Anda di halaman 1dari 36

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

( KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT)

DISUSUN OLEH :

NAMA : WURI HANDAYANI

NIM : 1814301006

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN AJARAN

2020/2021
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat ,
karunia, serta taufik dan hidayahnya dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep
Pemberdayaan Masyarakat“ dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan
juga berterimakasih kepada ibu Tumiur Sormin, SKM., M.Kes. dosen mata kuliah kesehatan
masyarakat yang telah memberikan tugas ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “Konsep Pemberdayaan Masyarakat”. Saya, juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan

Bandar Lampung, 16 April 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
I. Latar Belakang 1
II. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN 2
A. Definisi Pemberdayaan Masyarakat 2
B. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat 3
C. Bentuk – Bentuk Pemberdayaan Masyarakat 4
D. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat 9
E. Filosofi Pemberdayaan Masyarakat 10
F. Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan 14

BAB III PENUTUP 28

KESIMPULAN 28

DAFTAR PUSTAKA 29

iv
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan
membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan
bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Masyarakat adalah
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu  sistem adat istiadat tertentu
yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama
(Koentjaraningrat, 2009). Dalam beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas,
pemberdayaan masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan
kekuasaan agar suara mereka didengar guna memberikan kontribusi kepada
perencanaan dan keputusan yang mempengaruhi komunitasnya (Foy, 1994).
Pemberdayaan adalah proses transisi dari keadaan ketidakberdayaan ke keadaan
kontrol relatif atas kehidupan seseorang, takdir, dan lingkungan (sadan,1997).

Pada Pemberdayaan pendekatan proses lebih  memungkinkan pelaksanaan


pembangunan yang memanusiakan manusia. Dalam  pandangan ini pelibatan
masyarakat dalam pembangunan lebih mengarah kepada  bentuk partisipasi, bukan
dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat dalam  perumusan program membuat
masyarakat tidak semata-mata berkedudukan  sebagai konsumen program, tetapi juga
sebagai produsen karena telah ikut serta  terlibat dalam proses pembuatan dan
perumusannya, sehingga masyarakat merasa  ikut memiliki program tersebut dan
mempunyai tanggung jawab bagi  keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih
bagi partisipasi pada tahaptahap berikutnya (Soetomo, 2006).

II. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagaai berikut ;
1. Memahami Definisi Pemberdayaan Masyarakat.
2. Memahami Tujuan Pemberdayaan Masyarakat.
3. Memahami Bentuk-Bentuk Pemberdayaan Masyarakat.
4. Memahami Prinsip Pemberdayaan Masyarakat.
5. Memahami Filosofi Pemberdayaan Masyarakat.
6. Memahami Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang Kesehatan.

1
2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan daya (empowerment)


atau penguatan (strengthening) kepada masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga diartikan
sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun
keberdayaan masyarakat yang bersangkutan sehingga bertujuan untuk menemukan alternatif-
alternatif baru dalam pembangunan masyarakat (Mardikanto, 2014).

Menurut Suharto(2005:60), pemberdayaan masyarakat juga dimaknai sebagai sebuah proses


dan tujuan, dengan penjelasan sebagai berikut:

 Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat


kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami
masalah kemiskinan. 
 Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti kepercayaan diri, menyampaikan
aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan
mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Menurut Fahrudin (2012:96-97), pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk


memampukan dan memandirikan masyarakat yang dilakukan dengan upaya sebagai berikut:

1. Enabling, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi


masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia,
setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah
upaya untuk membangun daya itu dengan cara mendorong (encourage), memotivasi
dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya serta
berupaya untuk mengembangkannya.
2. Empowering, yaitu meningkatkan kapasitas dengan memperkuat potensi atau daya
yang dimiliki oleh masyarakat. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata seperti

3
penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses kepada berbagai
peluang yang dapat membuat masyarakat menjadi makin berdayaan. 
3. Protecting, yaitu melindungi kepentingan dengan mengembangkan sistem
perlindungan bagi masyarakat yang menjadi subjek pengembangan. Dalam proses
pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena
kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi dalam hal ini dilihat
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta
eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

B. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Mardikanto (2014:202), terdapat enam tujuan pemberdayaan masyarakat, yaitu:

1. Perbaikan kelembagaan (better institution). Dengan perbaikan kegiatan/tindakan


yang dilakukan, diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk
pengembangan jejaring kemitraan usaha. 
2. Perbaikan usaha (better business). Perbaikan pendidikan (semangat belajar),
perbaikan aksesibisnislitas, kegiatan dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan
memperbaiki bisnis yang dilakukan.
3. Perbaikan pendapatan (better income). Dengan terjadinya perbaikan bisnis yang
dilakukan, diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang diperolehnya,
termasuk pendapatan keluarga dan masyarakatnya.
4. Perbaikan lingkungan (better environment). Perbaikan pendapatan diharapkan
dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan
seringkali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang terbatas. 
5. Perbaikan kehidupan (better living). Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan
yang membaik, diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga
dan masyarakat. 
6. Perbaikan masyarakat (better community). Kehidupan yang lebih baik, yang
didukung oleh lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan akan
terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik pula.

4
C. Bentuk – Bentuk Pemberdayaan Masyarakat

1. Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang Pemerintahan  Desa

Pemberdayaan masyarakat di bidang pemerintahan desa mencakup semua sumber daya yang
ada di pemerintahan desa seperti kepala desa, perangkat desa dan BPD. Bentuk dari
pemberdayaan ini dapat berupa pelatihan, musyawarah dalam penyusunan program-program
desa, koordinasi dalam pelaksanaan program-program desa, dan peningkatan kualitas kinerja
di pemerintahan desa. Dengan adanya program pemberdayaan ini, diharapkan dapat
meningkatkan kinerja dipemerintahan desa dalam membangun serta memajukan desa.

2. Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang Kelembagaan

Program pemberdayaan masyarakat di bidang kelembagaan mencakup semua lembaga


kemasyarakat yang ada di desa. Program ini bertujuan untuk membangun lembaga yang lebih
terarah, produktif, dan terorganisir. Bentuk program pemberdayaan ini dapat berupa 
pelatihan, penyelenggaraan kegiatan, dan peningkatan sarana/prasarana. Dengan adanya
program pemberdayaan di bidang kelembagaan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja
lembaga agar dapat membantu pemerintah desa dalam menjalankan roda pembangunan.

3. Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Ekonomi

Program pemberdayaan masyarakat desa di bidang ekonomi termasuk kedalam program


yang sangat penting. Tujuannya untuk membuat masyarakat desa mandiri dan juga sejahtera.
Banyaknya potensi alam yang dimiliki jika diolah dengan baik akan bisa menyehaterakan
masyarakat desa setempat. Karena itu pemerintah pusat membuat sebuah program
pemberdayaan masyarakat salah satunya di bidang ekonomi. Adapun program tersebut
mencakup;

 Pemberdayaan UMKM

Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah atau UMKM ini tergantung dari potensi
yang ada di daerah tersebut. Contohnya saja, di Kota Cirebon dikenal dengan produk-
produk batik, maka warga setempat bisa mengoptimalkan hal tersebut untuk
kesejahteraan bersama. Atau di kota Garut yang banyak warga menjual kerajinan
sehingga bisa dijadikan untuk UMKM. Peran pemerintah adalah memberikan subsidi

5
bunga kepada pelaku usaha ini. Kemudian ada satu hal lagi yang dimunculkan oleh
Kementerian Keuangan yaitu usaha mikro. Jadi ini diberikan kepada masyarakat
kelompok pelaku usaha yang lebih mikro, ultra mikro.

 BUMDes

BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
desa melalui penyertaan modal langsung yang berasal dari kekayaan desa.Lembaga ini
digadang-gadang sebagai kekuatan yang akan bisa mendorong terciptanya peningkatan
kesejahteraan dengan cara menciptakan produktivitas ekonomi bagi desa dengan berdasar
pada ragam potensi yang dimiliki desa. Di Jawa Barat contohnya, BUMDes ini bisa
disinkronasikan dengan desa digital. Dimana potensi BUMDes bisa dilihat dari akun desa
digital juga tersebut kemudian. Yang nantinya produk-produk BUMDes tersebut dibagi
menjadi tiga zona, yakni Zona Merah bagi desa yang tidak memiliki perusahaan
(BUMDes), Zona Kuning untuk desa yang sedang memproses ataupun mengembangkan
BUMDes-nya, serta Zona Hijau bagi desa yang telah memiliki BUMDes dan sudah
beroperasi. Dari zona inilah pemerintah daerah maupun pusat pun bekerja, terutama
dalam hal pemberian modal pada masing-masing daerah tersebut.

Selain dua hal di atas terdapat pula pelatihan workshop, pemberian modal, bantuan
alat produksi, peningkatan saran dan prasarana, dan lain sebagainya. Goalnya adaldah
dengan adanya pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi ini diharapkan dapat
meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat.

4. Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang Teknologi

Program pemberdayaan masyarakat di bidang teknologi merupakan program pemerintah


desa dalam mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, penggunaan teknologi juga dapat
meningkatkan kinerja agar lebih cepat dan akurat. Bentuk program pemberdayaan ini dapat
berupa pelatihan, pengembangan teknologi, dan penggunaan teknologi dalam proses kerja
dan kehidupan masyarakat. dengan adanya pemberdayaan masyarakat di bidang teknologi
diharapkan dapat meningkatkan daya saing masyarakat, memudahkan masyarakat dalam
bekerja, serta memudahkan masyarakat untuk berbagi dan mendapatkan informasi.

6
5. Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Pertanian

Seperti yang diketahui bersama, hampir di setiap desa yang ada di Indonesia memiliki
lahan pertanian yang cukup berlimpah.Pertanian ini menjadi mata pencaharian utama para
warga yang nantinya bisa didistribusikan ke setiap daerah yang ada di Indonesia.

Bidang pertanian yang sangat potensial tentunya menjadi perhatian pemerintah agar bisa
berkembang lebih baik lagi. Karena itu, pemerintah pun berkoordinasi dengan pemerintah
desa untuk membuat program pemberdayaan masyarakat desa yang revolusioner dan juga
inovatif. Adapun pemberdayaan tersebut mencakup ;

 Pelatihan dan Pembinaan untuk para Petani

Para penduduk desa yang berporofesi sebagai petani, pasti sudah memiliki ilmu ‘’turun
menurun’’ sehingga secara kasat mata mereka tidak memerlukan pelatihan atau pembinaan.
Namuan seiring dengan berkembangnya teknologi dan zaman, perubahan itu pasti ada
sehingga mau tidak mau para petani tersebut diberikan pelatihan dan pembinaan agar bisa
bersaing dengan siapapun. Contohnya saja, dulu ketika membajak sawah pasti menggunakan
tenaga sapi atau kerbau . Namun, seiring dengan berkurangnya populasi hewan-hewan
tersebut dan juga berkembangnya teknologi munculnya alat bernama traktor yang lebih
memudahkan manusia untuk membajak sawah.Pengoperasian alat tersebut tentunya harus
dibantu oleh ahlinya agar para petani desa paham serta bisa menggunakannya dengan
optimal.

 Pengetahuan Tentang Pengairan Sawah

Banyak petani yang saat ini sulitnya untuk mengairi sawah dikarenakan banyaknya
infrastruktur dan juga pabrik-pabrik yang dibangun di desa. Tentunya, dengan hal ini harus
ada pemberdayaan pemberi pengetahuan tentang pengairan sawah dengan cara lain ataupun
mencari solusi dari hal tersebut.

 Pendistribusian Hasil Pertanian ke Pasar atau Koperasi

Karena lahan pertanian tersebut merupakan mata pencaharian utama para petani, maka
hasil pertanian tersebut akan dijual yang biasanya lewat pasar tradisional ataupun koperasi

7
desa. Para petani masa kini harus diajari pula tentang menentukan harga penjualan dan modal
serta cara mengelola keuangan apabila ada pemasukan yang masuk.

6. Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan

Pemerintah pun membuat sebuah program pemberdayaan masyarakat desa yang


bergerak dalam bidang kesehatan. Diharapkan dengan adanya program pemberdayaan
tersebut, masyarakat desa bisa meningkatkan kualitas hidup dan peduli akan kesehatannya.
Bila dilihat secara kasat mata, bidang kesehatan di desa ini seringkali menjadi ‘’PR’’ besar
pemerintah. Banyak desa yang masih tertinggal karena tidak adanya sarana dan prasarana
kesehatan serta petugas kesehatan yang mumpuni untuk menangani penyakit-penyakit
mereka. Hal ini memang tidak sepenuhnya kesalahan pemerintah, karena kerap berbenturan
dengan nilai adat istiadat dan juga kepercayaan mereka.

Maka dari itu, jangan kaget bial di desa masih banyak petugas medis non resmi seperti dukun
beranak untuk menolong ibu yang melahrikan, dukun, mantri, dan sebutan lainnya. Namun,
hal tersebut tidak bisa dibiarkan karena bagaimanapun juga berkembangnya zaman saat ini
juga sebanding dengan munculnya berbagai penyakit yang ada dan harus ditangani oleh
petugas medis ahli. Maka dari itu, pemerintah melakukan program pemberdayaan tersebut
dengan bertahap. Pemberdayaan yang dilakukan meliputi;

 Peningkatan Sarana dan Prasarana

Mulai dari renovasi atau dibangunnya puskesmas atau pusat kesehatan masyarakat yang
memadai. Artinya disediakan pula tenaga medis yang professional, alat yang memadai, serta
fasilitas kesehatan yang lengkap. Selain tenaga medis yang berasal dari luar, bisa pula
memberdayakan masyarakat sekitar untuk membantu di bagian-bagian yang memang layak
untuk mereka isi sesuai minat dan bakatnya.

 Promosi dan Penyuluhan Program Kesehatan

Kesadaran masyarakat di Desa masih sangat minim. Contoh nyata yang bisa kita temui
adalah seperti tentang kesadaran mencuci tangan sebelum makan atau sesudah BAB. Selain
itu mereka pun masih sering mengabaikan penyakit-penyakit lain yang bisa menular pada

8
anggota keluarga atau masyarakat di sekitarnya. Dan yang lebih parah tentang ibu yang
memiliki bayi kerap diberikan makanan padahal usianya masih di bawah 6 bulan.

Pentingnya penyuluhan agar life style masyarakat desa bisa berubah dan memiliki
pengetahuan yang mumpuni tentang hal tersebut. Pemerintah desa bia bekerja sama dengan
PKK yang ada di desa untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan tersebut.

7. Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Pendidikan

Pendidikan adalah program terpenting yang harus bisa dirasakan oleh masyarakat desa
maupun kota. Pasalnya, Pendidikan ini adalah gerbang awal agar para masyarakat bisa
mengetahui berbagai macam hal yang ada di sekitarnya. Bila Pendidikan tidak dinikmati
langsung oleh para masyarakat di desa mereka akan menjadi masyarakat tertinggal dalam
segala hal. Hampir sama dengan kesehatan, Pendidikan di desa ini belum bisa dilakukan
secara optimal karena masih banyak desa yang belum tersentuh Pendidikan dengan baik.
Maka dari itu, pemerintah wajib memberlakukan pemberdayaan masyarakat dalam bidang
Pendidikan dengan mencakup;

 Peningkatan Sarana dan Prasarana

Merenovasi bangunan sekolah atau membangun sekolahan agar para masyarakat desa
tidak perlu jauh-jauh untuk menuntut ilmu. Kondisi yang berkembang di tengah masyarakat
adalah banyak siswa-siswa yang harus menempuh perjalanan ke sekolah dengan jarak yang
cukup jauh. Tidak hanya itu, ada pula yang harus menempuh sekolah melewati jembatan atau
jalan yang sudah tidak layak. Bila belum memungkinkan membangun sekolah, pemerintah
bisa menyediakan Lembaga Pendidikan yang setara dengan apa yang mereka butuhkan.

 Tenaga Pengajar yang Memadai

Selain sarana dan prasarana yang biasanya menjadi masalah adalah tenaga pengajar itu
sendiri. Masih sangat kurang tenaga kerja pengajar sehingga banyak desa yang diajar oleh
kepala sekolah sekaligus guru yang mengajar di kelas atau sekolah lain. Hal ini disebabkan
masih engganya tenaga pengajar di kota yang mengajar di desa. Ataupun tenaga pengajar
setempat belum memiliki pengetahuan yang memadai. Maka solusi dari hal tersebut adalah
memberikan pelatihan dan penyuluhan tenaga-tenaga pengajar setempat. Selain harus

9
diperhatikan dua hal di atas, perhatikan pula tentang pemberian beasiswa anak berprestasi
yang kerap luput perhatian dari pemerintah setempat maupun daerah. Serta adakan pula
program untuk membantu siswa-siswa yang tidak mampu agar bisa mengenyam Pendidikan
dengan mana semestinya.

8. Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Agama

Program pemberdayaan masyarakat dalam bidang agama pun patut untuk


diperhitungkan. Kita boleh bangga dengan anak yang cerdas dan baik dalam hal akademik.
Tetapi akan lebih bahagia lagi apabila anak memiliki kecerdasan dan kemampuan dalam
bidang Agama. Kita bisa meniru dan memodifikasi program pemerintah jawa barat, dimana
mereka mencanangkan satu desa satu hafidz. Dimana hafudz tersebut bisa diberikan beasiswa
mengenyam Pendidikan di luar negeri. Tentunya program ini menjadi angin segar bagi para
hafidz di desa dan juga memotivasi anak-anak untuk bisa menjadi seorang hafidz. Pemerintah
desa yang ada di daerah lain bisa mencontoh program ini tentunya didukung dengan
peningkatan berbagai hal yang menunjang hal tersebut. Seperti pemberian intensif untuk guru
ngaji dengan nominal yang layak dan sesuai, Pemberian fasilitas yang mendukung kegiatan
pengajian, adanya pelatihan bagi guru atau anak-anak hafidz untuk bisa termotivasi menajdi
seorang hafidz, renovasi tempat ibadah, dan lain sebagainya. Bila di desa banyak anak yang
hafidz, maka akan berpengaruh terhadap perilaku masyarakat desa itu sendiri. Dimana
mereka memiliki kecerdasaan spiritual dan juga emosional. Dan yang lebih membanggakan
lagi adalah bila akhirat dikejar maka dunia pun akan mengikuti.

D. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Terdapat empat prinsip yang sering digunakan untuk suksesnya program


pemberdayaan, yaitu prinsip kesetaraan, partisipasi, keswadayaan atau kemandirian, dan
berkelanjutan (Najiati dkk, 2005:54). Adapun penjelasan terhadap prinsip-prinsip
pemberdayaan masyarakat tersebut adalah sebagai berikut:

a. Prinsip Kesetaraan 
Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah
adanya kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan lembaga yang
melakukan program-program pemberdayaan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan.
Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan mengembangkan mekanisme

10
berbagai pengetahuan, pengalaman, serta keahlian satu sama lain. Masing-masing saling
mengakui kelebihan dan kekurangan, sehingga terjadi proses saling belajar.

b. Partisipasi 
Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat adalah
program yang sifatnya partisipatif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi oleh
masyarakat. Namun, untuk sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan proses
pendampingan yang melibatkan pendamping yang berkomitmen tinggi terhadap
pemberdayaan masyarakat.

c. Keswadayaan atau kemandirian 


Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan
masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin sebagai
objek yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan sebagai subjek yang memiliki
kemampuan sedikit (the have little). Mereka memiliki kemampuan untuk menabung,
pengetahuan yang mendalam tentang kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi
lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan kemauan, serta memiliki norma-norma
bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi. Semua itu harus digali dan dijadikan modal dasar
bagi proses pemberdayaan. Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus dipandang
sebagai penunjang, sehingga pemberian bantuan tidak justru melemahkan tingkat
keswadayaannya.

d. Berkelanjutan 
Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan, sekalipun pada awalnya
peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri. Tapi secara perlahan dan
pasti, peran pendamping akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus, karena masyarakat
sudah mampu mengelola kegiatannya sendiri.

E. Filosofi Pemberdayaan Masyarakat

Filosofi Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan di era kekinian sudah bergerak ke arah


perspektif people centered development di mana masyarakat menjadi fokus dan aktor utama
dalam pembangunan. Perspektif ini dalam implementasinya menggunakan pendekatan
pemberdayaan masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat ini digunakan karena
sumber masalah kemiskinan, ketimpangan, ketidakadilan dan keterbelakangan adalah
ketidakberdayaan masyarakat (Soetomo, 2011). Dalam konteks ke-Indonesia-an, kemiskinan,
11
ketimpangan dan ketidakadilan yang berujung krisis di masa lampau disebabkan oleh adanya
kebijakan pembangunan ekonomi yang mengedepankan growth paradigm sebagai
strateginya. Strategi yang didasari pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini memberikan
implikasi pada berbagai bidang pembangunan yang cenderung eksploitatif dan extract
resources yang mengejar devisa setinggi-tingginya tanpa memperhatikan kerugian fisik,
sosial dan budaya masyarakat yang tidak ternilai harganya. Akibatnya masyarakat menjadi
termarjinalkan yang berujuang pada kemiskinan, ketika akses terhadap sumberdaya agraria
dan tanah dibatasi (Sutaryono, 2008a).

Dalam konteks keagrariaan-pertanahan, ketidakberdayaan masyarakat juga sangat


dirasakan. Bahkan hingga saat ini, ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang
disebabkan oleh terbatasnya akses masyarakat terhadap sumberdaya agraria juga masih
terjadi. Di samping itu, keterbatasan terhadap informasi terkait pelayanan pertanahan dan
keagrariaan juga masih sangat dirasakan. Oleh karena itu, sebagai bagian dari upaya
pemberdayaan 2 masyarakat di bidang agraria-pertanahan, Sutaryono (2012) menulis artikel
dengan judul “Mendorong Masyarakat Melek Agraria”. “Melek Agraria” dalam konteks ini
dimaksudkan sebagai sebuah kesadaran bersama mengenai pentingnya persoalan keagrariaan-
termasuk pertanahan- sebagai sumber kemakmuran seluruh bangsa Indonesia. Pada dasarnya,
kesadaran bersama pentingnya persoalan keagrariaan, secara konstitusional telah terwujud
dalam Pasal 33 (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kesadaran konstitusional tersebut diimplementasikan
hingga terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan UUPA (Sutaryono, 2012). Kondisi melek agraria
sebagaimana di atas menjadi titik masuk untuk pemberdayaan masyarakat di bidang agraria-
pertanahan.

Secara kelembagaan, terbitnya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional (BPN) yang diikuti dengan munculnya Peraturan Kepala BPN Nomor 4
Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
dan Kantor Pertanahan, memunculkan babak baru dalam pengelolaan dan pelayanan
pertanahan. Berdasarkan perpres tersebut fungsi BPN RI semakin luas dan semakin kuat,
terutama berkaitan dengan upaya-upaya untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran

12
rakyat melalui pendayagunaan sumberdaya agraria/pertanahan dan pemberdayaan masyarakat
(Sutaryono, 2008b).

Dalam konteks pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, kebijakan ini


tampaknya merupakan upaya untuk membumikan agenda pengendalian dan pemberdayaan.
Pada peraturan perundang-undangan sebelumnya, institusi pengendalian pertanahan dan
pemberdayaan masyarakat hanya sampai pada tingkat direktorat, sedangkan berdasarkan
Perpres 10/2006 3 sudah sampai pada level sub seksi di jajaran kantor pertanahan. Dapat
dipastikan bahwa keberadaan struktur yang ada pada tingkat pusat (direktorat), cenderung
tidak mengakar dan belum memberikan tingkat implementasi secara riil. Atau malah baru
pada taraf diskursus tentang konseptualisasi terminologi, mengingat masih miskinnya
informasi dan agenda kerja mengenai pengendalian pertanahan dan pemberdayaan
masyarakat selama ini. Nah, keberadaan sub seksi pengendalian pertanahan dan
pemberdayaan masyarakat di kantor pertanahan dapat dimaknai sebagai upaya untuk
membumikan agenda pengendalian dan pemberdayaan sebagai salah satu strategi baru dalam
pembangunan pertanahan.

Dalam konteks kekinian, Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian
Agraria dan Tata Ruang dan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan
Pertanahan Nasional telah ditindaklanjuti dengan Permen ATR/Kepala BPN Nomor 38
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian ATR/BPN dan Permen
ATR/Kepala BPN Nomor 38 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah
BPN dan Kantor Pertanahan. Dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang baru
sebagaimana di atas, tugas pokok dan fungsi pemberdayaan masyarakat tetap dipertahankan,
hanya nomenklaturnya menjadi pemberdayaan hak tanah masyarakat. Pergeseran terminologi
ini menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan belum mendapatkan
tempat yang proporsional dan dipahami oleh masyarakat luas, utamanya Sumber Daya
Manusia pada Kementerian ATR/BPN.

Pemberdayaan masyarakat dengan pemberdayaan hak tanah masyarakat adalah hal yang
berbeda. Oleh karena itu, pemahaman terkait aspek filosofis dan konsep pemberdayaan
masyarakat menjadi hal yang urgent untuk dikedepankan. Pemberdayaan Masyarakat saat ini
telah menjadi pendekatan utama dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan
pembangunan yang berada dan 4 melibatkan masyarakat. Secara filosofis, pendekatan
pemberdayaan masyarakat adalah pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai

13
fokus-nya. Masyarakat, mulai dari tingkat komunitas terbawah diberikan peluang dan
kewenangan dalam pengelolaan pembangunan, mulai dari proses pengambilan keputusan,
perencanaan hingga pelaksanaan pembangunan. Termasuk dalam kegiatan di atas adalah
identifikasi masalah, identifikasi kebutuhan, perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan,
monitoring dan evaluasi serta menikmati hasil pembangunan (Soetomo, 2011).

Pendekatan pemberdayaan masyarakat ini muncul dan berkembang sebagai bentuk respon
atas kebijakan pembangunan di masa lalu yang hanya menempatkan masyarakat sebagai
obyek belaka. Pada hal disadari betul bahwa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
berikut kebutuhannya, masyarakatlah yang paling tahu. Oleh karena itu, apabila masyarakat
tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau diberikan kewenangan dalam
perencanaan program pembangunan, maka program pembangunan yang dilaksanakan bisa
jadi tidak tepat sasaran atau program pembangunan tersebut bukanlah program yang
dibutuhkan oleh masyarakat.

Pendekatan pemberdayaan ini tumbuh dan berkembang seturut dengan bergesernya


berbagai paradigma yang lebih mengutamakan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.
Pergeseran paradigma tersebut antara lain pergeseran sentralisasi menjadi desentralisasi, top
down menjadi bottom up, ketergantungan menjadi keberlanjutan, social exclusion menjadi
sosial inclusion dan improvement menjadi transformation (Soetomo, 2011).

Pergeseran tersebut pada dasarnya diorientasikan untuk menyelesaikan berbagai


permasalahan ketidakadilan dan ketimpangan serta digunakan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dasar masyarkata. Dalam hal ini Sjahrir (1986) menyebutkan bahwa ada 4 (empat)
alternatif strategi dalam pemenuhan kebutuhan dasar, yakni:

(1) perubahan struktural yang meliputi redistribusi 5 modal produktif. Dalam hal ini,
bentuk pemberdayaannya dapat berupa redistribusi tanah melalui land reform;

(2) perubahan kebijakan dalam kerangka makro sembari meningkatkan partisipasi


masyarakat;

(3) penanganan sektoral untuk memperbaiki kehidupan masyarakat melalui berbagai


pelayanan sosial; dan

(4) pendekatan paket pelayanan kebutuhan dasar bagi masyarakat, khususnya masyarakat
miskin dan berpenghasilan rendah (Soetomo, 2011).

14
Apabila proses-proses pemberdayaan dapat dijalankan dengan baik, maka pemenuhan
kebutuhan dasar bagi masyarakatpun aakan dapat dijalankan. Hal ini menunjukkan bahwa
filsosofi pemberdayaan benar-benar mampu memandirikan dan kebutuhan dasar masyarakat
untuk hidup dapat benar-benar direalisasikan.

F. Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses untuk


menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan (Supardan, 2013). Gerakan pemberdayaan masyarakat juga
merupakan cara untuk menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat
masyarakat mampu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Strategi ini tepatnya
ditujukan pada sasaran primer agar berperan serta secara aktif (Supardan, 2013).

Hikmat (2001) menyebutkan pemberdayaan dalam wacana pembangunan selalu


dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringankerja, dan keadilan. Pada
dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Isbandi
Rukminto Adi (2008) menyatakan pembangunan masyarakat digunakan untuk
menggambarkan pembangunan bangsa secara keseluruhan.

Dalam arti sempit istilah pengembangan masyarakat di Indonesia sering dipadankan


dengan pembangunan masyarakat desa dengan mempertimbangkan desa dan kelurahan
berada pada tingkatan yang setara sehingga pengembangan masyarakat (desa) kemudian
menjadi dengan konsep pengembangan masyarakat lokal (locality development).

UKBM (upaya kesehatan bersumberdaya manusia) adalah salah satu wujud nyata
peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Kondisi ini ternyata mampu
memacu munculnya berbagai bentuk UKBM lainnya seperti Polindes, POD (pos obat
desa), pos UKK (pos upaya kesehatan kerja), TOGA (taman obat keluarga), dana sehat
dan lain-lain (Nurbeti, M. 2009).

2. Proses Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan


Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga
proses yaitu:

15
a) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi
yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat
tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan
atau kemampuan, dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran
(awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya.
b) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-wering),
sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana.
c) Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan,
harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena
kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang kuat.

Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan masyarakat


menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkamampuan. Kaitannya dengan indikator
masyarakat berdaya, Nurbeti, M ( 2009) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya
yaitu:

1) Mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi


perubahan ke depan),
2) Mampu mengarahkan dirinya sendiri,
3) Memiliki kekuatan untuk berunding,
4) Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling
menguntungkan, dan
5) Bertanggungjawab atas tindakannya.

Notoadmojdo (2007) menyatakan bahwa meskipun proses pemberdayaan suatu


masyarakat merupakan suatu proses yang berkesinambungan, namun dalam implementasinya
tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus dalam pelaksanaannya. Tak
jarang ada kelompok-kelompok dalam komunitas yang melakukan penolakan terhadap
”pembaharuan” ataupun inovasi yang muncul. Watson (Adi, 2013) menyatakan beberapa
kendala (hambatan) dalam pembangunan masyarakat, baik yang berasal dari kepribadian
individu maupun berasal dari sistem sosial:

 Berasal dari Kepribadian Individu; kestabilan (Homeostatis), kebiasaan (Habit), seleksi


Ingatan dan Persepsi (Selective Perception and Retention),  ketergantungan (Depedence),

16
Super-ego,  yang terlalu kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau menerima
pembaharuan, dan rasa tak percaya diri (self- Distrust)
 Berasal dari Sistem Sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (Conformity to Norms),
yang”mengikat” sebagian anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu, kesatuan
dan kepaduan sistem dan budaya (Systemic and Cultural Coherence), kelompok
kepentingan (vested Interest), hal yang bersifat sacral (The Sacrosanct), dan penolakan
terhadap ”Orang Luar” (Rejection of Outsiders)

3. Ciri Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

Suatu kegiatan atau program dapat dikategorikan ke dalam pemberdayaan


masyarakat apabila kegiatan tersebut tumbuh dari bawah dan non-instruktif serta dapat
memperkuat, meningkatkan atau mengembangkan potensi masyarakat setempat guna
mencapai tujuan yang diharapkan. Bentuk-bentuk pengembangan potensi masyarakat tersebut
bermacam-macam, antara lain sebagai berikut :

1) Tokoh atau pimpinan masyarakat (Community leader)

Di sebuah mayarakat apapun baik pendesaan, perkotaan maupun pemukiman elite


atau pemukiman kumuh, secara alamiah aka terjadi kristalisasi adanya pimpinan atau tokoh
masyarakat. Pemimpin atau tokoh masyarakat dapat bersifat format (camat, lurah, ketua
RT/RW) maupun bersifat informal (ustadz, pendeta, kepala adat). Pada tahap awal
pemberdayaan masyarakat, maka petugas atau provider kesehatan terlebih dahulu melakukan
pendekatan-pendekatan kepada para tokoh masyarakat.

2) Organisasi masyarakat (community organization)

Dalam suatu masyarakat selalu ada organisasi-organisasi kemasyarakatan baik


formal maupun informal, misalnya PKK, karang taruna, majelis taklim, koperasi-koperasi
dan sebagainya.

3) Pendanaan masyarakat (Community Fund)

Sebagaimana uraian pada pokok bahasan dana sehat, maka secara ringkas dapat
digaris bawahi beberapa hal sebagai berikut: “Bahwa dana sehat telah berkembang di
Indonesia sejak lama(tahun 1980-an) Pada masa sesudahnya(1990-an) dana sehat ini semakin

17
meluas perkembangannya dan oleh Depkes diperluas dengan nama program JPKM (Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat).

4) Material masyarakat (community material)

Seperti telah diuraikan disebelumnya sumber daya alam adalah merupakan salah
satu potensi msyarakat. Masing-masing daerah mempunyai sumber daya alam yang berbeda
yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan.

5) Pengetahuan masyarakat (community knowledge)

   Semua bentuk penyuluhan kepada masyarakat adalah contoh pemberdayaan masyarakat


yang meningkatkan komponen pengetahuan masyarakat.

6) Teknologi masyarakat (community technology)

   Dibeberapa komunitas telah tersedia teknologi sederhana yang dapat dimanfaatkan


untuk pengembangan program kesehatan. Misalnya penyaring air bersih menggunakan pasir
atau arang, untuk pencahayaan rumah sehat menggunakan genteng dari tanah yang
ditengahnya ditaruh kaca. Untuk pengawetan makanan dengan pengasapan dan sebagainya
(Nurbeti, M. 2009).

4. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran,


kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara,
melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri (Notoadmojdo, 2007). Batasan
pemberdayaan dalam bidang kesehatan meliputi upaya untuk menumbuhkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga secara
bertahap tujuan pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk :

1) Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman akan kesehatan  bagi individu,


kelompok atau masyarakat. Pengetahuan dan kesadaran tentang cara – cara memelihara
dan meningkatkan kesehatan adalah awal dari keberdayaan kesehatan. Kesadaran dan
pengetahuan merupakan tahap awal timbulnya kemampuan, karena kemampuan
merupakan hasil proses belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses yang dimulai

18
dengan adanya alih pengetahuan dari sumber belajar kepada subyek belajar. Oleh sebab
itu masyarakat yang mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan juga melalui proses
belajar kesehatan yang dimulai dengan diperolehnya informasi kesehatan. Dengan
informasi kesehatan menimbulkan kesadaran akan kesehatan dan hasilnya adalah
pengetahuan kesehatan.
2) Timbulnya kemauan atau kehendak ialah sebagai bentuk lanjutan dari kesadaran dan
pemahaman terhadap obyek, dalam hal ini kesehatan. Kemauan atau kehendak
merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan. Oleh sebab itu, teori lain
kondisi semacam ini disebut sikap atau niat sebagai indikasi akan timbulnya suatu
tindakan. Kemauan ini kemungkinan dapat dilanjutkan ke tindakan tetapi mungkin juga
tidak atau berhenti pada kemauan saja. Berlanjut atau tidaknya kemauan menjadi tindakan
sangat tergantung dari berbagai faktor. Faktor yang paling utama yang mendukung
berlanjutnya kemauan adalah sarana atau prasarana untuk mendukung tindakan tersebut.
3) Timbulnya kemampuan masyarakat di bidang kesehatan berarti masyarakat, baik seara
individu maupun kelompok, telah mampu mewujudkan kemauan atau niat kesehatan
mereka dalam bentuk tindakan atau perilaku sehat.

         

Suatu masyarakat dikatakan mandiri dalam bidang kesehatan apabila :

a) Mereka mampu  mengenali masalah  kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi


masalah kesehatan terutama di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri. Pengetahuan
tersebut meliputi pengetahuan tentang penyakit, gizi dan makanan, perumahan dan
sanitasi, serta bahaya merokok dan zat-zat yang menimbulkan gangguan kesehatan.
b) Mereka mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan mengenali potensi-
potensi masyarakat setempat.
c) Mampu memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan dengan
melakukan tindakan pencegahan.
d) Mampu meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus melalui berbagai
macam kegiatan seperti kelompok kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya
(Notoadmojdo, 2007).

5. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

19
Prinsipnya pemberdayaan masyarakat adalah menumbuhkan kemampuan
masyarakat dari dalam masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat bukan sesuatu yang
ditanamkan dari luar. Pemberdayaan masyarakat adalah proses memanpukan masyarakat dari
oleh dan untuk masyarakat itu sendiri, berdasarkan kemampuan sendiri. Prinsip-prinsip
pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan :

1) Menumbuhkembangkan potensi masyarakat.

Didalam masyarakat terdapat berbagai potensi yang dapat mendukung keberhasilan


program-program kesehatan. Potensi dalam masyarakat dapat dikelompokkan
menjadi potensi sumber daya manusia dan potensi dalam bentuk sumber daya alam / kondisi
geografis (Notoadmojdo, 2007).

Tinggi rendahnya potensi sumber daya manusia disuatu komunitas lebih ditentukan
oleh kualitas, bukan kuatitas sumber daya manusia. Sedangkan potensi sumber daya alam
yang ada di suatu masyarakat adalah given. Bagaimanapun melimpahnya potensi sumber
daya alam, apabila tidak didukung dengan potensi sumber daya manusia yang memadai,
maka komunitas tersebut tetap akan tertinggal, karena tidak mampu mengelola sumber alam
yang melimpah tersebut (Kartasasmita, 2011)

2) Mengembangkan gotong royong masyarakat.

Potensi masyarakat yang ada tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa
adanya gotong royong dari masyarakat itu sendiri. Peran petugas kesehatan atau provider
dalam gotong royong masyarakat adalah memotivasi dan memfasilitasinya, melalui
pendekatan pada para tokoh masyarakat sebagai penggerak kesehatan dalam masyarakatnya.

3) Menggali kontribusi masyarakat.

Menggali dan mengembangkan potensi masing – masing anggota masyarakat agar


dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuan terhadap program atau kegiatan yang
direncanakan bersama. Kontribusi masyarakat merupakan bentuk partisipasi masyarakat
dalam bentuk tenaga, pemikiran atau ide, dana, bahan bangunan, dan fasilitas – fasilitas lain
untuk menunjang usaha kesehatan.

4) Menjalin kemitraan

20
Jalinan kerja antara berbagai sektor pembangunan, baik pemerintah, swasta dan
lembaga swadaya masyarakat, serta individu dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama
yang disepakati. Membangun kemandirian atau pemberdayaan masyarakat, kemitraan adalah
sangat penting peranannya.

5) Desentralisasi

Upaya dalam pemberdayaan masyarakatpada hakikatnya memberikan kesempatan


kepada masyarakat lokal untuk mengembangkan potensi daerah atau wilayahnya. Oleh sebab
itu, segala bentuk pengambilan keputusan harus diserahkan ketingkat operasional yakni
masyarakat setempat sesuai dengan kultur masing-masing komunitas dalam pemberdayaan
masyarakat, peran sistem yang ada diatasnya adalah :

o Memfasilitasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan atau program-program


pemberdayaan. Misalnya masyarakat ingin membangun atau pengadaan air bersih,
maka peran petugas adalah memfasilitasi pertemuan-pertemuan anggota
masyarakat, pengorganisasian masyarakat, atau memfasilitasi pertemuan dengan
pemerintah daerah setempat, dan pihak lain yang dapat membantu dalam
mewujudkan pengadaan air bersih tersebut.
o Memotivasi masyarakat untuk bekerjasama atau bergotong-royong dalam
melaksanakan kegiatan atau program bersama untuk kepentingan bersama dalam
masyarakat tersebut. Misalnya, masyarakat ingin mengadakan fasilitas pelayanan
kesehatan diwilayahnya. Agar rencana tersebut dapat terwujud dalam bentuk
kemandirian masyarakat, maka petugas provider kesehatan berkewajiban untuk
memotivasi seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan agar berpartisipasi
dan berkontribusi terhadap program atau upaya tersebut (Notoadmojdo, 2007).

6. Peran Petugas Kesehatan

Peran petugas kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat adalah :

1) Memfasilitasi masyarakat  melalui kegiatan-kegiatan maupun program-program


pemberdayaan masyarakat meliputi pertemuan dan pengorganisasian masyarakat.

21
2) Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bekerja sama dalam melaksanakan
kegiatan pemberdayaan agar masyarakat mau berkontribusi terhadap program
tersebut
3) Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat dengan
melakukan pelatihan-pelatihan yang bersifat vokasional (Nurbeti, M. 2009).

7. Indikator Hasil Pemberdayaan Masyarakat

 Input : Input meliputi SDM, dana, bahan-bahan, dan alat-alat yang mendukung kegiatan

pemberdayaan masyarakat.

 Proses : Proses, meliputi jumlah penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi pelatihan yang
dilaksanakan, jumlah tokoh masyarakat yang terlibat, dna pertemuan-pertemuan yang
dilaksanakan.
 Output : Output, meliputi jumlah dan jenis usaha kesehatan yang bersumber daya masyarakat,
jumlah masyarakat yang telah meningkatkan pengetahuan dari perilakunya tentang
kesehatan, jumlah anggota keluarga yang memiliki usaha meningkatkan pendapatan
keluarga, dan meningkatnya fasilitas umum di masyarakat.
 Outcome : Outcome dari pemberdayaan masyarakat mempunyai kontribusi dalam
menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan angka kelahiran serta meningkatkan
status gizi kesehatan (Notoadmojdo, 2007).

8. Sasaran dalam Pemberdayaan Masyarakat


1) Individu berpengaruh
2) Keluarga dan perpuluhan keluarga
3) Kelompok masyarakat : generasi muda, kelompok wanita, angkatan Kerja
4) Organisasi masyarakat: organisasi profesi, LSM, dll
5) Masyarakat umum: desa, kota, dan pemukiman khusus.

9. Jenis Pemberdayaan Masyarakat


1. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Posyandu merupakan jenis UKBM yang paling memasyarakatkan saat ini. Gerakan
posyandu ini telah berkembang dengan pesat secara nasional sejak tahun 1982. Saat ini
telah populer di lingkungan desa dan RW diseluruh Indonesia. Posyandu meliputi lima

22
program prioritas yaitu: KB, KIA, imunisasi, dan pennaggulangan diare yang terbukti
mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi. Sebagai salah
satu tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan dengan
masyarakat level bawah, sebaiknya posyandu digiatkan kembali seperti pada masa orde
baru karena terbukti ampuh mendeteksi permasalahan gizi dan kesehatan di berbagai
daerah. Permasalahn gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung lapar dan masalah
kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan mudah dihindarkan jika
posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh.

Kegiatan posyandu lebih dikenal dengan sistem lima meja yang meliputi:

 Meja 1       : pendaftaran


 Meja 2       : penimbangan
 Meja 3       : pengisian kartu menuju sehat
 Meja 4       : penyuluhan kesehatan, pemberian oralit, vitamin A dan tablet besi
 Meja 5      :   pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan kesehatan
dan pengobatan serta pelayanan keluarga berencana.

                                      Salah satu penyebab menurunnya jumlah posyandu adalah tidak sedikit jumlah
posyandu diberbagai daerah yang semula ada sudah tidak aktif lagi.

2. Pondok Bersalin Desa (Polindes)

Pondok bersalin desa (Polindes) merupakan salah satu peran serta masyarakat
dalam  menyediakan tempat pertolongan persalinan pelayanan dan kesehatan ibu serta
kesehatan anak lainnya. Kegiatan pondok bersalin desa antara lain melakukan pemeriksaan
(ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan balita), memberikan  imunisasi, penyuluhan
kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu dan anak, serta pelatihan dan pembinaan
kepada kader dan mayarakat.

Polindes ini dimaksudkan untuk menutupi empat kesenjangan dalam KIA, yaitu
kesenjangan geografis, kesenjangan informasi, kesenjangan ekonomi, dan kesenjangan sosial
budaya. Keberadaan bidan di tiap desa diharapkan mampu mengatasi kesenjangan geografis,
sementara kontak setiap saat dengan penduduk setempat diharapkan mampu mengurangi
kesenjangan informasi. Polindes dioperasionalkan melalui kerja sama antara bidan dengan

23
dukun bayi, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan sosial budaya, sementara tarif
pemeriksaan ibu, anak, dan melahirkan yang ditentukan dalam musyawarah LKMD
diharapkan mamou mengurangi kesenjangan ekonomi.

3. Pos Obat Desa (POD) atau Warung Obat Desa (WOD)

Pos obat desa (POD) merupakan perwujudan peran serta masyarakat dalam
pengobatan sederhana terutama penyakit yang sering terjadi pada masyarakat setempat
(penyakit rakyat/penyakit endemik)

Di lapangan POD dapat berdiri sendiri atau menjadi salah satu kegiatan dari UKBM
yang ada. Gambaran situasi POD mirip dengan posyandu dimana bentuk pelayanan
menyediakan obat bebas dan obat khusus untuk keperluan berbagai program kesehatan yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Beberapa pengembangan POD antara lain :

a.    POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya

b.    POD yang diintegrasikan dengan dana sehat

c.    POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu

d.    POD yang dikaitkan dengan pokdes/polindes

e.    Pos Obat Pondok Pesantren (POP) yang dikembangkan di beberapa pondok pesantren.

4. Dana Sehat

Dana telah dikembangkan pada 32 provinsi meliputi 209 kabupaten/kota. Dalam


implementasinya juga berkembang beberapa pola dana sehat, antara lain sebagai berikut :

a.    Dana sehat pola usaha kesehatan sekolah (UKS), dilaksanakan pada 34 kabupaten dan
telah mencakup 12.366 sekolah.

b.    Dana sehat pola pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) dilaksanakan pada
96 kabupaten.

c.    Dana sehat pola pondok pesantren, dilaksanakan pada 39 kabupaten/kota.

24
d.    Dana sehat pola koperasi unit desa (KUD), dilaksanakan pada lebih dari 23 kabupaten,
terutama pada KUD yang sudah tergolong mandiri.

e.    Dana sehat yang dikembangkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dilaksanakan pada
11 kabupaten/kota.

f.     Dana sehat organisasi/kelompok lainnya (seperti tukang becak, sopir angkutan kota dan
lain-lain), telah dilaksanakan pada 10 kabupaten/kota.

Seharusnya dana kesehatan merupakan bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


anggota masyarakat yang belum dijangkau oleh asuransi kesehatan seperti askes, jamsostek,
dan asuransi kesehatan swasta lainnya. Dana sehat berpotensi sebagai wahana memandirikan
masyarakat, yang pada gilirannya mampu melestarikan kegiatan UKBM setempat. Oleh
karena itu, dana sehat harus dikembangkan keseluruh wilayah, kelompok sehingga semua
penduduk terliput oleh dana sehat atau bentuk JPKM lainnya.

5. Lembaga Swadaya Masyarakat

Di tanah air kita ini terdapat 2.950 lembaga swadaya masyarakat (LSM), namun
sampai sekarang yang  tercatat mempunyai kegiatan di bidang kesehatan hanya 105
organisasi LSM. Ditinjau dari segi kesehatan, LSM ini dapat digolongkan menjadi LSM yang
aktivitasnya seluruhnya kesehatan dan LSM khusus antara kain organisasi profesi kesehatan,
organisasi swadaya internasional.

Dalam hal ini kebijaksanaan yang ditempuh adalah sebagai berikut

a.    Meningkatkan peran serta masyarakat termasuk swasta pada semua tingkatan.

b.    Membina kepemimpinan yang berorientasi kesehatan dalam setiap organisasi


kemasyarakatan.

c.    Memberi kemampuan, kekuatan dan kesempatan yang lebih besar kepada organisasi
kemasyarakatan untuk berkiprah dalam pembangunan kesehatan dengan kemampuan sendiri.

d.    Meningkatkan kepedulian LSM terhadap upaya pemerataan pelayanan kesehatan.

e.    Masih merupakan tugas berat untuk melibatkan semua LSM untuk berkiprah dalam
bidang kesehatan.

25
6. Upaya Kesehatan Tradisional

Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah di halaman atau ladang yang
dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat. Dikaitkan dengan peran serta
masyarakat, TOGA merupakan wujud partisipasi mereka dalam bidnag peningkatan
kesehatan dan pengobatan sederhana dengan memanfaatkan obat tradisional. Fungsi utama
dari TOGA adalah menghasilkan tanaman yang dapat dipergunakan antara lain untuk
menjaga meningkatkan kesehatan dan mengobati gejala (keluhan) dari beberapa penyakit
yang ringan. Selain itu, TOGA juga berfungsi ganda mengingat dapat dipergunakan untuk
memperbaiki gizi masyarakat, upaya pelestarian alam dan memperindah tanam dan
pemandangan.

7. Pos Gizi (Pos Timbangan)

Salah satu akibat krisis ekonomi adalah penurunan daya beli masyarakat termasuk
kebutuhan pangan. Hal ini menyebabkan penurunan kecukupan gizi masyarakat yang
selanjutnya dapat menurunkan status gizi. Dengan sasaran kegiatan yakni bayi berumur 6-11
bulan terutama mereka dari keluarga miskin, anak umur 12-23 bulan terutama mereka dari
keluarga miskin, anak umur 24-59 bulan terutama mereka dari keluarga miskin, dan seluruh
ibu hamil dan ibu nifas terutama yang menderita kurang gizi.

Perlu ditekankan bahwa untuk kegiatan pada pos gizi ini apabila setelah diberikan
PMT anak masih menderita kekurangan energi protein (KEP) maka, makanan tambahan terus
dilanjutkan sampai anak pulih dan segera diperiksakan ke puskesmas (dirujuk)

8. Pos KB Desa (RW)

Sejak periode sebelum reformasi upaya keluarga berencana telah berkembang secara
rasional hingga ketingkat pedesaan. Sejak itu untuk menjamin kelancaran program berupa
peningkatan jumlah akseptor baru dan akseptor aktif, ditingkat desa telah dikembangkan Pos
KB Desa (PKBD) yang biasanya dijalankan oleh kader KB atau petugas KB ditingkat
kecamatan.

26
9. Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

Lingkup kegiatan oleh poskestren adalah tak jauh berbeda dengan Pos Obat Desa
namun pos ini khusus ditujukan bagi para santri dan atau masyarakat disekitar pesantren yang
seperti diketahui cukup menjamur di lingkungan perkotaan maupun pedesaan.

10. Saka Bhakti Husada (SBH)

SBH adalah wadah pengembangan minat, pengetahuan dna keterampilan dibidnag


kesehatan bagi generasi muda khususnya anggota Gerakan Pramuka untuk membaktikan
dirinya kepada masyarakat di lingkungan sekitarnya. Sasarannya adalah peserta didik antara
lain : Pramuka penegak, penggalang berusia 14-15 tahun dengan syarat khusus memiliki
minat terhadap kesehatan. Dan anggota dewasa, yakni Pamong Saka, Instruktur Saka serta
Pemimpin Saka.

11. Pos Upaya Kesehatan Kerja (pos UKK)

Pos UKK adalah wadah dari serangkaian upaya pemeliharaan kesehatan pekerja
yang diselenggarakan oleh masyarakat pekerja yang memiliki jenis kegiatan usaha yang sama
dalam meningkatkan produktivitas kerja. Kegiatannya antara lain memberikan pelayanan
kesehatan dasar, serta menjalin kemitraan.

12. Kelompok Masyarakat Pemakai Air (Pokmair)

Pokmair adalah sekelompok masyarakat yang peduli terhadap kesehatan lingkungan


terutama dalam penggunaan air bersih serta pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga
melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan seluruh warga.

13. Karang Taruna Husada

27
Karang tarurna husada dalam wadah kegiatan remaja dan pemuda di tingkat RW
yang besar perannya pada pembinaan remaja dan pemuda dalam menyalurkan aspirasi dan
kreasinya. Dimasyarakat karang taruna banyak perannya pada kegiatan-kegiatan sosial yang
mampu mendorong dinamika masyarakat dalam pembangunan lingkungan dan
masyarakatnya termasuk pula dalam pembangunan kesehatan. Pada pelaksanaan kegiatan
posyandu, gerakan kebersihan lingkungan, gotong-royong pembasmian sarang nyamuk dan
lain-lainnya potensi karang taruna ini snagat besar.

14. Pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan pemerintah terdepan yang memberikan


pelayanan langsung kepada masyarakat. Sejalan dengan upaya pemerataan pelayanan
kesehatan di wilayah terpencil dan sukar dijangkau telah dikembangkan pelayanan
puskesmas dna puskesmas pembantu dalam kaitan ini dipandang selaku tempat rujukan bagi
jenis pelayanan dibawahnya yakni berbagai jenis UKBM sebagaimana tertera di
atas (Notoadmojdo, 2007).

10. Peran Serta Masyarakat Tentang Upaya UKBM


 Wujud peran serta masyarakat

Dari pengamatan pada masyarakat selama ini beberapa wujud peran serta masyarakat
dalam pembangunan kesehatan pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya.
Bentuk-bentuk tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sumber Daya Manusia

Setiap insan dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat. Wujud insan
yang menunjukkan peran serta masyarakat dibidang kesehatan antara lain sebagai berikut:

a. Pemimpin masyarakat yang berwawasan kesehatan


b. Tokoh masyarakat yang berwawasan kesehatan, baik tokoh agama, politisi,
cendikiawan, artis/seniman, budayaan, pelawak, dan lain-lain

28
c. Kader kesehatan, yang sekarang banyak sekali ragamnya misalnya: kader posyandu,
kader lansia, kader kesehatan lingkungan, kader kesehatan gigi, kader KB, dokter
kecil, saka bakti husada, santri husada, taruna husada, dan lain-lain.
2. Institusi/lembaga/organisasi masyarakat

Bentuk lain peran serta masyarakat adalah semua jenis institusi, lembaga atau
kelompok kegiatan masyarakat yang mempunyai aktivitas dibidang kesehatan.

Beberapa contohnya adalah sebagai berikut :

a. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yaitu segala bentuk kegiatan
kesehatan yang bersifat dari, oleh dan untuk masyarakat, yaitu :
 Pos pelayanan terpadu (posyandu)
 Pos obat desa (POD)
 Pos upaya kesehatan kerja (Pos UKK)
 Pos kesehatan di Pondok Pesantren (poskestren)
 Pemberantasan penyakit menular dengan pendekatan PKMD (P2M-PKMD)
 Penyehatan lingkungan pemungkitan dengan pendekatan PKMD (PLp-PKMD)
sering disebut dengan desa percontohan kesehatan lingkungan (DPKL)
 Suka Bakti Husada (SBH)
 Tanaman obat keluarga (TOGA)
 Bina keluarga balita (BKB)
 Pondok bersalin desa (Polindes)
 Pos pembinaan terpadu lanjut usia (Posbindu Lansia/Posyandu Lansia)
 Pemantau dan stimulasi perkembangan balita (PSPB
 Keluarga mandiri
 Upaya kesehatan masjid
b. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mempunyai kegiatan dibidang kesehatan.
Banyak sekali LSM yang berkiprah dibidang kesehatan, aktifitas mereka beragam
sesuai dengan peminatnya
c. Organisasi swadaya yang bergerak dibidang palayanan kesehatan seperti rumah sakit,
rumah bersalin, balai kesehatan ibu dan anak, balai pengobatan, dokter praktik, klinik
24 jam, dan sebagainya (Notoadmojdo, 2007).

29
30
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan daya (empowerment)


atau penguatan (strengthening) kepada masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga diartikan
sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun
keberdayaan masyarakat yang bersangkutan sehingga bertujuan untuk menemukan alternatif-
alternatif baru dalam pembangunan masyarakat (Mardikanto, 2014).

Menurut Mardikanto (2014:202), terdapat enam tujuan pemberdayaan masyarakat,


yaitu: Perbaikan kelembagaan (better institution), Perbaikan usaha (better business),
Perbaikan pendapatan (better income), Perbaikan lingkungan (better environment), Perbaikan
kehidupan (better living),Perbaikan masyarakat (better community).

Filosofi Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan di era kekinian sudah bergerak ke


arah perspektif people centered development di mana masyarakat menjadi fokus dan aktor
utama dalam pembangunan. Perspektif ini dalam implementasinya menggunakan pendekatan
pemberdayaan masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat ini digunakan karena
sumber masalah kemiskinan, ketimpangan, ketidakadilan dan keterbelakangan adalah
ketidakberdayaan masyarakat (Soetomo, 2011).

Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses untuk


menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan (Supardan, 2013). Gerakan pemberdayaan masyarakat juga merupakan cara untuk
menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat mampu untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat. Strategi ini tepatnya ditujukan pada sasaran primer agar
berperan serta secara aktif (Supardan, 2013).

31
DAFTAR PUSTAKA

Admi, Desa. 2019.”5 Bentuk Pemberdayaan Masyarakat Desa yang Revolusioner”,


https://www.folderdesa.com/pemberdayaan-masyarakat-desa/, diakses pada tanggal 16 april
2021

Pendidikan 2,Dosen.2021. “Pengertian Pemberdayaan Masyarakat”,


https://www.dosenpendidikan.co.id/pemberdayaan-masyarakat/, diakses pada tangal 16 april
2021.

http://repositori.unsil.ac.id., diakses pada tanggal 16 april 2021

Moelyanda, Lelyana. 2020. “Makalah Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kesehatan


Masyarakat”,https://www.academia.edu/42610817/Makalah_Pemberdayaan_Masyarakat_D
alam_Kesehatan_masyarakat. diakses pada tanggal 16 april 2021.

Abadi,Ellyani. 2014. “Pemberdayaan Masyaraka Di Bidang Kesehatan”,


http://ellyaniabadi.blogspot.com/2014/10/pemberdayaan-masyarakat-di-bidang.html, diakses
pada tanggal 16 april 2021.

Riadi,Muchlisin.2017.”Tujuan,Prinsip,dan Tahapan Pemberdayaan Masyarakat”,


https://www.kajianpustaka.com/2017/11/tujuan-prinsip-dan-tahapan-pemberdayaan-
masyarakat.html, diakses pada tanggal 16 april 2021

32

Anda mungkin juga menyukai