria, korpus spongiosum tempat uretra tertanam juga terlibat dalam

jaringan parut. Spongiofibrosis ini adalah reaksi terhadap berbagai iritan

46
ekstrinsik dan dapat menyebabkan penggantian total jaringan spons dengan

jaringan parut. 14

b. Etiologi

Hampir semua striktur yang penyebabnya dapat diidentifikasi diperoleh.

Kelompok terbesar (45%) adalah iatrogenik dan hasil dari manipulasi uretra

(kateter menetap traumatis, intervensi transurethral, koreksi hipospadia,

prostatektomi, brachytherapy). Jadi, sebagai contoh, kejadian striktur uretra

setelah reseksi prostat transurethral (intervensi prostat yang paling umum) adalah

3% sampai 5%. Penyebab lain dari striktur uretra adalah ruptur uretra traumatis

yang berhubungan dengan fraktur pelvis. Bakteri uretritis juga dapat

menyebabkan penyempitan (sekitar 20% kasus); klasik, ini adalah kasus gonore

yang tidak diobati. Penyakit inflamasi lain yang terkait dengan striktur uretra

(distal) adalah balanitis xerotica obliterans, penyakit inflamasi kronis yang

etiologi pastinya tidak diketahui. 14

Sekitar 30% striktur uretra bersifat idiopatik. Dalam kasus ini, pemicu

yang paling mungkin dianggap sebagai trauma kecil yang terlupakan yang terjadi

lama di masa lalu (misalnya, cedera perineum saat mengendarai sepeda). 14

c. Gejala Klinis

Gejala utama striktur uretra adalah gejala kencing yang terhambat dan

teriritasi, dengan peningkatan waktu buang air kecil dan perasaan pengosongan

kandung kemih yang tidak tuntas, dikombinasikan dengan peningkatan frekuensi

dan urgensi miksi. Terutama pada pasien yang sebelumnya telah menjalani

intervensi transurethral atau memiliki kateter yang menetap dalam jangka waktu

47
lama selama pengobatan untuk penyakit lain, gejala ini harus menunjukkan

kemungkinan striktur. 14

Gejala yang muncul mungkin juga gejala sisa yang khas seperti prostatitis

atau epididimitis. Beberapa pasien tidak datang sampai mereka mengalami retensi

urin akut, karena sejak awal pembentukan striktur, kandung kemih dapat

mengkompensasi peningkatan resistensi infravesika oleh hipertrofi detrusor. Hal

ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika selama buang air kecil, dan

mungkin terlihat pada ultrasonografi sebagai penebalan dinding kandung kemih.

Kemudian, dekompensasi fungsi buang air kecil dan buang air kecil yang tidak

lengkap akan terjadi, yang dapat berkembang menjadi retensi urin lengkap. Pada

akhirnya, perubahan ini dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih sekunder

atau refluks tekanan tinggi, yang salah satunya dapat menyebabkan hilangnya

fungsi ginjal. 14

d. Diagnosis

Selain riwayat yang khas, striktur uretra dapat didiagnosis berdasarkan

profil khasnya pada uroflowmetri. Investigasi ini mencatat aliran urin (diukur

sebagai volume per unit waktu) dan waktu buang air kecil secara keseluruhan.

Grafik dari pasien dengan striktur uretra akan menunjukkan waktu buang air kecil

yang lama dengan dataran tinggi tingkat rendah. Bentuk kurva ini adalah

patognomonik dari striktur uretra, meskipun penyelidikan tidak mengatakan apa-

apa tentang panjang striktur atau di mana lokasinya. Kedua hal ini perlu diketahui

sebelum pengobatan dapat direncanakan, bagaimanapun, dan untuk penyelidikan

48
pilihan adalah cystourethrography retrograde, dikombinasikan, jika sesuai, dengan

voiding cystourethrography. 14

Uretroskopi dapat menunjukkan di mana striktur berada, tetapi jika striktur

tidak dapat dilewati oleh cystoscope, tidak ada informasi yang dapat diperoleh

tentang panjang lesi atau tentang striktur tambahan yang lebih proksimal yang

mungkin ada. Untuk alasan ini, uretroskopi tidak memiliki peran utama dalam

diagnosis striktur uretra. 14

Prosedur diagnostik utama lainnya yang diperlukan adalah ultrasonografi

untuk menentukan retensi urin dan pemeriksaan ultrasonografi pada saluran

kemih bagian atas untuk menyingkirkan hidronefrosis. Sedimen urin diperiksa

untuk menyingkirkan infeksi akut. 14

e. Terapi

Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan utamanya adalah apakah

ada retensi urin atau obstruksi saluran atas, yang akan memerlukan pengalihan

urin dan pengobatan infeksi saluran kemih yang menyertai.

Pada pasien dengan retensi urin atau sisa urin dalam jumlah besar,

bougienage transurethral buta uretra dengan kateter yang menetap harus dihindari,

karena trauma jaringan akan memperburuk kondisi uretra. Pasien ini harus

diberikan fistula kandung kemih suprapubik. Setiap infeksi saluran kemih yang

ada harus dirawat sesuai dengan hasil tes. 14

Setelah situasi akut ditangani, pengobatan pasti untuk penyempitan harus

dilakukan. Pilihan dasarnya adalah antara prosedur endoskopi (minimal invasif)

dan bedah terbuka. Prinsip dasar dalam pengobatan penyempitan uretra adalah

49
bahwa uretrotomi internal menjanjikan keberhasilan hanya dalam penyempitan

yang singkat dan pertama kali. Pada striktur berulang, pengobatan harus diubah

menjadi rekonstruksi terbuka, untuk menghindari perpanjangan defek dengan

uretrotomi berulang. 14

a. Endourological procedures

Dalam prosedur ini, spongiofibrosis diregangkan, sehingga menghasilkan

mikrolesi yang tak terhitung banyaknya di jaringan parut, yang menyebabkan

jaringan parut lebih lanjut. Untuk alasan ini, bougienage hanya dapat memiliki

efek sementara pada obstruksi, dan sebagai aturan striktur dapat terjadi kembali

setelah 4 hingga 6 minggu. Oleh karena itu, prosedur ini harus digunakan hanya

pada pasien yang menolak perawatan bedah atau yang tidak cocok untuk operasi

karena alasan lain (misalnya anestesiologis).14

b. Open reconstructive procedures

II.2.8. Disfungsi Seksual Pria

a. Definisi

Disfungsi seksual pria yaitu menunjukkan ketidakmampuan untuk

mencapai hubungan seksual yang memuaskan, mungkin melibatkan ereksi yang

tidak memadai atau masalah dengan emisi, ejakulasi, atau orgasme. Ejakulasi dini

(cepat) mengacu pada terjadinya ejakulasi terus-menerus atau berulang dengan

rangsangan seksual minimal sebelum, pada, atau segera setelah penetrasi dan

sebelum orang tersebut menginginkannya. Ejakulasi terbelakang adalah

penundaan yang tidak semestinya dalam mencapai klimaks selama aktivitas

seksual. Ejakulasi retrograde menunjukkan aliran balik air mani ke dalam

50
kandung kemih selama ejakulasi karena mekanisme leher kandung kemih yang

tidak kompeten. Anorgasmia adalah ketidakmampuan untuk mencapai orgasme

selama aktivitas seksual sadar, meskipun emisi nokturnal dapat terjadi.6

b. Epidemiologi

Lebih dari 70% pria di atas 65 tahun melaporkan bahwa mereka aktif

secara seksual; namun, 40% tidak puas dengan fungsi seksual nya. Di antara

prediktor utama disfungsi ereksi adalah hipertensi, hiperlipidemia, diabetes

mellitus, dan penyakit jantung. Risiko disfungsi ereksi tampaknya meningkat

dengan merokok, dan dapat terjadi dengan cara yang tergantung dosis. 6

c. Klasifikasi dan Patogenesis

Sistem klasifikasi DE yang paling umum digunakan meliputi etiologi

organik, psikogenik, dan campuran DE dan didukung oleh International Society

of Impo tence Research. Pada 1950-an, 90% kasus DE diyakini bersifat

psikogenik. 6

I. Psikogenik6

a. Generalized type

- Generalized unresponsiveness

 Primary lack of sexual arousability

 Aging-related decline in sexual arousability

- Generalized inhibition

 Chronic disorder of sexual intimacy

b. Situational type

- Partner related

51
 Lack of arousability in specific relationship

 Lack of arousability due to sexual object preference

 High central inhibition due to partner conflict or threat

- Performance related

 Associated with other sexual dysfunction/s (eg, rapid ejaculation)

 Situational performance anxiety (eg, fear of failure)

- Psychological distress or adjustment related

 Associated with negative mood state (eg, depres- sion) or major life stress (eg,

death of partner)

II. Organik

1. Neurogenic

2. Hormonal

3. Arterial

4. Cavernosal (venogenic)

5. Drug induced

III. Mixed organic/psychogenic (most common type)

52
BAB III

PENUTUP

Urologi fungsional merupakan bagian dari praktek urologi yang mana

berhubungan dengan gangguan fungsional dari saluran kencing bagian bawah.

Dalam hal ini saluran kencing bagian bawah terdiri dari vesical urinaria dan

uretra. Contoh angguan fungsional yang menjadi bagian dari urologi fungsional

terdiri Inkontinesia urin (pria dan wanita), Overactive bladder (OAB) dan Urgensi

Inkontinensia Urin, Neurogenic bladder, Sindrom Nyeri Kandung Kemih

(Interstitial Cystitis), Pembesaran prostatic jinak dan Gejala saluran kemih bagian

bawah pria, Cedera dan trauma saluran kemih bagian bawah, Komplikasi pasca

radiasi, Penyakit striktur uretra, dan Disfungsi seksual pria.

53
DAFTAR PUSTAKA

1. Heesakkers J, Chapple C, Ridder DD, Farag, F. Practical Functional Urology.

First Edition. Spinger. 2016. 1-18

2. Masu S, Mukadam P, Mansuri A. A Prevalence Study of Lower Urinary

Tract Symptoms (LUTS). International Journal of Medical Science and

Public Health. 2014; 3: 927-30

3. Guyton AC, Hall JE. Guyton dan Hall buku ajar fisiologi kedokteran. edisi

12. Singapura: Elsevier; 2011.

4. Drake RL, Vogl AW, Adam WM. Gray's Anatomy for Students. Third

Edition. 2015. Churchill Livingstone. Elsevier

5. Tortora, GJ & Derrickson, BH. Principles of anatomy and physiology. 14th

edition, Hoboken, Wiley. 2014.

6. Tanagho, Emil A, McAninch, Jack W. Smith’s general urology. 17 th edition.

Mc Graw Hill Medical. 2008.

7. Walsh C. Urology. Tenth Editon. Elsevier. 2012. 56-9

8. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6. Jakarta:

EGC; 2012.

9. Perkumpulan Kontinensia Indonesia. Panduan Tatalaksana Urine pada

Dewasa. Edisi kedua. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2018. 1-92

10. Purnomo BB. Dasar Dasar Urologi. Edisi Ketiga. Sagung Seto. 2016. 163-6

54
11. Malde S, Palmisani S, Al-Kaisy A, Sahai A. Guideline of Bladder Pain

Syndrome. BJU Journal. 2018; 1: 1-9

12. Dorsher PT, Mcintosh PM. Neurogenic Bladder. Hindawi. 2012; 1: 1-16

13. Snell, Richard S., M.D, PhD. Anatomi Klinis: Berdasarkan Sistem. Jakarta:
EGC.2012; 765-770.
14. Tritschler Stefan, Roosen Alexander, Fullhase Claudius, Stief. G Christian,
Rubben Herbert. Urethral Stricture: Etiology, Investigation and Treatments.
Deutsches Arzteblatt International. 2013;110(13): 220-226.
15. Hariwibowo, Rinto dan Harrina E. Rahardjo. Pilihan terapi pada overactive
bladder refrakter. eJKI. 2014. 2(2); 194-202.

55

Anda mungkin juga menyukai