Anda di halaman 1dari 126

Resusitasi Neonatus

Penyunting:
Rinawati Rohsiswatmo
Lily Rundjan

UKK Neonatologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia
2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini, dalam bentuk
apapun dan dengan cara apapun, tanpa izin tertulis dari Penerbit

Diterbitkan oleh:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Tahun 2014
Kata Pengantar
Ketua Ukk Neonatologi Idai
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
pada saat KONIKA XVI di Palembang, Buku Panduan Resusitasi Neonatus
yang disusun oleh UKK Neonatologi terwujud.
Banyak buku panduan resusitasi yang saat ini beredar dan digunakan
untuk panduan pelatihan resusitasi neonatus masih menggunakan teori
lama yang mengutamakan pemberian Ventilasi Tekanan Positif (VTP).
Panduan resusitasi neonatus dengan konsep pemberian VTP umumnya
digunakan pada bayi yang mengalami apnea atau megap-megap Untuk
bayi baru lahir dengan tonus otot baik, dapat bernapas spontan tetapi
mengalami sesak napas (merintih, retraksi, dan atau napas cuping
hidung) seyogyanya diberikan bantuan napas berupa CPAP (Continous
Positive Airway Pressure). Pemberian VTP dengan menggunakan balon
resusitasi yang mengembang sendiri ternyata tidak dapat menghasilkan
CPAP, sedangkan T-Piece resuscitator dapat menghasilkan CPAP maupun
pemberian VTP dengan tekanan yang terukur. Memang ada beberapa
kekurangan dalam penggunaan alat ini yaitu harganya relaitf mahal,
disamping diperlukan pemberian gas campuran (oksigen dan medical
air) untuk menghasilkan tekanan. Dengan bantuan berbagai pihak,
kedua kendala ini dapat diatasi dengan dibuatnya alat T-piece resuscitator
di dalam negeri sehingga harganya menjadi murah dan penggunaannya
menjadi lebih mudah. Buku panduan ini juga membahas peran penting
tindakan stabilisasi pasca resusitasi. Tujuannya agar bayi yang lahir atau
dirujuk dapat sampai di ruang perawatan atau rumah sakit rujukan dalam
keadaan baik sehingga prognosis bayi tersebut menjadi baik juga.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya
ucapkan kepada seluruh pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran untuk membantu terbitnya buku panduan ini. Akhirnya seperti
kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Kami menyadari masih banyak
kekurangan dari buku ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan isi buku
ini dimasa mendatang. Semoga buku ini bermanfaat sehingga dapat
memberikan kontribusi terhadap penurunan angka asfiksia neonatorum
di Indonesia.

Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K)


Ketua UKK Neonatologi IDAI

iii
Kata Pengantar
Ketua Umum Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia

Ucapan selamat kami sampaikan kepada Unit Kerja Koordinasi (UKK)


Neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang telah menerbitkan
Buku Resusitasi Neonatus. Sebuah prestasi yang patut disyukuri dan
dibanggakan. Terima kasih dan penghargaan juga kami sampaikan kepada
seluruh kontributor dan tim editor yang telah meluangkan segenap waktu,
tenaga dan pikiran utnuk menyiapkan buku ini.
Pemerintah bersama IDAI berusaha menurunkan angka kematian
neonatus di Indonesia yang masih tinggi. Salah satu titik berat usaha
tersebut adalah dengan memerbaiki kualitas penangaan asfiksia neonatus
yang merupakan penyumbang terbesar kematian bayi di Indonesia. Buku
ini kami dedikasikan untuk segenap anggota IDAI dan tenaga kesehatan
Indonesia untuk menjadi panduan dalam menangani bayi asfiksia yang
membutuhkan tindakan resusitasi.
Buku ini berisi panduan praktis resusitasi neonatus secara detail
mulai dari ikhtisar fisiologi adaptasi neonatus sampai transport resusitasi
neonatus, sehingga diharapkan para pembaca bukan hanya mampu
melakukan tindakan resusitasi namun mampu juga memastikan bayi
tiba di pelayanan rujukan neonatus dengan selamat. Dalam buku ini juga
dibahas bagaimana melakukan resusitasi neonatus yang optimal baik di
fasilitas kesehatan primer/terbatas maupun di fasilitas kesehatan tersier/
lengkap. Tidak lupa pada buku ini juga dibahas mengenai etika dalam
resusitasi sehingga dapat menjawab keraguan terkait masalah etika
resusitasi neonatus.
Kami berharap buku panduan resusitasi IDAI ini dapat melengkapi
berbagai buku panduan resusitasi lain yang telah terbit sebelumnya
sehingga dapat memerkaya wawasan tenaga kesehatan Indonesia
khususnya dokter spesialis anak dalam melakukan resusitasi neonatus.

Dr. Badriul Hegar, Ph.D, Sp.A(K)


Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia

v
Daftar Kontributor

• Adhi Teguh Perma Iskandar


• Rizalya Dewi
• Naomi Esthernita
• Ari Yunanto
• Gatot Irawan Sarosa
• Setya Wandita
• Aris Primadi
• Risa Etika
• Indra Sugiarno
• Nani Dharmasetiawani
• Eriyati Indrasanto
• TB. Firmansyah B. Rifai
• Yanti Susianti
• Ismail Sangadji
• Kartika Darma Handayani
• Pustika Efar
• Tiara Nien Paramita
• Era Nurissama
• Chrissela Anindita Oeswadi

vi
Daftar Isi

Kata Pengantar Ketua UKK Neonatologi IDAI................................ iii

Kata Pengantar Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI........................v

Daftar Kontributor . ........................................................................vi

Periode Transisi dan Alur Resusitasi............................................... 1

Persiapan Resusitasi ....................................................................... 9

Penilaian dan Langkah Awal......................................................... 37

Resusitasi Terintegrasi................................................................... 49

Stabilisasi dan Transportasi Pasca Resusitasi................................ 97

Aspek Etika dalam Resusitasi...................................................... 115

Megacode.................................................................................... 117

vii
1
Periode Transisi dan
Alur Resusitasi
Tujuan Pembelajaran
1. Memahami perubahan fisiologi sistem pernapasan dan sirkulasi
selama periode transisi pada bayi baru lahir.
2. Mengenal berbagai hambatan proses transisi sistem pernapasan dan
sirkulasi pada bayi baru lahir.

Transisi Sistem Pernapasan dan Sirkulasi pada Bayi


Baru Lahir
Setiap bayi baru lahir senantiasa mengalami proses transisi dari kehidupan
intrauterin menuju ekstrauterin yang melibatkan hampir semua sistem
organ tubuh. Di antara berbagai sistem organ tersebut, perubahan sistem
pernapasan dan sirkulasi segera setelah lahir memainkan peranan penting
agar bayi dapat beradaptasi pada lingkungan ekstrauterin.1 Perubahan
fisiologis tersebut penting untuk dipahami oleh setiap penolong resusitasi
bayi baru lahir agar dapat menentukan tindakan yang tepat apabila terjadi
gangguan selama masa transisi.
Selama kehidupan janin, plasenta memegang peranan penting dalam
pertukaran gas dan sisa metabolisme. Alveolus paru janin belum berfungsi
dan masih terisi cairan yang disekresi oleh sel epitel paru. Cairan tersebut
diperlukan untuk memertahankan volume paru mendekati kapasitas residu
fungsional (KRF) yaitu sekitar 30 mL/kgBB guna mencapai pertumbuhan
paru yang normal pada saat bayi dilahirkan.1,2 Perbedaan fisiologis juga
terlihat pada sistem kardiovaskular janin. Sirkulasi janin bersifat paralel
dan shunt-dependent yaitu terdapat kombinasi kerja kedua ventrikel
jantung untuk memompa darah ke dalam sirkulasi sistemik. Pirau terjadi
di intrakardiak (foramen ovale) maupun ekstrakardiak (duktus venosus
dan duktus arteriosus). Sirkulasi ini memungkinkan sebagian darah kaya
oksigen dari vena umbilikalis melewati hati masuk ke vena kava inferior
(melalui duktus venosus), atrium kanan, atrium kiri (melalui foramen

1
Resusitasi Neonatus

ovale), ventrikel kiri, lalu dipompa menuju otak, miokardium, dan bagian
MUTIARA BERNAS atas tubuh. Sisa darah kaya oksigen dari vena umbilikalis memasuki
Segera setelah lahir, cairan sirkulasi hati dan bercampur dengan darah yang memiliki tekanan oksigen
dalam paru bayi harus lebih rendah pada vena kava inferior lalu bercampur dengan darah dari
vena kava superior dan sinus koronarius masuk ke atrium kanan, ventrikel
segera digantikan oleh
kanan dan dipompa menuju bagian bawah tubuh serta arteri umbilikalis
udara. untuk mengalami reoksigenasi di plasenta. Darah dari ventrikel kanan juga
memasuki sirkulasi paru namun hanya dalam jumlah kecil (± 12%) akibat
tahanan pembuluh darah paru yang tinggi, adanya duktus arteriosus, dan
tahanan pembuluh darah sistemik yang rendah.3-6
Setelah lahir terjadi serangkaian peristiwa fisiologis yang unik
sehingga bayi dapat beradaptasi dengan lingkungan ekstrauterin. Cairan
dalam alveolus paru akan segera digantikan oleh udara sehingga paru
bayi dapat berfungsi dengan optimal (gambar 1.1). Pada awal persalinan
kala 1 sekresi cairan paru akan berhenti karena stimulasi katekolamin
yang beredar dalam sirkulasi janin sedangkan kontraksi uterus akan
meningkatkan tekanan rongga dada janin dan mendorong cairan paru
keluar sehingga membantu pengosongan cairan paru. Sebelum memasuki
persalinan kala 2 sebagian besar cairan paru sudah diabsorpsi. Berbagai
faktor (penurunan pO2, pH, dan peningkatan pCO2 akibat pemutusan
hubungan dengan sirkulasi umbilikal, perubahan suhu, serta adanya
rangsang taktil, audiovisual, dan proprioseptif) akan merangsang bayi
melakukan tarikan napas pertama. Tarikan napas tersebut menghasilkan
tekanan negatif inspiratori yang tinggi, mencapai 70-110 cmH2O, untuk
mengembangkan paru serta mendorong sebagian besar cairan paru ke
dalam ruang perivaskular.3 Pengembangan paru dan peningkatan kadar
oksigen dalam alveoli akan mengurangi tahanan pembuluh darah paru
diikuti peningkatan aliran darah paru dan penyerapan cairan paru ke
dalam sirkulasi. Penyerapan cairan paru juga berlangsung melalui sistem
MUTIARA BERNAS
Transisi sirkulasi bayi baru
lahir meliputi perubahan
tekanan darah sistemik
maupun paru serta
penutupan duktus yang
diperlukan selama masa
janin

Gambar 1.1. Transisi sistem pernapasan : cairan dalam alveolus digantikan oleh udara11

2
Periode Transisi dan Alur Resusitasi 1
limfatik paru bayi. Penyerapan cairan paru dipengaruhi oleh sistem
transport aktif, terutama natrium, dan gradien osmotik antara cairan paru
dan cairan interstitial. Pada bayi cukup bulan dan bugar proses penyerapan
berlangsung sampai kurang lebih 2 jam.1,2,9
Di dalam kandungan janin hidup dengan saturasi oksigen kurang
lebih 60%, dan setelah lahir bayi bugar memerlukan waktu transisi
untuk mencapai tingkat saturasi oksigen 90%. Bayi prematur umumnya
membutuhkan waktu sekitar 6,5 menit (antara 4,9 hingga 9,8 menit) dan
bayi cukup bulan sekitar 4,7 menit (antara 3,3 hingga 6,4 menit) untuk
mencapai saturasi oksigen di atas 90%.10
Penjepitan tali pusat setelah bayi lahir akan memutuskan hubungan
sirkulasi bayi dari sirkulasi plasenta yang memiliki tahanan rendah. Hal ini
mengakibatkan peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik bayi serta
penurunan aliran darah yang melewati duktus venosus. Duktus venosus
akan menutup secara pasif dalam waktu 3-7 hari diikuti penurunan aliran
darah ke vena kava inferior.4,7 Peningkatan tahanan pembuluh darah
sistemik bersamaan dengan penurunan resistensi pembuluh darah paru
akan meningkatkan tekanan pada atrium kiri serta menurunkan tekanan
pada atrium kanan. Perubahan tekanan pada kedua atrium tersebut akan
diikuti dengan perubahan arah pirau dari kiri ke kanan dan penutupan
foramen ovale secara fungsional dalam beberapa tarikan napas pertama.
Peningkatan pO2 dalam darah disertai penurunan kadar prostaglandin yang
beredar segera setelah lahir menyebabkan konstriksi duktus arteriosus.
Penutupan fungsional duktus arteriosus terjadi dalam 60 jam pada 93%
bayi cukup bulan sedangkan penutupan secara permanen menjadi

Gambar 1.2. Perbedaan sirkulasi sebelum lahir (a) dan setelah lahir (b)3

3
Resusitasi Neonatus

ligamentum arteriosum umumnya terjadi dalam 4-6 minggu setelah lahir.8


Sistem kardiovaskular bayi selanjutnya menjadi suatu rangkaian, ventrikel
kiri memompa darah ke seluruh sirkulasi sistemik dan ventrikel kanan
memompa darah ke sirkulasi paru (gambar 1.2).3-8,12

Hambatan Proses Transisi pada Bayi Baru Lahir


Tidak semua bayi baru lahir dapat melewati periode transisi dengan
sempurna, terutama bayi prematur atau bayi dengan kelainan kongenital
berat. Beberapa penyulit yang dapat menghambat proses transisi pada bayi
baru lahir antara lain :1,9,11
• Kelahiran tanpa melalui proses persalinan aktif (contoh : operasi
sesar elektif) dan pernapasan yang tidak adekuat pada bayi (contoh
: bayi prematur atau bayi berat lahir rendah) mengakibatkan proses
penyerapan cairan paru terhambat. Cairan yang tersisa dalam alveoli
akan menghambat aliran oksigen ke dalam sirkulasi darah.
• Kehilangan darah dalam jumlah besar, kontraktilitas jantung yang
buruk serta bradikardia akibat hipoksia dapat menyebabkan kegagalan
peningkatan tekanan darah sistemik sehingga bayi mengalami
hipotensi sistemik.
• Hipoksia intra uterin yang tidak teratasi mengakibatkan kadar oksigen
tetap rendah sehingga arteriol paru gagal berdilatasi (tetap mengalami
konstriksi) dan penghantaran oksigen ke seluruh tubuh terhambat.
Keadaan ini akan berakibat pada kegagalan penutupan duktus
arteriosus dan foramen ovale serta hipertensi pulmonal persisten.
Proses transisi pada saat lahir merupakan fase yang cukup kompleks.
Dengan memahami perubahan fisiologis yang terjadi selama periode
transisi serta hambatannya diharapkan penolong resusitasi dapat menilai
dan memberi bantuan resusitasi secara optimal dan berkesinambungan
guna menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir.
MUTIARA BERNAS
Semua langkah resusitasi
bertujuan membantu bayi Alur resusitasi
melewati periode transisi
Sebagian bayi baru lahir (10%) memerlukan bantuan untuk memulai
yaitu memulai pernapasan,
pernapasan sedangkan hanya 1% bayi yang memerlukan resusitasi lebih
laju denyut jantung lanjut. Langkah-langkah untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir
meningkat, dan semua dapat dilihat pada bagan Resusitasi. Masing-masing langkah dilakukan
organ tubuh mendapat selama 30 detik dan harus senantiasa dinilai serta dilakukan tindakan
sirkulasi adekuat sesuai hasil penilaian tersebut. Perpindahan langkah baru dapat dilakukan
apabila langkah sebelumnya telah dilakukan dengan efektif.

4
Periode Transisi dan Alur Resusitasi 1
Ya
Bernapas atau menangis?  Perawatan rutin: 
• Pastikan bayi tetap hangat 
Tonus baik? 
• Keringkan bayi 
Tidak  • Lanjutkan  observasi 

PADA SETIAP LANGKAH TANYAKAN: APAKAH ANDA MEMBUTUHKAN BANTUAN?
  pernapasan,  laju    denyut 
30 detik 

Langkah awal:(nyalakan pencatat waktu)  jantung, dan tonus 
 
• Pastikan bayi tetap hangat 
• Atur posisi dan bersihkan jalan napas 
Keterangan: 
 
• Keringkan        dan stimulasi 
        Pada bayi dengan berat ≤ 
• Posisikan kembali 
1500 gram, bayi langsung 
  dibungkus plastik bening tanpa 
dikeringkan terlebih dahulu 
 
Observasi usaha napas, laju denyut jantung (LDJ), dan tonus otot 
kecuali wajahnya, kemudian 
dipasang topi. Bayi tetap dapat 
  distimulasi walaupun dibungkus 
Tidak bernapas/ megap‐ Bernapas spontan  plastik 
 
megap, dan atau 
LDJ < 100x/ menit 
 
Distres napas Sianosis sentral persisten 
 
30 detik 

(Takipnu, retraksi, atau  Tanpa distres napas 
  merintih) 
 
Ventilasi tekanan 
positif (VTP)  Pertimbangkan 
    suplementasi oksigen 
Continuous positive airway 
Pemantauan SpO2  pressure (CPAP)   
  Pemantauan SpO2 
TPAE 5‐8 cmH2O 
Pemantauan SpO2 
 
Keterangan:
 
Bila LDJ tetap  
Apabila LDJ > 100 kali per menit dan  
Gagal CPAP
< 100 kali/ menit  target saturasi oksigen tercapai: 
30 detik  TPAE 8 cmH2O 
FiO2> 40%  • Tanpa alat bantu napasÆ Lanjutkan 
Dengan distres napas  ke perawatan observasi  
 
Setiap 60 detik sekali nilai laju denyut jantung, usaha napas dan tonus 

  • Dengan alat bantu napas Æ 
Pengembangan dada adekuat?  Pertimbangkan intubasi  Lanjutkan ke perawatan pasca‐
 
resusitasi
Ya  Tidak
 
Waktu dari  Target SpO2 
Dada mengembang  Bila dada tidak  Lahir  Preduktal 
 
adekuat  mengembang adekuat 
 namun LDJ < 60x/ menit  Evaluasi:  1 menit  60‐70% 
 
  • Posisi kepala bayi 
VTP (O2 100%) +  • Obstruksi jalan  2 menit 65‐85% 
 
kompresi dada  napas  3 menit  70‐90% 
(3 kompresi tiap 1 napas)  • Kebocoran sungkup 
 
  • Tekanan puncak  4 menit 75‐90% 
Pertimbangkan Intubasi  inspirasi cukup atau 
    5 menit  80‐90% 
tidak 
Observasi LDJ dan usaha 
10 menit 85‐90%   
napas tiap 60 detik 

 
Keterangan: 
          Intubasi endotrakea dapat   
LDJ < 60/ menit? 
dipertimbangkan pada langkah ini apabila VTP 
tidak efektif atau telah dilakukan selama 2   
menit 
Pertimbangkan pemberian obat dan cairan intravena 

5
Resusitasi Neonatus

HAL - HAL PENTING


• Perubahan sistem pernapasan dan sirkulasi
berperan penting dalam transisi kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin pada bayi baru lahir.
• Hambatan proses transisi pada bayi baru lahir
meliputi gangguan penyerapan cairan paru,
kegagalan peningkatan tekanan darah sistemik,
serta kegagalan dilatasi arteriol paru.
• Langkah-langkah resusitasi meliputi langkah
awal, bantuan ventilasi, kompresi dada (sambil
melanjutkan ventilasi), dan pemberian obat
(sambil melanjutkan ventilasi dan kompresi
dada). Setiap langkah harus senantiasa
dievaluasi dan dilakukan tindakan sesuai dengan
hasil evaluasi tersebut.

Daftar pustaka
1. Carlton DP. Regulation of Liquid Secretion and Absorption by the Fetal and
Neonatal Lung. Dalam: Polin RA, Fox WW, penyunting. Fetal and Neonatal
Physiology. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier Saunders;2011. h.907.
2. CarloWA, Wu TJ. Pulmonary physiology of neonatal resuscitation. NeoRev.
2001; 2: 45-50.
3. Sharma A, Ford S, Calvert J. Adaptation for life: a review of neonatal physiology.
AnaesthIntensive Care Med. 2010; 12: 85-90.
4. Greenough A, Milner AD. Pulmonary disease of the newborn: Physiology.
Dalam: Rennie JM, penyunting. Roberton’s Textbook of Neonatology. Edisi ke-
4. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. h.445-50.
5. Maschoff KL, Baldwin HS. Embryology and development of the cardiovascular
system. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, penyunting. Avery’s
Disease of the Newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.
h.790-9.
6. Murphy PJ. The fetal circulation. Contin Educ Anaesth Crit Care Pain. 2005;
5: 107-12.
7. Fetal circulation and cardiovascular adjustments after birth. Dalam: Rudolph
AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, penyunting. Rudolph’s pediatrics. Edisi ke-19.
Norwalk: Appleton & Lange; 1991.
8. Friedman AH, Fahey JT. The transition from fetal to neonatal circulattion:
normal responses and implications for infants with heart disease. Semin
Perinatol. 1993: 17; 106-21.

6
Periode Transisi dan Alur Resusitasi 1
9. Frappell PB, MacFarlane PM. Development of mechanics and pulmonary
reflexes. Respiratory Physiol Neurobiol. 2005;149:143-54.
10. Kamlin CO, O’Donnell CPF, Davis PG, Morley CJ. Oxygen saturation in healthy
infants immediately after birth. J Pediatr. 2006;148:585-9.
11. American Academy of Pediatrics and the American College of Obstetricians
and Gynecologists. Guidelines for perinatal care. Illinois: American Academy
of Pediatrics; 2007.
12. Crossley KJ, Allison BJ, Polglase GR, Morley CJ. Davis PG, Hooper SB. Dynamic
changes in the direction of blood flow through the ductusarteriosus at birth. J
Physiol. 2009; 587: 4695-704.

7
2
Persiapan Resusitasi
Tujuan Pembelajaran
1. Mengenali faktor risiko antepartum dan intrapartum yang
meningkatkan kebutuhan resusitasi neonatus
2. Memahami pentingnya pembentukan tim resusitasi neonatus
3. Memahami lingkungan dan peralatan yang perlu dipersiapkan untuk
melakukan resusitasi neonatus pada fasilitas lengkap atau terbatas
4. Memahami upaya pengendalian infeksi saat melakukan resusitasi
neonatus

P
ersiapan resusitasi yang baik akan memengaruhi kelancaran
dan efektifitas suatu resusitasi. Persiapan resusitasi mencakup
pengenalan faktor risiko, persiapan tim, persiapan lingkungan
resusitasi, persiapan perlengkapan alat resusitasi, dan pencegahan
penularan infeksi yang mungkin timbul saat melakukan resusitasi. Mutiara bernas
Persiapan yang baik dan
Mengenali Faktor Risiko terencana akan menentukan
kelancaran dan efektivitas
Berbagai keadaan ibu dan janin selama kehamilan maupun persalinan resusitasi
dapat menjadi faktor risiko resusitasi saat lahir, sehingga harus cepat
dikenali untuk mengantisipasi masalah yang mungkin timbul.1,2 Faktor
risiko tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1. 1,3

Pembentukan Tim Resusitasi

Komunikasi dan Informasi


Sebagai persiapan menghadapi bayi dengan risiko tinggi, pengumpulan
informasi tentang faktor risiko dan keadaan terakhir ibu maupun janin
harus dilakukan secara seksama.1,4 Pembagian tugas yang jelas pada tiap
penolong perlu diingatkan sesaat sebelum melakukan resusitasi (jika
waktu memungkinkan), agar dapat mengurangi kesalahan yang mungkin
akan terjadi. 3 Sebagai contoh: bayi dengan kondisi terakhir ketuban
bercampur mekoneum, maka pemimpin menginformasikan hal tersebut

9
Resusitasi Neonatus

Tabel 2.1. Faktor Risiko Resusitasi Saat Lahir


Faktor Risiko
Faktor Ibu Faktor Janin Faktor Intrapartum
• Ketuban pecah dini ≥18 jam3 • Kehamilan multipel (ganda, triplet)3 • Pola denyut jantung janin yang
• Perdarahan pada trimester 2 • Prematur (terutama usia gestasi < 35 meragukan pada CTG3
dan 3 minggu) • Presentasi abnormal
• Hipertensi dalam kehamilan3 • Postmatur (usia gestasi > 41 minggu) • Prolaps tali pusat3
• Hipertensi kronik • Besar masa kehamilan (large for • Persalinan/ kala 2 memanjang
• Penyalahgunaan obat gestational age) • Persalinan yang sangat cepat
• Konsumsi obat (seperti litium, • Pertumbuhan janin terhambat • Perdarahan antepartum (misal
magnesium, penghambat • Penyakit hemolitik aloimun (misal solusio plasenta, plasenta previa,
adrenergik, narkotika) anti-D, anti-Kell, terutama jika terdapat vasa previa)
• Diabetes melitus anemia/ hidrops fetalis) • Ketuban bercampur mekoneum3
• Penyakit kronik (anemia, PJB • Polihidramnion dan oligohidramnion • Pemberian obat narkotika untuk
sianotik) • Gerakan janin berkurang sebelum mengurangi rasa nyeri pada ibu
• Demam persalinan dalam 4 jam proses persalinan
• Infeksi3 • Kelainan kongenital yang • Kelahiran dengan forseps
• Korioamnionitis memengaruhi pernapasan, fungsi • Kelahiran dengan vakum
• Sedasi berat kardiovaskular, atau proses transisi • Penerapan anestesi umum pada
• Kematian janin sebelumnya lainnya ibu
• Tidak pernah melakukan • Infeksi intrauterin • Bedah kaisar yang bersifat darurat3
pemeriksaan antenatal • Hidrops fetalis
• Presentasi bokong3
• Distosia bahu 3

•Pembagian 
Penyampaian 
tugas  tim
komunikasi  Mengurangi risiko 
dan informasi  •Informasi ibu kesalahan resusitasi 
yang efektif •Informasi 
bayi

Bagan 2.1 Komunikasi dan informasi tim resusitasi

sekaligus menginstruksikan untuk memeriksa kembali ketersediaan


aspirator mekoneum atau suction ukuran terbesar serta memastikan alat
hisap berfungsi dengan baik.
Informasi yang perlu diketahui oleh tim resusitasi karena dapat
memengaruhi manajemen resusitasi adalah sebagai berikut:1,4
a. Informasi mengenai ibu:
i. Riwayat kehamilan (kondisi kesehatan maupun pemakaian obat-
obatan)
ii. Riwayat kesehatan dan medikasi ibu
iii. Hasil pemeriksaan ultrasonografi antenatal
iv. Riwayat pemeriksaan kesehatan janin dalam kandungan
v. Risiko infeksi ibu (misal: Streptococcus grup B)
b. Informasi mengenai janin yang akan dilahirkan
i. Usia gestasi

10
Persiapan Resusitasi 2
ii. Perkiraan jumlah janin (tunggal, kembar)
iii. Janin risiko tinggi dan kemungkinan memerlukan resusitasi
iv. Mekoneum pada cairan ketuban
v. Variasi denyut jantung janin
vi. Kelainan kongenital janin

Mutiara bernas
Anggota tim • Tugas tim harus jelas
Resusitasi pada bayi baru lahir dapat dilakukan oleh dokter spesialis anak
dan dipahami oleh
konsultan neonatologi/ dokter spesialis anak/ dokter spesialis anestesi/
dokter spesialis kandungan/ dokter umum/ perawat/bidan,4,5 namun masing-masing individu.
perlu dipahami bahwa bantuan resusitasi tidak dapat dilakukan seorang • Semua informasi
diri, terutama pada persalinan risiko tinggi. Sebaiknya penolong sudah sebaiknya sudah
menguasai pelatihan resusitasi neonatus dasar dengan anggota tim diketahui tim resusitasi
idealnya minimal 3 orang 3,6
sebelum bayi lahir.
• Penolong pertama = kapten/pemimpin jalannya resusitasi.
- Posisi: di atas kepala bayi
- Memiliki pengetahuan dan kompetensi resusitasi yang paling
tinggi dan lengkap serta dapat menginstruksikan tugas kepada
anggota tim lainnya.
- Tanggung jawab utama: ventilasi (airway dan breathing).

Circulation
Drugs and
Equipment

Team
Leader

Gambar 2.1. Anggota tim resusitasi

11
Resusitasi Neonatus

Mutiara bernas
Resusitasi tidak dapat
dilakukan seorang diri.
Panggil bantuan!
2 = Circulation*

3 = Drugs and
Equipment*

1 = Airway-
Breathing

Gambar 2.2. Posisi tim resusitasi Keterangan gambar:


* = boleh bertukar posisi bila perlu 1. Pemimpin
2. Asisten sirkulasi
3. Asisten obat dan peralatan

• Penolong kedua = asisten sirkulasi


- Posisi: sisi kiri bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat, dibolehkan
bertukar posisi antara penolong kedua dan ketiga, dengan catatan
fungsi tidak tumpang tindih)
- Tanggung jawab: sirkulasi bayi
- Meliputi: mendengarkan laju denyut jantung bayi, mengatur
kebutuhan tekanan inspirasi positif (positive inspiratory pressure/
PIP) dan fraksi oksigen (FiO2), memberikan kompresi jantung,
memasang kateter umbilikal untuk resusitasi cairan

12
Persiapan Resusitasi 2
• Penolong ketiga = asisten peralatan dan obat
- Posisi: sisi kanan bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat, dibolehkan
bertukar posisi antara penolong kedua dan ketiga, dengan catatan
fungsi tidak tumpang tindih)
- Tanggung jawab: menyalakan tombol pencatat waktu, memasang
monitor saturasi, monitor suhu, menyiapkan peralatan suction,
persiapan obat-obatan dan alat-alat lainnya.
• Urutan pertama hingga ketiga menunjukkan tingkat kompetensi
anggota. Penolong pertama memiliki kompetensi tertinggi, dan
penolong kedua merupakan anggota dengan kompetensi yang lebih
baik dibandingkan dengan penolong ketiga.
- Namun pada pelaksanaan di lapangan, hal ini terkadang tidak
terjadi, penolong kedua dan ketiga dapat memiliki kompetensi
yang sama. Sebagai contoh, penolong pertama merupakan dokter
anak, sementara penolong kedua dan ketiga merupakan perawat
dan/atau bidan. Apabila pada saat tindakan diperlukan pelaksana
dengan kompetensi khusus dan tinggi (misal. pemasangan
kateter umbilikal yang seharusnya dilakukan oleh penolong
kedua/sirkulasi), penolong kedua dan ketiga boleh bertukar
posisi dengan catatan peran setiap penolong harus tetap berjalan
dengan baik, tidak saling menunggu dan mengandalkan. Penting
sekali mencapai kondisi ‘STABLE’ (lihat Bab 5: Stabilisasi
dan Transportasi Pasca Resusitasi) dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.

Tim resusitasi
Kompetensi penolong resusitasi dapat dikategorikan menurut risiko
persalinan:5, 7
• Persalinan risiko sangat tinggi
Dihadiri oleh minimal 1 konsultan neonatologi atau dokter spesialis
anak. Termasuk persalinan risiko sangat tinggi, antara lain:
- Usia kehamilan < 30 minggu atau < 1500 gram
- Usia ≤ 26 minggu  konsultan neonatologi diupayakan hadir
- Persalinan multipel usia <32 minggu
- Inkompatibilitas rhesus berat/ hidrops fetalis
- Malformasi berat yang terdiagnosis antenatal, contoh hernia
diafragmatika, penyakit jantung bawaan
- Prolaps tali pusat/ tersangka hipoksia intra partum berat/
perdarahan antepartum berat.
- Bedah kaisar darurat (misalnya: gawat janin, perdarahan
antepartum masif)
- Persalinan lain yang dianggap sebagai persalinan risiko sangat
tinggi melalui diskusi antara dokter spesialis kandungan dan
dokter spesialis anak/ konsultan neonatologi.

13
Resusitasi Neonatus

• Persalinan risiko tinggi atau sedang


Dihadiri oleh minimal 1 orang dokter spesialis anak atau dokter
umum. Termasuk persalinan risiko tinggi atau sedang, antara lain:
- Usia kehamilan 30-36 minggu atau persalinan multipel ≥32
minggu.
Mutiara bernas - Inkompatibilitas rhesus ringan-sedang
Tim resusitasi sebaiknya - Pertumbuhan janin terhambat
- Tersangka hipoksia intrapartum
memiliki personil yang tetap
- Persalinan sungsang
dan siap kapanpun ada - Distosia bahu
persalinan dengan risiko - Cairan ketuban bercampur mekoneum
bayi lahir memerlukan - Bedah kaisar darurat (keadaan yang dapat membahayakan janin
resusitasi maupun ibu)
- Bedah kaisar elektif dengan faktor risiko tambahan (diabetes pada
ibu dengan usia kehamilan <37 minggu, restriksi pertumbuhan
janin, anomali janin, tersangka gangguan pada janin, persalinan
multipel, letak sungsang, anestesi umum, plasenta previa derajat 3
atau 4) atau jika ada permintaan dari dokter spesialis kandungan.
• Persalinan multipel
Jika persalinan ≤35 minggu dibutuhkan 1 tim untuk setiap bayi, maka
persalinan ≤30 minggu dibutuhkan tambahan dokter. Bila terdapat
komplikasi lain pada persalinan multipel dibutuhkan 2 dokter untuk
setiap bayi.
Pada bayi yang akan mendapatkan perawatan paliatif, maka
diperlukan minimal 1 orang dokter spesialis anak konsultan neonatologi
atau dokter spesialis anak untuk memastikan bayi mendapatkan
perawatan yang sesuai.

Lingkungan Resusitasi

Ruangan
Ruang resusitasi harus sangat berdekatan dengan ruang bersalin/ kamar
operasi agar tim resusitasi dapat segera melakukan pertolongan.8
Hal-hal yang harus diperhatikan pada ruang resusitasi yaitu: ruangan
harus cukup hangat untuk mencegah bayi baru lahir kehilangan panas
tubuhnya, cukup terang untuk dapat menilai status klinis ibu-bayi, dan
cukup besar untuk tim resusitasi bergerak.8 Bila terdapat persalinan
multipel maka diperlukan ruangan yang lebih besar dengan pemancar
panas (infant warmer) dan set resusitasi sejumlah bayi yang akan lahir.

Suhu
Keadaan hipotermi atau hipertermi akibat proses konduksi, konveksi,
evaporasi maupun radiasi harus dicegah karena akan memengaruhi
efektivitas termoregulasi selama resusitasi. Keadaan tersebut dapat
dihindari dengan menjaga suhu tubuh bayi antara 36,5-37,5 oC.4

14
Persiapan Resusitasi 2

Gambar 2.3. Metode menghangatkan bayi dengan topi, plastik Gambar 2.4. Infant warmer menghangatkan bayi
pembungkus dan matras penghangat

Upaya pengaturan suhu antara lain:4


• Mengatur suhu ruangan yang hangat (24 - 26oC)
Mutiara bernas
• Meletakkan bayi tidak di bawah pendingin ruangan
Pastikan suhu ruangan 24-
• Infant warmer dihangatkan sebelum bayi lahir (untuk menghangatkan
matras, kain, topi, dan selimut bayi)
26⁰ C dan bayi tetap kering
• Menggunakan kain yang hangat dan kering untuk mengeringkan bayi
• Menggunakan plastik bening untuk membungkus bayi dengan berat
< 1500 gram
• Memakaikan topi pada kepala bayi sesuai dengan ukurannya
• Bayi di bawah 1000 gram menggunakan matras penghangat/blanket
roll
• Menggunakan inkubator transpor yang sudah dihangatkan atau
transportasi dengan kontak kulit dengan kulit (metode kangguru)
pada fasilitas terbatas untuk memindahkan bayi ke ruang perawatan

Gambar 2.5 Tahapan metode kangguru

15
Resusitasi Neonatus

Gambar 2.6 Transpor dengan metode kangguru Gambar 2.7 Inkubator transpor

Perlengkapan resusitasi

Peralatan
Tidak semua bayi baru lahir memerlukan tindakan resusitasi, namun
peralatan yang lengkap harus tetap disiapkan untuk mengantisipasi
kemungkinan terburuk. Kondisi perlengkapan resusitasi harus senantiasa
dicatat dan diperiksa agar dapat berfungsi dengan baik ketika diperlukan.1,3,4
• Penghangat/ Warmer
- Kain pengering dan topi
- Handuk hangat/ pembungkus
- Kantung plastik
untuk neonatus <
1500 gram
- Penghangat kepala
(overhead heater)
atau infant warmer
• Pengisap / Suction
- Suction dengan
tekanan negatif (tidak
boleh melebihi 100
mmHg)
- Kateter suction
- Aspirator mekoneum

Gambar 2.8 Infant warmer dengan overhead heater Gambar 2.9 Suction unit

16
Persiapan Resusitasi 2

Mutiara bernas
Lakukan pengecekan
alat secara berkala untuk
memastikan alat berfungsi
dengan baik.
Gambar 2.10 Aspirator mekoneum

• Ventilasi
-- Balon mengembang sendiri/Self-inflating bag (contoh: balon
volume 250 ml) dan sungkup wajah berbagai ukuran (lihat gambar
2.15), dilengkapi dengan katup tekanan positif akhir ekspirasi/
positive end-expiratory pressure (PEEP) .

Katup PEEP

Gambar 2.11 Balon dan sungkup dengan katup PEEP

-- T-piece resuscitator adalah alat yang dapat memberikan tekanan


inspirasi positif / Positive Inspiratory Pressure (PIP) dan PEEP
terukur secara konstan sehingga bayi dapat meningkatkan
volume paru dan mencapai kapasitas residu fungsional. T-piece
resuscitator dapat memberikan ventilasi tekanan positif dan
tekanan napas positif berkelanjutan/ Continuous Positive Airway
Pressure (CPAP) dini.

Gambar 2.12 T-piece resuscitator

17
Resusitasi Neonatus

-- Balon tidak mengembang sendiri/Flow-inflating bag (contoh:


sungkup anestesi, Jackson-Rees) merupakan alat yang dapat
memberikan PEEP terukur secara konstan, sehingga dapat
memberikan CPAP dini, namun tidak direkomendasikan untuk
pemberian ventilasi tekanan positif (lihat topik Tekanan).

Gambar 2.13 Jackson-Rees

- Peralatan intubasi (laringoskop, pipa endotrakeal, stilet)


- Sungkup laring / Laryngeal Mask Airway (LMA)
- Sungkup wajah

Gambar 2.14 Sungkup laring

Gambar 2.15 Berbagai ukuran sungkup wajah

18
Persiapan Resusitasi 2
Untuk memberikan hasil resusitasi yang optimal, peralatan resusitasi
harus berfungsi secara baik. Oleh karena itu pengecekan alat-alat
resusitasi, terutama alat ventilasi manual, harus dilakukan setiap sesaat
sebelum melakukan resusitasi.4
Adapun tahapan pengecekan alat ventilasi manual adalah:4
• Balon mengembang sendiri
- Periksa rangkaian terpasang dengan benar
- Pastikan pipa reservoir tersedia
- Alat ini tetap dapat digunakan tanpa sumber gas. Bila memerlukan
sumber oksigen, maka alirkan 5-10 L/menit
- Tutup lubang terbuka yang mengarah ke sungkup, remas balon
sampai tekanan membuka katup yang mengarah ke reservoir
- Pada akhir inflasi, periksa balon dapat kembali inflasi dengan
cepat
- Berikan ventilasi pada bayi baru lahir dengan melakukan kompresi
balon selama 40-60 x/menit dengan waktu inspirasi 0,3-0,5 detik
• Balon tidak mengembang sendiri
Mutiara bernas
- Periksa rangkaian tersusun dengan benar dan pastikan terpasang Upayakan mencampur
manometer
oksigen + medical air
- Alat ini memerlukan sumber gas, diberikan 5-10 L/menit
sehingga tercapai FiO2 <30%
- Tutup lubang terbuka yang mengarah ke sungkup. Ketika menutup
(kalau perlu 21%)
lubang tersebut sebagian, perhatikan apakah balon terisi udara
dengan cepat.
- Lanjutkan menutup lubang tersebut, berikan kompresi pada
balon dan perhatikan tekanan yang tercapai.
- Perhatikan juga apakah balon dapat kembali inflasi secara cepat
pada akhir inflasi ketika balon tidak sedang dikompresi
- Berikan ventilasi pada bayi baru lahir dengan menekan balon di
antara ibu jari dan telunjuk, lalu peras balon untuk menghasilkan
tekanan positif. Lakukan 40-60x/ menit dengan waktu inspirasi
0,3-0,5 detik.
• Tekanan
Pada bayi yang memerlukan bantuan ventilasi, terdapat dua jenis
tekanan yaitu PIP dan PEEP.
Positive end expiratory pressure (PEEP) adalah tekanan
positif di akhir ekspirasi (TPAE). Tekanan ini sangat diperlukan
untuk mencegah kolapsnya alveolar. Level PEEP yang normal
pada pernapasan fisiologis neonatus adalah 3-5 cmH2O, sedangkan
umumnya yang diberikan pada bantuan ventilasi saat resusitasi adalah
5-7 cmH2O. PEEP yang terlalu tinggi dapat menyebabkan overdistensi
sehingga menurunkan compliance paru, volum tidal, pengeluaran CO2
dan curah jantung serta meningkatkan tekanan CO2 arteri (PaCO2),
sedangkan PEEP < 3 cmH2O dapat menyebabkan atelektasis pada
bayi prematur.9
Peak inspiratory pressure (PIP)/Tekanan Inspirasi Puncak
(TIP) adalah tekanan tertinggi yang diberikan kepada paru selama

19
Resusitasi Neonatus

periode inspirasi. Peningkatan PIP akan menurunkan PaCO2


dan meningkatan rerata tekanan pada jalan napas (Mean Airway
Pressure/MAP) sehingga meningkatkan tekanan O2 arteri (PaO2). PIP
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma dan penurunan
curah jantung. PIP ditingkatkan bila paru tidak mengembang dan
diturunkan bila paru overventilasi.9
Bagian ini akan membahas peralatan dan cara penggunaannya untuk
penerapan tekanan yang tepat saat resusitasi bayi.
1. Pemberian CPAP dini pada bayi sesak (Penjelasan lebih lanjut dapat
dilihat di Bab 4: Resusitasi Terintegrasi)
Adapun peralatan yang dapat digunakan, yaitu:
a. Fasilitas lengkap
i. T-piece resuscitator yang menggunakan:
1. Sungkup, atau

Gambar 2.16 Sungkup wajah

2. Endotracheal (ET) single nasal prong  pada bayi


yang dipindahkan / transport

Single nasal
prong

Gambar 2.17 Pemberian CPAP dengan ET single nasal prong

20
Persiapan Resusitasi 2
ii. Perbedaan Neopuff® dan Mixsafe®: Neopuff® belum
disertai dengan mini kompresor sehingga membutuhkan
sumber udara bertekanan dan oksigen. Sementara
Mixsafe® telah disertai dengan kompresor sehingga hanya
membutuhkan sumber oksigen.
iii. Penggunaan T-piece resuscitator
1. Untuk Neopuff®, sambungkan total campuran gas
oksigen dengan udara bertekanan/medical air ke
inlet port 8-10 L/menit tergantung dari berapa persen
konsentrasi O2 yang diinginkan. (lihat tabel 2.3.)
2. Untuk Mixsafe®, sambungkan kabel ke sumber listrik,
kemudian nyalakan mesin dengan memencet tombol
ON untuk mengaktifkan kompresor yang ada di dalam
alat. Sambungkan tabung oksigen dengan oksigen inlet
port yang ada di belakang (lihat gambar 2.18). Atur total
flow O2 dan medical air di manometer masing-masing
berdasarkan konsentrasi (FiO2) yang diinginkan (lihat
tabel 2.3.).

3
3

4 4 Katup udara
2 5
Katup oksigen
1 5

7 6

PEEP Cap

Spesifikasi T-piece resuscitator:


1. Selang oksigen: dihubungkan dengan campuran
O2 dan medical air
2. Inlet port
3. Manometer: untuk mengukur tekanan yang
diberikan
4. Tuas pengatur PIP
5. Outlet port
6. Sirkuit pasien, termasuk PEEP cap yang dapat
diputar untuk mengatur PEEP dan dapat ditekan
untuk menghasilkan PIP
2
7. Sungkup

Gambar 2.18 Spesifikasi T-piece resuscitator

21
Resusitasi Neonatus

Contoh: bila konsentrasi O2 yang diinginkan 21%,


maka manometer O2 diatur menjadi 0 liter per menit,
dan manometer air diatur menjadi 10 liter per menit,
selanjutnya lihat tabel 2.3.
3. Sambungkan sirkuit pasien dengan T-piece resuscitator
melalui outlet port
4. Tutup ujung sirkuit pasien (lubang sungkup) dan tekan
PEEP cap) selama 2 tahap berikutnya
5. Putar katup tekanan maksimum PIP satu putaran
searah jarum jam sampai tekanan yang diinginkan
terlihat di manometer. Sesuaikan tekanan maksimum
sampai manometer menunjukkan 50 cm H2O
6. Atur tekanan inspirasi puncak yang diinginkan dengan
memutar katup PIP hingga tekanan yang dibutuhkan
tampak pada manometer. Tekanan awal yang
direkomendasikan adalah 30 cm H2O dan selanjutnya
disesuaikan dengan target saturasi oksigen.
7. Pertahankan penutupan ujung outlet pasien dari
T-piece, tapi lepaskan penekanan PEEP cap dan putar
cap hingga manometer menunjukkan angka PEEP
yang diinginkan (5-8 cm H20)
8. Pilih sungkup wajah yang berukuran tepat
9. Berikan ventilasi pada bayi baru lahir dengan
melakukan penekanan dan melepaskan tekanan pada
PEEP cap. Lakukan sebanyak 40-60x/menit dengan
waktu inspirasi sekitar 0,3-0,5 detik

Gambar 2.19 Pemberian CPAP dini dengan T-piece resuscitator

b. Fasilitas terbatas
Jackson-Rees
o Penerapan infant T-piece system pada Jackson-Rees:
a. Cuci tangan
b. Pastikan peralatan berfungsi dengan baik
c. Pasang manometer pada ujung infant T-Piece System
d. Hubungkan selang inspirasi ke campuran gas O2 dan
udara tekan
e. Atur total aliran gas sekitar 5-10 liter per menit
tergantung dari konsentrasi O2 yang diinginkan (lihat
tabel 2.3)

22
Persiapan Resusitasi 2

1
8

Spesifikasi Jackson-Rees:
7 1. Pipa hijau
Merupakan selang inspirasi yang
terhubung dengan sumber oksigen
2. Manometer
2 6 Berfungsi untuk mengukur tekanan
yang diberikan ke bayi (menilai PIP dan
PEEP)
3. Sungkup wajah neonatus
Menghubungkan Jackson-Rees dengan
hidung dan mulut bayi
4. Elbow
5. Pipa putih
Merupakan selang ekspirasi
6. T-connector
7. Katup PEEP
5 Berfungsi untuk mempertahankan PEEP
8. Balon
Memiliki fungsi untuk mempertahankan
PEEP, dan dapat memberikan PIP jika
diremas
Gambar 2.20 Jackson-Rees

Reservoir bag dengan berbagai


ukuran:
2 - 0,5 L (PIP max. 30 cm H2O)
- 1 L (PIP max. > 30 cm H2O)
- 2 L
- 3 L

Gambar 2.21 Manometer dan reservoir bag

Gambar 2.22 Jackson-Rees dengan sungkup atau nasal prong

23
Resusitasi Neonatus

f. Atur PIP sesuai dengan yang diinginkan  atur aliran


sambil memompa reservoir bag
g. Atur PEEP  putar katup ke kanan atau kiri
h. Pipa endotrakeal dapat langsung disambungkan
ke elbow (bila pasien terintubasi atau saat transpor
pasien)
o Jackson-Rees dapat memberikan PEEP (karena sudah
terpasang katup PEEP), namun tidak dapat memberikan
VTP secara konstan. Kelemahan dari pemakaian Jackson-
Rees adalah ketika akan diberikan PIP dengan menekan
balon, maka fungsi PEEP akan hilang karena manometer
segera menunjukkan angka nol. Oleh karena itu Jackson-
Rees tidak direkomendasikan untuk pemberian VTP.
o Selain itu, sumber gas Jackson Rees berasal dari
pencampuran oksigen dan medical air. Medical air relatif
mahal dan sulit didapat.
i. T-piece Resuscitator Mixsafe Transport

Gambar 2.23 T-piece resuscitator Mixsafe Portabel tampak depan dan belakang

Keterangan:
1. Tombol Power
2. Handle
3. Kontrol PIP
4. Kontrol PEEP
5. Outlet port
6. Adaptor (baterai portabel)
7. Inlet port

Cara penggunaan dapat dilihat pada bagian Penggunaan T-piece


resuscitator di halaman sebelumnya.

24
Persiapan Resusitasi 2
2. Pemberian VTP (PIP dan PEEP) pada kondisi bayi apnu / megap-
megap
a. Fasilitas lengkap
T-piece resuscitator (lihat penjelasan Tekanan no.1)
b. Fasilitas terbatas
- Jackson-Rees tidak direkomendasikan (lihat penjelasan
Tekanan no.1)
- Balon mengembang sendiri dan sungkup
• Dapat memberikan PEEP (jika sudah terpasang katup
PEEP)
• Tidak dapat memberikan PIP terukur, kecuali bila
dihubungkan dengan manometer

PIP

Katup
PEEP

Gambar 2.24 Balon-sungkup dengan katup PEEP

Spesifikasi:
1. Selang oksigen
Selang yang mengalirkan
oksigen dari sumbernya ke
balon dan sungkup
2. Balon 250 ml
Dapat memberikan PIP pada
bayi
3. Sungkup wajah neonatus
4. Katup PEEP
Gambar 2.25 Katup PEEP Berfungsi untuk
mempertahankan PEEP

ii. Penerapan balon dan sungkup dengan PIP + PEEP:


1. Cuci tangan
2. Pilih katup PEEP yang dibutuhkan
3. Pilih ukuran sungkup yang sesuai dengan pasien
4. Pasang katup PEEP pada ujung depan balon
5. Pasang manometer pada bagian bawah balon (sebelum
sungkup)
6. Pastikan peralatan berfungsi dengan baik

25
Resusitasi Neonatus

7. Pemakaian dengan O2 21%  tanpa selang O2 maupun


reservoir

8. Pemakaian dengan O2 40%  disambungkan dengan


sumber O2 tapi tanpa reservoir

9. Pemakaian dengan O2 100%  disambungkan dengan


sumber O2 dan reservoir

10. PIP akan terbaca pada manometer saat balon ditekan

Tabel 2.2 Keunggulan dan Kekurangan Alat Pemberi Tekanan

Alat PIP terukur PEEP PEEP PIP saja VTP


terukur saja (PIP+PEEP)
T-piece resuscitator √ √ √ - √
Jackson-Rees+manometer √ √ √ - -
Balon dan sungkup - - - √ -
Balon-sungkup + katup PEEP - √ - - √
Balon-sungkup + katup PEEP dan manometer PIP √ √ - - √

26
Persiapan Resusitasi 2
Keunggulan dan kekurangan pemakaian alat pemberi tekanan dapat
dilihat pada tabel 2.2
• Akses sirkulasi
-- Perlengkapan untuk memasang akses vena perifer
-- Kateter umbilikal
-- Obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropin), cairan (garam
fisiologis dan darah)
• Transportasi: inkubator transpor yang telah dihangatkan atau
peralatan metode kanguru

Gambar 2.26 Pulse Oxymeter


Sumber: www.wisconsinshine.org

Inkubator

Oxygen blender

Gambar 2.27 Inkubator transpor


dengan Oxygen blender

• Pelengkap
-- Stetoskop bayi
-- Alat periksa gula darah
-- Pulse oximetry

27
Resusitasi Neonatus

• Sumber gas
Pada resusitasi neonatus, pemberian tekanan PIP ataupun PEEP
memerlukan sumber gas agar dapat berfungsi optimal. Adapun pada
neonatus, gas yang digunakan adalah oksigen dan udara. Alat yang
dapat menjadi sumber gas, yaitu:
1. Oksigen
a. Silinder / tabung

Gambar 2.28
Tabung oksigen

b. Oksigen konsentrator

Gambar 2.29 Oksigen Gambar 2.30 Oksigen


konsentrator dengan balon konsentrator dengan t-piece
sungkup resuscitator

Oksigen konsentrator merupakan alat yang dapat mengkonsentrasikan


oksigen dari udara sekitar, sehingga dapat digunakan sebagai
sumber oksigen bila fasilitas tidak memiliki sumber oksigen
tabung.
2. Udara
a. Silinder/ tabung
b. Kompresor
Kompresor udara merupakan alat yang dapat memampatkan
udara sekitar sehingga menciptakan udara bertekanan.
Alat ini dapat menjadi sumber udara bertekanan bila tidak
terdapat tabung udara bertekanan.
Gambar 2.31
Tabung udara

28
Persiapan Resusitasi 2
• Pencampuran oksigen dan udara
Oksigen dan udara tersebut harus dicampur sebelum diberikan ke
bayi. Adapun beberapa metode untuk pencampuran gas tersebut,
yaitu:
1. Fasilitas lengkap
a. Oxygen blender

Gambar 2.32 Oxygen Blender

Oxygen blender merupakan alat yang dapat mencampur


oksigen dan udara sehingga dapat mencapai fraksi oksigen
antara 21% (udara bebas) dan 100% (oksigen murni).

2. Fasilitas terbatas
a. Blender
b. Tabung oksigen dan udara yang disambungkan dengan
Y-connector
c. Tabung oksigen / oksigen konsentrator + mini compressor

Gambar 2.33
Tabung udara dan oksigen
yang dihubungkan dengan
Y-connector

29
Resusitasi Neonatus

Pada bayi baru lahir, kebutuhan oksigen bervariasi sehingga terkadang


memerlukan bantuan untuk mencapai target saturasi oksigen, yang akan
dijelaskan lebih lanjut pada BAB 4 Resusitasi Terintegrasi. Pemberian fraksi
oksigen selain 21% dan 100% dapat dicapai dengan oxygen blender (pada
fasilitas lengkap) atau pencampuran udara bertekanan dengan oksigen

Tabel 2.3 Panduan Perbandingan Udara Bertekanan dengan Oksigen Murni untuk Menghasilkan Berbagai Fraksi Oksigen
% Udara Bertekanan (Liter/menit)
Kons. O2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1     41% 37% 34% 32% 31% 30% 29% 28%
2   61% 53% 47% 44% 41% 38% 37% 35% 34%
Oksigen Murni (Liter/ menit) 

3 80% 68% 61% 55% 51% 47% 45% 43% 41% 39%
4 84% 74% 66% 61% 56% 52% 50% 47% 45% 44%
5 86% 77% 70% 65% 61% 57% 54% 51% 49% 47%
6 88% 80% 74% 68% 64% 61% 57% 54% 53% 51%
7 90% 82% 76% 71% 67% 64% 61% 58% 56% 54%
8 91% 84% 78% 74% 70% 66% 63% 61% 58% 56%
9 92% 86% 80% 76% 72% 68% 65% 63% 61% 58%
10 93% 87% 82% 77% 74% 70% 67% 65% 63% 61%

Tabel 2.4 Modifikasi perlengkapan resusitasi di fasilitas terbatas


Komponen resusitasi Ideal Modifikasi di fasilitas terbatas
Termoregulasi Infant warmer Meja resusitasi di ruangan bersuhu 26⁰C, diberi lampu 40/60/80 watt
Penghisap Suction unit Midwifery suction catheter

Ventilasi Alat yang dapat memberikan PEEP kontinyu dini pada bayi dengan distres napas
T-piece resuscitator Jackson-Rees
Alat yang dapat memberikan ventilasi tekanan positif
T-piece resuscitator Balon sungkup dengan katup PEEP
Alat yang dapat mencampur O2 100% dengan udara bertekanan
Oxygen blender Tabung oksigen dan tabung udara tekan yang dihubungkan dengan
Y-connector
Oxygen concentrator dan kompresor (sumber udara tekan)
Tabung oksigen / oksigen konsentrator + mini compressor
Sirkulasi Pemasangan jalur umbilikal emergensi (sementara)
Dengan kateter umbilikal Dengan Oral Gastric Tube
Transportasi Inkubator transpor Metode kanguru
Pelengkap Pulse oxymeter Pulse oxymeter harus tetap disediakan

30
Persiapan Resusitasi 2
murni dengan Y-connector atau T-piece resuscitator (Mixsafe) dengan mini
kompresor yang dapat menghasilkan medical air yang diinginkan. (pada
fasilitas terbatas). Pencampuran oksigen dan udara bertekanan dilakukan
dengan cara menghubungkan kedua tabung dengan Y-connector. Setelah
itu, lakukan pengaturan masing-masing tabung sesuai dengan tabel 2.3
Resusitasi harus dilakukan secara optimal untuk menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir, sehingga pada daerah dengan
fasilitas terbatas perlu memiliki kelengkapan alat resusitasi dengan standar
minimal. Alat yang tersedia di daerah perifer dapat digunakan sebagai
alternatif. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2.4

Pengendalian infeksi saat resusitasi


Sepertiga dari total angka kematian anak adalah kematian neonatus yang
terutama diakibatkan oleh infeksi, namun ironisnya transmisi infeksi rumah
sakit di negara berkembang cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan dan pelatihan tentang dasar pencegahan infeksi,
kurangnya infrastruktur, sistem rumah sakit dan dana.10 Implementasi
pengendalian infeksi pada petugas rumah sakit dapat menurunkan kejadian
infeksi hingga 29%. Pengendalian infeksi saat resusitasi merupakan salah
satu langkah penting dalam strategi pengendalian infeksi.11 Pengendalian
infeksi bertujuan untuk mencegah penyebaran bakteri, virus atau jamur
ke pasien yang dapat bersumber dari darah, urin, feses, muntah, liur, dan
lain-lain.12
Pengendalian infeksi terdiri dari :
1. Kebersihan tangan
Gagalnya menjaga kebersihan tangan petugas kesehatan merupakan
salah satu mata rantai penyebaran infeksi pada pasien. Setiap penolong
resusitasi harus mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
resusitasi untuk memutus rantai transmisi infeksi.13 Kebersihan
tangan harus dijaga dengan baik, yaitu membersihkan tangan dengan
dengan air mengalir, lap sekali pakai, cairan antiseptik, atau handrub
antiseptik berbasis alkohol tanpa air (klorheksidin glukonat 2-4%).
Ssaat melakukan kontak dengan pasien, pemeriksa tidak boleh
memakai perhiasan, kuku palsu dan cat kuku.14-16
a. Bahan
i. Cairan antiseptik yang mengandung klorheksidin 2% dan/
atau dengan alkohol
ii. Cairan handrub di negara berkembang berdasarkan
rekomendasi WHO.13
Contoh komposisi dalam 100 mL larutan:
o Etanol 96% 84,20 mL
o H2O2 3% 4,17 m
o Gliserol 98% qs
o Parfum lemon qs
o Akuades ad 100 mL
iii. Air mengalir
iv. Lap sekali pakai

31
Resusitasi Neonatus

b. Prosedur
Tahapan mencuci tangan dapat dilihat pada gambar 2.34

Gambar 2.34 Tahapan mencuci tangan. Sumber: WHO

2. Alat Pelindung Diri


Setiap penolong resusitasi dalam ruang operasi harus menggunakan
alat pelindung diri steril untuk mencegah paparan yang memiliki
potensi infeksius. Alat pelindung diri yang harus dipakai, yaitu:
a. Penutup kepala
b. Masker
c. Sarung tangan
d. Jubah steril
e. Sepatu bot
3. Sterilisasi perlengkapan resusitasi
Idealnya alat-alat resusitasi hanya dipakai satu kali. Pada fasilitas
terbatas sering tidak tersedia alat sterilisasi. Beberapa alat dapat dipakai
kembali dengan memperhatikan keamanan dan kebersihannya,
seperti sungkup, balon resusitasi, daun laringoskop, dan sirkuit alat
bantu napas.
Dekontaminasi adalah tindakan awal membersihkan peralatan
medis untuk meminimalisir organisme dengan menggunakan air,
sabun dan gesekan. Desinfeksi adalah proses penghancuran dan

32
Persiapan Resusitasi 2
pemusnahan mikroorganisme patogen pada perlengkapan yang
ada. Desinfeksi tingkat tinggi adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri
dengan cara direbus atau kimiawi.
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan
semua mikroorganisme termasuk endospora bakteri. Sterilisasi dapat
dilakukan dengan alat sterilisator seperti plasma, ethilen oxide,
autoclave, panas kering (oven), sterilisator kimia atau radiasi.
Matras anti-air yang digunakan saat resusitasi bayi dibersihkan
setiap selesai resusitasi dengan menggunakan dua cara, yaitu:
1. Matras yang tidak berisiko tinggi transmisi infeksi dapat
dibersihkan menggunakan detergen
2. Matras yang berisiko tinggi terjadi transmisi infeksi dibersihkan
dengan detergen dan desinfektan yang disesuaikan dengan
organisme multiresisten.
Stetoskop bagian membran dapat dibersihkan dengan lap/ kapas
alkohol, sedangkan peralatan seperti troli resusitasi, alat-alat resusitasi
yang tidak terhubung lansung dengan bayi (pulse oximeter, IV infusion
pump) dapat dibersihkan setiap kali pemakaian dengan menggunakan
detergen.17

Pemakaian ulang balon dan sungkup (referensi dari


Laerdal Bag®):
Prosedur: Pemrosesan alat medis bekas pakai sesuai dengan jenis peralatan
non kritikal yang diawali dengan proses dekontaminasi tingkat tinggi.
• Pembersihan balon dan sungkup:
 Dekontaminasi dan desinfeksi tingkat tinggi:
• Petugas melakukan 7 langkah kebersihan tangan dengan
cairan antiseptik dan air mengalir, keringkan dengan tissue
bersih
• Lepaskan sungkup, komponen patient valve, dan
komponen intake valve (lihat gambar 2.37)
• Seluruh komponen dibilas di bawah air mengalir, rendam
dengan menggunakan air hangat selama ± 2 menit sebelum
dibersihkan dengan air yang mengandung detergen.
• Rendam seluruh komponen kedalam air hangat yang sudah
dicampur dengan detergen dan bersihkan seluruh bagian
dengan menggunakan sikat gigi.
• Bilas dengan menggunakan air hangat.
• Sungkup, komponen patient valve, komponen intake valve
direndam ke dalam larutan enzimatik (waktu perendaman
sesuai dengan rekomendasi pabrik) Bilas dengan
menggunakan air hangat.
• Rendam kembali kedalam larutan desinfektan sesuai
rekomendasi

 Pemakaian
 Bilas dengan menggunakan air hangat

33
Resusitasi Neonatus

8 7 2.A
6
1
2

3
9 10

4 1. Preterm ventilation Bag


2. Patient valve with pressure relief valve
2A. Pressure relief valve
3. Lip valve
4. Patient valve to mask
5. Disk membranes
5 6. Intake membranes
7. Intake valve
8. Intake valve to O2 reservoir
9. Oxygen reservoir valve
10. O2 reservoir 0,6 L
Gambar 2.36 Komponen Balon Sungkup

 Keringkan sungkup, komponen patient valve, dan


komponen intake valve di dalam lemari bersuhu 50-700C
sampai kering (minimal 30 menit)
Pemakaian:
 Cuci tangan 7 langkah dengan cairan antiseptik dan air
mengalir, keringkan dengan tissue bersih
 Keluarkan sungkup, komponen patient valve, dan
komponen intake valve dari tempat penyimpanan barang
Mutiara bernas medis steril, letakkan dan buka diatas meja yang sudah
Peralatan resusitasi disiapkan sebelumnya
merupakan sumber  Periksa dan pastikan sungkup, komponen patient valve,
infeksi. Pastikan untuk dan komponen intake valve berada dalam keadaan utuh,
tidak robek atau rusak. Apabila sungkup robek atau rusak,
membersihkannya setiap ganti dengan sungkup yang baru.
pemakaian!  Gunakan sarung tangan steril
 Rakit kembali seluruh komponen
 Lakukan tes fungsi balon dan sungkup
 Sungkup, komponen patient valve, dan komponen intake
valve dikemas dalam plastik pengepak.

Patient Valve Intake Valve

Gambar 2.37
Komponen patient
valve dan intake valve

34
Persiapan Resusitasi 2

Hal-Hal Penting
• Persiapan yang baik dan terencana akan memengaruhi kelancaran
dan efektivitas resusitasi.
• Tugas tim harus jelas dan dipahami oleh masing-masing individu.
• Semua informasi sebaiknya sudah diketahui tim resusitasi sebelum
bayi lahir.
• Resusitasi tidak dapat dilakukan sendirian. Panggil bantuan!
• Tim resusitasi sebaiknya memiliki personil yang tetap dan siap
kapanpun ada persalinan dengan risiko bayi lahir yang memerlukan
resusitasi.
• Pastikan suhu ruangan 24-26OC dan bayi tetap kering.
• Lakukan pengecekan alat secara berkala untuk memastikan alat
berfungsi dengan baik.
• Upayakan mencampur oksigen + medical air sehingga tercapai
FiO2 <30%, dan bila memungkinkan gunakan FiO2 21%.
• Peralatan resusitasi merupakan sumber infeksi. Pastikan untuk
membersihkannya setiap pemakaian.
• Setiap persalinan harus dianggap berisiko sampai terbukti tidak.
• Di setiap persalinan harus tersedia perlengkapan resusitasi yang
lengkap serta tim resusitasi yang mampu melakukan resusitasi
hingga tingkat aktif (intubasi, RJP, pasang infus untuk sirkulasi).
• Bila terdapat persalinan multipel, diperlukan set dan tim resusitasi
sejumlah bayi yang akan lahir.
• Plastik dapat digunakan untuk menghangatkan bayi. Bayi dengan
berat < 1500 gram membutuhkan infant warmer dengan sistem
servo, plastik penghangat dan topi, bila perlu dan tersedia gunakan
matras penghangat.
• Gunakan campuran oksigen dan medical air untuk menghasilkan
FiO2 21% (setinggi-tingginya 30%).
• Target FiO2 <30% di daerah terbatas dapat dicapai menggunakan
tabung oksigen atau oxygen concentrator yang digabungkan
dengan mini kompresor penghasil medical air. Gunakan tabel
khusus untuk panduannya.
• Pastikan kebersihan peralatan sebelum dipakai.

Referensi
1. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Neonatal
Resuscitation. Queensland: State of Queensland; 2011. h.7-8.
2. Perlman JM, Wyllie J, Kattwinkel J, Atkins DL, Chameides L, Goldsmith JP. Part
11 Neonatal resuscitation: 2010 International Consensus on Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Science With Treatment
Recommendations. Circulation. 2010;122:516-38.

35
Resusitasi Neonatus

3. Leone TA, Finer NN. Resuscitation in delivery room. Dalam: Gleason CA,
Devaskar SU, penyunting. Avery’s Diseases of The Newborn. Edisi ke-9.
Philadelphia: Saunders; 2012. h.328-40.
4. Australian Resuscitation Council. Section 13: Neonatal Guidelines. Diunduh
dari http://www.resus.org.au. Diakses pada 15 Oktober 2013.
5. The Royal Women’s Hospital Neonatal Service. Clinician’s Handbook.
Melbourne: The Royal Women’s Hospital; 2006. h. 91-4.
6. Karlowicz MG, Karotkin EH, Goldsmith JP. Resuscitation. Dalam: Karotkin
EH, Goldsmith JP, penyunting. Assisted Ventilation of the Neonate. Edisi ke-5.
Missouri: Saunders; 2011. h.76-7.
7. Bissinger RL. Neonatal Resuscitation. Diunduh dari http://emedicine.
medscape.com/article/977002-overview. Diakses pada 15 September 2013.
8. Leone TA, Finer NN. Resuscitation at birth. Dalam: Fanaroff AA, Fanaroff
JM, penyunting. Care of the High Risk Neonate. Edisi ke-6. Philadelphia:
Saunders; 2013. h.54-64.
9. Kaban RK, Kosim MS. Prosedur medik bayi baru lahir ventilasi mekanik pada
bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A,
penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2010. h.436.
10. Mahfouz AA, Al-Azraqi TA, Abbag Fl, Al-Gamal MN, Seef S, Bello CS.
Nosocomial infection in a neonatal intensive care unit in South-Western Saudi
Arabia. East Mediterr Health J. 2010;16:40-4.
11. Judith A, Cotrril G. Infection control practices in the NICU: What is evidence-
based? NeoReviews. 2013;11:419-25.
12. Royal Children Melbourne Hospital. Clinical Practice Guideline. Diunduh dari
http://www.rch.org.au/clinicalguide/index.cfm. Diakses pada 13 September
2013.
13. World Health Organization. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health
Care. Diunduh dari http://www.who.int/gpsc/5may/tools/9789241597906/en.
Diakses pada 10 September 2013.
14. Provincial Infectious Diseases Advisory Committee. Best practices for
infection prevention and control in perinatology in all health care setting that
provide obstetrical and newborn care. Toronto: The Ontario Agency for Health
Protection and Promotion; 2012.h.13-27.
15. Soemanto RK. Buku pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi rumah
sakit di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Komite PPIRS; 2011. h.4-6.
16. Polin RA, Denson S, Brady MT. Strategies for prevention of health care-
associated infection in the NICU. Pediatrics. 2012;129:1087-93.
17. South East Asia-Using Research for Change in Hospital-Acquired Infection in
Neonate. SEA-URCHIN Clinical Educator Manual Infection Control. Sydney:
National Health & Medical Research Council (NHMRC); 2013. h.17-31.

36
3
Penilaian dan
Langkah Awal
Tujuan Pembelajaran:
1. Memahami penilaian dan langkah awal yang perlu dilakukan pada
resusitasi neonatus

Komponen Penilaian pada Resusitasi Neonatus


Penilaian merupakan salah satu bagian penting dalam resusitasi neonatus
yang perlu dipahami oleh setiap penolong. Tahapan ini akan menentukan
langkah serta tindakan resusitasi selanjutnya. Penilaian harus dilakukan
segera setelah bayi lahir dan berlanjut sepanjang resusitasi.1,2
Komponen utama yang wajib dinilai saat awal:1,2
• Pernapasan
• Tonus otot
• Laju denyut jantung
Sedangkan komponen yang dinilai pada evaluasi lanjutan sepanjang
resusitasi berlangsung adalah laju denyut jantung bayi, pernapasan, tonus
otot dan oksigenasi.1,2
Evaluasi dan intervensi dalam resusitasi merupakan suatu proses
yang dilakukan secara serentak, hal ini lebih mudah diterapkan bila
terdapat lebih dari satu penolong.1

Pernapasan
Pernapasan sangatlah penting untuk dinilai karena tanda yang pertama
kali muncul pada bayi dengan gangguan kardiorespirasi adalah penurunan
upaya bernapas.4
Pernapasan mungkin sulit dinilai pada satu atau dua menit pertama
setelah lahir. Hal ini dikarenakan setelah upaya bernapas awal, pernapasan
bayi dapat berhenti selama beberapa detik, diikuti oleh pernapasan regular

37
Resusitasi Neonatus

yang cukup untuk memertahankan laju denyut jantung lebih dari 100 kali
per menit.1,3 Bila laju denyut jantung dapat dipertahankan di atas 100 kali
per menit biasanya bayi tidak memerlukan intervensi segera selain menjaga
jalan napas tetap terbuka, yang tentunya harus tetap dilakukan. Bila laju
denyut jantung tetap di bawah 100 kali per menit, maka kemungkinan
diperlukan ventilasi tekanan positif.1
Pada bayi yang bernapas spontan, perlu dinilai ada atau tidaknya
tanda distres pernapasan. Retraksi atau tarikan ke dalam pada tulang iga
dan sternum, merintih saat ekspirasi merupakan tanda-tanda yang harus
diwaspadai pada semua bayi. Hal di atas menunjukkan kemungkinan bayi
mengalami kesulitan mengembangkan paru-paru.
Bila terdapat gangguan pernapasan, bayi perlu diberikan tekanan
MUTIARA BERNAS positif berkelanjutan pada jalan napas (continuous positive airway
Berikan CPAP (continuous pressure/CPAP) atau ventilasi tekanan positif.1
positive airway pressure) Bayi dengan kondisi apnu atau dengan napas megap-megap perlu
pada bayi bernapas spontan diberikan ventilasi tekanan positif. Demikian juga pada bayi dengan napas
disertai distres pernapasan. spontan, sianosis sentral, dan laju denyut jantung di atas 100 kali per menit
yang telah mendapat terapi oksigen aliran bebas namun tidak membaik.
Berikan VTP (ventilasi
tekanan positif) pada bayi Bayi prematur seringkali memiliki napas yang tidak teratur atau
dengan pernapasan megap- mengalami periode apnu singkat berulang. Pada kondisi ini bila denyut
jantung bayi di atas 100 kali per menit, bayi umumnya membutuhkan
megap atau apnu. stimulasi singkat untuk merangsang pernapasannya. Bila setelah mendapat
stimulasi bayi mengalami penurunan laju denyut jantung (di bawah 100
kali per menit), tonus yang buruk, dan pola napasnya menjadi semakin
iregular/tidak adekuat, maka pada keadaan tersebut diperlukan VTP.3
Bayi yang mengalami distres pernapasan dapat segera diberikan
CPAP dini. Apabila saat pemantauan bayi tersebut mengalami sesak yang
memberat atau pernapasan yang dangkal disertai penurunan laju denyut
jantung, maka bayi membutuhkan ventilasi tekanan positif.

Tonus dan Respons terhadap Stimulasi


Tonus otot merupakan penilaian yang subyektif dan bergantung pada usia
gestasi bayi, namun cukup akurat dalam memerediksi kebutuhan resusitasi
pada bayi. Seorang bayi dengan tonus otot yang baik (menggerak-gerakkan
tungkai dengan postur sesuai usia gestasinya) umumnya tidak memerlukan
resusitasi. Sebaliknya, bayi dengan tonus otot lemah (tidak bergerak-gerak
dan postur tubuh ekstensi) seringkali membutuhkan resusitasi aktif.1
Sebagian besar bayi baru lahir akan langsung menggerakkan keempat
tungkainya, memulai upaya untuk bernapas dan denyut jantungnya akan
meningkat di atas 100 kali per menit segera setelah lahir. Bayi dengan
kondisi ini tidak membutuhkan bantuan resusitasi dan sebaiknya tidak
dipisahkan dari ibunya.1
Bila respons bayi tidak ada atau lemah, maka penolong dapat
melakukan stimulasi dengan cara mengeringkan bayi dengan handuk
secara cepat namun lembut.

38
Penilaian dan Langkah Awal 3

Gambar 3.1. Bayi baru lahir dengan tonus otot yang baik. Diambil Gambar 3.2. Bayi baru lahir dengan tonus otot yang buruk.
dari http://www.solarnavigator.net/animal_kingdom/humans/babies. Diambil dari http://www.ichrc.org/sites/www.ichrc.org/
htm files/c_org_3d_training_tools.jpg

Menepuk pipi, memukul pantat,menggoyang, atau menggantung bayi


secara terbalik berpotensi bahaya dan tidak boleh dilakukan. Sepanjang
resusitasi, posisi bayi harus dijaga agar kepala dan leher tetap dalam posisi
netral, terutama bila tonus otot bayi lemah.1

Laju Denyut Jantung


Bayi baru lahir normal memiliki laju denyut jantung sekitar 130 kali per
menit segera setelah lahir, bervariasi antara 110 hingga 160 kali per menit.
Laju denyut jantung diharapkan selalu di atas 100 kali per menit selama
menit pertama kehidupan pada bayi yang sehat. Laju denyut jantung
merupakan kunci utama dalam penilaian resusitasi. Tanda pertama dari
perbaikan kondisi bayi adalah peningkatan laju denyut jantung.1-3,9,13
Laju denyut jantung dapat ditentukan dengan mendengarkan
jantung menggunakan stetoskop; pada menit-menit awal setelah lahir,
dengan meraba pulsasi pada dasar tali pusat; atau dengan menggunakan
pulse oximetry.1-2,4
Lokasi paling baik untuk pulsasi pada tali pusat adalah bagian dasar, MUTIARA BERNAS
namun tidak adanya nadi di lokasi tersebut bukanlah pertanda pasti untuk
tidak adanya denyut jantung. Denyut nadi perifer dan sentral sebaiknya
Laju denyut jantung
tidak digunakan untuk menilai laju denyut jantung karena sulit diraba dan adalah indikator paling
hasilnya kurang dapat dipercaya.5-7 sensitif dalam menentukan
Di antara berbagai cara di atas, pulse oximetry memberikan hasil keberhasilan resusitasi
laju denyut jantung yang paling baik.8-10 Sensor pulse oximetry sebaiknya
dipasang terlebih dahulu pada tangan atau pergelangan tangan kanan
(preduktal) sebelum disambungkan pada oximeter untuk memperoleh
hasil yang lebih akurat.1,2,9
Bila laju denyut jantung bayi terus menerus kurang dari 100 kali
per menit, maka ventilasi bantuan harus dilakukan. Apabila laju denyut
jantung bayi tetap kurang dari 60 kali per menit bahkan setelah diberikan
ventilasi tekanan positif yang adekuat, kompresi dada perlu diberikan.1

39
Resusitasi Neonatus

MUTIARA BERNAS
Bila laju denyut jantung
bayi tetap di bawah 60 kali
per menit setelah ventilasi
tekanan positif yang
adekuat, lakukan kompresi
dada.

Gambar 3.3.Pulse oximetry yang


terpasang pada tangan bayi (Diambil
dari http://blog.babyheartscreening.
com/not-all-pulse-ox-machines-are-
create-equal/)

Oksigenasi
Salah satu komponen penilaian resusitasi lanjutan adalah derajat
oksigenasi. Untuk menilainya dapat dilakukan dengan menggunakan
pulse oximetry. Adapun penilaian warna kulit cenderung bersifat subjektif
dan tidak akurat.
Penelitian yang dilakukan oleh Colm dkk. pada tahun 2007
membandingkan pendapat dokter klinisi akan warna kulit bayi dan
saturasi oksigen bayi yang dinilai dengan pulse oximetry Dari 27 dokter
yang menilai rekaman video 20 bayi baru lahir, didapatkan perbedaan
pendapat dalam penilaian warna kulit bayi dan variasi SpO2 yang cukup
lebar saat klinisi menyatakan bayi berwarna merah muda. Penelitian ini
menunjukkan bahwa penilaian warna kulit seharusnya tidak dijadikan
standar untuk derajat oksigenasi, dan bahwa penilaian saturasi oksigen
dengan pulse oximetry lebih tepat digunakan dalam resusitasi.12

Pulse Oximetry
Penggunaan alat untuk monitoring yang lebih ekstensif dapat memberi
banyak kegunaan selama resusitasi berlangsung. Pulse oximetry dapat
menampilkan laju denyut jantung janin secara audiovisual sepanjang
resusitasi sehingga para anggota tim dapat melakukan tugasnya masing-

Gambar 3.4.
Pulse oximetry. Diambil
dari http://blog.
babyheartscreening.
com/not-all-pulse-ox-
machines-are-create-
equal/

40
Penilaian dan Langkah Awal 3
masing dan memonitor kondisi bayi pada saat yang bersamaan dan tidak
perlu menghentikan tindakan resusitasi.14-15
Pulse oximetry juga dianggap sebagai metode yang lebih cepat dan
akurat untuk pengukuran oksigenasi dibanding warna kulit semata.2,14-15
Untuk bayi yang membutuhkan resusitasi, pulse oximetry dapat
digunakan untuk membantu keputusan menaikkan atau menurunkan
kadar oksigen pada bayi. 1,2

Tabel 3.2. Nilai Apgar


TANDA 0 1 2
Warna kulit Biru atau pucat Akrosianosis Seluruhnya kemerahan
Frekuensi jantung Tidak ada < 100/ menit > 100/ menit
Refleks rangsangan Tidak ada respons Sedikit Menangis atau aktif
Tonus otot Lemas Sedikit fleksi Gerak aktif
Pernapasan Tidak ada Menangis lemah, hipoventilasi Baik, menangis

Nilai Apgar
Nilai Apgar (tabel 3.2) merupakan sebuah metode objektif untuk menilai
kondisi bayi baru lahir dan mudah diterapkan pada berbagai kondisi
fasilitas kesehatan, namun sebaiknya nilai Apgar tidak digunakan
untuk menentukan kebutuhan dan intervensi resusitasi pada
bayi baru lahir.4,11,14,15 Penilaian ini menentukan respons bayi baru lahir MUTIARA BERNAS
ketika melewati periode transisi pada beberapa menit awal kehidupan.
Nilai Apgar ditentukan pada menit ke-1 dan 5 serta dilanjutkan setiap 5
Pada bayi yang
menit sampai nilai Apgar mencapai 7. Sebagai contoh, pada seorang bayi membutuhkan resusitasi
baru lahir didapatkan nilai Apgar pada menit pertama nilai 2, menit kelima aktif dan suplementasi
nilai 3, menit kesepuluh nilai 5, menit kelima belas nilai 7. oksigen, pulse oximetry
Pelaporan resusitasi harus ditulis secara lengkap dan meliputi seluruh harus digunakan
tahapan resusitasi. Penilaian perbaikan atau perburukan klinis harus untuk memantau
dicatat setiap kali terdapat perubahan bermakna agar perjalanan klinis derajat oksigenasi dan
bayi mudah dipahami dan untuk menentukan tindakan pasca resusitasi.
merencanakan pengaturan
kadar oksigen.
Langkah Awal
Setiap penolong resusitasi harus dapat melakukan penilaian awal untuk
menentukan kebutuhan resusitasi pada bayi baru lahir. Penilaian awal
tersebut meliputi:
1. Menangis atau bernapas?
2. Tonus otot baik?

Bila jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut adalah “ya”,


maka bayi hanya memerlukan perawatan rutin yaitu mengeringkan bayi,
memosisikan bayi kontak kulit dengan kulit (skin-to-skin) dengan ibunya,
dan menyelimuti bayi dengan linen kering untuk memertahankan suhu.
Tenaga kesehatan tetap melakukan pemantauan pernapasan, aktivitas dan
warna kulit bayi selama perawatan rutin.

41
  Bab 3  
Resusitasi Neonatus  
3.2 Langkah Awal 
  LAHIR 
Perawatan Rutin:
 
• Keringkan bayi 
  Ya
• Beri kehangatan 
Bernapas atau  • Bersihkan jalan 
menangis? 
  napas bila perlu 
Tonus otot baik? 
• Observasi 
 
pernapasan, 
  warna dan laju 
denyut jantung 
  Tidak 
 
30 detik 
 
Langkah Awal: 

  Bayi bernapas 
• Berikan kehangatan 
adekuat dan laju 
• Posisikan dan bersihkan 
 
jalan napas 
denyut jantung > 
100 kali per 
• Keringkan dan stimulasi 
  menit
• Posisikan kembali 
 
 
  Nilai pernapasan, tonus dan laju 
denyut jantung 
 

14   
 

Gambar 3.5.Posisi bayikontak kulit dengan kulit (skin-to-skin) dengan ibunya. Diambil dari: http://
ibudankeluarga.wordpress.com/2011/11/21/keajaiban-inisiasi-menyusu-dini/

42
Penilaian dan Langkah Awal 3
Bila ada jawaban “tidak” dari kedua pertanyaan tersebut,
maka dilanjutkan dengan langkah awal stabilisasi meliputi :

Memberi Kehangatan
Kondisi hipotermia dapat meningkatkan konsumsi oksigen yang pada MUTIARA BERNAS
akhirnya dapat mengganggu resusitasi yang efektif. Pastikan area resusitasi Area resusitasi harus
terjaga hangat dengan suhu ruangan sekitar 25 hingga 26oC, meletakkan dijaga hangat dengan
bayi di bawah radiant warmer dalam beberapa menit pertama setelah lahir, suhu ruangan sekitar 25-
dan menggunakan alas/matras penghangat tambahan bila perlu, terutama
26OC, bayi diletakkan di
pada bayi-bayi kecil.15 Pasang probe suhu pada bayi dan setel infant warmer
pada mode operasional otomatis atau sistem Servo, sehingga infant bawah radiant warmer.
warmer akan menyesuaikan suhunya berdasarkan temperatur bayi yang Penghangat tambahan serta
dinilai dari probe. matras penghangat dapat
Untuk bayi cukup bulan atau usia gestasi mendekati cukup bulan, digunakan untuk bayi <
keringkan bayi dan ganti kain yang sudah basah dengan yang kering. 1000 gram
Pada bayi dengan usia gestasi kurang dari 28 minggu, disarankan untuk
menaikkan suhu ruangan menjadi 26OC dan membungkus bayi dengan
plastik polietilen setinggi leher sebelum mengeringkan bayi. Kepala bayi
tidak terbungkus dan dikeringkan, sementara bagian tubuh sisanya
terbungkus plastik dan tidak dikeringkan sebelumnya. Pada bayi dengan
berat di bawah 1000 gram disarankan untuk membungkus bayi dengan
matras penghanghat. 2,15
Penelitian oleh Carroll dkk. pada tahun 2010 menunjukkan bahwa
penggunaan plastik polietilen pada resusitasi neonatus dengan berat lahir
sangat rendah (BBLSR) berhasil meningkatkan suhu tubuh pada satu
jam pertama kehidupan, dan menurunkan kemungkinan periventrikular
leukomalasia dibandingkan bayi yang diresusitasi dengan metode
penghangatan tradisional.17

Gambar 3.6. Penggunaan plastik bening pada bayi baru lahir kurang bulan16

43
Resusitasi Neonatus

Penjelasan lebih lanjut mengenai termoregulasi lingkungan resusitasi


dapat dilihat pada Bab 2: Persiapan Resusitasi.

Membuka Jalan Napas Bayi


Bayi diposisikan dalam keadaan setengah ekstensi (posisi menghidu) agar
jalan napas terbuka.
Penghisapan trakea hanya dilakukan pada bayi tidak bugar (depresi
napas, tonus otot lemah, denyut jantung di bawah 100 kali per menit)
MUTIARA BERNAS dengan kecurigaan obstruksi jalan napas.
Posisi yang paling baik
untuk membuka jalan
napas bayi adalah setengah
ekstensi
Gambar 3.7. Beberapa contoh posisi bayi.
Posisi ini menunjukkan posisi yang baik
untuk membuka jalan napas secara optimal,
yaitu setengah ekstensi.

Pada posisi ini tampak kepala bayi terlalu


ekstensi sehingga jalan napas tertutup

Kesalahan pada posisi ini adalah kepala bayi


terlalu fleksi sehingga jalan napas tertutup.
Diambil dari: http://labspace.open.ac.uk

Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab 4: Resusitasi Terintegrasi.

Mengeringkan dan Merangsang Taktil Bayi


Mengeringkan dan memberi rangsang taktil pada bayi merupakan tindakan
penilaian sekaligus resusitatif yang dapat merangsang napas.1
Bayi dikeringkan dengan kain linen bersih yang telah dihangatkan
mulai dari kepala hingga seluruh tubuh bayi. Sambil mengeringkan,
berikan rangsang taktil pada bayi berupa gosokan lembut pada punggung

44
Penilaian dan Langkah Awal 3

Gambar 3.8. Proses mengeringkan bayi. Setelah mengeringkan bayi, handuk yang basah diganti
dengan yang kering. Diambil dari http://labspace.open.ac.uk

bayi atau menyentil/menepuk telapak kaki bayi secara tidak berlebihan.


Pada bayi bugar, hindari mengeringkan telapak tangan sebelum melakukan
Inisiasi Menyusui Dini.
Kain yang sudah basah harus segera diganti dengan kain baru yang
kering dan bersih agar bayi tetap hangat.
Pengeringan handuk tidak perlu dilakukan pada bayi
prematur yang dibungkus dengan plastik polietilen karena
bersifat kontra-produktif. Bila perlu, rangsang taktil dapat tetap
diberikan melalui kantung plastik.1

Gambar 3.9. Pemberian rangsang taktil pada bayi. Diambil dari http://labspace.open.ac.uk

45
Resusitasi Neonatus

Pernapasan merupakan tanda vital pertama yang berhenti jika bayi


mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan cepat,
periode apnu primer akan terjadi.4

Gambar 3.10. Apnu primer dan apnu sekunder. Diambil dari Buku Panduan Resusitasi Neonatus.
American Academy of Pediatrics

Pada periode ini, jika bayi diberikan rangsang taktil, bayi akan kembali
bernapas. Namun jika bayi terus mengalami kekurangan oksigen selama
apnu primer, bayi akan berusaha napas megap-megap dan kemudian
memasuki periode apnu sekunder. Selama periode apnu sekunder, rangsang
taktil berkepanjangan tidak akan berhasil dan bantuan pernapasan harus
diberikan.4

Memposisikan kembali bayi pada posisi menghidu


(setengah ekstensi).
Setelah mengeringkan dan menstimulasi bayi, kembalikan posisi bayi
seperti sebelumnya yaitu setengah ekstensi untuk membuka jalan napas
bayi.

Menilai Kembali Upaya Napas dan Laju Denyut Jantung


Bayi
Jangan lupa untuk menilai kembali upaya napas dan laju denyut jantung
bayi untuk memastikan apakah bayi sudah dalam kondisi stabil atau
bahkan mengalami perburukan. Langkah selanjutnya pada resusitasi bayi
baru lahir akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab 4: Resusitasi Terintegrasi.

MUTIARA BERNAS
Rangsang taktil efektif diberikan bila bayi berada dalam
keadaan apnu primer, namun bila bayi berada dalam kondisi
apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan berhasil dan
ventilasi tekanan positif harus segera dimulai

46
Penilaian dan Langkah Awal 3

Hal-hal penting
1. Penilaian awal pada resusitasi neonatus akan menentukan langkah
dan tindakan resusitasi selanjutnya.
2. Komponen utama yang wajib dinilai diawal resusitasi adalah tonus
otot, upaya napas, dan laju denyut jantung,sedangkan komponen
yang dinilai pada evaluasi lanjutan sepanjang resusitasi berlangsung
adalah laju denyut jantung bayi, pernapasan, tonus dan oksigenasi
3. Laju denyut jantung merupakan indikator paling sensitif untuk
menilai keberhasilan resusitasi
4. Langkah awal resusitasi meliputi memberi kehangatan,
membuka jalan napas bayi, mengeringkan dan menstimulasi bayi,
memosisikan kembali bayi dalam posisi setengah ekstensi, dan
menilai ulang kondisi bayi.
5. Khusus untuk resusitasi bayi dengan berat lahir kurang dari 1500
gram, upaya mengeringkan dengan handuk dapat diganti dengan
upaya membungkus bayi dengan kantung plastik polietilen.

Daftar pustaka
1. Australian Resuscitation Council. Guideline 13.3 Assessment of the Newborn
Infant. Section 13: Neonatal Guidelines. Diunduh dari www.resus.org.au.
Diakses pada 15 Oktober 2013.
2. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Neonatal
Resuscitation. Queensland: State of Queensland; 2011. h.9.
3. Dawes GS. Foetal and Neonatal Physiology. A Comparative Study of the
Changes at Birth. Chicago: Year Book Medical Publishers, Inc; 1968.
4. American Academy of Pediatrics/ American Heart Association. Neonatal
Resuscitation Program – The textbook of neonatal resuscitation. Edisi ke-5.
Elk Grove Village: American Academy of Pediatrics; 2011. h.8-5.
5. Whitelaw CC, Goldsmith LJ. Comparison of two techniques for determining
the presence of a pulse in an infant. Acad Emerg Med. 1997;4:153-4.
6. Kamlin CO, Dawson JA, O’Donnell CP, Morley CJ. Donath SM, Sekhon J, et al.
Accuracy of pulse oximetry measurement of heart rate of newborn infants in
the delivery room. J Pediatr. 2008; 152: 756-60.
7. Owen CJ, Wyllie JP. Determination of heart rate in the baby at birth.
Resuscitation. 2004;60:213-7.
8. Rao R, Ramji S. Pulse oximetry in asphyxiated newbornsin the delivery room.
Indian Pediatr. 2001;38:762-6.
9. O’Donnell CPF, Kamlin COF, Davis PG, Morley CJ. Obtaining pulse oximetry
data in neonates; a randomized crossover study of sensor application
techniques. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2005;90:F84-5.
10. O’Donnell CPF, Kamlin COF, Davis PG, Morley CJ. Feasibility of and delay
in obtaining pulse oximetry during neonatal resuscitation. J Pediatr.
2005;147:698-9.

47
Resusitasi Neonatus

11. Perlman JM, Wyllie J, Kattwinkel J, et al. Part 11: neonatal resuscitation: 2010
International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care Science With Treatment Recommendations. Circulation.
2010;122:S516-38
12. O’Donnell CPF, Kamlin COF, Davis PG, Carlin JB, Morley CJ. Clinical
assessment of infant colour at delivery. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed.
2007;92:F465-7.
13. UK Resuscitation Council. Section 11 Newborn Life Support. 2010
Resuscitation Guidelines. Diunduh dari www.resus.org.uk/pages/nls.pdf‎.
Diakses pada 15 Oktober 2013.
14. Milner AD. Care around birth. Dalam: Rennie JM, penyunting. Roberton’s
Textbook of Neonatology. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier; 2005.h225-6.
15. Leone TA, Finer NN. Resuscitation at birth. Dalam: Fanaroff AA, Fanaroff
JM, penyunting. Klaus and Fanaroff ’s Care of High-Risk Neonate. Edisi ke-6.
Philadelphia: Elsevier; 2013.h57-8.
16. Knobel RB, Wimmer Jr JE, Holbert D. Heat loss prevention for preterm infants
in the delivery room. J Perinatol. 2005; 25: 304-8.
17. Carroll PD, Nankervis CA, Giannone PJ, Cordero L. Use of polyethylene
bags in extremely low birth weight infant resuscitation for the prevention of
hypothermia. J Reprod Med. 2010;55(1-2):9-13.

48
4
Resusitasi Terintegrasi
Tujuan Pembelajaran:
1. Mengupayakan semua bayi yang lahir mencapai kondisi “warm, pink,
and sweet”.

S
etelah melakukan penilaian dan langkah awal pada 30 detik pertama,
penolong resusitasi perlu menilai kembali usaha bernapas dan laju
denyut jantung. Bila penilaian menunjukkan bayi gagal mencapai
pernapasan regular yang adekuat, atau laju denyut jantung di bawah 100
kali per menit, lakukan resusitasi dengan mengintegrasikan komponen
airway (membuka jalan napas), breathing (ventilasi), circulation
(kompresi dada) dan drugs (pemberian cairan dan obat-obatan). 1
Kerja sama tim yang baik sangat penting dalam resusitasi bayi baru
lahir, terutama resusitasi tahap lanjut. 2,3

Airway (Membuka Jalan Napas)


Membuka jalan napas dan memberi ventilasi merupakan tahapan
terpenting dalam resusitasi. Kedua langkah tersebut harus dikerjakan
secara optimal sebelum menuju ke tahap berikutnya.1
Untuk membuka jalan napas, pertama tempatkan bayi pada posisi
telentang dan kepala di tengah (Gambar 4.1). Selimut atau handuk setebal
2 cm ditempatkan di bawah bahu bayi untuk membantu mempertahankan
posisi kepala bayi, terutama jika terjadi moulding yang cukup besar setelah
lahir. Pertahankan posisi setengah menghidu seperti yang telah dijelaskan
pada bab 3. 1-3
Pada bayi dengan hipotonia, jaw thrust atau pemasangan
oropharingeal airway dapat membantu membuka jalan napas. 1
Jika usaha bernapas ada namun tidak menghasilkan ventilasi efektif
(ditandai dengan laju denyut jantung tidak meningkat di atas 100 kali per
menit), jalan napas kemungkinan mengalami obstruksi. Tindakan yang perlu
dilakukan untuk menjaga patensi jalan napas adalah menyokong rahang
bawah, membuka mulut, atau untuk beberapa kondisi (dijelaskan pada
halaman selanjutnya) pertimbangkan untuk mengisap jalan napas atas.2

49
Resusitasi Neonatus

Gambar 4.1. Bayi baru lahir dengan posisi kepala di tengah.1

Pengisapan Mulut dan Faring


MUTIARA BERNAS Selain mengeringkan dan merangsang taktil bayi, pengisapan juga
merupakan salah satu tindakan yang dapat merangsang napas.
Pertimbangkan pengisapan
hanya jika bayi tidak bugar Pengisapan hanya dilakukan jika jalan napas mengalami obstruksi.
Obstruksi dapat disebabkan oleh partikel mekoneum, bekuan darah,
dengan gejala obstruksi
mukus, atau verniks, namun demikian pengisapan faring yang terlalu
yang jelas agresif dapat menyebabkan spasme laring, trauma pada jaringan lunak, dan
bradikardia karena refleks vagal. Pengisapan juga dapat memperpanjang
durasi sianosis dan awitan napas spontan sehingga pengisapan faring
harus dilakukan dengan hati-hati, dalam waktu singkat. Bayi baru lahir
bugar tidak membutuhkan pengisapan hidung, mulut atau faring setelah
lahir. 1,2
Secara umum pengisapan hanya dilakukan pada bayi tidak bugar dan
menunjukkan gejala obstruksi yang jelas, seperti tampaknya mekoneum/
darah pada jalan napas, terdapat suara napas tambahan, distres napas,
dan laju denyut jantung di bawah 100 kali per menit.
Pengisapan faring juga dapat dilakukan selama intubasi agar plika
vokalis terlihat lebih jelas. Kateter isap besar harus dimasukkan dengan
kedalaman tidak lebih dari 5 cm dari mulut pada bayi cukup bulan, dan
tidak boleh lebih lama dari beberapa detik. Tekanan negatif yang digunakan
tidak boleh melebihi 100 mmHg (13 kPa, 133 cmH2O, 1,9 Psi.)2

Penanganan Jalan Napas pada Kondisi Air Ketuban


Bercampur Mekoneum
Beberapa penelitian tidak menyarankan pengisapan mulut, faring atau
endotrakeal pada kondisi air ketuban bercampur mekoneum jika bayi lahir
bugar (bernapas atau menangis, tonus otot baik). Tindakan pengisapan
tersebut tidak memerbaiki kondisi bayi, tidak mencegah sindrom aspirasi
mekoneum, dan bahkan dapat membahayakan bayi.1,2,4-7

50
Resusitasi Terintegrasi 4
Pada kondisi air ketuban bercampur mekoneum dan bayi lahir tidak
bugar, belum didapatkan cukup bukti mengenai pelaksanaan pengisapan
endotrakeal. Klinisi harus mempertimbangkan baik-baik risiko dan
manfaat pengisapan endotrakeal karena pengisapan dapat mengakibatkan
tertundanya bantuan ventilasi.1,2
Tindakan mengisap mekoneum dari hidung dan mulut bayi ketika
kepala masih di perineum sebelum bahu lahir tidak direkomendasikan. 2

Breathing (Ventilasi)
Setelah melakukan langkah awal, lakukan penilaian usaha napas, laju
denyut jantung dan tonus. Berikut Resusitasi Terintegrasi
(breathing):
ini adalah bagan resusitasi blok B
Bab 4  
 
Setelah membuka jalan napas, langkah selanjutnya adalah membantu
4.2. Breathing (Ventilasi) 
bayi bernapas. Pertama, bedakan apakah bayi bernapas spontan atau tidak.
Apabila bayi tidak bernapas/megap-megap, lakukan ventilasi tekanan
positif, sedangkan apabila bayilangkah 
Setelah  melakukan  bernapasawal, 
spontan namunpenilaian 
lakukan  mengalami distres
usaha 
napas, berikan tekanan positif berkelanjutan pada jalan napas (continuous
napas,  laju  denyut  jantung  dan  tonus.  Berikut  ini  adalah 
positive airway pressure/CPAP).
bagan resusitasi blok B (breathing): 


Observasi usaha napas, laju denyut jantung (LDJ), dan tonus otot 
 


Tidak bernapas/ megap‐
  Bernapas spontan 
megap, dan atau 

LDJ < 100x/ menit 


Distres napas  Sianosis sentral persisten  
(Takipnu, retraksi,  Tanpa distres napas 

  atau merintih) 
Ventilasi tekanan 

positif (VTP)  Pertimbangkan 
 
  Continuous positive  suplementasi oksigen  

Pemantauan SpO2  airway pressure (CPAP)    
 PEEP 5‐8 cmH2O  Pemantauan SpO2 
Pemantauan SpO2 

Keterangan: 
 Apabila LDJ > 100 kali 
per menit dan  target 
saturasi oksigen tercapai: 

• Tanpa alat Æ Lanjutkan 
ke perawatan observasi 
 • Dengan alat Æ 
Lanjutkan ke perawatan 
   paska‐resusitasi 

6   
  51
Resusitasi Neonatus

Pemasangan Sungkup Wajah


Ventilasi optimal dapat dicapai apabila sungkup wajah melekat rapat pada
wajah bayi, ditentukan dengan ukuran sungkup yang tepat, cara memegang
yang benar sesuai dengan jenis sungkup, dan memantau kebocoran udara
yang dapat dirasakan di sekeliling sungkup, serta dibuktikan dengan
pengembangan dada yang baik.
Sungkup wajah untuk bayi baru lahir terdiri dari berbagai ukuran
(diameter) dan harus disesuaikan dengan ukuran wajah bayi.
Sungkup wajah yang baik harus menutupi ujung dagu, mulut dan
hidung seperti terlihat pada gambar 4.2 di bawah ini:

Gambar 4.2. Ukuran sungkup wajah. Sungkup paling kiri terlalu kecil karena tidak menutupi ujung
dagu, sedangkan sungkup di tengah terlalu besar sampai menutupi mata. Sungkup paling kanan
berukuran tepat, menutupi ujung dagu, mulut dan hidung.

Setelah penolong memilih ukuran sungkup yang tepat, lekatkan


sungkup pada wajah bayi menutupi pangkal hidung, mulut, dan dagu
tapi tidak menutupi mata (untuk berbagai ukuran sungkup lihat Bab 2:
Persiapan Resusitasi).

Gambar 4.3. Sungkup wajah tipe Laerdel® (kiri) dan Fisher Paykel ® (kanan).8

52
Resusitasi Terintegrasi 4
Setiap tipe sungkup wajah memiliki cara memegang yang berbeda-
beda. Sungkup wajah yang sering digunakan adalah sungkup Laerdel® dan
sungkup Fisher&Paykel®. Terdapat tiga metode anjuran untuk memegang
sungkup Laerdel® pada muka, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3:
1. “Stem Hold” : titik temu antara ‘batang’ dan sungkup dipegang dengan
jari telunjuk dan jempol
2. “Two-Point Top Hold”: Jari jempol dan telunjuk menekan sisi atas
sungkup yang datar. Bagian ‘batang’ tidak dipegang dan jari tidak
memegang tepi sungkup
3. “OK Rim Hold”: jempol dan telunjuk membentuk C (seperti tanda
OK)

Gambar 4.4.Cara memegang sungkup wajah tipe Laerdel® dengan benar. Dari kiri ke kanan: Stem
Hold, Two-Point Top Hold, dan OK Rim Hold.8

Cara memegang sungkup wajah Fisher&Paykel® disebut dengan


Rim Hold. Dengan metode ini, tangan kiri penolong memegang sungkup
dengan jari-jari membentuk huruf C dengan ibu jari dan telunjuk menekan
sungkup ke wajah, sedangkan 3 jari lainnya memegang sambil mengangkat
tepi rahang bawah bayi ke atas (jaw thrust).8

Gambar 4.5.
Cara memegang sungkup
wajah tipe Fisher&Paykel®
dengan benar.8

Setelah memasang sungkup dengan tepat, bantuan pernapasan pada


bayi dapat dimulai.
Prinsip untuk membantu bayi bernapas dapat disimpulkan menjadi
dua hal, yaitu:
• Pada bayi tidak bernapas spontan atau megap-megap, berikan ventilasi
tekanan positif
• Pada bayi yang bernapas spontan, jangan lakukan ventilasi tekanan
positif, melainkan berikan CPAP dini

53
Resusitasi Neonatus

Bayi Bernapas Spontan dengan Distres Napas


Pada bayi bernapas spontan namun dengan distres napas, berikan tekanan
positif berkelanjutan pada jalan napas (continuous positive airway
pressure/CPAP). Metode CPAP memberikan tekanan positif terhadap jalan
napas dari bayi yang bernapas spontan sepanjang siklus ekspirasi. 9
Penggunaan CPAP secara dini di kamar bersalin saat resusitasi bayi
baru lahir telah terbukti meningkatkan angka kesintasan (survival) bayi
secara signifikan. Tekanan positif berkelanjutan yang diberikan pada
jalan napas sepanjang ekspirasi membantu pernapasan bayi dengan
distres pernapasan melalui beberapa cara. CPAP membantu ekspansi
paru, meningkatkan volume paru, dan kapasitas residu fungsional paru
(functional residual capacity/ FRC), memerbaiki kesesuaian ventilasi-
perfusi, menurunkan resistensi vaskular paru, menurunkan atelektasis, dan
meningkatkan oksigenasi. CPAP juga menghemat penggunaan surfaktan,
menjaga keberadaan surfaktan pada alveoli, dan memertahankan volume
paru. Intubasi dan ventilasi tekanan positif seringkali menyebabkan
cedera pada jalan napas dan alveoli, meningkatkan risiko infeksi paru dan
hiperkarbia, sehingga CPAP lebih dipilih pada resusitasi bayi baru lahir
dengan napas spontan disertai distres napas. 9 Untuk menilai usaha napas
bayi, gunakan skor Downe:

Tabel 4.1 Skor Downe dan Interpretasinya10


0 1 2
Frekuensi Napas < 60 x/menit 60-80 x/menit > 80 x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis menetap walaupun
diberi O2
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk Tidak ada udara masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan Dapat didengar tanpa alat
stetoskop bantu
Interpretasi Skor
Skor < 4 Distres Pernapasan Ringan (CPAP)
Skor 4-5 Distres Pernapasan Sedang (CPAP)
Skor ≥ 6 Distres Pernapasan Berat (pertimbangkan intubasi)

Alat yang dapat memberikan CPAP adalah T-piece resuscitator di


fasilitas lengkap, dan Jackson-Rees pada fasilitas terbatas. Cara penggunaan
dan penjelasan lebih lanjut mengenai kedua alat ini telah dijelaskan pada
Bab 2: Persiapan Resusitasi.
Pemberian CPAP dapat dilakukan dengan sungkup atau single nasal
prong (menggunakan pipa endotrakea yang dipotong pendek). Sungkup
wajah dapat digunakan pada saat resusitasi, sedangkan single nasal prong
dipasang setelah resusitasi selesai, saat bayi ditransportasikan menuju
ruang perawatan.

54
Resusitasi Terintegrasi 4

Gambar 4.6
T-piece resuscitator di fasilitas lengkap (atas:
Neopuff®, bawah: Mixsafe®)

Keterangan
1. Selang inspirasi
2. Selang ekspirasi
3. Elbow
4. Paediatric APL (Adjustable Pressure
Limiting Valve)
5. Reservoir bag
6. T-connector

Gambar 4.7 Jackson-Rees di fasilitas terbatas

Cara memberikan ventilasi dengan CPAP di ruang bersalin adalah


sebagai berikut :
1. Sebelum memulai penggunaan katup T-piece resuscitator, penolong
harus mengatur tekanan positif akhir ekspirasi/positive end-expiratory
pressure (PEEP) yang akan diberikan antara 5-8 cm H2O (umumnya
dimulai dari 7 cm H2O) hingga di manometer angka menunjukkan
PEEP yang diinginkan.

55
Resusitasi Neonatus

2. Kapten tim yang bertanggung jawab atas airway dan breathing


melekatkan sungkup berukuran tepat pada wajah bayi.

3. Asisten sirkulasi mengamati saturasi oksigen dan laju denyut jantung


yang tercatat pada pulse oximetry
4. Apabila setelah pemberian CPAP saturasi oksigen masih belum naik,
maka jangan terburu-buru menaikkan FiO2. Target pencapaian saturasi
oksigen dapat dilihat pada tabel 4.2 (halaman 59) selama laju denyut
jantung > 100 kali per menit.
5. Pemberian oksigen selalu dimulai dari konsentrasi 21% kemudian
dinaikkan/dipertahankan berdasarkan target saturasi sesuai usia bayi
(lihat tabel 4.2)
6. Pemberian CPAP di fasilitas terbatas dapat menggunakan alat Jackson-
Rees. Besarnya PEEP diukur dengan menggunakan manometer
jarum tambahan dan dapat diatur dengan katup CPAP.

Manometer

56
Resusitasi Terintegrasi 4
7. Hubungkan sungkup wajah dengan T-piece resuscitator atau Jackson-
Rees. Pastikan mulut bayi tidak dalam keadaan terbuka agar tekanan
yang diatur pada alat sesuai dengan tekanan yang diperoleh bayi.
8. Kunci keberhasilan pemberian CPAP adalah sumber gas cukup
dengan memerhatikan tekanan yang tampak pada manometer.
Apabila tekanan berkurang curigai sumber gas berkurang. Perhatikan
tidak ada kebocoran udara melalui sungkup, melalui nasal prong atau
melalui sirkuit CPAP. Kebocoran melalui sungkup dapat dideteksi
melalui ada tidaknya udara yang keluar di sekitar sungkup. Bila
menggunakan pipa endotrakeal, pastikan menggunakan ukuran pipa
yang tepat menutupi lubang hidung bayi.
9. Apabila retraksi masih ada maka PEEP dapat dinaikkan sampai
maksimal 8 cmH2O, sebelum memutuskan untuk melakukan intubasi.

Gambar 4.8. Pemberian CPAP dengan menggunakan Jackson-Rees (atas) dengan ukuran sungkup
yang sesuai (bawah)

57
Resusitasi Neonatus

Kapan CPAP dianggap gagal?

Continuous positive airway pressure


(CPAP)
PEEP 5-8 cmH2O
Pemantauan SpO2

Gagal CPAP
PEEP 8 cmH2O
FiO2> 40%
Dengan distres napas

Pertimbangkan intubasi

Apabila pemberian CPAP telah mencapai tekanan positif akhir ekspirasi


sebesar 8 cmH2O dan FiO2 telah di atas 40% namun bayi masih mengalami
distres pernapasan.

Bayi Tidak Bernapas/Megap-Megap


Bila bayi gagal mencapai pernapasan spontan yang efektif atau dalam
kondisi apnu sekunder, atau laju denyut jantung di bawah 100 kali per
menit, lakukan ventilasi tekanan positif. Tanda utama dari ventilasi yang
efektif adalah laju denyut jantung membaik dengan segera dan selanjutnya
bertahan dalam rentang normal. Gerakan dinding dada harus dinilai jika
laju denyut jantung tidak membaik.2
Apabila tidak tampak pergerakan dinding dada, pastikan tidak ada
kebocoran sungkup dengan merasakan udara yang keluar di sekeliling
sungkup. Pastikan bahwa tekanan ventilasi yang diberikan sudah adekuat,
tidak ada obstruksi lendir, dan posisi kepala bayi harus tepat. 2

Memulai Ventilasi
Tujuan ventilasi adalah untuk mencapai kapasitas residu fungsional yang
adekuat.2
Pemberian ventilasi tekanan positif di saat awal membutuhkan
tekanan yang tinggi seperti telah dijelaskan pada Bab 1: Periode Transisi
Bayi Baru Lahir. Tekanan inspirasi negatif yang diperlukan saat lahir untuk
mengembangkan alveoli dapat mencapai 70-100 cmH2O.11
Tekanan puncak inflasi/TPI yang diperlukan untuk mencapai
peningkatan laju denyut jantung atau pengembangan dada cukup bervariasi
dan sulit diprediksi serta harus disesuaikan dengan pasien masing-masing
selama pemberian ventilasi tekanan positif. 2

58
Resusitasi Terintegrasi 4
Untuk bayi cukup bulan, pemberian tekanan inflasi awal sebesar
30 cmH2O sudah cukup untuk meningkatkan laju denyut jantung
dan mengembangkan dinding dada, namun terkadang tekanan yang
dibutuhkan lebih besar. Pemberian tekanan inflasi sebaiknya terukur
dengan menggunakan manometer agar tekanan terjaga konsisten dan
penolong mampu mengontrol untuk menaikkan atau menurunkannya. Bila
manometer tidak tersedia, penolong harus memerhatikan pengembangan
dinding dada. Apabila pengembangan dada tampak berlebihan dengan
tekanan yang sama, maka tekanan ventilasi harus diturunkan.2 Sebagai
contoh, bayi A gagal mencapai pernapasan spontan dengan laju denyut
jantung di bawah 100 kali per menit sehingga memerlukan ventilasi
tekanan positif. Bayi A mendapat tekanan inflasi awal 50 cmH2O. Setelah
5 kali pompa dada tampak mengembang berlebihan, sehingga tekanan
inflasi diturunkan menjadi 40 cmH2O. Setelah 10 kali pompa tampak
dada mengembang berlebihan kembali, sehingga tekanan inflasi dapat
diturunkan lagi. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi pada ventilasi
tekanan positif setelah inflasi pertama dapat diturunkan karena paru
telah mengembang sesuai dengan kondisi bayi. Hal ini diperlukan untuk
mencegah barotrauma di kamar bersalin.
Pada bayi prematur, pengembangan paru yang berlebihan selama
ventilasi harus dihindari. Resusitasi sebaiknya dilakukan dengan manometer
untuk memantau tekanan inflasi puncak, memandu pemberian tekanan
yang konsisten, dan untuk menghindari tekanan serta volume berlebihan.
TPI awal untuk ventilasi tekanan positif dapat diberikan sebesar 30 cmH2O
pada bayi prematur.2

Teknik Ventilasi Sungkup Wajah2


1. Pastikan jalan napas terbuka:
a. Sesuaikan posisi kepala/leher untuk membuka jalan napas
b. Mulut sedikit terbuka
c. Bersihkan jalan napas dari mekoneum atau darah bila perlu
2. Peletakan sungkup yang benar sesuai tipenya
3. Kembangkan paru dengan tekanan dan volume yang cukup sehingga
tampak pergerakan dinding dada dan perut atas. Pergerakan dinding
dada harus sesuai dengan yang tampak pada respirasi normal yang
tenang.
4. Kecepatan ventilasi adalah 40 hingga 60 inflasi per menit dengan
waktu inspirasi sekitar 0,3-0,5 detik. Irama ini dapat dibantu dengan
cara penolong mengucapkan “pompa..dua..tiga..pompa..dua..tiga”
pada setiap episode pemberian napas untuk pemberian 40 kali inflasi
per menit. Untuk pemberian 60 kali inflasi per menit, hitungannya
satu detik satu kali pompa (“pompa, pompa, pompa”).
5. Indikator utama keberhasilan ventilasi tekanan positif adalah
pengembangan dada. Apabila pengembangan dada terlihat berlebihan
maka tekanan awal inspirasi dapat diturunkan. Bila dada tidak
bergerak dengan inflasi:
a. Cek manometer untuk memastikan apakah tekanan target
tercapai. Jika tidak, kemungkinan masalahnya adalah kebocoran
atau aliran udara tidak adekuat. Pada kondisi demikian:

59
Resusitasi Neonatus

i. Jika menggunakan balon tidak mengembang sendiri,


pastikan aliran udara diaktifkan sebesar 5 L/menit atau 8
L/menit (5-10L/menit) untuk alat T-piece resuscitator
ii. Perbaiki lekatan di antara sungkup dan wajah
iii. Jika tekanan target masih belum tercapai, cek apakah
terdapat kebocoran pada sirkuit.
b. Jika tekanan target sudah tercapai, jalan napas kemungkinan
tersumbat atau compliance paru sangat rendah, oleh karena itu:
i. Sesuaikan posisi kepala-leher bila perlu dan pastikan
rahang bawah disokong
ii. Pertimbangkan mengisap jalan napas
iii. Tingkatkan tekanan inflasi hingga dada turut mengembang
setiap inflasi
iv. Pertimbangkan penggunaan oral airway, intubasi atau
sungkup laring
6. Observasi kembali usaha napas dan laju denyut jantung setelah
periode 30 detik.
7. Apabila bayi masih tidak bernapas dan laju denyut jantung <60
kali per menit, setelah dipastikan pengembangan dada baik maka
lanjutkan ke tahap ventilasi tekanan positif dengan kompresi dada.

MUTIARA BERNAS
• Apabila bayi masih tidak bernapas dan denyut jantung
<100 kali per menit maka ventilasi tekanan positif tetap
dilanjutkan
• Apabila bayi bernapas tidak adekuat dan denyut jantung
>100 kali per menit maka lanjutkan dengan pemberian
PEEP
• Apabila bayi bernapas adekuat dan denyut jantung >100
kali per menit maka lanjutkan dengan perawatan pasca-
resusitasi
• Apabila bayi masih tidak bernapas dan denyut jantung
turun <60 kali per menit maka pastikan ventilasi sudah
adekuat dan kompresi dada dapat dimulai.

Menilai Keberhasilan Ventilasi


Efektivitas ventilasi dapat dinilai berdasarkan hal di bawah ini:2
1. Peningkatan laju denyut jantung di atas 100 kali per menit
2. Pengembangan dinding dada dan perut atas setiap inflasi
3. Perbaikan oksigenasi
Intubasi trakea (atau penggunaan sungkup laring) harus
dipertimbangkan bila ventilasi melalui sungkup wajah masih tidak efektif
walaupun telah melakukan hal-hal di atas.2

60
Resusitasi Terintegrasi 4
Suplementasi Oksigen selama Resusitasi
Terdapat berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa kadar oksigen
darah pada bayi baru lahir normal membutuhkan waktu hingga 10 menit
untuk mencapai kadar di atas 90%.12-17 Kurangnya oksigenasi dapat
mengganggu fungsi organ atau menyebabkan cedera permanen, namun
oksigenasi yang berlebihan walau sebentar juga dapat membahayakan bayi
baru lahir selama dan setelah resusitasi.12-15
International Liaison Committee on Resuscitation (ILCOR)
merekomendasikan penggunaan pulse oximetry untuk memonitor dan
melakukan titrasi penggunaan oksigen di kamar bersalin. 2
Monitor saturasi oksigen di kamar bersalin bertujuan untuk mencegah
efek toksik oksigen pada bayi prematur dan cukup bulan serta menghindari
pemberian suplementasi oksigen yang tidak perlu.

Pemberian Oksigen
Tujuan pemberian oksigen adalah mencapai saturasi oksigen semirip
mungkin dengan bayi baru lahir sehat, sesuai dengan usia bayi tersebut.
Pada tabel berikut tertera saturasi target untuk bayi baru lahir sepanjang
resusitasi, dengan target teratas saturasi oksigen 90%. Harus diingat
bahwa beberapa bayi dapat mencapai saturasi di atas 90% walaupun tanpa
mendapat suplementasi oksigen. 2

Tabel 4.2. Target Saturasi Sesuai Usia Bayi2


Waktu Setelah Lahir Saturasi Target untuk Bayi Baru Lahir selama Resusitasi (%)
1 menit 60-70
2 menit 65-85
3 menit 70-90
4 menit 75-90
5 menit 80-90
10 menit 85-90

Meta-analisis dari studi acak terkontrol yang membandingkan


resusitasi bayi baru lahir yang dimulai pada udara ruangan versus oksigen
100% menunjukkan angka kesintasan lebih tinggi pada bayi yang
diresusitasi dengan udara ruangan. Penggunaan fraksi oksigen
100% pada ventilasi tekanan positif untuk resusitasi bayi cukup bulan
tidak memberikan keuntungan jangka pendek dan bahkan menunda bayi
untuk melakukan napas pertamanya. Pemberian oksigen 100% juga dapat
menyebabkan kerusakan oksidatif pada paru, otak, mata, dan perubahan
aliran darah otak, terutama pada bayi kurang bulan karena imaturitas
sistem antioksidannya.2

61
Resusitasi Neonatus

Rekomendasi Suplementasi Oksigen saat Resusitasi


Untuk bayi cukup bulan, gunakan udara ruangan terlebih dahulu, dan
berikan suplementasi oksigen hanya pada bayi dengan saturasi yang tidak
mencapai target batas bawah walau telah mendapat bantuan pernapasan
adekuat. Bila setelah ventilasi efektif masih tidak terjadi peningkatan laju
denyut jantung atau saturasi oksigen (dinilai dengan pulse oximetry),
berikan konsentrasi oksigen yang lebih tinggi. Bila saturasi mencapai 90%
setelah pemberian suplementasi oksigen, turunkan konsentrasi oksigen.
Pada laju denyut jantung di bawah 100 kali per menit, setelah
dipastikan ventilasi adekuat FiO2 perlu dinaikkan hingga mencapai
setingginya 100% (mulai dengan 30%). 2
Sebagian besar bayi kurang bulan dengan usia gestasi kurang dari
32 minggu gagal mencapai saturasi target dengan udara ruangan, maka
disarankan untuk memulai bantuan pernapasan dengan menggunakan
udara ruangan atau campuran udara ruangan dengan oksigen. Campuran
udara tekan dan oksigen diberikan secara cermat dan dipandu dengan
hasil penilaian saturasi oksigen.2,18 Penelitian menyebutkan bahwa pada
bayi kurang bulan kurang dari 32 minggu, penggunaan udara ruangan saja
atau oksigen 100% saja meningkatkan risiko hipoksemia atau hiperoksemia
dibandingkan resusitasi yang dimulai dengan campuran udara dan oksigen
kemudian dititrasi. Resusitasi pada bayi kurang bulan dapat dimulai dengan
udara kamar atau fraksi oksigen 30-50%.2,3
Secara keseluruhan, pedoman suplementasi oksigen untuk resusitasi
bayi baru lahir dapat disimpulkan sebagai berikut:3,19
• Mulai pemberian dengan udara (oksigen 21%) dan berikan oksigen
sesuai kebutuhan berdasarkan target saturasi
• Berikan oksigen 100% apabila:
-- Saturasi oksigen masih di bawah 70% saat 5 menit atau di bawah
90% saat usia 10 menit
-- Denyut jantung tidak meningkat di atas 100 kali per menit setelah
60 detik dilakukan ventilasi efektif
-- Mulai memberikan kompresi dada
Suplementasi oksigen dapat diberikan dalam dua kondisi: ideal dan
kurang ideal. Pada kondisi ideal suplementasi oksigen diberikan dengan
blender oksigen, sementara pada kondisi kurang ideal/fasilitas terbatas,
terdapat beberapa pilihan dalam pemberian oksigen, yaitu:
• Sumber oksigen dan udara bertekanan dihubungkan dengan
Y-connector. Untuk memperoleh konsentrasi fraksi oksigen yang
diinginkan dapat dilihat di tabel 4.3.
• Oxygen concentrator (menghasilkan oksigen 95%) atau oxygen
cylinder (oksigen 100%) ditambah dengan kompresor silinder/udara.
Untuk memperoleh konsentrasi fraksi oksigen yang diinginkan dapat
dilihat di tabel 4.3.
• T-piece resuscitator (Mixsafe) dengan mini kompresor yang dapat
menghasilkan medical air yang diinginkan. Untuk memperoleh
konsentrasi fraksi oksigen yang diinginkan tinggal mengatur aliran
oksigen dan aliran medical air Dapat dilihat di tabel 4.3.

62
Resusitasi Terintegrasi 4
Apabila hanya tersedia udara ruangan atau oksigen 100%,
tetap utamakan resusitasi dasar yaitu hangatkan bayi, jaga jalan napas,
dan lakukan pengisapan orofaring bila perlu. Bila usaha respirasi baik dan
laju denyut jantung bayi di atas 100 kali per menit, bayi boleh ditunggu 5
sampai 10 menit hingga saturasi mencapai nilai normal sesuai usia bayi.
Namun bila tidak ada usaha napas dan laju denyut jantung menurun,
berikan ventilasi tekanan positif dengan oksigen 100%, namun turunkan
kadar oksigen secepatnya. 20,21

Tabel 4.3. Tabel konsentrasi oksigen untuk campuran udara bertekanan dan oksigen
% Udara Bertekanan (Liter/menit)
Kons. O2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1     41% 37% 34% 32% 31% 30% 29% 28%
2   61% 53% 47% 44% 41% 38% 37% 35% 34%
Oksigen Murni (Liter/ menit) 

3 80% 68% 61% 55% 51% 47% 45% 43% 41% 39%
4 84% 74% 66% 61% 56% 52% 50% 47% 45% 44%
5 86% 77% 70% 65% 61% 57% 54% 51% 49% 47%
6 88% 80% 74% 68% 64% 61% 57% 54% 53% 51%
7 90% 82% 76% 71% 67% 64% 61% 58% 56% 54%
8 91% 84% 78% 74% 70% 66% 63% 61% 58% 56%
9 92% 86% 80% 76% 72% 68% 65% 63% 61% 58%
10 93% 87% 82% 77% 74% 70% 67% 65% 63% 61%

Sebagai contoh, penolong berniat untuk memberikan oksigen dengan


konsentrasi sebesar 41% pada seorang bayi berusia 5 menit dengan sianosis
oral persisten. Dengan demikian, penolong dapat mengacu pada tabel 4.3
di atas kemudian mengatur pemberian oksigen sebesar 2 liter per menit
dan udara bertekanan sebesar 6 liter per menit, untuk mendapatkan
konsentrasi oksigen sebesar 41%.

Gambar 4.9. Blender oksigen di fasilitas lengkap.

63
Resusitasi Neonatus

Gambar 4.10. Sumber udara bertekanan dan tabung oksigen 100% yang dihubungkan dengan Y-connector di fasilitas
terbatas.

Gambar 4.11.
T-piece resuscitator Mixsafe dengan pencampur
oksigen sebagai salah satu pilihan pemberian
oksigen di fasilitas terbatas.

Pada semua kasus, prioritas utamanya adalah untuk memastikan


inflasi adekuat pada paru-paru, diikuti dengan meningkatkan konsentrasi
oksigen inspirasi hanya jika diperlukan.2

Intubasi Endotrakea

Indikasi
Keputusan untuk melakukan intubasi bergantung pada usia gestasi bayi,
derajat distres napas, respons terhadap ventilasi tekanan positif, dan
kemampuan serta pengalaman penolong.2
Intubasi trakea perlu dilakukan jika2:
• Terdapat keputusan mendadak untuk melakukan pengisapan
endotrakeal pada bayi tidak bugar terpapar cairan amnion bercampur
mekoneum.

64
Resusitasi Terintegrasi 4
• Ventilasi melalui sungkup wajah tidak berhasil (laju denyut jantung
tetap lambat, saturasi oksigen gagal naik atau terlalu lama).
• Pada keadaan khusus, seperti hernia diafragmatika kongenital atau
berat lahir bayi sangat rendah
• Bayi lahir tanpa denyut jantung yang jelas, intubasi harus dilakukan
sesegera mungkin setelah lahir.

Ukuran dan Kedalaman Insersi Laringoskop dan Pipa


Endotrakeal
Diameter internal pipa endotrakeal (endotracheal tube/ ETT) dalam
milimeter dapat dihitung melalui rumus usia gestasi dalam minggu dibagi
10. Umumnya, pipa dengan diameter 2,5 mm sesuai untuk bayi dengan
berat badan kurang dari 1 kg, pipa dengan diameter 3,0 mm untuk bayi
dengan berat 1-2 kg, pipa dengan diameter 3,5 mm untuk bayi dengan
berat 2-3 kg, dan pipa dengan diameter 3,5-4,0 mm untuk bayi dengan
berat di atas 3 kg.2
Laringoskop untuk bayi baru lahir harus memiliki daun lurus/Miller
dengan ukuran 1 (10 cm) sesuai untuk bayi cukup bulan, sedangkan
ukuran 0 (7,5 cm) sesuai untuk bayi kurang bulan atau 00 (6 cm) untuk
bayi dengan berat lahir sangat rendah.
Secara cepat, untuk menghitung kedalaman insersi pipa endotrakea
di bibir dapat dihitung dengan: berat badan dalam kg ditambah 6 cm.2,
22
Walaupun demikian, penggunaan tabel dibawah ini lebih diutamakan
karena presisinya yang lebih baik. Penggunaannya juga direkomendasikan
untuk bayi dengan berat lahir sangat rendah dan kurang bulan.2

Tabel 4.4. Panjang Pipa Endotrakeal yang Direkomendasikan Berdasarkan Usia Gestasi Terkoreksi (Usia
Gestasi Saat Lahir + Usia Postnatal) dan Berat Badan Saat Diintubasi. 2

Usia Gestasi Berat Badan Tanda ETT di Bibir Ukuran ETT – Ukuran Kateter
Terkoreksi (kg) (cm) Diameter Internal Pengisap ETT (F)
(minggu) (mm)
23-24 0,5-0,6 5,5 2,5 5 atau 6
25-26 0,7-0,8 6,0 2,5 5 atau 6
27-29 0,9-1,0 6,5 2,5 5 atau 6
30-32 1,1-1,4 7,0 3,0 6 atau 8
33-34 1,5-1,8 7,5 3,0 6 atau 8
35-37 1,9-2,4 8,0 3,5 8
38-40 2,5-3,1 8,5 3,5 8
41-43 3,2-4,2 9,0 3,5-4,0 8 atau 10

Kedalaman insersi yang tepat harus selalu diverifikasi dengan


membandingkan tanda pada pipa endotrakeal di mulut dengan rumus atau
tabel. Selama perawatan intensif bayi baru lahir selanjutnya, jika ventilasi
tekanan positif endotrakea dilanjutkan, maka foto toraks dada harus
dilakukan untuk mengkonfirmasi posisi pipa endotrakeal yang optimal.

65
Resusitasi Neonatus

Perhatikan bahwa posisi kepala (di tengah atau menoleh ke samping, leher
fleksi atau ekstensi) dapat memengaruhi penilaian ini, maka disarankan
pemeriksaan radiografi selalu dilakukan pada posisi yang sama. Ujung pipa
endotrakeal harus sejajar dengan tulang belakang torakal pertama atau
kedua.2
Untuk intubasi yang dilakukan melalui hidung harus dibantu dengan
forseps Magyll.

Gambar 4.12. Forseps Magyll

Teknik Intubasi
Teknik melakukan intubasi endotrakea :
1. Tentukan ukuran pipa endotrakeal
2. Gunakan sarung tangan steril
3. Posisikan bayi di atas permukaan yang rata
4. Jangan lupa sebelum tindakan dimulai, monitor denyut
jantung dan saturasi oksigen harus terpasang
5. Posisikan kepala bayi berada di tengah dengan leher sedikit
ekstensi, tarik dagu dalam posisi menghidu
6. Bersihkan orofaring (suction bila perlu) sampai epiglottis
tampak
7. Berikan ventilasi awal untuk preoksigenasi sebelum
tindakan dengan fraksi oksigen seminimal mungkin untuk
mencapai target saturasi 88-92%
8. Pegang laringoskop dengan tangan kiri dan nyalakan lampu
laringoskop dengan memosisikan daun pada posisi terbuka
9. Stabilkan kepala bayi dengan tangan kanan
10. Buka mulut bayi dan tekan lidah ke arah bawah
11. Masukkan laringoskop dari sebelah kanan lidah sampai
menyentuh valekula
12. Asisten memberikan oksigen aliran bebas selama prosedur
intubasi
13. Kenali dan tentukan lokasi glotis. Letak pipa endotrakeal
Gambar 4.13 Prosedur Intubasi Endotrakea
yang benar adalah antara pita suara dan karina
masukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada
sebatas pita suara
14. Menekan krikoid ke bawah dengan jari kelingking, dapat
membantu visualisasi glotis

66
Resusitasi Terintegrasi 4

Garis batas pita suara

Gambar 4.14 Pipa endotrakeal dengan garis batas pita suara

15. Setiap tindakan pemasangan pipa endotrakeal dibatasi hanya dalam


20 detik dan apabila pemasangan pipa endotrakeal melebihi 20 detik
maka harus dipantau agar denyut jantung selalu di atas 100 kali
per menit. Bila denyut jantung di bawah 100 kali per menit, segera
lakukan kembali ventilasi tekanan positif.
16. Apabila pipa endotrakeal sudah berada di tempat yang benar, pegang
pipa dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan menekan ke arah
langit-langit keras supaya tidak mudah tercabut saat fiksasi pipa
endotrakeal atau bila bayi bergerak. JANGAN LEPASKAN jari dengan
alasan apapun sebelum pipa endotrakeal difiksasi.

Gambar 4.15 Anatomi faring


dan hipofaring yang tampak
apabila lidah diangkat

Gambar 4.16 Potongan saluran


napas saat intubasi23

67
Resusitasi Neonatus

Terdapat beberapa masalah yang umum ditemui selama intubasi bayi


baru lahir:2,23

Gambar 4.17 Berbagai kemungkinan


kesalahan saat memasukkan laringoskop23

68
Resusitasi Terintegrasi 4
Jika intubasi gagal dilakukan, lanjutkan ventilasi tekanan positif
dengan sungkup wajah sebelum mencoba ulang intubasi. 2
Jika stilet digunakan di dalam pipa endotrakeal, ujung stilet harus
berada sekitar satu sentimeter dari ujung pipa didalam pipa endotrakeal,
sehingga pipa tetap fleksibel dan stilet tidak merusak trakea atau jaringan
lainnya. Pada jalan napas yang sangat sulit, stilet kadang-kadang perlu
dimasukkan lebih dekat dengan ujung pipa agar pipa lebih mudah
dikontrol.2

Memastikan Posisi Pipa Endotrakeal


Efektivitas ventilasi melalui pipa endotrakeal dikonfirmasi dengan tiga hal:
2

1. Dinding dada mengembang seiring inflasi


2. Peningkatan laju denyut jantung di atas 100 kali per menit. Pada
bayi dengan bradikardia, peningkatan laju denyut jantung segera
merupakan indikator terbaik bahwa pipa berada di trakeobronkial dan
ventilasi efektif sedang diberikan.
3. Perbaikan oksigenasi. Penilaian dengan oksimetri lebih akurat
dibandingkan inspeksi visual dalam mendeteksi perbaikan oksigenasi.
Jika dada tidak mengembang dan laju denyut jantung tidak meningkat,
lokasi pipa endotrakeal dan teknik ventilasi perlu dievaluasi ulang.2
Tanda-tanda lainnya untuk mengkonfirmasi posisi pipa endotrakeal
yang tepat:2
• Dengan inspeksi visual bahwa pipa endotrakeal telah melewati laring
• Jika ujung pipa endotrakeal berada di dalam trakea, selama beberapa
napas pertama, embun dapat terlihat dalam pipa endotrakeal selama
ekspirasi. Reliabilitas tanda ini masih belum dapat dipastikan.
• Metode yang paling dapat diandalkan untuk mengonfirmasi letak
pipa endotrakeal adalah dengan cara menghubungkan detektor CO2
dengan adaptor pipa endotrakeal. Alat ini memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang baik dalam 2 atau 3 inflasi (perubahan warna ungu
menjadi kuning). Walaupun demikian, negatif-palsu dapat terjadi bila
aliran darah paru sangat kurang atau tidak ada. Positif-palsu dapat
terjadi jika alat detektor terkontaminasi adrenalin atau surfaktan.

Gambar 4.18
Detektor CO2. Gambar diambil dari
http://www.
covidien.com

69
Resusitasi Neonatus

• Dengarkan suara napas di kedua lapang paru (dada atas) dengan


stetoskop. Suara dari ventilasi tekanan positif harus serupa pada
kedua hemitoraks, halus, dan tidak terdengar di bagian perut. Hal ini
sulit dinilai pada bayi yang sangat prematur. Pada beberapa kondisi
khusus (contoh: pneumotoraks, hernia diafragmatika), terdapat suara
napas asimetris meski peletakan pipa endotrakeal sudah tepat.
Tanda-tanda bahwa pipa endotrakeal tidak berada di trakea: 2
• Tidak ada pengembangan dada seiring inflasi
• Laju denyut jantung di bawah 100 kali per menit yang tidak meningkat
segera setelah intubasi dan ventilasi diberikan
• Tidak terdeteksi CO2 yang terekspirasi
• Tidak ada perbaikan dalam oksigenasi
• Tidak adanya suara napas di aksila
Tidak adanya pengembangan dada yang simetris dengan tekanan
ventilasi adekuat dapat menandakan pipa endotrakeal masuk terlalu jauh.
Cek kedalaman insersi.2

Circulation (Kompresi Dada)


Setelah pernapasan regular, maka seorang bayi normal akan mencapai laju
denyut jantung di atas 100 kali per menit, umumnya dalam satu menit
pertama setelah lahir. Rentang normal denyut jantung bayi adalah 110
hingga 160 kali per menit.2,3
Bayi dengan laju denyut jantung di bawah 60 kali per menit,
walaupun sudah diberikan stimulasi serta VTP efektif selama 30 detik,
kemungkinan memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dalam darah.
Sebagai akibatnya, terjadi depresi otot miokardium sehingga jantung tidak
cukup kuat berkontraksi untuk memompa darah ke paru. Oksigen yang
telah dipompa melalui VTP ke dalam paru tidak dapat dibawa ke seluruh
tubuh. Oleh karena
itu, penolong harus Bila LDJ tetap
secara bersamaan < 100 kali/ menit
memompa jantung
dan melanjutkan Pengembangan dada adekuat?
ventilasi paru dengan
oksigen 100%
hingga miokardium
Dada mengembang Bila dada tidak
mendapat cukup
adekuat mengembang adekuat
oksigen dan dapat namun LDJ < 60x/ menit Evaluasi:
menyalurkannya • Posisi kepala bayi
VTP (O2 100%) + • Obstruksi jalan
sampai ke otak. 24
kompresi dada napas
(3 kompresi tiap 1 napas) • Kebocoran sungkup
Berikut ini • Tekanan puncak
adalah bagan Pertimbangkan Intubasi inspirasi cukup atau
tidak
resusitasi blok C Observasi LDJ dan usaha
(circulation): napas tiap 30 detik

70
Resusitasi Terintegrasi 4
Indikasi Memulai Kompresi Dada
Kompresi dada diindikasikan jika laju denyut jantung di bawah 60 kali per
menit walau ventilasi tekanan positif telah diberikan secara adekuat selama
30 detik (ditandai dengan dinding dada turut bergerak setiap inflasi).2,3
Setelah dimulai, kompresi dada harus dilanjutkan dengan seminimal
mungkin interupsi sampai terdapat perbaikan laju denyut jantung.2
Setelah 30 detik melakukan koordinasi antara VTP dan kompresi dada,
lakukan penilaian laju denyut jantung dan curah jantung (lebih baik
melalui auskultasi, ditambah adanya bukti pulsasi spontan pada oksimetri).
Jangan menghentikan VTP dan kompresi dada kecuali untuk menilai perlu
tidaknya intervensi berikutnya. Tanda-tanda perbaikan curah jantung
spontan meliputi peningkatan saturasi oksigen, terdapat gerakan bayi
spontan, atau napas spontan. Kompresi dada harus dilanjutkan hingga laju
denyut jantung di atas 60 kali per menit. 1-3

Teknik Kompresi Dada


Kompresi dada harus dipusatkan di antara xiphoid pada sepertiga bawah
sternum (garis di antara puting) dan kedalamannya setidaknya sepertiga
dari diameter antero-posterior dada.1,2,25
Teknik yang direkomendasikan adalah dua ibu jari di sternum,
berdampingan, tergantung pada besarnya bayi, dengan jari-jari lainnya
mengelilingi toraks untuk menyokong punggung. Umumnya penolong
menghadap kepala bayi, namun posisi ini boleh dibalik jika akses terhadap
perut bayi diperlukan.2

Gambar 4.19. Cara Memberikan Kompresi Dada


Diambil dari http://www.ijaweb.org/article.asp?issn=0019-5049;year=2010;volume=54;issue=5;spa
ge=428;epage=438;aulast=Chadha

71
Resusitasi Neonatus

Teknik dua ibu jari memiliki keuntungan dibanding teknik dua jari
untuk memerbaiki tekanan sistolik puncak dan perfusi koroner sehingga
kompresi menjadi lebih konsisten dalam waktu yang lama. Teknik ini juga
dianggap lebih mudah dan tidak melelahkan untuk penolong. Oleh karena
itu, teknik dua ibu jari lebih direkomendasikan jika terdapat dua orang
penolong.2,3
Teknik dua jari (dua ujung jari pada sternum) dapat dilakukan jika
teknik dua ibu jari dianggap mengganggu akses ke perut atau dada bayi
(misalnya untuk kanulasi umbilikal atau torakosentesis). Tangan lainnya
menyokong punggung.2
Kompresi dada harus dilakukan masing-masing setengah detik,
dengan jeda setengah detik setiap setelah kompresi ketiga untuk
memberikan napas, sehingga rasio yang tepat adalah 3:1 dengan total 90
kali kompresi dan 30 napas setiap menitnya.1-3,18,25 Kompresi dan inflasi
harus dikoordinasikan untuk menghindari pemberian kompresi dan inflasi
pada saat yang bersamaan.2,3 Dada harus mengembang penuh di antara
dua kompresi, namun tangan penolong tidak boleh meninggalkan dada
bayi.2,3,18

Gambar 4.20. Ventilasi dan kompresi dada pada bayi baru lahir1

Kompresi dada yang diberikan secara efektif akan menghasilkan


pulsasi yang jelas terlihat pada oksimeter. Segera setelah kompresi
dada diberikan, berikan oksigen inspirasi hingga maksimal (100%) jika
sebelumnya konsentrasinya masih di bawah 100%.2,3

72
Resusitasi Terintegrasi 4
Penilaian
Penilaian laju denyut jantung dilakukan setelah 60 detik koordinasi
ventilasi tekanan positif dan kompresi dada, hal ini dimaksudkan agar
dalam 60 detik telah didapatkan peningkatan laju denyut jantung yang
bermakna dibandingkan penilaian 30 detik yang dianggap terlalu singkat.
Perbaikan kondisi bayi ditandai dengan:2,3
• Denyut jantung yang terdengar saat auskultasi
• Pulsasi spontan pada oksimetri
• Peningkatan saturasi oksigen
• Pergerakan atau napas spontan
Bila laju denyut jantung tetap di bawah 60 kali per menit meski
telah diberikan ventilasi dan kompresi dada, maka tindakan pertama
yang wajib dilakukan penolong adalah memastikan ventilasi dan
kompresi yang diberikan sudah optimal dan bahwa oksigen yang
diberikan sudah 100%. 24
Terkadang, walaupun paru sudah terventilasi dengan baik (melalui
ventilasi tekanan positif) dan curah jantung membaik (melalui kompresi
dada), sejumlah kecil bayi baru lahir (kurang dari 2 per 1000 kelahiran)
masih memiliki laju denyut jantung di bawah 60 kali per menit. Otot
jantung bayi dengan kondisi seperti ini telah mengalami hipoksia terlalu
lama sehingga gagal berkontraksi secara efektif walau telah mendapat
perfusi dengan darah beroksigen.24 Untuk bayi dengan kondisi demikian,
penolong harus melanjutkan tahap selanjutnya dalam resusitasi, yaitu
Drugs.

Drugs (Pemberian Cairan dan Obat-Obatan)


Obat-obatan dan cairan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir.1,2,18
Kondisi bradikardia umumnya disebabkan oleh hipoksia dan ventilasi yang MUTIARA BERNAS
tidak adekuat, sedangkan apnu disebabkan oleh oksigenasi yang kurang Pemberian obat-obatan
pada batang otak. Oleh karena itu, pemberian ventilasi yang adekuat maupun cairan tidak
merupakan langkah terpenting untuk meningkatkan laju denyut jantung.
Walau demikian, terkadang laju denyut jantung tetap di bawah 60 kali per
boleh mengurangi atau
menit walau telah diberikan ventilasi adekuat (dada turut mengembang menghentikan pemberian
seiring inflasi) dan kompresi dada, maka pada kondisi demikian adrenalin ventilasi dan kompresi dada
harus diberikan.1,2
Pemberian obat tidak ada gunanya dilakukan sebelum memastikan
ventilasi dan kompresi dada adekuat.
Berikut ini
adalah bagan VTP (O2 100%) + kompresi dada
resusitasi blok D (3 kompresi tiap 1 napas)
(Drugs):

LDJ < 60/ menit?

Pertimbangkan pemberian obat dan cairan intravena

73
Resusitasi Neonatus

Jalur Pemberian
Vena Umbilikal
Kateter vena umbilikal merupakan jalur intravaskular yang paling cepat
didapat untuk pemberian cairan dan obat walau dalam keadaan sirkulasi
perifer yang buruk. Sebelum dipasang, sambungkan kateter dengan katup
three-way, dan pastikan baik kateter maupun three-way diisi cairan garam
fisiologis/normal saline (NaCl 0,9%).2,3
Kateter vena umbilikal dimasukkan sedalam kira-kira 5 cm dan bila
darah dapat ditarik maka cairan dan obat dapat segera diberikan. 2,3

Pipa Endotrakeal
Hanya adrenalin dan surfaktan artifisial yang dapat diberikan melalui pipa
endotrakeal. Adrenalin diberikan dalam dosis yang lebih tinggi (50-100
mcg/kgBB) dibandingkan pemberian melalui intravena. Adrenalin hanya
diberikan melalui pipa endotrakeal bila laju denyut jantung kurang dari 60
kali per menit walau ventilasi dan kompresi dada adekuat telah diberikan
dan jalur intravena tidak tersedia.2,3

Gambar 4.21. Jalur vena umbilikal.23


Vena Perifer
Jalur vena perifer sangat sulit dipasang pada bayi baru lahir yang mengalami
renjatan.2,3

Jalur Intraosseus
Jalur ini jarang dilakukan pada bayi baru lahir, namun dapat digunakan
bila akses umbilikal dan vena tidak tersedia. Pertimbangkan jalur ini bila
penolong cukup berpengalaman dalam memasang jalur intraosseus.2

Arteri Umbilikal
Arteri umbilikal tidak direkomendasikan untuk pemberian obat-obat
resusitasi. Terdapat kekuatiran akan terjadinya komplikasi bila obat-obatan
vasoaktif atau hipertonik (adrenalin atau sodium bikarbonat) diberikan
melalui arteri.2

Tipe dan Dosis Obat


Adrenalin
Indikasi
Bila ventilasi dan kompresi dada adekuat masih gagal meningkatkan laju
denyut jantung hingga di atas 60 kali per menit dalam waktu satu menit,
maka adrenalin harus diberikan melalui intravena sesegera mungkin.1,2,18
Bila jalur intravena tidak tersedia dan ventilasi serta kompresi dada adekuat
masih gagal menaikkan laju denyut jantung hingga melebihi 60 kali per
menit, berikan adrenalin melalui endotrakea. Bila dosis intratrakeal tidak
efektif, dosis intravena harus diberikan secepat mungkin.2,3

74
Resusitasi Terintegrasi 4
Dosis
Dosis intravena yang direkomendasikan adalah 10-30 mikrogram/kgBB
(0,1-0,3 mL/kgBB dari larutan 1:10.000) dengan cara bolus atau dorongan
cepat, dilanjutkan dengan bolus garam fisiologis. Dosis ini dapat diulang
setiap beberapa menit sekali bila laju denyut jantung masih di bawah
60 kali per menit meski ventilasi dan kompresi dada yang efektif sudah
diberikan. 1,2,3
Bila adrenalin diberikan melalui jalur trakea, gunakan dosis 50-100
mikrogram/kgBB (0,5-1 mL/kg dari larutan 1:10.000), dilanjutkan dengan
ventilasi tekanan positif. Efektivitas dan keamanan dosis ini masih belum
diteliti.1,2,3

Sodium Bikarbonat
Indikasi
Apabila bayi baru lahir terlalu lama mengalami hipoksia, maka asidosis
metabolik dapat terjadi akibat akumulasi asam laktat. Asam laktat
terbentuk saat jaringan mengalami insufisiensi oksigen. Asidosis berat dapat
menyebabkan gangguan kontraksi miokardium dan konstriksi pembuluh
darah paru, sehingga aliran darah paru berkurang dan difusi oksigen dari
alveol ke kapiler makin sedikit. Bila curah jantung yang efektif tidak berhasil
dicapai walaupun sudah dibantu ventilasi dan kompresi dada yang adekuat,
pikirkan pemberian sodium bikarbonat. 1,24
Sejauh ini tidak terdapat cukup data untuk merekomendasikan
penggunaan rutin sodium bikarbonat pada resusitasi bayi baru lahir.
Bikarbonat dalam tubuh akan dimetabolisme menghasilkan karbon
dioksida. Cairan sodium bikarbonat bersifat hiperosmolar serta dapat
mengganggu fungsi miokardium dan otak apabila diberikan terlalu cepat.1,24
Kondisi asidosis metabolik umumnya membaik dengan sendirinya
saat oksigenasi dan sirkulasi sudah adekuat. Beberapa ahli meyakini
pemberian terapi bikarbonat sebaiknya ditunda hingga analisis gas darah
mengonfirmasi adanya asidosis metabolik signifikan dan kadar CO2 yang
normal.24
Jangan berikan sodium bikarbonat terlalu dini. Pada kondisi henti
jantung berkepanjangan yang tidak responsif terhadap terapi lainnya,
berikan sodium bikarbonat setelah ventilasi dan sirkulasi
adekuat.1

Dosis
Dosis yang dianjurkan adalah 1-2 mmol/kg (2-4 mL dari larutan bikarbonat
4,2%) diberikan dengan suntikan intravena lambat.1,25

Nalokson
Indikasi
Pemberian narkotika pada ibu yang mengalami nyeri saat melahirkan atau

75
Resusitasi Neonatus

dalam anestesi umum dapat menurunkan usaha napas pada bayi yang
dilahirkan.4 Pada kasus demikian, pemberian nalokson sebagai antagonis
narkotika kepada bayi dapat menghilangkan efek narkotika. Namun
demikian, bukan berarti nalokson langsung diberikan sebagai tindakan
pertama pada bayi yang tidak bernapas. Tindakan pertama yang tepat dan
harus didahulukan adalah ventilasi tekanan positif.2,3
Indikasi pemberian nalokson pada bayi baru lahir adalah sebagai
berikut:2
• Depresi napas yang berlanjut bahkan setelah pemberian ventilasi
tekanan positif berhasil mengembalikan laju denyut jantung menjadi
normal dan
• Riwayat pemberian narkotika pada ibu selama bersalin
Setelah pemberian nalokson, lanjutkan ventilasi tekanan positif hingga
bayi bernapas normal. Durasi efek narkotika seringkali melebihi nalokson.
Oleh karena itu, observasi bayi secara ketat untuk memantau depresi
napas berulang yang memerlukan bantuan pernapasan selanjutnya.3
Jangan berikan nalokson pada bayi lahir dari ibu yang dicurigai mengalami
ketergantungan narkoba. Hal ini dapat menyebabkan withdrawal dan
kejang.3,19

Dosis
0,1 mg/kgBB dari larutan 0,4 mg/mL diberikan secara intravena bolus
diikuti dengan bolus NaCl 0,9%. Nalokson boleh diberikan melalui
intramuskular namun waktu awitannya lebih lambat.3,19 Nalokson dapat
diberikan lebih dari satu kali mengingat durasi efek narkotika yang lebih
panjang.3

Cairan Volume Expanders


Indikasi
Pertimbangkan pemberian cairan intravaskular bila bayi diduga mengalami
kehilangan darah, bayi dalam kondisi syok (pucat, perfusi buruk, pulsasi
lemah), dan tidak memberi respons secara adekuat terhadap tindakan
resusitasi lainnya.2,3
Kristaloid isotonik (garam fisiologis) dapat digunakan sebagai cairan
lini pertama, namun selanjutnya transfusi darah emergensi dapat diberikan
pada kasus kehilangan darah yang masif atau pada bayi yang tidak respons
terhadap resusitasi.2,3

Dosis
Dosis awal adalah 10 mL/kgBB diberikan intravena secara bolus (selama
beberapa menit). Hati-hati pada bayi prematur agar jangan dibolus terlalu
cepat karena risiko pecahnya pembuluh darah. Bila berhasil, pemberian
cairan dapat diulang untuk mempertahankan sirkulasi.1,2,3

76
Resusitasi Terintegrasi 4
Pemasangan Kateter Umbilikal Emergensi

Prosedur:
Persiapan Bahan dan Alat
1. Antiseptik: klorhexidin 2% atau povidon iodine pada fasilitas terbatas,
kasa steril.
2. Tempat bahan dan alat-alat (trolley) dan kain penutup steril
3. Duk berlubang steril
4. Benang/tali kasur steril
5. Pinset
6. Pisau bisturi nomor 11
7. Kateter umbilikal ukuran 3,5F ; 5F / 6F panjang.
8. Spuit 5ml, 10ml dan cairan NaCl 0,9% (NS)

Pelaksanaan
1. Cuci tangan prosedural dengan cairan antiseptik (langkah lihat di Bab
2: Persiapan Resusitasi)
2. Lihat kondisi pasien dan keperluan pasien dalam terapi
3. Memakai sarung tangan steril.
4. Isi lebih dahulu kateter ukuran 3.5F atau 5F yang telah disambung
dengan semprit dan keran-3-arah (3-way-stopper) steril. Isi dengan
garam fisiologis, lalu tutup keran untuk mencegah masuknya udara
(bahaya emboli udara).
5. Bersihkan umbilikus dan kulit sekelilingnya dengan larutan antiseptik,
lalu ikat benang steril mengelilingi dasar umbilikus. Ikatan ini dapat
dikencangkan bila terjadi perdarahan hebat saat memotong tali pusat.
6. Potong umbilikus 1 cm dari perbatasan kulit dan wharton’s jelly
dengan pisau steril. Tentukan vena umbilikus (pembuluh yang
menganga lebar dengan dinding tipis) dan arteri umbilikus (dua
pembuluh berdinding tebal). Pegang wharton’s jelly terdekat dengan
pembuluh vena dengan forseps steril.
7. Tekan ringan bila ada perdarahan, bersihkan dan asepsis kembali.

77
Resusitasi Neonatus

8. Pegang bagian dekat ujung kateter dengan forseps steril dan masukkan
kateter ke dalam vena (kateter harus dapat masuk dengan mudah)
sepanjang 4–6 cm. Alur vena akan menuju ke proksimal, menuju
jantung.
9. Pastikan kateter tidak menekuk dan darah mengalir balik dengan
mudah; Cara memeriksa aliran darah pada kateter adalahmembuka
stopcock ke arah semprit dan menghisap semprit secara perlahan.
Bila darah tidak mengalir lancar tarik pelan-pelan kateter umbilikal,
dan masukkan kembali.
10. Kaji jangan sampai ada udara di sepanjang sirkuit.
11. Masukkan obat-obatan atau cairan fisiologis.
12. Bila sudah didapatkan perbaikan denyut jantung, kateter segera
dilepas.
13. Bila koreksi obat atau cairan masih diperlukan untuk beberapa waktu,
maka kateter perlu difiksasi dengan benang jahit.
14. Asepsis kembali area pemasangan kateter umbilikal.

Resusitasi pada Kondisi Khusus

Bayi Prematur
Proteksi Kulit dan Cara Memegang
Bayi baru lahir yang sangat prematur khususnya < 28 minggu mempunyai
risiko cedera kulit dan organ dalam yang cukup besar, sehingga perlu
ditangani dengan lemah lembut dan hati-hati. Bila penolong hendak
memasang jalur vaskular, gunakan larutan antiseptik seperlunya. Larutan
yang mengandung alkohol dapat merusak kulit bayi yang sangat prematur.
Bila diperlukan pemasangan kateter umbilikal emergensi, oleskan
antiseptik pada tali pusat dan sedikit kulit di sekitarnya. Penggunaan
cairan antiseptik yang berlebihan akan mengalir ke daerah selangkangan
dan paha, sehingga setelah prosedur selesai jangan lupa membilas dengan
aquabidest atau larutan NaCl 0,9% untuk mencegah terjadinya luka bakar
di kulit.2,23

Bantuan Pernapasan
Bayi sangat prematur rentan mengalami displasia bronkopulmonar atau
penyakit paru kronis sebagai dampak/komplikasi dari tindakan intubasi dan
penggunaan ventilasi mekanik > 72 jam. Berbagai tindakan non invasif
dalam upaya mencegah displasia bronkopulmonar yaitu: ventilasi tekanan
positif menggunakan balon mengembang sendiri yang dilengkapi dengan
katup PEEP; sustained inflation (ventilasi tekanan positif menggunakan
T-piece resuscitator, waktu inspirasi diperpanjang antara 10-30 detik);
dan penggunaan CPAP dini di ruang bersalin. Ketiga cara tersebut di
atas telah terbukti lebih baik dalam mencegah displasia bronkopulmonar
dibandingkan dengan ventilasi tekanan positif dengan balon mengembang
sendiri tanpa PEEP melalui sungkup wajah.2,26-31

78
Resusitasi Terintegrasi 4
CPAP dini atau intubasi dapat diberikan sejak di kamar bersalin
pada bayi prematur dengan berbagai derajat distres napas. Untuk CPAP
dini, berikan tekanan PEEP 5-8 cmH2O sambil memantau usaha napas
bayi. CPAP dapat diberikan melalui sungkup wajah yang disambungkan
dengan T-piece resuscitator di fasilitas ideal atau Jackson Rees di fasilitas
terbatas. Saat bayi ditransportasi menuju kamar perawatan, CPAP dapat
dipertahankan dengan menggunakan nasal prong. Balon mengembang
sendiri tidak dapat memberikan CPAP dini.

Gambar 4.22. Pemberian CPAP dengan Jackson-Rees yang disambungkan ke sungkup wajah
(atas) atau melalui single nasal prong (bawah)

Apabila bayi prematur gagal mempertahankan saturasi oksigen 88-


92% walaupun sudah mendapat terapi CPAP dini hingga mencapai PEEP
8 cm H2O dan fraksi oksigen 40%, maka surfaktan dianjurkan untuk
diberikan di kamar bersalin (surfaktan rescue). Surfaktan merupakan zat
yang diproduksi oleh sel pneumosit tipe 2 dan berfungsi untuk mengurangi
tegangan permukaan alveoli saat udara masuk. Surfaktan juga melindungi
sel epitel paru dan berperan dalam proses pengembangan paru. Surfaktan
mulai diproduksi pada usia gestasi 24-28 minggu dan produksinya
mencapai titik optimal pada usia gestasi 35 minggu. Defisiensi primer
surfaktan terutama terjadi pada bayi baru lahir prematur (usia gestasi di
bawah 37 minggu), dan secara klinis bermanifestasi sebagai Respiratory

79
Resusitasi Neonatus

Distress Syndrome (RDS)/Sindrom Gawat Napas (SGN).32-35 Uji klinis


menunjukkan bahwa terapi surfaktan sebagai profilaksis maupun rescue
dapat meningkatkan fungsi paru, menurunkan kebutuhan ventilator
mekanik, menurunnya risiko terjadinya pneumotoraks, emfisema
interstitial paru dan displasia bronkopulmonar. 36
Salah satu metode pemberian surfaktan adalah teknik INSURE
(INtubate, SURfactant, Extubate to CPAP). Pada metode ini, bayi yang
mendapat CPAP diintubasi untuk memasukkan surfaktan kemudian
dilakukan ekstubasi segera. Pernapasan bayi dibantu kembali dengan
CPAP. Metode lainnya yang dapat digunakan untuk pemberian surfaktan
adalah teknik MIST (Minimally-Invasive Surfactant Therapy) dan NIST
(Non-Invasive Surfactant Therapy). Teknik ini mengupayakan pemberian
surfaktan melalui cara yang tidak invasif dan tanpa intubasi.36 Adapun
cara yang dimaksud antara lain pemberian surfaktan melalui nasofaring,
melalui sungkup laring (laryngeal mask airway/LMA), melalui pipa gastrik
dengan ukuran kecil (fine gastric tube), melalui inhalasi, dan metode
Hobart. Metode tersebut menggunakan kateter vaskular pendek (narrow
bore vascular catheter/angiocath 16G). Diharapkan teknik tersebut dapat
mengurangi efek samping dari penggunaan intubasi. Berikut ini adalah
keuntungan dan kerugian dari metode MIST dan NIST.37

Tabel 4.5. Keuntungan dan Kerugian Metode MIST dan NIST


Metode Pemberian Keuntungan Kerugian
MIST Melalui nasofaring Tidak nyeri Belum diteliti lebih lanjut
Sebagian surfaktan terbuang
Sungkup laring Tidak melewati pita suara (supraglotis) Nyeri
Feeding catheter Dalam keadaan CPAP terpasang, dengan Forseps Magyll
feeding catheter masuk ke endotrakea Laringoskopi
Nyeri dan menyebabkan trauma
Kateter vaskular Dalam keadaan CPAP terpasang, kateter Laringoskopi
dimasukkan ke endotrakea. Nyeri dan menyebabkan trauma
Mudah dimasukkan karena
menggunakan kateter rigid
NIST Inhalasi Tidak nyeri Perlu diteliti lebih lanjut

Intubasi endotrakeal masih merupakan standar baku dalam


pemberian surfaktan. Sejauh ini masih belum cukup bukti mengenai
efektifitas dan keamanan teknik MIST dan NIST dibandingkan teknik
intubasi dalam pemberian surfaktan, namun dalam beberapa tahun ke
depan diharapkan metode ini dapat menjadi pilihan baru yang aman dan
efektif dalam pemberian surfaktan untuk bayi baru lahir.28,32,33,37,38
Terapi surfaktan profilaksis diberikan pada bayi prematur dengan
usia gestasi di bawah 28 minggu tanpa gejala distres napas dengan
mempertimbangkan tersedianya penolong resusitasi yang kompeten, alat
monitor, dan surfaktan. Sebelum keputusan pemberian surfaktan, bayi
harus dipastikan telah mendapat manajemen suhu yang baik, ventilasi
optimal dan juga tercapainya sirkulasi yang baik.28,36,39

80
Resusitasi Terintegrasi 4
Berikut ini adalah algoritma tatalaksana bayi baru lahir dengan
sindrom distres napas:

Oksigen
Bayi prematur memiliki risiko lebih besar untuk mengalami cedera hiperoksia
dibandingkan bayi cukup bulan. Pada saat melakukan resusitasi bayi sangat
prematur, dianjurkan untuk tidak menggunakan oksigen 100%, melainkan
campuran udara dan oksigen lalu melakukan titrasi fraksi oksigen. Bayi
prematur membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai saturasi oksigen
90% dibanding bayi cukup bulan, sehingga pemberian fraksi oksigen saat
resusitasi perlu dimonitor dengan pulse oxymetry. Komplikasi hiperoksia
adalah keterlambatan menarik napas pertama, retinopati prematuritas,
displasia bronkopulmonar, dan enterokolitis nekrotikans.2

Tatalaksana Suhu
Bayi prematur berisiko mengalami hipotermia, oleh karena itu semua bayi
dengan usia gestasi di bawah 28 minggu atau berat badan di bawah 1500
gram harus dibungkus dengan plastik polietilen segera setelah lahir. Bayi
tidak boleh dikeringkan sebelum dibungkus dengan plastik.19 Penjelasan lebih
lanjut mengenai pemberian kehangatan bayi prematur dapat dilihat pada Bab
3: Penilaian dan Langkah Awal.

Obstruksi Jalan Napas Atas Kongenital


Bayi yang tampak merah muda saat menangis namun sianotik saat diam
dengan/atau tanpa gangguan bernapas, harus dicurigai mengalami atresia
koana atau obstruksi jalan napas atas lainnya. Pada bayi dengan faring pendek,

81
Resusitasi Neonatus

posisi tengkurap dan/atau pemasangan pipa endotrakea melalui lubang hidung


kedalam faring dapat mencegah lidah menutupi jalan napas. Bayi dengan
malformasi kraniofasial kemungkinan membutuhkan intubasi trakea. Pada
kasus demikian, konsultasikan dengan dokter anak konsultan neonatologi.2

Gambar 4.23
Atresia koana

Hernia Diafragmatika Kongenital


Hernia diafragmatika kongenital (HDK) terjadi apabila salah satu dari
keempat struktur terpisah yang menyusun diafragma (septum transversum,
membran pleuroperitoneal, mesenterium dorsal dari esofagus, dan dinding
tubuh) gagal menyatu pada minggu kedelapan setelah konsepsi. Sebagai
akibatnya, organ-organ abdomen mengalami herniasi ke dalam rongga
toraks.40

Gambar 4.24
Hernia diafragmatika sisi kiri 40

HDK yang telah didiagnosis sejak masa prenatal dapat menjadi


indikasi untuk intubasi trakea dini dibandingkan dengan ventilasi balon
dan sungkup wajah. Intubasi dapat meminimalisasi masuknya udara ke
dalam saluran cerna. Suara udara setelah intubasi trakea dapat terdengar
asimetris, tergantung pada lokasi HDK (dan pipa endotrakea). Pipa
orogastrik besar ukuran 10F harus dipasang dan dilakukan pengisapan
segera untuk menghindari pengumpulan udara di usus halus intra toraks
dan meminimalisasi kompresi paru. Tidak jarang bayi dengan HDK hanya

82
Resusitasi Terintegrasi 4
memiliki satu paru fungsional, sehingga ventilasi harus diberikan hati-hati
dengan volum tidal rendah, dan dianjurkan tekanan puncak inspirasi tidak
melebihi 25 cmH2O.2,19

Pneumotoraks Tension
Pneumotoraks adalah akumulasi udara di rongga pleura hingga
menyebabkan kolaps paru sebagian atau total pada sisi yang terkena.19
Retraksi dada, takipnu, penurunan suara napas unilateral, penurunan
gerakan salah satu sisi dinding dada,dan penonjolan dinding dada pada
satu sisi, yang terjadi setelah resusitasi merupakan petunjuk adanya
pneumotoraks. Standar baku dalam mendiagnosis pneumotoraks adalah
radiografi dada, namun pneumotoraks tension memerlukan tatalaksana
darurat sehingga tidak cukup waktu untuk melakukan pemeriksaan ini.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah transiluminasi yang cukup
sensitif pada bayi kecil, namun pada bayi cukup bulan dapat menjadi negatif
palsu. Emfisema interstitial paru berat dapat menyerupai pneumotoraks.2,19

Gambar 4.25. Uji


Transiluminasi pada Bayi Baru
Lahir dengan Pneumotoraks.
Diambil dari http://www.
carolinascoreconcepts.com/

Tidak semua pneumotoraks membutuhkan drainase, namun


pneumotoraks tension dapat mengancam nyawa akibat kolaps
kardiorespirasi sehingga membutuhkan drainase emergensi dengan
aspirasi jarum atau pemasangan kateter interkostal.2,19
Drainase pneumotoraks atau aspirasi jarum pneumotoraks adalah
tindakan memasukkan jarum ke dalam rongga pleura yang dihubungkan
dengan three-way, kateter intravena/wing needle dan spuit untuk
mengeluarkan udara yang terjebak di dalam rongga pleura.
Alat-alat yang harus dipersiapkan adalah:
• Kateter intravena ukuran 18-21 atau wing needle ukuran 21,
disesuaikan dengan besar kecilnya bayi
• Spuit 10 dan 50 cc
• Three-way
• Cairan antiseptik
• Sarung tangan steril

83
Resusitasi Neonatus

Wing needle

Kateter
Spuit 10 cc intravena
Three-way

Gambar 4.26 Persiapan alat aspirasi pneumotoraks

Prosedur Aspirasi Jarum

Identifikasi tempat aspirasi


jarum: sela iga 2-3 linea mid
klavikula, hindari puting susu

Bersihkan permukaan kulit


dengan cairan antisepsis,
biarkan kering
Masukkan kateter beserta
stylet ke dalam rongga
pleura –di atas tulang rusuk
untuk menghindari trauma
pada arteri di bawah tulang
rusuk

Masukkan/dorong kanula
ke dalam sambil mencabut
stylet keluar, hindari
memasukkan stylet dengan
terlalu keras

84
Resusitasi Terintegrasi 4

Buka jalur three-way yang


menuju ke arah pasien
Aspirasi/tarik udara
sampai terasa adanya
tahanan atau sampai spuit
terisi penuh udara

Tutup jalur three-way


yang menuju ke arah
pasien

Keluarkan udara yang


sudah ditarik ke dalam
spuit

Lakukan berulang hingga


seluruh udara berhasil
dikeluarkan
Jika udara terlalu
banyak, pertimbangkan
pemasangan chest tube

Gambar 4.27. Prosedur Aspirasi Pneumotoraks

85
Resusitasi Neonatus

Efusi Pleura atau Asites (Hidrops Fetalis)


Edema berat seluruh tubuh, efusi pleura, dan asites saat lahir dapat
menyebabkan hipoplasia paru dan mengganggu ekspansi paru awal.
Berikan tekanan yang lebih tinggi selama ventilasi sampai dada tampak
mengembang, denyut jantung meningkat, dan saturasi oksigen membaik.
Torakosentesis dapat dilakukan setelah pemeriksaan radiografi dan/atau
ultrasonografi dengan pemantauan kardiorespirasi dan kontrol ventilasi.2
Pada kasus hidrops fetalis dokter bedah sebaiknya dilibatkan hadir di ruang
bersalin untuk berjaga-jaga seandainya pungsi pleura atau pungsi asites
diperlukan, sehingga resusitasi dapat berjalan lebih optimal tanpa merusak
paru akibat pemberian tekanan yang tinggi.

Pneumonia/Sepsis
Pneumonia kongenital dapat menyebabkan compliance paru buruk,
sehingga bayi membutuhkan tekanan ventilasi lebih tinggi saat resusitasi
untuk membuka alveol paru. Manifestasi klinis pneumonia adalah distres
pernapasan berat.2

Gangguan Jantung Kongenital


Bayi yang tetap sianotik meski telah mendapat ventilasi, oksigenasi dan
sirkulasi adekuat kemungkinan memiliki gangguan jantung kongenital
atau hipertensi pulmoner persisten. Walaupun sangat jarang terjadi,
blokade jantung kongenital dapat menyebabkan bradikardia persisten.
Pada kasus demikian, bayi harus dirawat di NICU sejak awal dan menjalani
pemeriksaan ekokardiografi.2

Kelahiran Gemelli
Bayi gemelli seringkali membutuhkan resusitasi karena prematuritas,
abnormalitas plasenta, gangguan aliran darah tali pusat, dan/atau
komplikasi mekanis selama persalinan.2
Bayi kembar monozigot dapat mengalami ketidakcocokan volume
darah (discrepant blood volumes). Keadaan ini dikenal dengan sindrom
transfusi twin-to-twin. Walaupun jarang, salah satu bayi dapat memerlukan
transfusi darurat setelah resusitasi awal. Konsultan neonatologi sebaiknya
hadir saat kelahiran untuk berjaga-jaga bilamana dibutuhkan saat
resusitasi. Diupayakan satu dokter untuk masing-masing bayi.2

Perdarahan Pervaginam
Perdarahan pervaginam sebelum persalinan dapat terjadi pada abrupsio
plasenta, plasenta previa atau vasa previa. Meski sumber pendarahan paling
sering berasal dari ibu, namun sedikit saja perdarahan berasal dari janin
dapat menyebabkan hipovolemia pada bayi. Sebagai contoh perdarahan
transplasenta mayor ke dalam sirkulasi ibu (perdarahan fetomaternal)
menyebabkan hipovolemia bayi tanpa perdarahan antenatal yang tampak.2

86
Resusitasi Terintegrasi 4
Bayi baru lahir dengan perdarahan umumnya tampak sangat pucat
walaupun laju denyut jantung sudah kembali normal. Kondisi ini dapat
menyebabkan kesulitan dalam resusitasi. Seperti yang telah dijelaskan
pada bagian Drugs, cairan kristaloid isotonik (NaCl 0,9%) dapat digunakan
sebagai pilihan pertama resusitasi cairan. Pada kondisi hipovolemia yang
diakibatkan perdarahan, transfusi darah merupakan pilihan berikutnya
dalam resusitasi cairan.2

Gas Darah Arteri Umbilikal


Gas darah tali pusat harus diperiksa pada semua bayi baru lahir yang
diresusitasi sebagai metode paling objektif untuk menilai kondisi bayi
intranatal. Pemeriksaan ini dapat dipakai untuk menilai apakah terdapat
risiko terjadinya palsi serebral di kemudian hari. Darah diambil dari sisa tali
pusat yang menempel pada plasenta dengan syringe berisi heparin untuk
dianalisis segera. Tali pusat dijepit di daerah proksimal dan distal, lalu
sampel darah diambil di antara kedua jepitan tersebut. Sebaiknya sampel
diambil dari arteri dan vena umbilikal untuk kemudian dibandingkan agar
risiko kesalahan identifikasi arteri dapat dihindarkan. Nilai normal darah
arteri umbilikal dapat dilihat pada tabel di bawah ini:2,4

Tabel 4.6 Nilai Normal Darah Arteri Umbilikal2


Persentil Mean Persentil
2,5 97,5
pH 7,1 7,27 7,38
Kelebihan basa (Base excess) -11 -4 1
pO2 (mmHg) 6 17 30
pCO2 (mmHg) 35 52 74

Ketuban Bercampur Mekoneum


Sampai saat ini praktek pengisapan orofaring dan nasofaring intrapartum
masih merupakan hal rutin untuk bayi lahir dengan ketuban jernih
maupun bercampur mekonium. Rekomendasi saat ini adalah pengisapan
tidak dilakukan bila bayi bugar dan bernapas spontan atau menangis,
walaupun ketuban bercampur mekoneum. Pada bayi lahir tidak bugar
dan ketuban bercampur mekoneum, tidak didapatkan cukup bukti untuk
melarang pengisapan orofaring dan nasofaring. Karena itu, pengisapan
hanya direkomendasikan untuk dilakukan: 2
• Segera setelah lahir
• Jika dokter berpengalaman dan semua peralatan bisa segera tersedia
• Sebelum awitan bernapas atau menangis dan pada bayi dengan tonus
otot menurun.
Apabila bayi bernapas spontan adekuat, jangan lakukan intubasi untuk
mengisap mekoneum. Bila bayi mengalami distres napas, apnu, atau tonus
buruk, lakukan laringoskopi direk dan isap mekoneum di faring. Bila perlu,
lakukan intubasi untuk mengisap mekoneum dari trakea.2

87
Resusitasi Neonatus

Pengisapan dengan intubasi dilakukan dari trakea ke arah mulut dengan


menyambungkan ETT dengan aspirator mekoneum atau menggunakan
kateter isap ukuran 10 atau 12 F untuk sekret kental. Pengisapan hanya
dilakukan sekali kemudian tahapan resusitasi selanjutnya harus dimulai
sesegera mungkin.2,19
Semua bayi lahir dengan ketuban bercampur mekoneum sebaiknya
diobservasi selama satu hingga dua hari.

Sungkup Laring (Laryngeal Mask Airway/LMA)


Sungkup laring harus dipertimbangkan digunakan pada bayi cukup bulan
yang tidak berhasil diresusitasi dengan sungkup wajah atau intubasi.
Sungkup laring terdiri atas dua ukuran, yaitu nomor 0 dan 1. Nomor 1
sesuai digunakan untuk bayi dengan berat minimal 1,8 kg dan maksimal 5
kg, sementara nomor 0 tidak tersedia di Indonesia. Sungkup laring dapat
dipertimbangkan sebagai alternatif untuk ventilasi tekanan positif pada
bayi baru lahir dengan berat di atas 2000 gram atau usia gestasi di atas
atau sama dengan 34 minggu. 2
Berikut merupakan pertimbangan menggunakan sungkup laring: 2
• Terdapat kelainan kongenital pada mulut, bibir dan langit-langit mulut
sehingga pelaku prosedur mengalami kesulitan melihat laring.
• Sindrom Pierre-Robin dan sindrom Down (trisomi 21)
• Ventilasi dengan sungkup tidak memberikan respon baik sedangkan
tenaga ahli untuk melakukan prosedur intubasi tidak tersedia (atau
tenaga ahli tersedia namun intubasi gagal).
Pemasangan sungkup laring memberikan keuntungan yaitu
terbentuknya perlekatan bertekanan rendah antara glottis dan cuff
sungkup tanpa harus menutupi faring. Cara pemasangan ini lebih mudah
dilakukan dan jalan napas terjaga tetap terbuka.
Teknik pemasangan sungkup laring :2

Gunakan ukuran sungkup laring yang sesuai


untuk pasien

88
Resusitasi Terintegrasi 4

Kempiskan cuff tetapi jaga agar jangan sampai


terlipat.

Berikan pelumas pada bagian belakang cuffdan


sisi samping LMA dengan pelumas berbasis air
atau air liur bayi. Hindari pemberian pelumas
pada bagian anterior cuff atau sampai ke
bagian dalam sungkup.

Peganglah LMA seperti memegang


pulpen, masukkan dengan bagian terbuka
dari sungkupnya menghadap ke bawah
(menyisihkan lidah, menyusuri palatum). LMA
harus dimasukkan di tengah mulut agar LMA
terpasang dengan tepat dan pengembangan
paru simetris.
Dorong sungkup dengan punggung jari
telunjuk menyusuri palatum keras ke arah
faring sampai terasa adanya tahanan.
Pegang pipa LMA agar posisi tidak bergeser,
kemudian tangan sebelahnya sedikit menekan
ke bawah sementara jari telunjuk yang
digunakan untuk memandu dikeluarkan dari
mulut bayi.

Kembangkan cuff dengan spuit berisi 4 mL


udara. Pipa dapat sedikit terangkat dari
hipofaring ketika cuff dikembangkan.Rasakan
adanya sensasi memantul kembali ketika
mendorong spuit.

89
Resusitasi Neonatus

Hubungkan dengan alat ventilasi (T-piece atau


balon ventilasi). Bila LMA berada di tempat
yang benar maka dada akan mengembang
secara simetris.

Posisi LMA yang benar dapat dievaluasi dari


sinkronisasi gerakan dada dan auskultasi area
leher

Gambar 4.28 Teknik pemasangan sungkup laring (LMA)

Setelah pemasangan sungkup laring, cek ketepatan posisi dengan


melihat tanda-tanda berikut ini2,3:
• Pergerakan dinding dada seiring inflasi
• Laju denyut jantung meningkat di atas 100 kali per menit
• Meningkatnya oksigenasi (oksimetri lebih akurat dibandingkan
penilaian visual)
Beberapa tanda lainnya untuk mengkonfirmasi letak sungkup laring
yang tepat adalah 2,3:
• Perubahan warna yang tampak dengan detektor end-tidal CO2
(metode paling reliabel pada bayi baru lahir yang memiliki sirkulasi
spontan)
-- Negatif palsu dapat terjadi pada bayi dengan aliran darah pulmoner
yang sangat rendah atau tidak ada

90
Resusitasi Terintegrasi 4
• Mendengar suara napas yang simetris di dada bagian atas dengan
menggunakankan stetoskop. Pada beberapa kondisi (contoh:
pneumotoraks, hernia diafragmatika) dapat terdengar asimetris
meskipun posisi pipa sudah optimal.

Resusitasi Terintegrasi
Resusitasi terintegrasi adalah resusitasi yang dijalankan dengan
menggabungkan keempat komponennya, yaitu Airway, Breathing,
Circulation dan Drugs sehingga penolong dapat menjalankan resusitasi
dengan baik dan mendapat luaran yang optimal.
Prinsip-prinsip dalam resusitasi terintegrasi adalah sebagai berikut:

Berurutan
Kedua tahapan pertama dalam resusitasi, yaitu Airway dan Breathing,
merupakan komponen terpenting dan paling awal dijalankan. Tahapan-
tahapan ini tidak boleh dilompati untuk menuju ke komponen berikutnya
Circulation dan Drugs. Dengan kata lain sebelum memutuskan melakukan
komponen Circulation dan Drugs harus dipastikan Airway dan Breathing
sudah optimal.

Contoh Kasus:
Dokter A sedang menangani bayi
yang baru saja lahir dari seorang Bernapas atau menangis?
ibu G1P0A0 dengan usia gestasi 35
Tonus baik?
minggu. Dokter A sudah melakukan
penilaian dan langkah awal. Pada Tidak
usia 30 detik setelah lahir didapatkan
bayi tetap tidak bernapas, tonus Langkah awal:
buruk dan laju denyut jantung 58 • Pastikan bayi tetap hangat
kali per menit. • Atur posisi dan bersihkan jalan napas
• Keringkandan stimulasi
Dokter A berniat melakukan • Posisikan kembali
kompresi dada dan ventilasi tekanan
positif.
Observasi usaha napas, laju denyut jantung (LDJ), dan tonus otot
Pertanyaan: Apakah tindakan
dokter A tepat?
Jawaban: Tidak Tidak bernapas/ megap-
megap, dan atau
Dokter A harus menjalankan
LDJ < 100x/ menit
resusitasi tahap demi-tahap, yaitu:

Ventilasi tekanan positif (VTP)

Pemantauan SpO2

91
Resusitasi Neonatus

Dalam resusitasi bayi baru lahir, tahapan resusitasi harus dijalankan


secara berurutan, yaitu pada kasus ini, Airway dan Breathing wajib
dijalankan secara optimal dan adekuat sebelum beralih ke tahap
Circulation, walaupun telah diketahui laju denyut jantung kurang dari 60
kali per menit.
Dokter A perlu mengerjakan ventilasi tekanan positif dengan efektif
selama 30 detik dan menilai kembali usaha bernapas, laju denyut jantung
dan tonus otot. Bila laju denyut jantung masih di bawah 60 kali per menit
walaupun dengan ventilasi tekanan positif efektif maka dapat kompresi
dada dan ventilasi tekanan positif dapat diberikan.

Simultan
Penilaian usaha napas, laju denyut jantung dan tonus serta tindakan
resusitasi berupa Airway, Breathing, Circulation dan Drugs harus
dilakukan secara simultan atau bersamaan pada satu waktu.
Resusitasi secara simultan paling baik dijalankan dalam bentuk satu
tim yang terdiri atas beberapa penolong, sehingga penolong dapat membagi
peran dan tugas masing-masing serta semua tindakan dan penilaian dapat
dilakukan secara serentak.
Prognosis resusitasi bayi baru lahir sangat bergantung pada kecepatan
dan ketepatan tindakan penolong, sehingga pelaksanaan resusitasi dalam
tim secara simultan sangat diutamakan.
Sebagai contoh, pada beberapa bayi dengan kondisi sangat buruk,
penolong dituntut untuk memberikan ventilasi tekanan positif, kompresi
dada dan cairan pada saat bersamaan. Pada kondisi demikian, penolong
harus menerapkan resusitasi simultan.

Ketepatan Waktu
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, waktu merupakan hal yang
sangat penting pada resusitasi bayi baru lahir. Keterlambatan penanganan
di awal akan mengakibatkan keterlambatan perbaikan klinis bayi. Usaha
napas pertama dapat tertunda dan hipoksia lama dapat diakibatkan oleh
denyut jantung yang rendah.
Sebagai contoh, apabila bayi terlambat ditangani pada saat penanganan
Airway, maka bayi akan lebih lambat mulai bernapas dibandingkan apabila
bayi ditangani lebih awal.
Oleh karena itu, penolong dituntut untuk bekerja dengan sigap dan
mampu melaksanakan tahapan-tahapan resusitasi tidak hanya secara
tepat, namun juga cepat.

Koordinasi
Para penolong harus memiliki koordinasi yang baik, mampu bekerja sama
dan memiliki bahasa medis sama sehingga tidak ada keterlambatan, tidak
saling bertabrakan kerjanya, tidak saling menunggu atau malah menonton
penolong lainnya melakukan resusitasi.

92
Resusitasi Terintegrasi 4
Penilaian Berulang
Kondisi bayi baru lahir dapat mengalami perubahan sepanjang resusitasi
walaupun penolong belum mencapai titik penilaian pada alur resusitasi.
Oleh karena itu, penilaian komponen resusitasi harus dilakukan berulang
kali sepanjang resusitasi. Selain berfungsi untuk memandu penolong
menentukan tindakan dan perawatan selanjutnya, penilaian berulang
juga membantu penolong untuk memantau apakah ada perbaikan atau
perburukan kondisi bayi.
Penilaian disarankan dilakukan setiap 30 detik sekali, namun
penolong harus tetap memantau kondisi bayi sepanjang resusitasi. Sebagai
contoh, seorang bayi yang lahir tidak bernapas dengan laju denyut jantung
di bawah 100 kali per menit dapat mengalami perbaikan usaha napas
walau ventilasi tekanan positif yang diberikan masih di bawah 30 detik.
Pada kasus semacam ini, penolong diharapkan dengan segera
mengenali tanda-tandanya dan melakukan penilaian kondisi bayi,
kemudian menentukan tindakan selanjutnya.

Selalu Bertanya: Sudah Optimalkah Saya?


Pada setiap tahapan resusitasi, penolong harus selalu memastikan pada
timnya, apakah setiap tahapan yang telah dilalui sudah diberikan secara
optimal?

Contoh Kasus:
Dokter B sedang meresusitasi neonatus yang lahir tidak bernapas, tonus
buruk, dan laju denyut jantung 50 kali per menit.
Dokter B sudah membersihkan dan membuka jalan napas,
memberikan ventilasi tekanan positif selama 30 detik dan memberikan
kompresi dada yang dikoordinasikan dengan ventilasi tekanan positif
namun kondisi bayi masih tetap sama.
Dokter B berencana untuk mulai memberikan adrenalin kepada bayi.
Pertanyaan: Apakah yang wajib dilakukan dokter B saat ini?
Jawaban: Memastikan apakah semua tahapan A, B dan C telah dijalankan
secara optimal SEBELUM beralih kepada tahap D.
Pada tahap Airway, pastikan lagi posisi kepala bayi sudah benar
(setengah ekstensi) dan tidak ada obstruksi pada jalan napas bayi.
Pada tahap Breathing dengan bayi yang diberikan ventilasi tekanan
positif, pastikan lagi apakah tampak pengembangan dinding dada yang
adekuat? Apabila tidak, pastikan lagi beberapa poin yaitu tidak ada
kebocoran sungkup (rasakan apakah terdapat udara yang keluar di
sekeliling sungkup), tekanan ventilasi yang diberikan sudah adekuat, tidak
ada obstruksi lendir, dan posisi kepala bayi harus tepat.
Pada tahap Breathing dengan bayi yang diberikan Continuous Positive
Airway Pressure, pastikan apakah terdapat kebocoran pada sungkup atau
sepanjang sirkuit CPAP, apakah sumber gas cukup dan ukuran ETT (bila
menggunakan nasal prong) sudah pas hingga menutupi lubang hidung bayi.

93
Resusitasi Neonatus

Pada tahap Circulation, pastikan letak jari di tempat yang tepat,


kedalaman kompresi yang diberikan sudah tepat, dada mengembang
penuh di antara dua kompresi, kompresi menghasilkan pulsasi yang
jelas tampak pada oksimeter dan oksigen inspirasi yang diberikan sudah
mencapai konsentrasi 100%.
Resusitasi bayi baru lahir sangat menekankan optimalisasi setiap
langkah sebelum bergerak ke langkah selanjutnya. Resusitasi terintegrasi
dapat tercapai dengan selalu menerapkan kelima prinsip di atas.

Hal-hal penting
1. Komponen resusitasi bayi baru lahir terdiri atas empat hal,
yaitu Airway, Breathing, Circulation dan Drugs
2. Pada komponen Airway, buka jalan napas dengan
menempatkan bayi pada posisi telentang, kepala di tengah dan
setengah menghidu. Lakukan pengisapan bila perlu.
3. Pada komponen Breathing, nilai usaha napas bayi. Apabila bayi
tidak bernapas, lakukan ventilasi tekanan positif. Sedangkan
apabila pada penilaian didapatkan bayi bernapas spontan namun
dengan distres napas, berikan tekanan positif berkelanjutan
pada jalan napas (continuous positive airway pressure/CPAP).
4. Pada komponen Circulation, lakukan kompresi dada bila laju
denyut jantung di bawah 60 kali per menit walau ventilasi
tekanan positif telah diberikan secara adekuat selama 30 detik
5. Pada komponen Drugs, obat baru diberikan hanya bila
komponen Airway, Breathing dan Circulation telah diberikan
secara adekuat
6. Resusitasi terintegrasi adalah resusitasi yang dijalankan
dengan menggabungkan keempat komponennya, yaitu Airway,
Breathing, Circulation dan Drugs sehingga penolong dapat
menjalankan resusitasi dengan sebaik-baiknya dan mendapat
luaran seoptimal mungkin.
7. Prinsip-prinsip resusitasi terintegrasi adalah Berurutan,
Simultan, Tepat waktu, Koordinasi, Penilaian berulang, dan
Selalu bertanya, “Sudah optimalkah saya?”

Daftar pustaka
1. Richmond S, Wyllie J. European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2010 Section 7. Resuscitation of babies at birth. Resuscitation.
2010; 81: 1389–99
2. Australian Resuscitation Council. Section 13: Neonatal Guidelines. Diunduh
dari www.resus.org.au. Diakses pada 15 Oktober 2013.
3. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Neonatal
Resuscitation. Queensland: State of Queensland; 2011. h.10-7.

94
Resusitasi Terintegrasi 4
4. Falciglia HS, Henderschott C, Potter P, Helmchen R. Does DeLee suction at
the perineum prevent meconium aspiration syndrome? Am J Obstet Gynecol.
1992;167:1243-9.
5. Vain NE, Szyld EG, Prudent LM, Wiswell TE, Aguillar AM, Vivas NI.
Oropharyngeal and nasopharyngeal suctioning of meconium-stained neonates
before delivery of their shoulders: multicentre, randomised controlled trial.
Lancet. 2004;364:597-602.
6. Wiswell TE, Gannon CM, Jacob J, Goldsmith L, Szyld E, Weiss K, et al.
Delivery room management of the apparently vigorous meconium-stained
neonate: results of the multicenter, international collaboraive trial. Pediatr.
2000;105:1-7.
7. Liu WF, Harrington T. The need for delivery room intubation of thin meconium
in the low-risk newborn: a clinical trial. Am J Perinatol. 1998;15:675-82.
8. Wood FE, Morley CJ, Dawson JA, Kamlin CO, Owen LS, Donath S, et al.
Improved techniques reduce face mask leak during simulated neonatal
resuscitation: study 2. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2008;93:230–F4.
9. Halamek LP, Morley C. Continuous positive airway pressure during neonatal
resuscitation. Clin Perinatol. 2006; 33: 83– 98.
10. Buch P, Makwana AM, Chudasama RK. Usefulness of Downe score as clinical
assessment tool and bubble CPAP as primary respiratory support in neonatal
respiratory distress syndrome. J Pediatr Sci. 2013;5:176-83.
11. Sharma A, Ford S, Calvert J. Adaptation for life: a review of neonatal physiology.
Anaesth Intensive Care Med. 2010;12:85-90.
12. Altuncu E, Ozek E, Bilgen H, Topuzoglu A, Kavuncuoglu S. Percentiles of
oxygen saturations in healthy term newborns in the first minutes of life. Eur J
Pediatr. 2008;167:687-8
13. Gonzales GF, Salirrosas A. Arterial oxygen saturation in healthy infants
immediately after birth. J Pediatr. 2006;148:585-9
14. Toth B, Becker A, Seelbach-Gobel B. Oxygen saturation in healthy newborn
infants immediately after birth measured by pulse oximetry. Arch Gynecol
Obstet. 2002;266:105-7
15. Mariani G, Dik PB, Ezquer A, Aguirre A, Esteban ML, Perez C, et al. Pre-
ductal and post-ductal O2 saturation in healthy term neonates after birth. J
Pediatr. 2007;150:418-21
16. Rabi Y, Yee W, Chen SY, Singhal N. Oxygen saturation trends immediately after
birth. J Pediatr. 2006;148:590-4
17. Dawson JA, Kamlin CO, Vento M, Wong C, Cole TJ, Donath SM, et al. Defining
the reference range for oxygen saturation for infants after birth. Pediatrics.
2010;125:1340-7
18. Perlman JM, Wyllie J, Kattwinkel J, Atkins DL, Chameides L, Goldsmith JP. Part
11: neonatal resuscitation: 2010 International Consensus on Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Science With Treatment
Recommendations. Circulation. 2010;122:516-38
19. The Royal Women’s Hospital Neonatal Services. Clinician Handbook.
Melbourne: The Royal Women’s Hospital;2008. h.64-6
20. World Health Organization. Guidelines on basic newborn resuscitation.
Jenewa: World Health Organization; 2012. h.7-9.
21. Kattwinkel J, Niermeyer S, Nadkarni V, Tibballs J, Phillips B, Zideman D,
et al. Resuscitation of the newly born infant: an advisory statement from
the Pediatric Working Group of the International Liaison Committee on
Resuscitation. Resuscitation. 1999;40:71-88.
22. Peterson J, Johnson N, Deakins K, Wilson-Costello D, Jelovsek JE, Chatburn
R. Accuracy of the 7-8-9 Rule of endotracheal tube placement in the neonate.
J Perinatol. 2006;26:333-6

95
Resusitasi Neonatus

23. American Academy of Pediatrics/ American Heart Association. Neonatal


Resuscitation Program – The textbook of neonatal resuscitation. Edisi ke-5.
Elk Grove Village: American Academy of Pediatrics; 2011. h.5-14
24. American Academy of Pediatrics/ American Heart Association. Neonatal
Resuscitation Program – The textbook of neonatal resuscitation. Edisi ke-4.
Elk Grove Village: American Academy of Pediatrics; 2000. h.4-1 - 6-12
25. UK Resuscitation Council. Section 11 Newborn Life Support. 2010
Resuscitation Guidelines. Diunduh dari www.resus.org.uk/pages/nls.pdf‎.
Diakses pada 15 Oktober 2013.
26. Morley CJ, Davis PG, Doyle LW, Brion LP, Hascoet JM, Carlin JB. Nasal CPAP
or intubation at birth for very preterm infants. N Engl J Med. 2008;358:700-8
27. Aly H, Massaro AN, Patel K, El-Mohandes AA. Is it safer to intubate premature
infants in the delivery room? Pediatrics. 2005;115:1660-5
28. Stevens TP, Harrington EW, Blennow M, Soll RF. Early surfactant administration
with brief ventilation vs. selective surfactant and continued mechanical
ventilation for preterm infants with or at risk for respiratory distress syndrome.
Cochrane Database Syst Rev. 2007;4:CD003063
29. Ammari A, Suri M, Milisavljevic V, Sahni R, Bateman D, Sanocka U, et al.
Variables associated with the early failure of nasal CPAP in very low birth
weight infants. J Pediatr. 2005;147:341-7
30. Avery ME, Tooley WH, Keller JB, Hurd SS, Bryan MH, Cotton RB, et al. Is
chronic lung disease in low birth weight infants preventable? A survey of eight
centers. Pediatrics. 1987; 79:26-30
31. Poets CF, Sens B. Changes in intubation rates and outcome of very low birth
weight infants: a population-based study. Pediatrics. 1996;98:24-7
32. Zuo YY, Veldhuizen RAW, Neumann AW, Petersen NO, Possmayer F. Current
perspectives in pulmonary surfactant - inhibition, enhancement and
evaluation. Biochem Biophys Acta. 2008; 1778: 1947 - 77.
33. Cole FS, Nogee LM, Hamvas A. Defects in surfactant synthesis: clinical
implications. Pediatr Clin N Am. 2006; 53: 911-27.
34. Lissauer T, Fanaroff AA. Neonatology at a glance. Edisi ke-2. Massachusetts:
Blackwell Publishing; 2006.
35. Goldenberg RL,Culhane JF, Lams JD, Romero R. Epidemiology and causes of
preterm birth. Lancet. 2008; 371: 75-84.
36. Suresh GK, Soll RF. Pharmacologic adjuncts II: exogenous surfactants. Dalam:
Goldsmith JP, Karotkin EH, penyunting. Assisted ventilation of the neonate.
Edisi ke-5. Missouri: Elsevier Saunders; 2011.h371-88.
37. Lopez E, Gascoin G, Flamant C, Merhi M, Tourneux P, Baud O, et al. Exogenous
surfactant therapy in 2013: what is next? Who, when and how should we treat
newborn infants in the future? BMC Pediatrics. 2013; 13:165
38. Halliday HL. Surfactants: past, present and future. J Perinatol. 2008; 28:
47–56
39. Engle WA, The commitee on fetus and newborn. Surfactant-replacement
therapy for respiratory distress in the preterm and term neonate. Pediatrics.
2008;121:419-32.
40. Wenstrom KD. Fetal Surgery for Congenital Diaphragmatic Hernia.N Engl J
Med. 2003; 349:1887-8
41. Helwig JT, Parer JT, Kilpatrick SJ, Laros RK, Jr. Umbilical cord blood acid-base
state: what is normal? Am J Obstet Gynecol. 1996;174:1807-12

96
5
Stabilisasi dan
Transportasi Pasca
Resusitasi
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam memertahankan
stabilitas bayi baru lahir pasca resusitasi.
2. Memahami mekanisme transportasi bayi baru lahir yang
membutuhkan perawatan.

Stabilisasi neonatus
Bayi baru lahir dengan ventilasi dan sirkulasi adekuat pasca resusitasi
tetap memiliki risiko untuk mengalami perburukan. Kondisi perburukan
tersebut dapat menimbulkan gangguan atau keterlambatan adaptasi
berbagai organ tubuh pada masa perinatal, sehingga bayi harus senantiasa
dipertahankan dalam kondisi stabil selama proses transportasi maupun
ketika menjalani perawatan di ruang rawat. Upaya untuk memertahankan
kondisi stabil pada bayi pasca resusitasi berpegang pada prinsip STABLE,
yaitu:
• Sugar and Safe Care (kadar gula darah dan perawatan yang aman)
• Temperature (suhu tubuh) MUTIARA BERNAS
• Airway (jalan napas) Bayi kurang bulan, bayi
• Blood Pressure (tekanan darah) kecil masa kehamilan, bayi
• Lab Work (pemeriksaan laboratorium) besar masa kehamilan, bayi
• Emotional Support (dukungan emosi) dari ibu diabetik dan bayi
sakit memiliki risiko tinggi
Sugar and Safe Care (Kadar Gula Darah dan Perawatan mengalami hipoglikemia.
yang Aman)
Bayi pasca resusitasi rentan mengalami hipoglikemia. Kondisi ini berkaitan
dengan luaran neurodevelopmental yang buruk terutama pada bayi dengan

97
Resusitasi Neonatus

asfiksia, bayi yang memperoleh resusitasi, serta bayi prematur.1 Risiko


hipoglikemia juga dialami oleh bayi kecil masa kehamilan, bayi besar masa
kehamilan, bayi dengan hipotermia, bayi dari ibu diabetik, serta bayi dari
ibu yang memperoleh pengobatan propranolol, obat hipoglikemia oral, atau
infus glukosa saat persalinan. Pada kelompok bayi tersebut hipoglikemia
dapat disebabkan oleh cadangan glukosa yang rendah, hiperinsulinemia,
atau peningkatan penggunaan glukosa. Bayi sakit atau tidak stabil berisiko
mengalami hipoglikemia ketika dipuasakan. Bayi sakit perlu dipuasakan
untuk mencegah aspirasi, mengurangi kejadian cedera iskemik terkait
penurunan aliran darah ke usus, serta adanya obstruksi usus.1,2 Hingga
saat ini batasan kadar gula darah yang berkaitan dengan luaran yang buruk
belum dapat ditentukan namun kadar gula darah pada bayi baru lahir
harus senantiasa diupayakan dalam rentang normal (50-110 mg/dL).1
Pemeriksaan kadar gula darah pada bayi sakit atau bayi dengan
risiko hipoglikemia harus segera dilakukan dalam 30-60 menit setelah
lahir dan jika bayi menunjukkan tanda-tanda hipoglikemia antara lain
jitteriness, iritabilitas, hipotonia, letargi, menangis lemah atau melengking,
hipotermia, refleks hisap buruk, takipnea, sianosis, apnea, atau kejang.
Pemeriksaan dapat diulang dalam 1-3 jam sesuai hasil pemeriksaan kadar
gula darah dan kondisi bayi.1-3 Jika kadar gula darah menetap dalam rentang
normal maka frekuensi pemeriksaan dapat dikurangi atau dihentikan.
Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan dengan menggunakan strip
gula darah, alat analisis gas darah, atau melalui pemeriksaan laboratorium.
Perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan kadar gula darah whole blood akan
memberikan hasil 15% lebih rendah dibanding pemeriksaan serum darah.
Dengan demikian hasil pemeriksaan kadar gula darah yang rendah dengan
strip sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium, namun
terapi tidak boleh ditunda hingga hasil pemeriksaan laboratorium selesai.1,3
Apabila bayi sakit yang dipuasakan memiliki kadar gula darah <50
mg/dL maka bayi harus diterapi dengan cairan glukosa intravena dengan
langkah sebagai berikut:
• Berikan bolus D10 sebanyak 2 mL/kg dengan kecepatan 1mL
MUTIARA BERNAS per menit. Hindari pemberian bolus D25 atau D50 karena dapat
Cairan glukosa dengan menyebabkan hiperglikemia dan hipoglikemia rebound.
konsentrasi lebih dari • Untuk maintenance berikan infus D10 sebanyak 60-80 mL/kg/hari
12,5% tidak boleh diberikan (GIR 4.2-5.5 mg/kg/menit).
melalui jalur perifer. Periksa kembali kadar gula darah 15-30 menit setelah pemberian
bolus glukosa atau peningkatan kecepatan infus glukosa.
• Dokumentasi respon terapi.
• Apabila kadar gula darah tetap < 50 mg/dL, ulangi bolus D10 2 mL/
kg.
• Apabila kadar gula darah tetap < 50 mg/dL setelah 2 kali bolus D10,
ulangi bolus dan tingkatkan jumlah glukosa intravena hingga 100-120
mL/kg/hari atau tingkatkan konsentrasi glukosa intravena menjadi
D12,5 atau D15.
• Evaluasi kadar gula darah setiap 30-60 menit hingga kadar gula darah
mencapai > 50 mg/dL minimal 2 kali pemeriksaan berurutan.

98
Stabilisasi dan Transportasi Pasca Resusitasi 5
• Apabila kadar gula darah > 150mg/dL pada 2 pemeriksaan berurutan,
pikirkan kemungkinan stres atau prematuritas sebagai penyebab.
Kadar gula darah >250 mg/dL yang tidak membaik memerlukan
pemberian insulin dan perlu dikonsultasikan pada ahli neonatologi
atau endokrinologi.
• Cairan dekstrosa >12,5% harus diberikan melalui akses vena sentral
yaitu akses umbilikal.
Hipoglikemia dapat dihindari dengan cara mencegah terjadinya
hipotermia, pemberian minum secara dini dalam 30-60 menit setelah
lahir yang dilanjutkan minimal setiap 3 jam atau lebih sering jika bayi mau,
dan mulai pemberian infus dekstrosa 10% sebanyak 60 mL/kg/hari apabila
pemberian nutrisi secara enteral tidak memungkinkan.3

Temperature (Suhu Tubuh)


Upaya untuk memertahankan suhu tubuh normal menjadi prioritas utama
dalam resusitasi maupun stabilisasi bayi baru lahir. Suhu aksila normal
MUTIARA BERNAS
pada bayi baru lahir berkisar antara 36,5-37,5oC. Pemantauan suhu perlu Pencegahan hipotermia
dilakukan setiap 15-30 menit hingga suhu berada pada rentang normal sangat penting untuk
dan minimal setiap jam sampai bayi dipindahkan. Setiap bayi berisiko selama resusitasi maupun
mengalami hipotermia namun bayi kurang bulan, berat lahir rendah stabilisasi
(terutama < 1500 gram) dan kecil masa kehamilan memiliki risiko yang
lebih besar. Hal ini disebabkan karena kelompok bayi tersebut memiliki
rasio permukaan tubuh dibanding massa tubuh yang lebih luas, jumlah
lemak yang lebih sedikit, kulit tipis, kemampuan vasokonstriksi rendah,
tonus dan kemampuan fleksi rendah, serta simpanan lemak coklat sedikit.
Risiko hipotermia juga dimiliki oleh bayi yang membutuhkan resusitasi
berkepanjangan terutama disertai hipoksia, bayi dengan penyakit
akut (masalah infeksi, jantung, neurologi, endokrin, dan memerlukan
pembedahan terutama dengan defek dinding tubuh), serta bayi yang
kurang aktif atau hipotoni akibat obat sedatif, analgesik, paralitik, atau
anestesi.1,4
Secara umum hipotermia diklasifikasikan menjadi hipotermia ringan
(36-36,4oC), sedang (32-35,9oC), dan berat (< 32oC). Bayi dapat mengalami
perburukan klinis yang signifikan sebelum mengalami hipotermia
berat. Hipotermia akan menimbulkan respons berupa vasokonstriksi
pembuluh darah perifer, peningkatan aktivitas dan postur tubuh fleksi,
serta metabolisme lemak coklat guna menurunkan kehilangan panas
dan meningkatkan produksi panas. Respons tersebut akan meningkatkan
laju metabolisme serta konsumsi oksigen dan glukosa sehingga dapat
memicu terjadinya hipoksia dan hipoglikemia. Risiko hipoglikemia terkait
hipotermia lebih besar pada bayi kurang bulan yang memiliki sedikit
cadangan glikogen.1
Kehilangan panas tubuh dapat terjadi melalui 4 mekanisme yaitu
konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi (lihat gambar 1). Proses ini
dipercepat oleh permukaan kulit yang basah, suhu ruangan yang dingin,
dan pergerakan udara melewati bayi yang meningkat. Berbagai upaya
pencegahan hipotermia selama stabilisasi dapat dilakukan dengan cara1,2:

99
Resusitasi Neonatus

• Menaikkan suhu ruangan menjadi 25-28oC dan tidak meletakkan bayi


di bawah pendingin ruangan.
• Meletakkan bayi di bawah infant warmer saat dilakukan resusitasi
atau tindakan pada bayi.
• Menghangatkan benda yang akan bersentuhan dengan bayi misal
tempat tidur, stetoskop, selimut, dan tangan.
• Mengenakan topi pada kepala bayi.
• Membungkus bayi berat lahir < 1500 gram dengan plastik bening dari
kaki hingga setinggi leher bayi (jangan sampai menutup wajah atau
menghambat jalan napas).
• Memberikan oksigen yang telah dihangatkan dan dilembabkan.
• Menghangatkan inkubator terlebih dahulu sebelum meletakkan bayi
di dalamnya.
• Menggunakan inkubator transpor yang telah dihangatkan atau
kontak kulit dengan kulit (jika tidak tersedia inkubator transpor) saat
memindahkan bayi dari kamar bersalin ke ruang perawatan.

Gambar 5.1. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir

Perlu diperhatikan bahwa upaya pencegahan hipotermia jangan


sampai menimbulkan luka dan hipertermia pada bayi terutama pada bayi
dengan ensefalopati hipoksik-iskemik. Inkubator atau infant warmer yang
digunakan sebaiknya memiliki skin probe dengan mode kontrol servo agar
suhu bayi terpantau dengan baik.

100
Stabilisasi dan Transportasi Pasca Resusitasi 5
Prosedur rewarming harus dilakukan pada bayi yang mengalami
hipotermia. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
rewarming antara lain1:
• Rewarming yang terlalu cepat dapat mengakibatkan perburukan klinis,
yang ditandai oleh takikardia, gangguan irama jantung, hipotensi,
hipoksemia yang ditandai desaturasi, perburukan distres napas, dan
perburukan asidosis. Kecepatan rewarming tidak lebih dari 0,5OC/jam
untuk menghindari vasodilatasi mendadak dan hipotensi.
• Rewarming dapat dilakukan dengan menggunakan inkubator atau
infant warmer. Inkubator memungkinkan tenaga kesehatan dapat
mengontrol proses rewarming lebih baik dibanding infant warmer.
• Saat melakukan rewarming, suhu permukaan kulit bayi umumnya
lebih tinggi dibanding suhu rektal sehingga pemantauan suhu rektal
penting dilakukan sampai mencapai suhu normal. Saat suhu rektal
telah mencapai normal, suhu aksila dapat diukur. Pemantauan lain
yang perlu dilakukan selama rewarming meliputi laju dan irama
denyut jantung, tekanan darah, laju dan usaha napas, saturasi oksigen,
status asam basa (jika memungkinkan), serta kadar gula darah.

Airway (Jalan Napas)


Distres napas merupakan salah satu alasan utama bayi membutuhkan
perawatan. Evaluasi distres napas harus senantiasa dilakukan selama
periode stabilisasi. Komponen yang dievaluasi meliputi1,2:
• Laju napas
Laju napas normal pada bayi berkisar antara 40-60 kali per menit.
Laju napas kurang dari 30 kali per menit disertai penggunaan otot
napas tambahan menandakan bayi mengalami kelelahan bernapas.
Napas megap-megap dapat menjadi tanda ancaman henti napas.
• Usaha napas
Meliputi penilaian air entry, retraksi, merintih, napas cuping hidung,
dan apnea.
• Kebutuhan oksigen
Kebutuhan oksigen disesuaikan dengan kondisi klinis bayi dan saturasi
oksigen. Titrasi oksigen untuk memertahankan target saturasi oksigen.
• Saturasi oksigen
Saturasi oksigen dipertahankan antara 88-92%. Pengukuran saturasi
oksigen sebaiknya dilakukan pada pre-duktal (tangan kanan) dan post-
duktal (salah satu kaki). Perbedaan saturasi preduktal dan postduktal
lebih dari 10% menandakan adanya pirau.
• Gas darah
Pemeriksaan ini terutama dilakukan jika bayi membutuhkan oksigen
atau kemungkinan mengalami syok. Penilaian analisis gas darah
penting untuk menentukan derajat distres napas serta membantu
diagnosis dan tatalaksana distres napas. Hasil analisis gas darah yang
normal pada bayi baru lahir dapat dilihat pada tabel 5.1.

101
Resusitasi Neonatus

Tabel 5.1. Hasil analisis gas darah pada bayi


Arteri Kapiler*
pH 7,30-7,45 7,30-7,45
pCO2 35-45 mmHg 35-50 mmHg
pO2 (dalam udara ruangan) 50-80 mmHg 35-45 mmHg
(tidak dapat digunakan untuk menilai
oksigenasi)
Bikarbonat (HCO3-) 19-26 mEq/L 19-26 mEq/L
Base excess -4 sampai +4 -4 sampai +4

*Sebelum pengambilan darah kapiler, hangatkan kaki/ tumit selama 3-5 menit
untuk memerbaiki aliran darah ke area pengambilan sampel.1

Penilaian derajat gangguan napas pada bayi baru lahir dapat dilakukan
MUTIARA BERNAS menggunakan skor Downe (Downe score). Skor ini dapat digunakan pada
berbagai kondisi dan usia gestasi.
Distres napas yang
disebabkan infeksi sulit Distres napas bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu manifestasi
klinis yang disebabkan oleh berbagai kelainan yang melibatkan paru
dibedakan dengan distres
maupun organ selain paru. Jika laju napas > 60kali/menit disertai pCO2
karena penyebab lain yang tinggi maka penyebab distres napas dapat dicurigai berasal dari paru
sehingga kultur darah seperti sindrom gawat napas, pneumonia, aspirasi, perdarahan paru,
dan pemberian antibiotik obstruksi jalan napas, serta pneumotoraks, sedangkan jika pCO2 rendah
perlu dilakukan sampai maka distres napas mungkin disebabkan oleh organ di luar paru seperti
penyakit jantung bawaan, asidosis metabolik dan syok, atau penyakit otak.
kemungkinan infeksi dapat
Distres napas pada obstruksi jalan napas bagian atas umumnya disertai
disingkirkan dengan stridor inspiratori. Pada pneumotoraks juga dapat ditemukan
kelainan kardiovaskular seperti takikardia atau bradikardia selain distres
napas, terutama pada pneumotoraks tension. Deteksi pneumotoraks dapat
dilakukan dengan cara transiluminasi dan dikonfirmasi dengan foto toraks
(lihat gambar 5.2).1

Gambar 5.2.
Deteksi pneumotoraks
dengan transiluminasi
Diunduh dari http://www.
carolinacoreconcepts.com.

Stabilisasi jalan napas perlu dilakukan untuk memertahankan jalan


napas tetap terbuka. Hal ini dapat dilakukan dengan mengganjal bahu
dengan gulungan kain. Bayi juga dapat diposisikan telentang dengan sedikit
tengadah untuk memosisikan faring, laring dan trakea dalam satu garis
lurus, sehingga udara dapat masuk dengan mudah. Posisi telentang ini

102
Stabilisasi dan Transportasi Pasca Resusitasi 5
juga merupakan posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon-
sungkup ataupun pemasangan pipa endotrakeal.

Blood pressure (Tekanan Darah)


Bayi dapat mengalami gangguan sirkulasi berupa syok selama masa
stabilisasi. Syok merupakan suatu keadaan kompleks berupa disfungsi MUTIARA BERNAS
sirkulasi yang mengakibatkan pengangkutan oksigen dan nutrisi tidak
Bantuan ventilasi diberikan
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Kondisi ini dapat
menimbulkan efek yang sangat merugikan pada bayi prematur berupa secara bertahap sesuai
risiko perdarahan intraventrikular dan leukomalasia periventrikular akibat dengan derajat distres
kemampuan autoregulasi otak yang belum matang.5 Secara umum syok napas yang dialami.
dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu:
a. Syok hipovolemik
Merupakan disfungsi sirkulasi yang disebabkan oleh volume sirkulasi
darah yang rendah. Penyebab syok hipovolemik dapat berupa
perdarahan maupun non perdarahan (misal kebocoran kapiler,
dehidrasi, hipotensi fungsional)
b. Syok kardiogenik
Merupakan disfungsi sirkulasi yang disebabkan oleh fungsi otot-otot
jantung yang lemah (gagal jantung). Kondisi ini dapat ditemukan
pada bayi dengan asfiksia, hipoksia dan/ atau asidosis metabolik,
infeksi, gangguan napas berat (membutuhkan bantuan ventilasi),
hipoglikemia berat, kelainan metabolik dan/ atau gangguan elektrolit
berat, aritmia, dan penyakit jantung bawaan.
c. Syok septik
Merupakan disfungsi sirkulasi yang disebabkan oleh reaksi sistemik
kompleks sebagai respons terhadap infeksi berat. Syok septik
umumnya memberikan respons lemah terhadap resusitasi cairan
sehingga bayi seringkali membutuhkan obat inotropik atau vasopresor
untuk mengatasi tekanan darah yang rendah. Risiko kerusakan organ
dan kematian sangat tinggi pada bentuk syok ini.
Ada kalanya syok yang terjadi merupakan kombinasi dari ketiga
bentuk syok di atas. Bayi dengan syok cenderung memperlihatkan tanda
sebagai berikut1,5,6
• Peningkatan usaha napas, apnea, atau napas megap-megap.
• Pulsasi perifer lemah
• Perfusi perifer yang buruk, ditandai pemanjangan pengisian kapiler
(capillary refill time/ CRT> 3 detik - lihat Gambar 5.3.), kulit dingin,
kulit tampak mottled
• Sianosis atau pucat
• Takikardia atau bradikardia. Pada takikardia singkirkan kemungkinan
aritmia sedangkan pada bradikardia singkirkan kemungkinan blok
pada jantung.
• Tekanan darah dapat normal atau rendah. Tekanan darah yang rendah
merupakan tanda lanjut dari dekompensasi jantung

103
Resusitasi Neonatus

• Tekanan nadi dapat menyempit atau melebar. Tekanan nadi yang


menyempit ditemukan pada vasokonstriksi perifer, gagal jantung,
atau cardiac output rendah, sedangkan tekanan nadi yang melebar
ditemukan pada aortic runoff seperti duktus arteriosus paten
signifikan atau malformasi arteriovena besar
• Oliguria. Perlu diperhatikan bahwa produksi urin cenderung rendah
dalam 24 jam pasca kelahiran sehingga tidak dapat dijadikan parameter
untuk menentukan syok.

Gambar 5.3. Evaluasi capillary refill time1

Tatalaksana syok diawali dengan identifikasi penyebab syok, yang


diikuti dengan identifikasi dan koreksi masalah yang menimbulkan
gangguan fungsi jantung seperti hipovolemia, tamponade, gangguan
elektrolit, hipoglikemia, hipoksemia, aritmia, dan seterusnya. Tatalaksana
syok secara umum bertujuan untuk menormalkan pH, menurunkan
pembentukan asam laktat dan metabolisme anaerob, meningkatkan
oksigenasi dan perfusi jaringan, serta meningkatkan curah jantung.
Perawatan suportif harus segera diberikan yaitu menjaga patensi jalan
napas, memberikan terapi oksigen, serta memasang akses intravaskular
atau intraoseus. Tatalaksana selanjutnya disesuaikan dengan masing-
masing bentuk syok yang terjadi.
Tatalaksana pada syok hipovolemik meliputi pemberian cairan
kristaloid dan/atau produk darah (packed red cell/ PRC atau whole blood)
guna meningkatkan volume intravaskular. Cairan kristaloid yang umum
digunakan adalah larutan salin normal atau ringer laktat. Apabila tidak
terdapat kehilangan darah akut, cairan kristaloid tersebut diberikan 10 mL/
kg/kali secara intravena, intraoseus, atau melalui kateter vena umbilikal
dalam waktu 15-30 menit (pemberian dalam waktu singkat sesuai kondisi
bayi). Hati-hati pemberian bolus pada bayi premature sebaiknya diberikan
lebih dari 20 menit. Bolus cairan dapat diberikan dua kali atau lebih pada
kasus syok berat. Jika terdapat kehilangan darah kronik, beberapa bayi dalam
keadaan syok berat tidak dapat mentoleransi pemberian cairan penambah
volume secara cepat. Pada kehilangan darah akut, cairan kristaloid dapat
diberikan sambil menunggu transfusi produk darah. Cairan diberikan
sebanyak 10 mL/kg/kali secara intravena, intraoseus, atau melalui kateter
vena umbilikal selama 30 menit-2 jam (dapat lebih cepat tergantung
kondisi bayi). Dalam keadaan darurat yang tidak memungkinkan cross
match darah bayi, transfusi produk darah golongan O-Rhesus positif dapat
diberikan (untuk orang Indonesia). Respons bayi (laju denyut jantung,

104
Stabilisasi dan Transportasi Pasca Resusitasi 5
perfusi, dan tekanan darah) harus senantiasa dinilai pada akhir pemberian
bolus sehingga dapat diputuskan pemberian bolus selanjutnya.
Tatalaksana syok kardiogenik ditujukan untuk mengoreksi gangguan
yang memengaruhi fungsi jantung (hipoksia, hipoglikemia, hipotermia,
hipotensi, asidosis, aritmia, infeksi, serta gangguan keseimbangan
elektrolit). Tatalaksana syok septik merupakan kombinasi antara syok
hipovolemik dan syok kardiogenik. Jumlah cairan yang diberikan pada
syok kardiogenik maupun syok septik sama dengan pada syok hipovolemik
namun pada syok septik dapat diperlukan bolus cairan lebih banyak
akibat adanya kebocoran cairan dari intravaskular ke ekstravaskular atau
interstisial. Pada syok kardiogenik maupun syok septik dapat diberikan
terapi:
• Natrium bikarbonat 4,2% (0,5 mEq/mL), dengan dosis 2-4 mL/kg/kali
selama 30-60 menit intravena untuk mengatasi asidosis metabolik berat
(pH < 7,15 dan bayi diventilasi dengan adekuat). Perlu diperhatikan
bahwa natrium bikarbonat merupakan cairan yang sangat hipertonik
sehingga pemberian terlalu cepat dan tanpa diencerkan dapat
menyebabkan perdarahan intraventrikular pada bayi kurang bulan.
• Dopamin hidroklorida, dengan dosis 5-20 mcg/kg/menit secara
kontinyu melalui pompa intravena untuk meningkatkan kontraktilitas
jantung dan tonus vaskular.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian
infus dopamin yaitu:1
1. Pada sebagian besar kasus bolus cairan (ekspansi volume) diberikan
sebelum memutuskan pemberian dopamin.
2. Dosis awal pemberian dopamin disesuaikan dengan status klinis bayi
dan penyebab hipotensi. Dosis dopamin dimulai dari 5 mcg/kg/menit
dan dapat dinaikkan (atau diturunkan) sebesar 2,5 mcg/kg/menit.
3. Pantau tekanan darah dan denyut jantung setiap 1-2 menit selama 15
menit lalu setiap 2-5 menit tergantung respons pengobatan. Apabila
bayi tidak memperlihatkan respons dengan dosis 20 mcg/kgBB/menit,
maka peningkatan dosis lebih lanjut tidak dianjurkan.
4. Gunakan pompa infus dalam memberikan dopamin.
5. Berikan dopamin melalui vena umbilikal jika posisi kateter telah
dikonfirmasi dengan foto toraks dan ujung kateter terletak di atas
hepar pada percabangan vena cava inferior/ atrium kanan. Jika tidak MUTIARA BERNAS
terdapat akses vena sentral, dopamin dapat diberikan melalui jalur
intravena perifer. Pantau adanya ekstravasasi pada tempat masuk
Kecukupan cairan harus
infus dan ganti bila perlu. dipastikan sebelum
6. Infus dopamin tidak boleh diberikan melalui arteri termasuk kateter pemberian inotropik.
arteri umbilikal.
7. Jangan melakukan flush pada jalur infus yang mengandung dopamin
karena dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
penurunan denyut jantung secara mendadak.

Lab Work (Pemeriksaan Laboratorium)


Bayi baru lahir rentan untuk mengalami infeksi akibat sistem imun yang

105
Resusitasi Neonatus

belum sempurna. Evaluasi dan tatalaksana infeksi merupakan hal penting


dalam masa stabilisasi terutama pada bayi dengan faktor risiko infeksi
(lihat tabel 5.2). Tanda dan gejala infeksi yang tidak spesifik dan bervariasi
pada bayi baru lahir sering menimbulkan kesulitan dalam memutuskan
pemberian antibiotik. Dalam hal ini pemeriksaan laboratorium memegang
peranan penting sebagai indikator awal terjadinya infeksi. Pemeriksaan
laboratorium yang dianjurkan untuk diperiksa sebelum bayi ditranspor
disingkat dengan 4B yang meliputi:
• Blood count
Darah lengkap termasuk hitung jenis leukosit.
• Blood culture
Darah diambil dengan teknik steril, dalam jumlah cukup, dan sebelum
pemberian antibiotik.
• Blood glucose
Kadar gula darah diperiksa dini dan pantau dengan ketat sesuai
indikasi.
• Blood gas
Pemeriksaan dilakukan pada bayi dengan distres napas atau dengan
riwayat syok.
Pemeriksaan laboratorium pasca transpor disesuaikan dengan
riwayat, faktor risiko, dan manifestasi klinis bayi. Perlu diperhatikan bahwa
tatalaksana infeksi pada bayi baru lahir tidak hanya tergantung pada hasil
pemeriksaan laboratorium saja melainkan harus mempertimbangkan
riwayat dan manifestasi klinis.1 Bila bayi dicurigai mengalami infeksi,
antibiotik sebaiknya diberikan sebelum bayi dirujuk.

Tabel 5.2. Faktor risiko infeksi pada bayi baru lahir


Ketuban pecah dini
Kelahiran prematur
Korioamnionitis
Ibu mengalami infeksi atau sakit
Ibu mengalami demam pada masa peripartum (>38oC)
Ibu mengalami infeksi saluran kemih
Ketuban pecah > 18 jam
Prosedur invasif pada bayi setelah lahir atau selama perawatan (misal pemasangan
infus atau pipa endotrakeal)

Emotional Support (Dukungan Emosional)


Orangtua bayi yang menjalani perawatan umumnya akan mengalami
krisis emosi. Pada awalnya mungkin mereka tidak menunjukkan ekspresi
emosi apapun bahkan tidak memiliki pertanyaan dan cenderung bingung
menghadapi situasi yang tidak mereka persiapkan ini. Orangtua, terutama
ibu, selanjutnya dapat merasa bersalah, marah, gagal, tidak percaya,
takut, sedih, hingga depresi. Dukungan emosional sangat diperlukan oleh
orangtua/ keluarga dalam situasi ini.1,4,7
Dukungan bagi orangtua/ keluarga sebaiknya diberikan sejak awal
hingga bayi menjalani perawatan dalam bentuk:
1. Mengijinkan ibu untuk melihat bayi.

106
Stabilisasi dan Transportasi Pasca Resusitasi 5
2. Mengucapkan selamat atas kelahiran bayi dan memanggil bayi dengan
nama yang sudah dipersiapkan oleh keluarga.
3. Mengambil foto dan jejak kaki bayi.
4. Menawarkan dukungan dari pihak lain seperti kerabat atau pemuka
agama.
5. Memberikan penjelasan secara sederhana namun akurat kepada
orangtua mengenai keadaan bayi dan rencana tatalaksana.
6. Memberikan kesempatan kepada orangtua untuk bertanya mengenai
keadaan bayi.
7. Melibatkan orangtua dalam perawatan bayi serta dalam pengambilan
keputusan terkait tatalaksana.

HAL-HAL YANG PERLU DIPIKIRKAN SETELAH RESUSITASI


Penundaan pemotongan tali pusat
Penundaan pemotongan tali pusat dapat meningkatkan volume darah
hingga 8–24% (2-16 mL/kg pasca persalinan sesar dan 10-28 mL/kg pasca
persalinan normal) pada bayi dengan berat lahir sangat rendah (BBLSR)
sehingga mencegah gangguan sirkulasi dan perfusi jaringan yang dapat
menyebabkan kerusakan otak. Penundaan pemotongan tali pusat selama
30 detik sampai 120 detik pada bayi yang tidak membutuhkan resusitasi
akan menurunkan kebutuhan transfusi, menghasilkan stabilitas tekanan
darah yang lebih baik, menurunkan risiko perdarahan intraventrikular dan
enterokolitis nekrotikans.8,9

Pemberian vitamin K1 (fitomenadion)


Vitamin K1 diberikan pada semua bayi baru lahir untuk mencegah
perdarahan akibat defisiensi vitamin K. Penyuntikan vitamin K dilakukan
segera setelah lahir (paling lambat 2 jam setelah lahir) sebelum vaksinasi
hepatitis B dengan dosis 1 mg intramuskular pada paha kiri.10,11

MEKANISME RUJUKAN DAN TRANSPORTASI


Tenaga kesehatan harus mampu mengenali masalah pada bayi baru
lahir yang tidak dapat ditangani di sarana pelayanan kesehatan tempat MUTIARA BERNAS
bayi tersebut dilahirkan dan memutuskan untuk segera merujuk. Pada Transportasi hanya
dasarnya merujuk ketika bayi masih di dalam kandungan merupakan dilakukan apabila bayi
metode rujukan terbaik namun seringkali kelahiran prematur, penyakit
berada dalam kondisi stabil
perinatal, dan kelainan kongenital tidak dapat diperkirakandan transportasi
harus dilakukan setelah bayi dilahirkan. Mekanisme transportasi yang
efektif dapat menghasilkan luaran baik pada bayi yang dirujuk, dengan
demikian setiap pelayanan kesehatan yang melayani kelahiran bayi
harus memiliki sekurang-kurangnya kemampuan standar resusitasi dan
stabilisasi, termasuk kemampuan merujuk. Penting untuk dipahami bahwa
bayi baru boleh dipindahkan/ dirujuk setelah bayi dalam keadaan stabil.
Tindakan merujuk harus dilakukan oleh tim transpor khusus yang terlatih
dan berpengalaman dengan sistem terorganisir yang memungkinkan
pemantauan dan perawatan setara dengan perawatan tingkat lanjut.

107
Resusitasi Neonatus

Transportasi bayi baru lahir sebaiknya dilakukan dengan menggunakan


inkubator transpor namun transportasi di fasilitas terbatas juga dapat
dilakukan dengan metode kontak kulit dengan kulit (metode kanguru)
(lihat Gambar 5.4).

Gambar 5.4. Metode transportasi bayi baru lahir


(a) inkubator transpor (b) metode kontak kulit dengan kulit (metode kanguru)

Beberapa komponen penting dalam sistem transportasi bayi baru


lahir meliputi:
• Sumber daya manusia
Tim transpor umumnya terdiri dari 2-3 orang tenaga medis (dokter,
perawat neonatus, atau tenaga medis lain) yang terlatih dalam
perawatan esensial bayi baru lahir selama transportasi, mampu
mengenali tanda bahaya serta melakukan tatalaksana segera. Anggota
tim transpor harus disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi bayi
yang ditranspor (lihat tabel 5.3). Secara umum transpor bayi yang
menggunakan peralatan invasif dan diperkirakan akan membutuhkan
resusitasi emergensi selama perjalanan harus didampingi oleh dokter
dan disupervisi oleh konsultan neonatologi yang selalu siap dihubungi
melalui telpon (oncall).
• Kendaraan dan peralatan
Kendaraan yang digunakan dalam merujuk bayi baru lahir harus
memenuhi ketentuan tunjangan hidup dasar. Kendaraan tersebut
harus efisien dan memberikan keamanan bagi pasien serta tenaga
medis yang mendampingi. Kendaraan ini juga harus mampu memuat
peralatan transportasi bayi seperti inkubator transpor dengan/tanpa
ventilator (pada fasilitas lengkap), monitor kardiovaskular, tabung
oksigen, alat suction, serta dapat memberi ruang bagi tenaga medis
untuk melakukan tindakan yang diperlukan (misal memasang pipa
endotrakeal). Peralatan lain yang dibutuhkan selama transportasi
dapat dilihat pada tabel 5.4. Perangkat ventilasi dan sirkulasi yang

108
Stabilisasi dan Transportasi Pasca Resusitasi 5
Tabel 5.3. Anggota tim transpor sesuai kriteria bayi12
Transportasi oleh dokter dan perawat Transportasi oleh perawat saja
 Bayi yang memerlukan perawatan intensif Bayi perawatan khusus yang stabil

 Bayi dengan berat < 1000 gram Bayi dengan ketergantungan tinggi yang telah stabil selama

 Bayi dengan usia gestasi < 28 minggu dan usia postnatal < 48 jam tanpa peningkatan kebutuhan oksigen dan tanpa
48 jam bradikardia atau desaturasi signifikan
 Bayi dengan CPAP nasal dalam 2 hari setelah ekstubasi Bayi dengan CPAP nasal yang telah stabil selama 48 jam

 Bayi dengan ketergantungan tinggi dan tidak stabil tanpa peningkatan oksigen dan tidak mengalami bradikardia
 Bayi dengan masalah jantung kompleks atau atau desaturasi signifikan dalam waktu dekat
membutuhkan obat untuk memertahankan lesi duct- Bayi yang dirujuk untuk pembedahan, dalam kondisi stabil

dependent sebelum transpor dan tidak membutuhkan intervensi untuk
 Bayi dengan masalah bedah kompleks memertahankan stabilitas
 Bayi dengan masalah neurologis yang membutuhkan Bayi dengan kelainan neurologi yang telah stabil selama 48

pemantauan dan terapi untuk memertahankan stabilitas jam
 Bayi yang dirujuk untuk intervensi dalam satu hari, misal Bayi yang telah diekstubasi selama 24 jam dari intubasi elektif

terapi retinopati terkait prematuritas atau pemeriksaan untuk pembedahan dan stabil sebelum intervensi
jalan napas. Bayi stabil yang melakukan konsultasi rawat jalan (bukan

intervensi) dan waktu tunggu tidak melebihi 1 jam

terpasang pada bayi harus difiksasi dengan baik agar tidak terlepas
selama perjalanan. Cara melakukan fiksasi pipa endotrakeal dan
kateter umbilikal dapat dilihat pada gambar 5.5. Setiap peralatan yang
terdapat dalam kendaraan transpor harus bersifat tahan benturan/
‘crash stable’ dan difiksasi selama perjalanan sehingga aman bagi bayi
maupun tenaga medis yang menyertai.
• Komunikasi dan dukungan keluarga

Gambar 5.5. Fiksasi pipa endotrakeal

Salah satu kunci keberhasilan transportasi adalah komunikasi yang


efektif antara pelayanan kesehatan yang merujuk dan unit rujukan.
Komunikasi harus senantiasa dilakukan sebelum, selama, dan setelah
mencapai unit rujukan. Beberapa hal yang perlu disampaikan pada
unit rujukan mencakup riwayat kelahiran bayi, faktor risiko antenatal,
tindakan yang telah dilakukan, serta perkembangan kondisi bayi.
Tim perujuk juga perlu memastikan ketersediaan tempat di unit

109
Resusitasi Neonatus

rujukan terlebih dahulu sebelum menghubungi tim transpor.


Komunikasi juga perlu dilakukan dengan orangtua meliputi kondisi
bayi, perawatan yang diperlukan, prognosis, dan informasi mengenai
sistem transportasi yang digunakan dan unit rujukan. Orangtua harus
diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan terkait prosedur
transportasi dan perawatan bayi mereka.
• Dokumentasi dan informed consent
Kondisi dan tatalaksana bayi sebelum dan selama transportasi harus
selalu didokumentasikan untuk diserahkan pada pada unit rujukan.
Persetujuan keluarga terkait pemindahan bayi ke unit rujukan
dinyatakan dalam bentuk tertulis (informed consent).

Tabel 5.4. Peralatan yang dibutuhkan selama transportasi bayi baru lahir
Dukungan termal:
Inkubator transpor (pada fasilitas lengkap)/transpor secara skin to skin (pada fasilitas terbatas)
Termometer dan/ atau monitor suhu disertai probes
Plastik, selimut insulator, pelindung panas
Dukungan respiratori:
Tabung oksigen dan udara dengan indikator tekanan dan kandungan gas yang sesuai
Flowmeter
Sungkup dan kanul nasal neonatus
Oxygen analyzer
Balon tekanan positif
Peralatan continuous positive airway pressure (CPAP): nasal prong dan pipa endotrakeal
Ventilator mekanik
Pipa endotrakeal ukuran 2,5;3,0;3,5;4,0 mm
Laringoskop dengan blade ukuran 00, 0, dan 1
Baterai dan lampu cadangan untuk laringoskop
Stilet dan plester untuk fiksasi pipa endotrakeal
Perangkat suction:
Kateter suction (ukuran 5, 6, 8, 10, 12 Fr)
Alat suction dengan batas tekanan < 100 mmHg
Feeding Tube (8 Fr) dan spuit 20 mL untuk dekompresi oro-gastrik
Sarung tangan steril, air steril untuk irigasi
Perangkat pemantauan:
Stetoskop, monitor jantung, pulse oxymeter
Alat pantau gula darah
Peralatan infus parenteral:
Kateter intravena (24, 26 G)
Spuit (2, 5, 10, 20, 50 mL)
Spalk, dressing transparan atau micropore
Three way stopcock, set infus (diusahakan kompatibel dengan syringe pump/ infuse pump)
Obat-obatan:
Kalsium glukonas 10%
Epinefrin (1:10000) diisi dalam spuit, sodium bikarbonat
Dopamin, Dobutamin, Morfin, Midazolam
Normal salin, Fenobarbital, Surfaktan

110
Stabilisasi dan Transportasi Pasca Resusitasi 5
• Umpan balik dari unit rujukan
Unit rujukan harus memberi informasi kepada pihak yang merujuk
terkait kondisi bayi, diagnosis, prognosis, dan kemungkinan lama
rawat. Apabila kondisi bayi membaik dan dikembalikan ke unit perujuk
untuk melanjutkan perawatan sebaiknya disertai dengan surat berisi
tatalaksana dan lama perawatan bayi di unit rujukan.

Peranan CPAP dan intubasi dalam transportasi


bayi baru lahir
Continuous positive airway pressure (CPAP) merupakan suatu metode
bantuan ventilasi yang telah digunakan secara luas dalam penanganan
distres napas pada bayi kurang bulan maupun cukup bulan di unit
perawatan neonatus. Penggunaan CPAP cenderung meningkat karena
memiliki risiko cedera paru dan kejadian penyakit paru kronik yang
lebih rendah dibanding intubasi dan ventilasi mekanik.13,14 Hingga saat
ini studi mengenai efektivitas dan keamanan penggunaan CPAP dalam

Gambar 5.6. CPAP transportasi dengan Jackson Rees Gambar 5.7. CPAP transportasi dengan T-piece resuscitator Neopuff®
(fasilitas terbatas) (fasilitas lengkap)

Gambar 5.8. CPAP transportasi dengan


T-piece resuscitator Mixsafe portabel
berbaterai (fasilitas terbatas)

111
Resusitasi Neonatus

transportasi bayi baru lahir masih sangat terbatas. Beberapa studi yang ada
memperlihatkan bahwa CPAP dianggap efektif dan aman untuk digunakan
dalam transportasi bayi baru lahir melalui darat.15,16 Penggunaan CPAP
dalam transportasi udara masih membutuhkan studi lebih lanjut.
Transportasi bayi dengan CPAP harus didampingi oleh dokter anak atau
residen yang telah terlatih dalam intubasi endotrakea dan resusitasi,
dengan kendaraan yang dilengkapi peralatan resusitasi serta memiliki
ruang yang cukup untuk dilakukan tindakan intubasi dan resusitasi. CPAP
sebaiknya diberikan melalui nasal prong yang telah difiksasi dengan baik
agar tidak terlepas atau mengalami perubahan posisi selama perjalanan.17
Pada keadaan tertentu ketika CPAP tidak dapat digunakan, intubasi
perlu dilakukan sebelum transportasi. Secara umum intubasi elektif
merupakan cara pemberian bantuan napas yang cenderung dipilih untuk
transportasi bayi dengan distres napas namun studi yang mendukung hal
ini masih terbatas. Keputusan untuk melakukan intubasi sangat ditentukan
oleh patofisiologi penyakit, kemungkinan perburukan kondisi bayi, jarak
perjalanan, dan keadaan saat transportasi yang dapat menyulitkan untuk
dilakukan intubasi (misal malam hari, jalan yang ditempuh tidak baik, dan
sebagainya). Beberapa indikasi umum untuk dilakukan intubasi sebelum
transportasi antara lain:
• Perburukan distres napas dengan peningkatan kebutuhan oksigen
(FiO2 >70%)
• Apnea berulang
• Kejang berulang
• Penyakit jantung kongenital yang mendapat infus prostaglandin E1
dengan dosis lebih dari 0,05 mcg/kg/menit (berisiko mengalami apnea)
• Hernia diafragmatika kongenital
• Ruang dalam kendaraan dan kemampuan tenaga medis yang terbatas
untuk melakukan resusitasi
Bantuan ventilasi pada bayi terintubasi dapat menggunakan ventilator
transpor, T-piece resuscitator, atau ventilasi dengan balon dan pipa (bila
ventilator dan T-piece resuscitator tidak tersedia).17

112
Stabilisasi dan Transportasi Pasca Resusitasi 5

HAL-HAL PENTING
• Stabilisasi pasca resusitasi berpegang pada prinsip STABLE
yang meliputi Sugar and Safe Care (kadar gula darah dan
perawatan aman), Temperature (suhu tubuh), Airway (jalan
napas), Blood Pressure (tekanan darah), Lab Work (pemeriksaan
laboratorium), dan Emotional Support (dukungan emosi)
• Setiap bayi harus dalam kondisi stabil sebelum dipindahkan ke
ruang rawat atau dirujuk ke fasilitas kesehatan lain.
• Komponen penting dalam sistem transportasi bayi baru lahir
meliputi sumber daya manusia, kendaraan dan peralatan,
komunikasi dan dukungan keluarga, dokumentasi dan informed
consent, serta umpan balik dari unit rujukan.
• Penggunaan CPAP atau intubasi endotrakea dapat
dipertimbangkan dalam transportasi bayi baru lahir dengan
distres napas.

Daftar pustaka
1. Karlsen K. The S.T.A.B.L.E Program: Guidelines for Neonatal Healthcare
Providers. Edisi ke-5. Park City: S.T.A.B.L.E Program; 2006. h.5-42.
2. Perinatal Education Program University of Saskatchewan. Neonatal post-
resuscitation, stabilization, and preparation for transport. Diunduh dari: www.
usask.ca/cme/programs/perinatal/guidelines.php. Diakses pada 17 Oktober
2013.
3. Queensland maternity and neonatal clinical guidelines program. Neonatal
hypoglycemia and neonatal clinical guideline. Diunduh dari: www.health.qld.
gov.au/qcg. Diakses pada 17 Oktober 2013.
4. Queensland maternity and neonatal clinical guidelines program. Neonatal
stabilization for retrieval. Diunduh dari:http://www.health.qld.gov.au/qcg.
Diakses pada 17 Oktober 2013.
5. Engle WLD, LeFlore JL. Hypotension in the neonate. Neoreviews. 2002;3:157-
62.
6. Barrington KJ. Hypotension and shock in the preterm infant. Semin Fetal
Neonatal Med. 2008;13:16-23.
7. Australian Resuscitation Council. Guideline 13.9 After the Resuscitation of
the Newborn Infant. Section 13: Neonatal Guidelines. Diunduh dari www.
resus.org.au. Diakses pada 15 Oktober 2013.
8. Rabe H, Reynolds G, Diaz-Rosello J. Early versus delayed umbilical cord
clamping in preterm infants. Cochrane Database Syst Rev. 2004;4: CD003248.
9. Mercer JS, Vohr BR, McGrath MM, Padbury JF, Wallach M, Oh M. Delayed cord
clamping in very preterm infants reduces the incidence of intraventricular
hemorrhage and late-onset sepsis: A randomized, controlled trial. Pediatrics.
2006;117:1235-42.

113
Resusitasi Neonatus

10. Lippi G, Franchini M. Vitamin K in neonates: facts and myths. Blood Transfus.
2011;9:4-9.
11. Puckett RM, Offringa M. Prophylactic vitamin K for vitamin K deficiency
bleeding in neonates. Cochrane Database Syst Rev 2000;4:CD002276.
12. British association of perinatal medicine. Standards for Neonatal Hospital
Providing of Neonatal Intensive and High Dependency care. Diunduh dari
www.bapm.org. Diakses pada 15 Oktober 2013.
13. De Klerk AM, De Klerk RK. Nasal continuous positive airway pressure and
outcomes of preterm infants. J Paediatr Child Health. 2001;37:161-7.
14. Jobe AH. The new bronchopulmonary dysplasia. Curr Opin Pediatr.
2011;23:167-72.
15. Bomont RK, Cheema IU. Use of nasal continuous positive pressure during
neonatal transfer. Arch Dis Fetal Neonatal Ed. 2006;91:85-9.
16. Murray PG, Stewart MJ. Use of nasal continuous positive airway pressure
during retrieval of neonates with acute respiratory distress. Pediatrics.
2008;121:754-8.
17. NNF Clinical Practice Guidelines. Transport of a sick neonate. Diunduh dari
www.nnfpublication.org. Diakses pada 17 Oktober 2013.

114
6
Aspek Etika dalam
Resusitasi
Tujuan Pembelajaran:
1. Memahami aspek etika dalam resusitasi
2. Memahami kapan menghentikan usaha resusitasi

W
alaupun dunia medis di bidang perinatal telah berkembang
dengan baik dan pesat, tetapi hal tersebut tidak menjamin semua
bayi akan lahir hidup atau tetap hidup dengan/ tanpa melewati
masa kritis. Bayi prematur/ berat lahir rendah khususnya memiliki risiko
tinggi untuk komplikasi jangka panjang dengan biaya pengobatan yang
tidak murah, seperti: penyakit paru kronik, kebutaan, gangguan kognitif,
kelainan neurologis, gagal tumbuh dan gangguan perkembangan.1
Orang tua/ keluarga pasien memiliki hak untuk mengambil keputusan
terhadap tindakan yang akan dilakukan ke bayi mereka, namun di sisi
lain tenaga medis juga mempunyai kewajiban untuk menolong setiap
insan manusia. Hal tersebut menjadi cikal bakal pro-kontra antara orang
tua/ keluarga bayi dengan tenaga medis,1 dan memunculkan pertanyaan,
siapakah yang berhak memutuskan untuk melakukan dan menghentikan
resusitasi sebagai upaya penyelamatan bayi?

A. Penolakan resusitasi2
Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada kondisi tertentu tenaga
medis dan/atau keluarga dapat menolak tindakan resusitasi. Kondisi
tersebut antara lain:
-- Anensefali
-- Bayi prematur ekstrim dengan kemungkinan hidup kecil
-- Pada bayi dengan kelainan kongenital mayor
-- Pada bayi sakit berat dengan prognosis jangka panjang sangat
buruk
Perlu diperhatikan bahwa perintah penolakan tindakan seperti Do
Not Resuscitate (DNR) harus didokumentasikan secara tertulis dalam

115
Resusitasi Neonatus

rekam medis dan ditandatangani oleh keluarga pasien di dalam rekam


medis.

B. Menghentikan usaha resusitasi2


Pedoman untuk menghentikan resusitasi mengacu pada denyut
jantung bayi yang terdeteksi dalam 10 menit:
-- Bila dalam 10 menit denyut jantung bayi tidak terdeteksi, maka
usaha resusitasi dapat dipertimbangkan untuk dihentikan.
-- Bila dalam 10 menit denyut jantung bayi sulit ditentukan atau
sangat lemah, maka resusitasi dapat terus dilanjutkan. Hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh:
o Diagnosis yang belum pasti
o Usia gestasi neonatus
o Ada atau tidaknya komplikasi
o Harapan orangtua terhadap kehidupan bayinya
American Medical Association Code of Medical Ethics menyatakan
bahwa untuk menentukan keputusan medis resusitasi untuk bayi
kritis meliputi banyak pertimbangan sulit antara lain:3
-- Kemungkinan keberhasilan resusitasi
-- Risiko yang mungkin timbul dengan atau tanpa resusitasi
-- Kemungkinan tindakan medis akan memperpanjang kehidupan
atau tidak
-- Rasa sakit dan ketidaknyamanan yang timbul
-- Kemungkinan peningkatan derajat kualitas hidup bayi
Setiap intervensi medis memiliki risiko terjadinya komplikasi
atau bahkan kematian, namun tenaga medis tidak boleh meremehkan
kekuatan bertahan hidup dari seorang bayi. Oleh karena itu, usaha untuk
memertahankan hidup dengan meresusitasi bayi harus terus dilakukan
secara optimal.

Referensi
1. Fanaroff JM, Nelson LJ. Ethical issues in the perinatal period. Dalam: Fanaroff
AA, Fanaroff JM, penyunting. Care of the High-Risk Neonate. Edisi ke-6.
Philadelphia: Saunders; 2013. h.535-42.
2. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Neonatal
Resuscitation. Queensland: State of Queensland; 2011.h.19.
3. Hird M, Larcher VF. Ethical and legal aspects of neonatology. Dalam: Rennie
JM, penyunting. Roberton’s Textbook of Neonatology. Edisi ke-4. Philadelphia:
Elsevier; 2005. h.97-100.

116
7
Megacode
KASUS 1
Seorang bayi dengan berat 1400 gram dilahirkan dari ibu G2P1A0 dengan
preeklamsia berat pada usia kehamilan 31 minggu. Ibu belum pernah
mendapat suntikan kortikosteroid sebelum persalinan. Pada saat
dilahirkan bayi menangis kuat disertai pergerakan dan fleksi pada keempat
ekstremitas. Tangan dan kaki bayi terlihat sianotik.
PERTANYAAN: Langkah apa yang akan anda lakukan selanjutnya?
Pada usia 5 menit, bayi tampak mengalami retraksi interkostal dan
supraklavikula disertai napas cuping hidung, merintih, dan frekuensi
napas 70 kali/ menit. Bayi masih mengalami sianosis pada tangan dan kaki.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya?

KASUS 2
Seorang bayi dengan berat 2700 gram dilahirkan dari ibu G3P1A1 secara bedah
kaisar pada usia kehamilan 40 minggu. Sebelumnya ibu mengeluh gerakan
janin berkurang disertai hasil pemeriksaan CTG berupa deselerasi lambat.
Ibu tidak memiliki riwayat penyakit maupun penyulit selama kehamilan.
Pada saat dilahirkan bayi tampak mengalami lilitan tali pusat erat sebanyak
2 kali, tidak menangis, dan tampak kebiruan. Bayi dibebaskan dari lilitan
tali pusat dan diserahkan kepada anda selaku penolong resusitasi. Bayi
tampak megap-megap dan lunglai disertai warna kebiruan disekitar mulut,
tangan, dan kaki. Cairan ketuban tampak kehijauan namun tidak berbau.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya?
Setelah melakukan langkah di atas, bayi tampak memperlihatkan usaha
napas namun disertai dengan retraksi epigastrium dan subcostal, napas
cuping hidung, merintih, dan frekuensi napas 65 kali/ menit. Sekitar mulut
bayi masih tampak kebiruan. Laju denyut jantung bayi 130 kali/ menit.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya?

KASUS 3
Seorang bayi dengan berat 3200 gram dilahirkan dari ibu G1P0A0 melalui
persalinan normal pada usia kehamilan 42 minggu. Pada saat persalinan
tampak cairan ketuban bercampur mekoneum kental. Bayi lahir menangis

117
Resusitasi Neonatus

dengan tonus otot yang cukup. Tangan dan kaki bayi tampak kebiruan.
PERTANYAAN: Langkah apa anda lakukan selanjutnya?

KASUS 4
Seorang bayi dengan berat 1100 gram dilahirkan dari ibu G1P0A0 melalui
bedah kaisar atas indikasi ketuban pecah dini dan oligohidramnion pada
usia kehamilan 28 minggu. Ibu tidak memiliki riwayat penyakit maupun
penyulit selama kehamilan. Pada saat dilahirkan bayi tidak bernapas, tidak
bergerak dan lunglai, serta tampak kebiruan. Laju denyut jantung 90 kali/
menit.
PERTANYAAN: Tindakan apa yang akan anda lakukan?
Setelah dilakukan tindakan dan dievaluasi, bayi tetap tidak bernapas, tidak
bergerak dan lunglai, dengan laju denyut jantung 80 kali/ menit.
PERTANYAAN: Langkah apa yang akan anda lakukan?

KASUS 5
Seorang bayi dengan berat 2400 gram dilahirkan dari ibu G2P0A1 melalui
persalinan normal pada usia kehamilan 36 minggu. Ibu mengaku
mengeluarkan cairan seperti air seni sejak 18 jam yang lalu. Ibu memiliki
riwayat infeksi saluran kemih sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Pada saat
dilahirkan bayi tidak bernapas dan lunglai, serta tampak kebiruan seluruh
tubuh. Frekuensi denyut jantung 90 kali/ menit.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya?
Setelah langkah tersebut dilakukan dan dievaluasi, bayi mulai menangis,
tidak ada retraksi maupun napas cuping hidung dan tidak merintih.
Frekuensi napas 40x/ menit dan laju denyut jantung 110x/ menit namun
tangan dan kaki masih tampak kebiruan.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya?

KASUS 6
Bayi dengan berat 1800 gram dilahirkan dari ibu G2P1A0 melalui bedah
kaisar emergensi atas indikasi solusio plasenta pada usia kehamilan 30
minggu. Pada saat dilahirkan bayi tampak menangis lemah, tonus otot
lemah disertai kebiruan. Pada usia 1 menit bayi tampak mengalami retraksi
dalam di epigastrium, merintih, napas cuping hidung, dengan frekuensi
napas 65 kali/ menit. Laju denyut jantung 110 kali/ menit. Tangan dan
kaki masih tampak kebiruan.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya?
Pada usia 5 menit retraksi bertambah dalam dengan frekuensi napas 80
kali/ menit. Laju denyut jantung 120 kali/ menit. Bayi tampak pucat dan
saat dievaluasi waktu pengisian kapiler 4 detik disertai tangan dan kaki
yang dingin.
PERTANYAAN: Langkah apa yang anda lakukan selanjutnya?

118

Anda mungkin juga menyukai