Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

A.    KEDUDUKAN GURU DAN PERANAN GURU

Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa,


sebagai pengajar dan pendidik, dan sebagai pegawai. Yang paling utama ialah kedudukannya
sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru
ia harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat. Apa yang
dituntut dari guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi daripada yang dituntut
dari orang dewasa lainnya.[1] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 91.
DINA MULAI NINGSOR IKI FOTENOTE E IKI
http://munawararifin93.blogspot.com/2016/05/makalah-kedudukan-dan-peranan-guru.html,
DIAKSES PADA HARI SABTU TANGGAL 1 MEI 2021 PUKUL 10.00 WIB
Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak, bagi guru
menurut harapan masyarakat. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi
suri teladan, didalam maupun diluar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya
selama 24 jam sehari. Dimana dan kapan saja ia akan selalu dipandang sebagai yang harus
memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak didik yang ia ajar.

Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih tajam.
Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk, korupsi,
pelanggaran seks dan lain-lain, namun kalau guru melakukan perbuatan tersebut di anggap sangat
serius. Guru yang berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang di didiknya.

Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru. Guru-
guru harus memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru dan
menjadikan sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial didalam maupun diluar sekolah.

Kedudukan guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita orang
yang lebih tua dari pada muridnya maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus
dihormati, karena guru juga di pandang sebagai pengganti orangtua. Hormat anak terhadap orang
tuanya sendiri harus pula di perlihatkan terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus pula dapat
memandang murid sebagai anak.

Sedangkan sebagai pegawai kedudukan guru ditentukan oleh pengalaman kerja, golongan, ijazah,
dan lama kerjanya.

Adapun peranan bagi seorang guru adalah seorang guru diharapkan berperan sebagai teladan dan
rujukan dalam masyarakat dan khususnya anak didik yang dia ajar. Berdasarkan kedudukannya
sebagai guru ia berperan sebagai orang dewasa, sebagai seorang pengajar, sebagai seorang pendidik
dan sebagai pemberi contoh dsb.

Salah satu peranan guru adalah sebagai seseorang yang profesional. Jabatan sebagai profesional
menuntut peningkatan kecakapan dan mutu keguruan secara kesinambungan. Guru yang berkualitas
profesionalnya, yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya, cakap dalam
cara mengajarkannya secara efektif dan efisien dan guru tersebut mempunyai kepribadian yang baik.
Selain itu integritas diri serta kecakapan keguruannya juga perlu ditumbuhkan serta dikembangkan.

Menurut Semana (1994), seorang guru dituntut untuk bisa berperan dalam menunjukan citra guru
yang ideal dalam masyarakatnya. Dalam hal ini J.Sudarminto (1990) (dalam semana, 1994)
berpendapat bahwa citra guru yang ideal adalah sadar dan tanggap akan perubahan zaman pola
tindakan keguruannya yang tidak rutin, guru tersebut maju dalam penguasaan dasar keilmuannya
dan perangkat instrumentalnya (misalnya sistem berfikir, membaca keilmuan, kecakapan problem
solving, dll) yang diperlukannya untuk lebih lanjut atau berkesinambungan.

Guru juga harus memiliki kecakapan kerja yang baik dan kedewasaan berpikir yang tinggi sebab guru
sebagai pemangku jabatan yang profesional merupakan posisi yang bersifat strategis dalam
kehidupan dan pembangunan masyarakat.

Guru juga harus terus bisa memantapkan posisi dan peranannya lewat usaha mengembangkan
kemampuan diri secara maksimal dan berkesinambungan dalam belajar lebih lanjut. Salah satu yang
melandasi pentingnya guru harus terus berusaha mengembangkan diri karena pendidikan
berlangsung sepanjang hayat. Hal ini berlaku dimana usaha seseorang untuk mencapai
perkambangan diri serta karyanya tidak pernah selesai (hasilnya tidak pernah mencapai taraf
sempurna mutlak). SAMPEK IKI DINA

          Peranan Guru Sehubungan dengan Murid


Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam tergantung interaksi
sosial yang dihadapinya. Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan
mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya,
artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Dalam
situasi informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya
sewaktu rekreasi, berolahraga, berpiknik atau kegiatan lainnya.[3] [3] Ibid, hal  92-94.

http://lidyaekapratiwi.blogspot.com/2016/11/kedudukan-dan-peranan-guru.html
Adanya kewibawaan guru dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
a.       Anak-anak sendiri mengharaapkan guru yang berwibawa, yang dapat bertindak tegas untuk
menciptakan suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu. Bila ada guru
baru, mereka sering menguji sampai manakan kewibawaannya. Mereka lebih senang menang
dalam pengujian kewibawaan guru itu.
b.      Guru dipandang sebagai pengganti orang tua lebih-lebih pada ingkat sd. Bila dirumah anak
itu mematuhi ibunya, maka lebih mudah ia menerima kewibawaan guru tersebut.
c.       Pada umumnya tiap orang tua mendidik anaknya agar patuh kepada guru. Bila guru
digambarkan sebagai orang yang harus dihormati, sebagai orang yang berhak menghukum
pelanggaran anak, bila orang tua senantiasa memihak dalam segala tindakannya maka guru
lebih mudah menegakan kewibawaannya.
d.      Guru sendiri dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga adanya jarak sosial antara
dirinya dengan murid. Kewibawaan akan mudah lenyap bila guru itu terlampau akrab dengan
murid dan bersenda-gurau dengan mereka. Sekalipun dalam situasi informal guru harus
senntiasa menjaga kedudukannya sebagai guru dan tidak menjadi salah seorang anggota yang
sama dengan anak-anak.
e.       Guru harus selalu disebut ‘ibu guru’ atau ‘pak guru’ dan dengan julukan itu memperoleh
kedudukan sebagai orang yang dituakan.
f.       Dalam kelas guru duduk atau berdiri didepan murid. Posisi yang menonjol itu
memberikannya kedudukan yang lebih tinggi daripada murid yang harus duduk tertib
dibangku tertentu. Ia senantiasa mengawasi gerak-gerik murid untuk mengontrol kelakuanya.
Sebagai guru ia berhak menyuruh murid melakukan hal-hal menurut keinginannya.
g.      Untuk guru sering disediakaan ruangan guru yang khusus yang tak boleh dimasuki murid
begitu saja.
h.      Guru-guru muda yang ingin bergaul dengan murid sebagai kakak yang akan dinasehati oleh
guru-guru tua yang berpengalaman agar menjaga jarak dengan murid dan jangan terlampau
rapat dengan mereka.
i.        Wibawa guru juga diperolehnya dari kekuasannya untuk menilai ulangan atau ujian murid
dan menentukan angka rapor dan dengan demikian menentukan nasib murid, apakah ia naik
atau tinggal kelas. Murid maupun mahasiswa sangat menyegani pengajar yang memegang
kekuasaan itu. Ada guru yang menyalahgunakan kekuasaan itu dan diberi julukan “killer”
j.        Namun kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya sendiri.
Kepribadian harus dibentuk berkat pengalaman. Kepribadian diperoleh dengan mewujudkan
norma-norma yang tinggi pada diri guru seperti rasa tanggung jawab, yang nyata pada dalam
ketaatan pada waktu, persiapan yang cermat, kerajinan memeriksa pekerjaan murid,
kesediaan membimbing dan membatu murid kesabaran, ketekunan, kejujuran, dan
sebagainya.
Kewibawaan yang sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunakan kekuasaan dengan
ancaman akan memberikan angka rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun
kedudukan sebagai guru telah memberi kewibawaan formal, namun kewibawaan itu harus
lagi didukung oleh kepribadian guru.
Dalam situasi sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak
sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolahraga, bepiknik atau kegiatan lainya. Murid-murid
menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul lebih akrab dengan mereka,
sebagai manusia tehadap manusia lainya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal.
Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan perannya menurut situasi sosial yang dihadapinya.
Akan tetapi bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat dalam situasi belajar dalam
kelas akan menimbulkan kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri. Alam masyarakat yang
banyak sedikit masih bercorak otoriter-partriarkal mungkin jika demokratis masih belum
dapat dijalankan sepenuhnya.

Walaupun guru bertindak otoriter dengan menggunakan wibawanya, namun ia tidak


akan dicap sebagai kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga
jangan sampai menyimpang perasaan dan harga diri murid. Ini mungkin selama
ia  mengecam kesalahan yang dibuat murid agar diperbaiki tanpa menyentuh pribadi anak itu
sendiri. Kebanyakan murid-murid akan tetap menyukainya dan memandangnya sebagai guru
yang baik asal ia selalu berusaha memahami murid dan bersedia untuk membantunya.
Pada satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat
menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil
belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan murid. Di lain pihak ia
harus dapat menunjukan sikap bersahabat dan dapat bergaul dengan murid dalam suasana
yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan perannya menurut situasi sosial
yang dihadapinya kegagalan dalam hal ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan
murid, kepala sekolah, rekan-rekan guru maupun orang tua murid. SAMPEK IKI
C. Peranan Guru dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan
guru dan ststus sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di negara satu dengan
negara lain dan dari satu zaman ke zaman lain pula. Di negara-negara maju biasanya guru di
tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranannya yang penting dalam proses
mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang
seperti Indonesia.
Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang bersangkutan
serrta kompetensi mereka dalam bekerja. Pada masyarakat yang paling menghargai guru pun
akan sangat sulit untuk berperan banyak dan mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi jika
seorang guru tidak memiliki kecakapan dan kompetensi di bidangnya. Ia akan tersisih dari
persaingan dengan guru-guru lainnya. Apalagi guru-guru yang tidak bisa memberikan
keteladanan bagi para muridnya, sudah barang tentu ia justru menjadi bahan pembicaraan orang
banyak. Jika dihadapan para muridnya seorang guru harus bisa menjadi teladan, ia pun dituntut
hal yang sama di dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Penghargaan atas peranan guru di negara kita bisa dibedakan menjadi dua macam. Pertama,
penghargaan sosial, yakni penghargaan atas jasa guru dalam masyarakat. Dilihat dari sikap-sikap
sosial anggota masyarakat serta penempatan posisi guru dalam stratifikasi sosial masyarakat yang
bersangkutan. Hal semacam ini akan tampak jelas kita amati pada mayarakat pedesaan yang
mana mereka selalu menunjukkan rasa hormat dan santun terhadap para guru yang menjadi
pengajar bagi anak-anak mereka. Mereka (masyarakat) lebih biasa memberi kata-kata sapaan
santun terhadap guru seperti pak guru, mas guru dan sebagainya daripada profesi-profesi yang
lain.
Kedua, adalah penghargaan ekonomis, yakni penghargaan atas peran guru dipandang dari
seberapa besar gaji yang diterima oleh guru. Dengan kondisi gaji guru-guru di Indonesia sampai
tahun 2000 an ini, tidak mungkin menjadi sejahtera dalam hal ekonomi hanya dengan pekerjaan
mangajarnya saja. Hal inilah yang menjadikan kurang maksimalnya peranan guru dalam menja-
lankan tugas mengajar apalagi melakukan pengabdian pada masyarakat.
Dalam perspektif perubahan sosial, guru yang baik tidak saja harus mampu melaksanakan
tugas profesionalnya di dalam kelas, namun harus pula berperan melaksanakan tugas-tugas
pembelajaran di luar kelas atau di dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai pula dengan kedudukan
mereka sebagai agent of change  yang berperan sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap
kemajuan serta pembaharuan.
Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta
contoh (reference) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai yang
harus dijaga dan dilaksanakan. Ini dapat kita lihat bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat
sangat berpengaruh terhadap orang lain. Ki Hajar Dewantoro menggambarkan peran guru
sebagai stake holder atau tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing
Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Di sini tampak jelas bahwa guru memang sebagai “pemeran aktif”, dalam keseluruhan
aktivitas masyarakat sercara holistik. Tentunya para guru harus bisa memposisikan dirinya
sebagai agen yang benar-benar membangun, sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju
ke arah yang positif bagi perkembangan masyarakat *) Bagian dari 11 BAB
Buku SOSIOLOGI PENDIDIKAN, Ravik Karsidi (2005), Surakarta: UNS
Press dan LPP UNS

Anda mungkin juga menyukai