PEMBAHASAN
Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih tajam.
Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk, korupsi,
pelanggaran seks dan lain-lain, namun kalau guru melakukan perbuatan tersebut di anggap sangat
serius. Guru yang berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang di didiknya.
Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru. Guru-
guru harus memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru dan
menjadikan sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial didalam maupun diluar sekolah.
Kedudukan guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita orang
yang lebih tua dari pada muridnya maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus
dihormati, karena guru juga di pandang sebagai pengganti orangtua. Hormat anak terhadap orang
tuanya sendiri harus pula di perlihatkan terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus pula dapat
memandang murid sebagai anak.
Sedangkan sebagai pegawai kedudukan guru ditentukan oleh pengalaman kerja, golongan, ijazah,
dan lama kerjanya.
Adapun peranan bagi seorang guru adalah seorang guru diharapkan berperan sebagai teladan dan
rujukan dalam masyarakat dan khususnya anak didik yang dia ajar. Berdasarkan kedudukannya
sebagai guru ia berperan sebagai orang dewasa, sebagai seorang pengajar, sebagai seorang pendidik
dan sebagai pemberi contoh dsb.
Salah satu peranan guru adalah sebagai seseorang yang profesional. Jabatan sebagai profesional
menuntut peningkatan kecakapan dan mutu keguruan secara kesinambungan. Guru yang berkualitas
profesionalnya, yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya, cakap dalam
cara mengajarkannya secara efektif dan efisien dan guru tersebut mempunyai kepribadian yang baik.
Selain itu integritas diri serta kecakapan keguruannya juga perlu ditumbuhkan serta dikembangkan.
Menurut Semana (1994), seorang guru dituntut untuk bisa berperan dalam menunjukan citra guru
yang ideal dalam masyarakatnya. Dalam hal ini J.Sudarminto (1990) (dalam semana, 1994)
berpendapat bahwa citra guru yang ideal adalah sadar dan tanggap akan perubahan zaman pola
tindakan keguruannya yang tidak rutin, guru tersebut maju dalam penguasaan dasar keilmuannya
dan perangkat instrumentalnya (misalnya sistem berfikir, membaca keilmuan, kecakapan problem
solving, dll) yang diperlukannya untuk lebih lanjut atau berkesinambungan.
Guru juga harus memiliki kecakapan kerja yang baik dan kedewasaan berpikir yang tinggi sebab guru
sebagai pemangku jabatan yang profesional merupakan posisi yang bersifat strategis dalam
kehidupan dan pembangunan masyarakat.
Guru juga harus terus bisa memantapkan posisi dan peranannya lewat usaha mengembangkan
kemampuan diri secara maksimal dan berkesinambungan dalam belajar lebih lanjut. Salah satu yang
melandasi pentingnya guru harus terus berusaha mengembangkan diri karena pendidikan
berlangsung sepanjang hayat. Hal ini berlaku dimana usaha seseorang untuk mencapai
perkambangan diri serta karyanya tidak pernah selesai (hasilnya tidak pernah mencapai taraf
sempurna mutlak). SAMPEK IKI DINA
http://lidyaekapratiwi.blogspot.com/2016/11/kedudukan-dan-peranan-guru.html
Adanya kewibawaan guru dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
a. Anak-anak sendiri mengharaapkan guru yang berwibawa, yang dapat bertindak tegas untuk
menciptakan suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu. Bila ada guru
baru, mereka sering menguji sampai manakan kewibawaannya. Mereka lebih senang menang
dalam pengujian kewibawaan guru itu.
b. Guru dipandang sebagai pengganti orang tua lebih-lebih pada ingkat sd. Bila dirumah anak
itu mematuhi ibunya, maka lebih mudah ia menerima kewibawaan guru tersebut.
c. Pada umumnya tiap orang tua mendidik anaknya agar patuh kepada guru. Bila guru
digambarkan sebagai orang yang harus dihormati, sebagai orang yang berhak menghukum
pelanggaran anak, bila orang tua senantiasa memihak dalam segala tindakannya maka guru
lebih mudah menegakan kewibawaannya.
d. Guru sendiri dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga adanya jarak sosial antara
dirinya dengan murid. Kewibawaan akan mudah lenyap bila guru itu terlampau akrab dengan
murid dan bersenda-gurau dengan mereka. Sekalipun dalam situasi informal guru harus
senntiasa menjaga kedudukannya sebagai guru dan tidak menjadi salah seorang anggota yang
sama dengan anak-anak.
e. Guru harus selalu disebut ‘ibu guru’ atau ‘pak guru’ dan dengan julukan itu memperoleh
kedudukan sebagai orang yang dituakan.
f. Dalam kelas guru duduk atau berdiri didepan murid. Posisi yang menonjol itu
memberikannya kedudukan yang lebih tinggi daripada murid yang harus duduk tertib
dibangku tertentu. Ia senantiasa mengawasi gerak-gerik murid untuk mengontrol kelakuanya.
Sebagai guru ia berhak menyuruh murid melakukan hal-hal menurut keinginannya.
g. Untuk guru sering disediakaan ruangan guru yang khusus yang tak boleh dimasuki murid
begitu saja.
h. Guru-guru muda yang ingin bergaul dengan murid sebagai kakak yang akan dinasehati oleh
guru-guru tua yang berpengalaman agar menjaga jarak dengan murid dan jangan terlampau
rapat dengan mereka.
i. Wibawa guru juga diperolehnya dari kekuasannya untuk menilai ulangan atau ujian murid
dan menentukan angka rapor dan dengan demikian menentukan nasib murid, apakah ia naik
atau tinggal kelas. Murid maupun mahasiswa sangat menyegani pengajar yang memegang
kekuasaan itu. Ada guru yang menyalahgunakan kekuasaan itu dan diberi julukan “killer”
j. Namun kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya sendiri.
Kepribadian harus dibentuk berkat pengalaman. Kepribadian diperoleh dengan mewujudkan
norma-norma yang tinggi pada diri guru seperti rasa tanggung jawab, yang nyata pada dalam
ketaatan pada waktu, persiapan yang cermat, kerajinan memeriksa pekerjaan murid,
kesediaan membimbing dan membatu murid kesabaran, ketekunan, kejujuran, dan
sebagainya.
Kewibawaan yang sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunakan kekuasaan dengan
ancaman akan memberikan angka rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun
kedudukan sebagai guru telah memberi kewibawaan formal, namun kewibawaan itu harus
lagi didukung oleh kepribadian guru.
Dalam situasi sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak
sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolahraga, bepiknik atau kegiatan lainya. Murid-murid
menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul lebih akrab dengan mereka,
sebagai manusia tehadap manusia lainya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal.
Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan perannya menurut situasi sosial yang dihadapinya.
Akan tetapi bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat dalam situasi belajar dalam
kelas akan menimbulkan kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri. Alam masyarakat yang
banyak sedikit masih bercorak otoriter-partriarkal mungkin jika demokratis masih belum
dapat dijalankan sepenuhnya.