Makalah KMB 2
Makalah KMB 2
Oleh
Kelompok
1. REINDA S. NASSA
2. JUANG P. NARA HABA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “PENGKAJIAN
SISTEM PERSYARAFAN” sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Dalam penulisan ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril
maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada
rekan dan teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik
yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para
pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang......................................................................................
1.2 Rumusan masalah.................................................................................
1.3 Tujuan...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN PENGKAJIAN SISTEM PERSYARAFAN
2.1 Pengkajian sistem persyarafan..............................................................
2.2 Pengkajian neurologik berdasarkan 11 pola fungsi..............................
2.3 Pengkajian fisik sistem persyarafan......................................................
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengkajian sistem persyarafan
2. Untuk mengetahui pengkajian neurologik berdasarkan 11 pola fungsi
3. Untuk mengetahui pengkajian fisik sistem persyarafan
BAB II
PEMBAHASAN
PENGKAJIAN SISTEM PERSYARAFAN
1. Riwayat Kesehatan
Tujuan diperolehnya riwayat kesehatan klien adalah menentukan status kesehatan
saat ini dan masa lalu dan memperoleh gambaran kapan mulainya penyakit yang diderita
saat ini. Riwayat kesehatan ini meliputi : data biografi, keluhan utama dan riwayat
penyakit saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan
pemeriksaan sistem tubuh.
Data Biografi :
Termasuk diantaranya adalah identitas klien, sumber informasi (klien sendiri atau
orang terdekat/significant other).
Keluhan utama :
Perawat memperoleh gambaran secara detail pada kondisi yang utama dialami klien.
Memperoleh informasi tentang perkembangan, tanda-tanda dan gejala-gejala :
onset (mulainya), faktor pencetus dan lamanya. Perlu menentukan kapan mulainya gejala
tersebut serta perkembangannya.
2. Riwayat kesehatan masa lalu :
Mencakup penyakit yang pernah dialami sebelumnya, penyakit infeksi yang
dialami pada masa kanak-kanak, pengobatan, periode perinatal, tumbuh kembang,
riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pola hidup. Penyakit saraf sering
mempengaruhi kemampuan fungsi-fungsi tubuh. Perawat perlu menanyakan perubahan
tingkat kesadaran, nyeri kepala, kejang-kejang, pusing, vertigo, gerakan dan postur tubuh.
3. Masalah kesehatan utama dan hospitalisasi :
Berbagai penyakit yang berhubungan dengan perubahan akibat gangguan
persarafan misalnya diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kanker, berbagai penyakit
infeksi dan hipertensi. Penyakit hati dan ginjal yang menahun akan mengakibatkan
gangguan metabolisme misalnya gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa
akan mempengaruhi fungsi mental.
Perawat juga akan memperoleh informasi mengapa klien dirawat di rumah sakit,
kecelakaan atau pembedahan sehubungan dengan sistem persarafan seperti trauma
kepala, kejang, stroke atau luka akibat kecelakaan.
Pengobatan :
Perawat akan memperoleh informasi sehubungan dengan obat-obatan yang
diperoleh klien. Banyak obat-obat anti alergi dan pilek yang bisa dikomsumsi dapat
mengakibatkan klien mengantuk.
Perawat harus mengkaji obat yang digunakan, jenis obat, efek terapinya, efek samping
yang ditimbulkan dan lamanya digunakan.
4. Riwayat keluarga :
Perawat akan menanyakan pada keluarga sehubungan dengan gangguan
persarafan guna menentukan faktor-faktor resiko / genetik yang ada. Misalnya epilepsi,
hipertensi, stroke, retardasi mental dan gangguan psikiatri.
5. Riwayat psikososial dan pola hidup :
Perawat mengajukan pertanyaan sehubungan faktor psikososial klien seperti yang
berhubungan dengan latar belakang pendidikan, tingkat penampilan dan perubahan
kepribadian. Perawat memperoleh informasi tentang aktifitas klien sehari-hari. Juga
menanyakan adanya perubahan pola tidur, aktifitas olahraga, hobi dan rekreasi,
pekerjaan, stressor yang dialami dan perhatian terhadap kebutuhan seksual.
8. SEXUALITY-REPRODUCTIVE
a. Apakah aktifitas sexual klien mengalami gangguan oleh adanya masalah
neurologik
b. Apakah klien pernah menerima informasi tentang cara lain dalam
mengekspresikan aktifitas sexual jika klien mengalami gangguan neurologik
c. Uraikan bagaimana masalah neurologik membuat klien merasakan dirinya
laki–laki atau wanita
9. COPING-STRESS
a. Uraikan apa yang klien lakukan untuk mengatasi stress
b. Bagaimana gangguan neurologik mempengaruhi cara klien mengatasi stress
c. Apakah dengan stres yang meningkat semakin memperburuk masalah
neurologik
d. Siapa dan apa yang dapat membantu klien dalam mengatasi stres dengan
masalah neurologik
10. VALUE-BELIEF
a. Siapa orang terdekat, praktisian, atau aktifitas apa yang dapat membantu
mengatasi stres dengan gangguan neurologik.
b. Apa yang dapat klien lihat yang dapat menjadi sumber kekuatan terbesar saat
ini.
c. Apa yang klien rasakan/percayai untuk waktu mendatang dengan gangguan
neurologik ini.
11. PHYSICAL ASSESMENT:
a. Abbreviated Neurological Assesment
b. Asses LOC (auditory and/tactile stimulus)
c. Obtain vital sign (BP, P, R)
d. Check pupillary response to light
e. Asses strength of hand grip and movement of extremities
f. Determine ability to sense touch/pain in ekstremities
2.3 Pengkajian Fisik Sistem Persyarafan
Pemeriksan fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi gangguan fungsi
persarafan. Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi menggunakan refleks hammer.
Pemeriksaan pada sistem persarafan secara menyeluruh meliputi : status mental, komunikasi
dan bahasa, pengkajian saraf kranial, respon motorik, respon sensorik dan tanda-tanda vital.
Secara umum dalam pemeriksaan fisik klien gangguan sistem persarafan, dilakukan
pemeriksaan :
1. Status mental
Masalah persarafan sering berpengaruh pada status mental, kadang-kadang perawat
mengalami kesulitan memperoleh riwayat kesehatan yang akurat langsung dari klien.
Status mental, termasuk kemampuan berkomunikasi dan berbahasa serta tingkat
kesadaran dilakukan dengan pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS).
2. Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan. Tanyakan “kita ada dimana”
seperti : nama rumah sakit yang ia tempati, negara, kota, asal daerah, dan alamat rumah.
Berikan point 1 untuk masing-masing jawaban yang benar.
3. Registration (memori)
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda tersebut masing-
masing dalam waktu 1 detik. Kemudian suruh orang coba untuk mengulang nama-nama
benda yang sudah diperlihatkan. Berikan point 1 untuk masing-masing jawaban benar.
4. Perhatian dan perhitungan
Tanyakan angka mulai angka 100 dengan menghitung mundur. Contoh angka 100 selalu
dikurangi 7. berhenti setelah langkah ke 5.
Untuk orang coba yang tidak bisa menghitung dapat menggunakan kata yang dieja.
Contoh kata JANDA, huruf ke 5, ke 4, ke 3 dst. berikan skor 1 unuk masing-masing
jawaban benar.
5. Daya ingat (recall)
Sebutkan tiga benda kemudian suruh Orang coba mengulangi nama benda tersebut. Nilai
1 untuk masing-masing jawaban benar.
6. Bahasa :
Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan tanyakan nama benda
tersebut (2 point)
7. Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang kalimat tersebut.
Contoh ‘saya akan pergi nonton di bioskop’ (skor 1)
8. Tiga perintah berurutan
9. Berikan Orang coba selembar kertas yang berisi 3 perintah yang berurutan dan ikuti
perintah tersebut seperti contoh. Ambil pensil itu dengan tangan kananmu, lalu pindahkan
ke tangan kirimu kemudian letakkan kembali dimeja. (skor tiga).
10. Membaca
11. Sediakan kertas yang berisi kalimat perintah contoh. (tutup matamu). Suruh Orang coba
membaca dan melakukan perintah tersebut (skor 1)
12. Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)
13. Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar tersebut (nilai 1)
Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan nilai 27.
Gangguan berbahasa (afasia) :
1. Afasia motorik, karena lesi di area Broca, klien tidak mampu menyatakan pikiran dengan
kata-kata, namun mengerti bahasa verbal dan visual serta dapat melaksanakan sesuatu
sesuai perintah.
2. Afasia sensorik / perseptif, karena lesi pada area Wernicke, ditandai dengan hilangnya
kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual tapi memiliki kemampuan secara
aktif mengucapkan kata-kata dan menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal
mempunyai arti apa-apa.
3. Disatria, gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan tegas karena lesi pada upper
motor neuron (UMN) lateral bersifat ringan dan lesi UMN bilateral bersifat berat.
Tingkat kesadaran :
1. Alert : Composmentis / kesadaran penuh
Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli individu terjaga
dan sadar terhadap diri dan lingkungan.
2. Lethargic : Kesadaran
a. Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.
b. Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat berespon
dengan cepat.
c. Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
3. Obtuned
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan respon misalnya
rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat membingungkan.
4. Stuporus
a. Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
b. Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
5. Koma
a. Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal, tanda vital
mungkin tidak stabil.
b. Glasgow Coma Scale (GCS) :
1) Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon motorik
(motorik response = M), dan respon verbal (verbal response = V).
2) Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang paling
baik (normal) sampai yang paling jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah
3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15.
Score : 3 – 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
<7 : koma
> 11 : moderate disability
15 : composmentis
Adapun scoring tersebut adalah :
RESPON SCORING
Berorientasi baik 5
4
Bingung
3
Kata-kata respon tidak tepat
2
Respon suara tidak bermakna
1
Tidak ada respon
Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
a. Fungsi penciuman
b. Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya
mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
c. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
a. Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
b. Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran,
ulangi untuk satunya.
c. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang
hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek
tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut,
ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
a. Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
b. Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil
mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
c. Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line
mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia,
nistagmus.
d. Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
Fungsi sensorik :
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem
persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling
akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan
pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan
baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling),
mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-
perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching /
kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan
yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan
refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
Sistem Motorik :
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls
berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan
bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan
berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif
sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila
kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif
dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi
bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap
fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan
tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba.
Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan
tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala
untuk peringkat refleks yaitu :
0 =Tidak ada respon
1 =Hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 =Normal ( ++ )
3 =Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 =Hyperaktif, dengan klonus ( ++++).
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon
patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer.
Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang
pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas
lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan
gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan
dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks
hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan
hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin
ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang
diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti
itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari
tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski
timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang
normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses keperawatan yang
sangat menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan. Tanpa pengkajian
yang baik, maka rentetan proses selanjutnya tidak akan akurat, demikian pula pada
pasien dengan gangguan persarafan.
1. Nutritional – metabolic
2. Elimination
3. Activity – exercise
4. Sleep-rest
5. Cognitive-perceptual
6. Self perception-self concept
7. Role-relationship
8. Sexuality-reproductive
9. Coping-stress
10. Value-belief
11. Physical assesment:
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi
8. Jakarta : EGC