DI SUSUN
O
L
E
H
1. ABDUL RAHMAN YUSUF 12. NUR FADILA KUMAI
2. ADERIZKY ANASTSIA 13. NURUL AMELIA HAMIDUN
BATALIPU 14. PARAMITA HUSAIN
3. ADHA KHOLILULOH UNI ARDI 15. SUSANTI SULUTA
4. ENDANG USMAN 16. SRI WAHYUNI NENTO
5. EKA INDRI WULANDARI
6. FAJRI ALVIONITA MOHAMAD
7. FITRIYYAH R NUNU
8. GUSWINDA BIU
9. IDZNIH ARDILLAH PAKAYA
10. NELVA MUTIA RAHMAN
11. NINDI RAHMATYA DINI
Kata Pengantar
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT sebagai Tuhan semesta alam.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW karena
dengan hidayah dan taufik-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Paradigma Dalam Promosi Kesehatan”.
Selesainya makalah ini, tentunya tidak lepas dari bimbingan dosen pengampuh Mata
Kuliah Pendidikan dan Promosi Kesehatan, serta teman-teman yang selalu memberikan
dukungannya kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih yang tak
terhingga. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kepada para pembaca kami mengucapkan mohon maaf apabila terdapat banyak
kekurangan dalam makalah ini. Dan semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat
bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Penyusun
DAFTAR ISI
Sampul Makalah……..………………………………………………..
Kata Pengantar………………………………………………….……
Daftar Isi……………………………………………………...............
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………..................
B.Rumusan Masalah………………………………………………..
3
PARADIGMA PROMOSI KESEHATAN
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan ditentukan oleh dua faktor utama, yakni
faktor perilaku dan faktor non-perilaku (lingkungan dan pelayanan).
Oleh sebab itu, upaya untuk memecahkan masalah kesehatan juga
ditujukan atau diarahkan kepada kedua faktor tersebut. Perbaikan
lingkungan fisik dan peningkatan lingkungan sosio-budaya, serta
peningkatan pelayanan kesehatan merupakan intervensi atau
pendekatan terhadap faktor non-perilaku, sedangkan pendekatan
(intervensi) terhadap faktor perilaku adalah promosi atau pendidikan
kesehatan.
Pendidikan kesehatan, saat ini lebih dikenal dengan Promosi
Kesehatan adalah suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan
dan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan. Mengingat tujuan akhir promosi kesehatan bukan
sekadar masyarakat hidup sehat, maka (wil-lingness), tetapi juga
mampu {ability) untuk hidup sehat, maka promosi kesehatan bukan
sekedar menyampaikan pesan-pesan atau informasi-informasi
kesehatan agar masyarakat mengetahui dan berperilaku hidup sehat,
tetapi juga bagaimana masyarakat mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatannya.
Promosi kesehatan mengalami perkembangan yang cukup panjang
4
hingga dikenal seperti saat ini baik dari segi istilah, konsep, dan
juga cara pandang atau paradigma. Pada awalnya promosi kesehatan
dikenal dengan istilah pendidikan kesehatan kemudian mengalami
pergeseran menjadi perilaku kesehatan hingga digabungkan antara
pendidikan dan ilmu perilaku menjadi promosi kesehatan.
Perkembangan yang terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti cara pandang terhadap faktor penyebab kesakitan, transisi
epidemiologi dan lain sebagainya. Jika dilihat dari sejarah,
perkembangan Promosi Kesehatan tidak terlepas dari perkembangan
sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan dipengaruhi juga
oleh perkembangan Promosi Kesehatan International, yaitu secara
seremonial di Indonesia di mulai program Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa (PKMD) pada tahun 1975, dan tingkat
Internasional Deklarasi Alma Ata tahun 1978 tentang Primary
Health Care (Departemen Kesehatan, 1994). Kegiatan Primary
Helath Care tersebut sebagai tonggak sejarah cika bakal Promosi
Kesehatan. Khusus konvesi yang membahas tentang Promosi
Kesehatan di mulai dari Konvesi Promosi Kesehatan di Ottawa,
Kanada dengan melahirkan The Ottawa Charter tahun 1986 sampai
Konvesi Promosi Kesehatan yang dilaksanakan di Jakarta tahun
1997 dengan melahirkan The Jakrata Declaration.
Namun jika kita melihat pada konsep promosi kesehatan (tahu,
mau dan mampu) konsep tersebut tidak sejalan dengan apa yang
terjadi saat ini. Seharusnya dengan masyarakat tahu apa itu
kesehatan maka masyarakat akan mau untuk berperilaku sehat
sehingga mereka mampu untuk meningkatkan derajat kesehatan diri
5
sendiri dan lingkungan. Tetapi, pada kenyataannya masyarakat tahu
bahwa membuang sampah sembarangan dapat memberikan dampak
negatif pada kesehatan, namun masyarakat tetap melakukan hal
tersebut. Jika demikian apa yang terjadi pada paradigma masyarakat
terhadap promosi kesehatan dimasa sekarang, oleh karena itu perlu
adanya solusi untuk mengatasi hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam promosi kesehatan antara lain :
1. Apa definisi paradigma kesehatan ?
2. Bagaimana transisi paradigma kesehatan ?
3. Apa strategi promosi kesehatan ?
4. Apa sasaran promosi kesehatan ?
Bagaimana perkembangan paradigma baru dalam promosi
kesehatan?
5. Apa faktor pendorong adanya paradigma sehat?
6. Apa faktor penentu keberhasilan pelaksanaan paradigma sehat?
7. Bagaimana paradigma baru kesehatan ?
8. Bagaimana gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) ?
C. Tujuan Paradigma Baru dalam Promosi Kesehatan
Tujuan paradigma dalam promosi kesehatan antara lain :
1. Untuk mengetahui definisi paradigma kesehatan
2. Untuk mengetahui transisi paradigma kesehatan
3. Untuk mengetahui strategi promosi kesehatan
4. Untuk mengetahui sasaran promosi kesehatan
5. Untuk mengetahui perkembangan paradigma baru dalam
6
promosi kesehatan?
6. Untuk mengetahui faktor pendorong adanya paradigma sehat?
7. Apa faktor penentu keberhasilan pelaksanaan paradigma sehat
8. Untuk mengetahui paradigma baru kesehatan
9. Untuk mengetahui gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS)
BAB II
LANDASAN TEORI
8
bahwa Paradigma Kesehatan adalah suatu cara pandang yang
mendasar atau cara kita melihat,memikirkan, memberi makna,
menyikapi dan memilih tindakan terhadap berbagaifenomena yang
ada dalam bidang kesehatan
9
mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia
Indonesia di masa yang akan datang.
Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya
berbagai macam transisi kesehatan berupa transisi demografi,
transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku. Transisi
kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan beban ganda
(double burden) masalah kesehatan :
1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia
harapan hidup yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut
sermentara masalah bayi dan BALITA tetap menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit
menular yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak
menular yang meningkat dengan drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi
lebih.
4. Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku
tradisional menjadi modem yang cenderung membawa risiko.
Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan
penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan
adanya perasaan terganggu fisik, mental dan spiritual. Gangguan
pada lingkungan juga merupakan masalah kesehatan karena
dapat memberikan gangguan kesehatan atau sakit.
Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan
15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah
selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang
lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit.Sedangkan mereka
1
0
yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya
promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran,
peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan
kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya
promosi kesehatan.Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas
maka diperlukan suatu perubahan paradigma dan konsep
pembagunan kesehatan.
1
1
7. Kineija pelayanan kesehatan yang rendah.
8. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya
kondisi kesehatan lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat
kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan merupakan
kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem
kesehatan kewilayahan.
9. Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan,
kemampuan sumber daya manusia, standarisasi, penilaian hasil
penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik,
produk terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi.
1
2
upaya membuat suasana yang kondusif atau menunjang
pembangunan kesehatan sehingga masyarakat terdorong untuk
melakukan perilaku bersih dan sehat. Misalnya melakukan
kampanye-kampanye atau mengajak masyarakat berperilaku
hidup lebih sehat dengan cara yang menarik sehingga
masyarakat juga akan tergerak melakukan berperilaku hidup
bersih sehat.
Strategi yang ketiga adalah gerakan masyarakat
(empowerment)untuk memandirikan, individu, kelompok, dan
masyarakat agar berkembang ksadaran, kemauan, dan
kemampuan di bidang kesehatan agar secara proaktif masyarakat
dapat mempraktikkan hidup bersih dan sehat. Gerakan
masyarakat bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat dimana
masyarakat dengan usaha sendiri dengan modal yang diberikan
pemerintah dapat memelihara, melindungi, dan meningkatkan
kesehatannya. Contoh pemberdayaan masyarakat yang
bersumber dari masyarakat dan ditujukan oleh masyarakat juga
adalah posyandu.
2. Strategi Baru Promosi Kesehatan (Ottawa Charter, 1986)
Piagam Ottawa adalah piagam kesepakatan yang dihasilkan
pada Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Pertama di
Ottawa, Canada tahun 1986, telah membawa perubahan dalam
pengertian dan praktek “health promotion"atau promosi
kesehatan. Piagam ini mendefinisikan Promosi Kesehatan
sebagai “Proses yang memungkinkan individu mengendalikan
dan memperbaiki kesehatannya. Untuk mencapai kesehatan
1
3
jasmani, rohani dan sosial yang sempurna, seseorang atau
kelompok harus mampu mengidentifikasi dan mewujudkan
aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan, mampu mengubah atau
beradaptasi dengan lingkungan”. Piagam tersebut merumuskan
upaya promosi kesehatan mencakup 5 butir.
a. Kebijakan Berwawasan Kesehatan (Health Public
Policy).Ditujukan kepada policy makeragar mengeluarkan
kebijakan-kebijakan publik yang mendukung kesehatan.
b. Lingkungan yang Mendukung (Supportive
Environment).Ditujukan kepada para pengelola tempat umum
termasuk pemerintah kota, agar menyediakan prasarana sarana
yang mendukung terciptanya perilaku sehat bagi masyarakat.
c. Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health
Service).Selama ini yang menjadi penyedia
(provider)pelayanan kesehatan adalah pemerintah dan swasta
sedangkan masyarakat adalah sebagai pengguna
(customers)pelayanan kesehatan. Pemahaman ini harus
diubah, bahwasanya masyarakat tidak sekedar pengguna tetapi
bisa sebagai providerdalam batas-batas tertentu melalui upaya
pemberdayaan.
d. Keterampilan Individu (Personnel Skill).Kesehatan
masyarakat akan terwujud apabila kesehatan individu,
keluarga dan kelompok tersebut terwujud.
e. Gerakan Masyarakat (Community Action).Adanya gerakan-
gerakan atau kegiatankegiatan di masyarakat yang mendukung
kesehatan agar terwujud perilaku yang kondusif dalam
1
4
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.
D. Sasaran Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan memiliki 3 sasaran yaitu sasaran primer,
sekunder, dan tersier. Sasaran primer adalah sasaran yang memiliki
masalah yang diharapkan mau berperilaku sesuai harapan dan
memperoleh manfaat paling besar dari perubahan perilaku tersebut.
Dalam hal ini, komunikator harus menfokuskan pada komunikasi
secara langsung terhadap individu/ kelompok yang memiliki
masalah tanpa melalui perantara/media lain. Sasaran yang kedua
adalah sasaran sekunder. Sasaran sekunder adalah
individu/kelompok yang memiliki pengaruh atau disegani oleh
sasaran primer, contoh sasaran sekunder adalah tokoh agama dan
tokoh-tokoh penting dalam masyarakat. Mengapa harus dilakukan
pendekatan terhadap sasaran sekunder. Karena masyarakat
cenderung akan mengikuti apa perkataan dan perbuatan tokoh
dalam masyarkat yang disegani.
Sasaran yang ketiga adaah sasaran tersier. Sasaran tersier
adalah para pengambil kebijakan, penyandang dana, dan pihak-
pihak yang berpengaruh di berbagai tingkatan (pusat, provinsi,
kabupaten, kecamatan, dan desa/kelurahan). Sasaran tersier juga
perlu didekati karena sasaran tersier lah yang menentukan
kebijakan dan hukum-hukum yang mengikat di suatu negara.
E. Perkembangan Paradigma Baru Dalam Promosi Kesehatan
Perkembangan Promosi Kesehatan tidak terlepas dari
perkembangan sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan
dipengaruhi juga oleh perkembangan Promosi Kesehatan
1
5
International yaitu dimulainya program Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa (PKMD) pada tahun 1975 dan tingkat
Internasional tahun 1978 Deklarasi Alma Ata tentang Primary
Health Care tersebut sebagai tonggak sejarah cikal bakal Promosi
Kesehatan (Departemen Kesehatan, 1994). Istilah Health
Promotion(Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan
setidaknya pada tahun 1986, ketika diselenggarakannya Konferensi
Internasional pertama tentang Health Promotiondi Ottawa, Canada
pada tahun 1986. Pada waktu itu dicanangkan ”the Ottawa Charter”,
yang didalamnya memuat definisi serta prinsip-prinsip dasar
Promosi kesehatan. Namun istilah tersebut pada waktu itu di
Indonesia belum terlalu populer seperti sekarang. Pada masa
itu, istilah yang cukup terkenal hanyalah Penyuluhan Kesehatan,
selain itu muncul pula istilahistilah populer lain seperti KIE
(Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social Marketing(Pemasaran
Sosial) dan Mobilisasi Sosial. Selanjutnya perkembangan Promosi
Kesehatan di Indonesia adalah seperti uraian berikut ini:
1. Sebelum Tahun 1965
Pada saat itu istilahnya adalah Pendidikan Kesehatan.
Dalam program-program kesehatan, Pendidikan Kesehatan hanya
sebagai pelengkap pelayanan kesehatan, terutama pada saat
terjadi keadaan kritis seperti wabah penyakit, bencana, dsb.
Sasarannya perseorangan (individu), supaya sasaran program
lebih kepada perubahan pengetahuan seseorang.
2. Periode Tahun 1965-1975
Pada periode ini sasaran program mulai perhatian kepada
1
6
masyarakat. Saat itu juga dimulainya peningkatan tenaga
profesional melalui program Health Educational Service(HES).
Tetapi intervensi program masih banyak yang bersifat individual
walau sudah mulai aktif ke masyarakat. Sasaran program adalah
perubahan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.
3. Periode Tahun 1975-1985
Istilahnya mulai berubah menjadi Penyuluhan Kesehatan.
Di tingkat
Departemen Kesehatan ada Direktorat PKM. PKMD menjadi
andalan program sebagai pendekatan Community
Development.Saat itu mulai diperkenalkannya Dokter
Kecil pada program UKS di SD. Departemen Kesehatan sudah
mulai aktif membina dan memberdayakan masyarakat. Saat
itulah Posyandu lahir sebagai pusat pemberdayaan dan mobilisasi
masyarakat. Sasaran program adalah perubahan perilaku
masyarakat tentang kesehatan. Pendidikan kesehatan pada era
tahun 80-an menekankan pada pemberian informasi kesehatan
melalui media dan teknologi pendidikan kepada masyarakat
dengan harapan masyarakat mau melakukan perilaku hidup
sehat. Namun kenyataannya, perubahan tersebut sangat lamban
sehingga dampaknya terhadap perbaikan kesehatan sangat kecil.
Dengan kata lain, peningkatan pengetahuan yang tinggi tidak
diikuti dengan perubahan perilaku. Seperti yang diungkap hasil
penelitian, 80% masyarakat tahu cara mencegah demam berdarah
dengan melakukan 3M (menguras, menutup dan mengubur)
tetapi hanya 35% dari masyarakat yang benar-benar melakukan
1
7
3M tersebut. Oleh sebab itu, agar pendidikan kesehatan tidak
terkesan ‘tanpa arti’, maka para ahli pendidikan kesehatan global
yang dimotori oleh WHO, pada tahun 1984 merevitalisasi
pendidikan kesehatan tersebut dengan menggunakan istilah
promosi kesehatan. Promosi kesehatan tidak hanya
mengupayakan perubahan perilaku saja tetapi juga perubahan
lingkungan yang menfasilitasi perubahan perilaku tersebut.
Disamping itu promosi kesehatan lebih menekankan pada
peningkatan kemampuan hidup sehat bukan sekedar berperilaku
sehat.
4. Periode Tahun 1985-1995
Dibentuklah Direktoral Peran Serta Masyarakat (PSM),
yang diberi tugas memberdayakan masyarakat. Direktoral PKM
berubah menjadi Pusat PKM, yang tugasnya penyebaran
informasi, komunikasi, kampanye dan pemasaran sosial bidang
kesehatan. Saat itu pula PKMD menjadi Posyandu. Tujuan dari
PKM dan PSM saat itu adalah perubahan perilaku. Pandangan
(visi) mulai dipengaruhi oleh ’Ottawa Charter’ tentang Promosi
Kesehatan.
5. Periode Tahun 1995-Sekarang
Istilah PKM menjadi Promosi Kesehatan. Bukan saja
pemberdayaan kearah mobilisasi massa yang menjadi tujuan,
tetapi juga kemitraan dan politik kesehatan (termasuk advokasi).
Sehingga sasaran Promosi Kesehatan tidak hanya perubahan
perilaku tetapi perubahan kebijakan atau perubahan menuju
perubahan sistem atau faktor lingkungan kesehatan. Pada Tahun
1
8
1997 diadakan konvensi Internasional Promosi Kesehatan
dengan tema ’’Health Promotion Towards The 21 ’st Century,
Indonesian Policy for The Future”dengan melahirkan ‘The
Jakarta Declaration’.
Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986) sebagai
hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Di
Ottawa-Canada, menyatakan bahwa Promosi Kesehatan adalah
upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau
dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri. Batasan promosi kesehatan ini mencakup 2
dimensi yaitu kemauan dan kemampuan. Sehingga tujuan dari
Promosi Kesehatan itu sendiri adalah memampukan masyarakat
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka dan
menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan lingkungan yang
kondusif bagi kesehatan. Dengan demikian penggunaan istilah
Promosi Kesehatan di Indonesia tersebut dipicu oleh
perkembangan dunia Internasional. Nama unit Health Education
di WHO baik di Hoodquarter, Geneva maupun di SEARO India,
juga sudah berubah menjadi unit Health Promotion.Nama
organisasi profesi Internasional juga mengalami perubahan
menjadi International Union For Health Promotion and
Education (IUHPE). Istilah Promosi Kesehatan tersebut juga
ternyata sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di
Indonesia sendiri yang mengacu pada paradigma sehat. Salah
satu tonggak promosi kesehatan ialah Deklarasi Jakarta, yang
lahir dari Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke IV.
1
9
F. Faktor Pendorong Adanya Paradigma Sehat
Faktor yang mendorong perlu adanya paradigma sehat
antara lain :
1. Pelayanan kesehatan yang berfokus pada pelayanan orang sakit
ternyata tidak efektif
2. Konsep sehat mengalami perubahan, dimana dalam arti sehat
dimasukkan unsur sehat produktif sosial ekonomis
3. Adanya transisi epidemiologi dari penyakit infeksi ke penyakit
kronik degeneratif
4. Adanya transisi demografi, meningkatnya Lansia yang
memerlukan penangan khusus
5. Makin j elasnya pemahaman tentang faktor yang mempengaruhi
kesehatan penduduk
G. Faktor Penentu Keberhasilan Pelaksanaan Paradigma Sehat
Paradigma sehat merupakan model pembangunan kesehatan
yang berorientasi pada peningkatan,pemeliharaan dan perlindungan
penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan pada orang sakit.
Cara pandang yang dapat diaktualisasikan ke dalam pelaksanaan
pembangunan kesehatan yakni sebagai pembangunan berwawasan
kesehatan. Faktor penentu keberhasilan pelaksanaan paradigma
sehat antara lain :
1. Wawasan kesehatan sebagai asas pembangunan nasional.
Masalah kesehatan adalah masalah yang kompleks dan
menyangkut berbagai aspek kehidupan. Penyelesaian masalah
kesehatan (non kesehatan). Dalam kompleks
pembangunan nasional, kesehatan seharusnya menjadi landasan
2
0
dan pertimbangan pokok. Pembangunan termasuk juga
pembangunan kawasan industri dan lain-lain, harus
mempertimbangkan dampak positif dan negatifnya terhadap
aspek kesehatan masyarakat secara luas.
2. Paradigma sehat sebagai komitmen gerakan nasional.
Salah satu kunci keberhasilan paradigma baru depkes adalah
menciptakan paradigma sehat sebagai suatu gerakan nasional.
Sebagai langkah awal, presiden sebagai pimpinan nasional
tertinggi diharapkan secara langsung mencanangkan gerakan
nasional ini. Pencanangan paradigma sehat sebagai komitmen
gerakan nasional harus diikuti dengan tindakan nyata secara
konsisten dan berkesinambungan oleh seluruh lapisan
masyarakat, termasuk partisipasi aktif lintas sektor.
3. Sistem yang mendorong aspek promotif dan preventif dalam
pemeliharaan kesehatan komprehensif. Suatu sistem atau
mekanisme baru harus dibangun agar upaya pembangunan
kesehatan tidak terperangkap dalam paradigma lama yang lebih
focus pada upaya kuratif-rehabilitatif. Pada tingkat operasional,
sistem ini akan tercipta bila teijadi sinergi antar sektor atau antar
departemen, selain kerja sama antara Depkes dan seleuruh
lapisan masyarakat termasuk pihak swasta. Penerapan wawasan
kesehatan sebagai asas Pembangunan Nasional sangat besar
perannya sebagi dasar kebijakan dari sistem ini.
4. Dukungan sumber daya yang berkesinambungan. Depkes
menyadari sepenuhnya bahwa sumber daya adalah penentu
keberhasilan implementasinya paradigma sehat. Upaya untuk
2
1
memperoleh dukungan sumber daya, baik dari pemerintah,
swasta, atau lembaga donatur akan selalu dilakukan untuk
mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan.
5. Sosialisasi internal dan eksternal. Depkes menyadari sepenuhnya
bahwa paradigma sehat sebagai suatu pola pendekatan baru
memerlukan sosialisasi dan komunikasi yang efektif baik di
jajaran Depkes sendiri maupun seluruh lapisan masyarakat.
Strategi sosialisasi dan komunikasi yang matang harus disusun
dan dijabarkan ke dalam program-program kampanye yang jelas,
berdaya dan berhasil guna, dengan mempertimbangkan berbagai
aspek terkait seperti strata target masyarakat dan media atau alat
promosi yang digunakan. Keija sama dengan pihak-pihak terkait
akan terus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas program
sosialisasi dan komunikasi ini.
6. Restrukturisasi dan revitalisasi infrastruktur yang terkait dengan
rencana desentralisasi. Strategi paradigma sehat adalah
pembangunan berwawasan kesehatan dalam kehidupan sehari-
hari yang tidak akan terwujud bila tidak didukung oleh organisasi
yang sesuai, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, dan
proses serta sistem yang menunjang. Penerapan asas
desentralisasi dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan
nasional sebagai mana direncanakan, sangat berpengaruh
terhadap bentuk organisasi Depkes di masa mendatang, baik
ditingkat pusat maupun daerah, selain berpengaruh pada karakter
SDM, system dan proses yang diperlukan.
H. Paradigma Baru Kesehatan
2
2
Kesehatan bukanlah “statis”, bukan sesuatu yang dikotomi
sehat dan sakit, tetapi dinamis, progesif dan kontinum. Hal ini telah
disadari oleh WHO, yang akhirnya pada tahun 1988 merumuskan
kembali definisi kesehatan. Kemudian rumusan WHO tersebut
diangkat dalam UU.No.23/1992 yakni/’Kesehatan atau sehat adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif baik secara ekonomi maupun sosial”.
Hal ini berarti bahwa kesehatan tidak hanya mempunyai dimensi
fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga mencakup dimensi
ekonomi. Artinya, meskipun seseorang secara fisik, mental dan
sosial sehat, tetapi tidak produktif secara ekonomi atau sosial maka
orang tersebut tidak sehat. Produktif secara ekonomi dapat diukur
dari pekerjaan, sedangkan produktif secara sosial diukur dari
kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan kualitas hidup
pribadinya sendiri atau orang lain atau masyarakat melalui aktivitas
atau kegiatan kegiatan positif. Oleh sebab itu agar pelayanan
kesehatan relevan dengan peningkatan derajat kesehatan bangsa
perlu kebijakan- kebijakan baru dalam pelayanan kesehatan.
Dengan perkataan lain paradigma pelayanan kesehatan harus
diubah. Orientasi pelayanan kesehatan harus digeser dari pelayanan
kesehatan yang konvensional (paradigma sakit) ke pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan paradigma baru (paradigma sehat).
Pelayanan Kesehatan Konvensional yang mempunyai
karakteristik : (Konsursium Ilmu Kesehatan Indonesia, 2003)
1. Sehat dan sakit dipandang sebagai dua hal seperti “hitam” dan
“putih”
2
3
2. Pelayanan kesehatan diasosiasikan dengan pengobatan dan
penyembuhan
3. Pelayanan kesehatan diidentikkan dengan rumah sakit dan
poliklinik
4. Tujuan pelayanan kesehatan untuk meringankan penderitaan dan
menghidarkan dari kesakitan dan kematian.
5. Tenaga pelayanan kesehatan utamanya dokter
6. Sasaran utama pelayanan kesehatan adalah individu yang sakit
Oleh sebab itu program-program pelayanan kesehatan hanya
untuk kelangsungan hidup saja (Health Programs for Survival),
dan harus digeser ke Pelayanan Kesehatan
1. Sehat dan sakit bukan sesuatu yang hitam dan putih, sehat bukan
berarti tidak sakit, dan sakit tidak berarti tidak sehat
2. Pelayanan kesehatan tidak hanya penyembuhan dan pemulihan,
tetapi mencakup preventif dan promotif
3. Pelayanan kesehatan bukan hanya Rumah Sakit, dan Poliklinik
4. Tujuan pelayanan kesehatan utamanya peningkatan kesehatan
(promotif), dan pencegahan penyakit (preventif)
5. Tenaga pelayanan kesehatan utamanya untuk kesehatan
masyarakat
6. Sasaran utama pelayanan adalah kelompok atau masyarakat yang
sehat.
2
5
sumber daya manusia yang berkualitas, baik fisik, mental, dan
sosialnya sehingga produktif secara ekonomi dan atau sosial. Dalam
mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas ini peran
promosi kesehatan sangat penting. Pentingnya penerapan paradigma
pembangunan kesehatan baru, yaitu Paradigma Sehat merupakan
upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat
proaktif. Paradigma tersebut merupakan model pembangunan
kesehatan yang dalam jangka panjang mampu mendorong
masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan
mereka sendiri melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya
pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif tetapi
tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Pada
intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap
kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan,
memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar
yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera
sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada
masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan dari pada
mengobati penyakit. (Soejoeti, 2005) Paradigma sehat sebagai
sebuah konsep pemikiran tidak hanya dapat dicapai dalam
pengejawantahannya oleh tenaga kesehatan atau kedokteran saja.
Paradigma sehat merupakan konsep pemikiran yang dalam
pengejawantahannya diperlukan banyak disiplin keilmuan, ahli
ilmu-ilmu sosial, ilmu gizi, ilmu-ilmu perilaku, ilmu-ilmu agama,
dan tidak kalah penting yaitu pengambil keputusan politik
pembangunan negara dan wilayah / daerah.
2
6
I. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) merupakan suatu
tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama
oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan
kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
Pelaksanaan GERMAS harus dimulai dari keluarga, karena keluarga
adalah bagian terkecil dari masyarakat yang membentuk kepribadian.
GERMAS dapat dilakukan dengan cara: Melakukan aktifitas fisik,
Mengonsumsi sayur dan buah, Tidak merokok, Tidak mengonsumsi
alkohol, Memeriksa kesehatan secara rutin, Membersihkan lingkungan,
dan Menggunakan jamban. Pada tahap awal, GERMAS secara nasional
dimulai dengan berfokus pada tiga kegiatan, yaitu: 1) Melakukan
aktivitas fisik 30 menit per hari, 2) Mengonsumsi buah dan sayur; dan
3) Memeriksakan kesehatan secara rutin.
Salah satu dukungan nyata lintas sektor untuk suksesnya
GERMAS, diantaranya Program Infrastruktur Berbasis Masyarakat
(IBM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang
berfokus pada pembangunan akses air minum, sanitasi, dan
pemukiman layak huni, yang merupakan infrastruktur dasar yang
mendukung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Badan
Pengawas Obat dan Makanan dalam hal keamanan pangan.
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Saat ini, Indonesia tengah mengalami perubahan
2
7
pola penyakit yang sering disebut transisi epidemiologi yang ditandai
dengan meningkatnya kematian dan kesakitan akibat penyakit tidak
menular (PTM) seperti stroke, jantung, diabetes dan lain-lain. Dampak
meningkatnya kejadian PTM adalah meningkatnya pembiayaan
pelayanan kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat dan
pemerintah, menurunnya produktifitas masyarakat, menurunnya daya
saing negara yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi sosial
ekonomi masyarakat itu sendiri.
“Gerakan masyarakat hidup sehat” adalah gerakan bersama yang
memiliki beberapa tujuan mulai menurunkan beban penyakit menular
dan penyakit tidak menular, baik kesakitan, kematian maupun
kecacatan; menghindarkan teijadinya penurunan produktivitas;
menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan karena
meningkatnya penyakit dan pengeluaran kesehatan. Perbaikan
lingkungan dan perubahan perilaku kearah yang lebih sehat perlu
dilakukan secara sistematis dan terencana oleh semua komponen
bangsa ; untuk itu GERAKAN MASYARAKAT (GERMAS) menjadi
sebuah pilihan dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
lebih baik.
Adapun prinsip dari “Gerakan masyarakat hidup sehat” adalah
kerjasama multi sektor dan pemangku kepentingan, antara sektor
kesehatan, akademisi, LSM dan sektor- sektor lainnya; keseimbangan
masyarakat, keluarga, dan individu; pemberdayaan masyarakat,
khususnya mereka yang mau hidup sehat dan menjadi mitra
pengendalian penyakit; penguatan sistem kesehatan, reformasi dan
reorientasi pelayanan kesehatan; penguatan siklus hidup; jaminan
2
8
kesehatan sosial; fokus pada pemerataan penurunan penyakit karena
determinan sosial seperti kemiskinan, gender, lingkungan, budaya,
tingkat pendidikan, dan kemauan politik.
Untuk mewujudkan “Gerakan masyarakat hidup sehat” perlu
sebuah kampanye dan sosialisasi agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai. Kampanye dan sosialisasi ini dibutuhkan dukungan peran dari
K/L terkait, komitmen, dan yang terpenting adalah monitoring
pelaksanaan Germas. Secara umum Germas bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauandan kemampuan masyarakat untuk
berperilaku sehat dalam upaya meningkatkan kualitas hidup.
Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan partisipasi dan
peran serta masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan produktivitas
masyarakat dan mengurangi beban biaya kesehatan.
Kegiatan utama yang dilakukan dalam rangka Germas adalah :
1. Peningkatan aktivitas fisik
2. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
3. Penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi
4. Peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit
5. Peningkatan kualitas lingkungan
6. Peningkatan edukasi hidup sehat
2
9
dibuat fokus Germas secara lokal sesuai dengan kebutuhan masing-
masing daerah. Untuk provinsi Bali fokus Germas lokal adalah tidak
merokok dan pemberantasan jentik nyamuk.
3
1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
3
2
beban penyakit diubah ke arah upaya peningkatan kesehatan dari
sebagian besar masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias lebih
berkontribusi dalam pembangunan.
Perubahan paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan
pada upaya promotif-preventif dibandingkan dengan upaya kuratif
dan rehabilitatif diharapkan merupakan titik balik kebijakan
Depkes dalam menangani kesehatan penduduk yang berarti
program kesehatan yang menitik beratkan pada pembinaan
kesehatan bangsa bukan sekedar penyembuhan penyakit. Thomas
Kuha menyatakan bahwa hampur setiap terobosan baru perlu
didahului dengan perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan
dan cara berpikir yang lama.
Untuk mendukung terselenggaranya paradigma sehat yang
berorientasi pada upaya promotif ,preventif, proaktif, community-
centered, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka
semua wahana, tenaga dan sarana fasilitas yang ada sekarang perlu
dilakukan penyesuaian atau bahkan reformasi baik di pemerintahan
pusat maupun daerah. Upaya kesehatan di masa datang harus
mampu menciptakan dan menghasilkan SDM Indonesia yang sehat
produktif sehingga obsesi upaya kesehatan harus dapat
mengantarkan setiap penduduk memiliki status kesehatan yang
cukup.
Konsekuensi Implikasi dari Perubahan Paradigma Perubahan
paradigma kesehatan apabila dilaksanakan dapat membawa dampak
yang cukup luas. Hal itu disebabkan karena pengorganisasian
upaya kesehaan yang ada, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada,
3
3
adalah merupakan wahana dan sarana pendukung dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya
penyembuhan penyakit, maka untuk mendukung terselenggaranya
paradigma sehat yang berorientasi pada upaya promotif-preventif
proaktif, community centered, partisipasi aktif dan pemberdayaan
masyarakat, maka semua wahana tenaga dan sarana yang ada
sekarang perlu dilakukan penyesuaian atau bahkan reformasi
termasuk reformasi kegiatan dan program di pusat penyuluhan
kesehatan.
B. Saran
1. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
2. Komitmen dan kerjasama antara Negara berkembang dengan
Negara maju untuk mencapai MDGs.
3. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan karena merupakan
salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas
kesehatan penduduk dalam upaya pembangunan kesehatan
khususnya di indonesia.
4. Peningkatan pemberdayakan masyarakat, kerjasama dengan
semua pelaku pembangunan kesehatan, khususnya dengan Tim
Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK)
di semua jenjang administrasi pemerintahan dalam pembangunan
kesehatan.
5. Kebijaksanaan pembangunan kesehatan pada tahap sekarang ini
harus diarahkan pada upaya bagaimana membina bangsa yang
sehat dan bukan bagaimana menyembuhkan mereka yang sakit.
3
4
6. Memaksimalkan upaya promotif preventif dalam segala aspek
dan secara menyeluruh seperti memaksimalkan proram promosi
kesehatan rumah sakit, promosi kesehatan di daerah 3 T dimana
daerah tersebut pemahaman masyarakat terhadap kesehatan
masih sanat kurang.
7. Pemerataan tenaga kesehatan terutama tenaga promosi kesehatan
yng berkompeten dihidangnya.
3
5
3
6
DAFTAR PUSTAKA
Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti
Ewles dan Simnet, 1994, dalam Maulana, Heri D.J,. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC
Nafsiah, Siti. 2000. Prof. Hembing Pemenang The Star of Asia Award Pertama di Asia Ketiga
di Dunia.Jakarta: Prestasi Insan Indonesia.
Siswanto, Hadi. 2002. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.