Anda di halaman 1dari 103

KUMPULAN MAKALAH ULUMUL HADITS

Mata Kuliah Dosen Pengampu


Ulumul Hadits Mardhiyah Agustina, S. Th. I. M. Pd.I

Judul:

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN


DAN HUKUM ISLAM

Dalil Al-Qur’an Tentang Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam

Di Susun Oleh:

Nama Npm
Zakiyah Amalina 20.12.5212

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memahami ajaran dalam agama Islam dilakukan tidak sebatas membaca Al-
Qur’an dan terjemahannya. Sebab, Al-Qur’an memiliki bahasa yang tinggi dan ayat-ayat
nya tidak selalu bisa dipahami hanya melalui terjemahan. Salah satu penjelas dari isi Al-
Qur’an ada sunnah atau hadits. Kedudukan hadits ini sangat penting bagi umat Islam.
Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur’an, hadits meliputi
sabda Nabi, perbuatan, dan taqrir (ketetapan) darinya.1
Dalam makalah ini saya mencoba menguraikan salah satu materi yang ada dalam
mata kuliah Ulumul Hadits dengan judul bahasan Kedudukan dan Fungsi Hadits sebagai
Sumber Ajaran dan Hukum Islam. Dan dalam hal ini saya hanya akan membahas Dalil
Al-Qur’an Tentang Kedudukan Hadits dalam Syari’at Islam.

A. Perumusan Masalah
1. Apa dalil Al Qur’an tentang kedudukan hadits dalam syari’at Islam.

B. Tujuan Penulisan
2. Untuk menjelaskan dalil Al Qur’an tentang kedudukan hadits dalam syari’at
Islam.

1
Muhammad Ahmad dan Muhammad Mudzakir, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2000),
hlm. 12.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dalil Al-Qur’an Tentang Kedudukan Hadits Dalam Syariat Islam

Seluruh umat Islam, tanpa kecuali telah sepakat bahwa, hadits merupakan salah
satu sumber ajaran Islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting setelah Al-
Qur’an. Kewajiban mengikuti hadits bagi umat Islam sama wajibnya dengan mengikuti
Al-Qur’an. Hal ini karena hadits mubayyin (Penjelasan) terhadap Al-Qur’an. Tanpa
memahami dan menguasai hadits siapa pun tidak bisa memahami Al-Qur’an. Sebaliknya
siapapun tidak akan bisa memahami hadits tanpa memahami Al-Qur’an karena, Al-
Qur’an merupakan dasar hukum pertama, yang didalamnya berisi garis besar syariat, dan
hadits merupakan dasar hukum kedua yang didalamnya berisi penjabaran dan penjelasan
Al-Qur’an. Dengan demikian antara hadits dan Al-Qur’an memiliki kaitan yang sangat
erat, yang satu sama lain tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, kedudukan hadits dalam Islam tidak dapat diragukan
karena, terdapat penegasan yang banyak, baik didalam Al-Qur’an maupun dalam hadits
nabi Muhammad Saw. Jumhur Ulama menyatakan bahwa Al-Hadits menempati urutan
kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an.
Dalil Al-Qur’an tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam
adalah sebagai berikut:
a. Surat An-Nisa ayat 59:

‫يآايــها الـذين امنوآ اطيعواهللا واطيعواالـرسول واولي األمر منــكم فإن تنــازعـتم فى شئ فـردوه الى هللا والرســول‬
‫ ذلك خــير واحــسن تأويـــال‬,‫ان كـــنتم تؤمـنون بــاهلل واليوم األخــر‬

2
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan
Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalilah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah-Nya). Jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

b. Surah An-Nisa ayat 69:

‫ومن يطــع هللا والرســول فأولئــك مع الذى انــعم هللا عليــهم من النبـــيين والصديـــقين الشــهدآء والصلحـــين‬
‫وحســن اولئــــك رفيــــــقا‬

Artinya: “Dan barang siapa yang menta’ati Allah dan Rasul (Muhammad), maka
mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah,
(yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-
orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”2

c. QS. Al-Imran ayat 32:

ُ ‫قُ ْل أَ ِطي ُعوا هَّللا َ َوال َّر‬


َ‫سو َل ۖ فَإِنْ تَ َولَّ ْوا فَإِنَّ هَّللا َ اَل يُ ِح ُّب ا ْل َكافِ ِرين‬

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika


kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang
kafir.”

2
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Jakarta: Amzah, 2012), cet. 1. h. 27
d. QS. Al-Hasyr ayat 7:

‫ب‬ َ َ ‫سو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَ َها ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَ ُهوا َواتَّقُوا هَّللا َ إِنَّ هَّللا‬
ِ ‫ش ِدي ُد ا ْل ِعقَا‬ ُ ‫َو َما َءاتَا ُك ُم ال َّر‬

Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamau maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh,
Allah sangat keras hukum-Nya.”

e. QS. Al-Maidah ayat 92:

‫اح َذ ُروا‬ ُ ‫ۚ وأَ ِطي ُعوا هَّللا َ َوأَ ِطي ُعوا ال َّر‬
ْ ‫سو َل َو‬ َ

Artinya: “Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-
(Nya) serta berhati-hatilah.”3

Dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut di atas menjelaskan bahwa setiap ada perintah taat
kepada Allah Swt dalam Al-Qur’an, selalu diikuti dengan perintah taat kepada RasuI-Nya.
Demikian pula mengenai peringatan (ancaman) karena durhaka kepada Allah, sering
disejajarkan atau disamakan dengan ancaman karena durhaka kepada Rasul Muhammad Saw.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan hadits dalam syariat
Islam adalah sebagai sumber hukum Islam yang ke dua setelah Al Qur’an.

3
Abdullah, “Kedudukan Hadits sebagai Sumber Hukum,” Jurnal Ulumul Hadits, (2018)
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Kedudukan hadist dalam syariat Islam termasuk sumber hukum Islam yang

kedua setelah Al Qur’an.

Dalil Al-Qur’an yang menyatakan tentang kedudukan hadits sebagai sumber

hukum Islam diantaranya yaitu:

a. Surat An-Nisa ayat 59

b. Surah An-Nisa ayat 69

c. QS. Al-Imran ayat 32

d. QS. Al-Hasyr ayat 7

e. QS. Al-Maidah ayat 92

5
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad. Mudzakir, Muhammad. 2000. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia.

Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadits. 2012. Jakarta: Amzah. cet. 1

Abdullah “Kedudukan Hadits SebagainSumer Hukum Islam,” Jurnal Ulumul Hadits, (2018).
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
MARTAPURA KALIMANTAN SELATAN
FAKULYAS TARBIYAH
2020/2021

NAMA : MUHAMMAD THOHIR


NPM : 20.12.5275
KELAS : 2E
DOSEN PENGAMPU : Mardhiya agustina,
S. Th. I. M. Pd. I
MATKUL : Ulumul hadits
JUDUL MAKALAH : KEDUDUKAN DAN FUNGSI
HADITS SEBAGAI SUMBER
AJARAN DAN HUKUM
ISLAM

.A.
BAB I

PENDAHULUAN

Al-Qur’an dan al-Hadits diyakini menjadi sumber pertama ajaran agama lantaran dari
keduanya hukum Islam dikreasi dan dibentuk sesuai istinbath sebagaimana dijabarkan dalam
ilmu ushul fiqh. Al-Qur’an tak lain adalah serangkaian firman Allah SWT yang disampaikan
kepada ummat manusia melalui seorang utusannya, nabi Muhammad SAW. Selain dapat
dibaca dan akan mendapatkan hadiah (pahala) bagi yang membacanya,

al-Qur’an juga menjadi guide-line (panduan keseharian) bagi kehidupan ummat manusia.
Sebagai sumber pertama ajaran agama, al-Qur’an dapat menyelesaikan aneka persoalan
ummat manusia baik menyangkut kemasyarakatan, perekonomian, politik dan aspek
kehidupan yang lain. Al-Qur’an meletakkan dasar-dasar umum penyelesaian segala persoalan
sehingga ia mampu bertahan dalam segala bentuk rupa perubahan

serta tidak lekang dengan waktu.1

.B.

BAB II
PEMBAHASAN HUBUNGAN AL-QUR’AN DENGAN HADITS

Hubungan al-Qur’an dan al-Hadits pada kenyataannya tidak dapat membendung adanya
kesesuaian di antara keduanya. Sudah menjadi ungkapan umum di kalangan para Juris Islam
bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama sedangkan al-Hadits adalah sumber
rujukan kedua. Urutan seperti ini paling tidak dibuat untuk keperluan rujukan sumber-sumber
hukum dalam aktivitas istinbath. Sebelum merujuk pada sumber hukum kedua, tentunya para
Mujtahid merujuk terlebih dahulu pada sumber hukum pertama. Begitu pula setelah merujuk
pada kedua sumber pertama ini, mereka perlu mempertimbangkan istidlal dengan
memperhatikan sumber-sumber hukum lain seperti qiyas, istihsan, maslahah mursalah dan
lain-lain.2

.C.

BAB III

KESIMPULAN

1
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tsaqafah/article/viewFile/113/102

2
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tsaqafah/article/viewFile/113/102
Sebagai wahyu yang di turunkan dari allah yang memuat banyak aturan secara global,

al-Qur’an memerlukan penjelasan al-Hadits sebagai bentuk wahyu yang lain.

Jika al-Qur’an merupakan firman Tuhan maka alHadits adalah sabda nabi yang banyak
memberikan penjabaran terhadap kemujmalan al-Qur’an. Hubungan simbiotik al-Qur’an dan
al-Hadits tidak dapat dipasung oleh pemahaman bahwa yang tersebut kedua bersifat
menurunkan dibanding yang pertama. Sebaliknya, baik al-Qur’an maupun al-Hadits
mempunyai perannya sendiri dalam membentuk hukum sebagai aturan operasional. Bahkan,
dalam batas tertentu, kebutuhan al-Qur’an terhadap al-Hadits terkesan lebih dominan
ketimbang ketergantungan alHadits kepeda al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA : Hubungan Simbiotik al-Qur’an dan al-Hadits dalam Membentuk


Diktum-Diktum Hukum Abu Yasid Pascasarjana IAI Ibrahimy Situbondo Jawa Timur
Mata Kuliah Dosen Pengampu
Ulumul Hadist

Kedudukan dan Fungsi Hadist Sebagai Sumber ajaran Hukum Islam

(Contoh dan Fungsi Hadist dalam Al-Qur’an)

Oleh:

Muhammad Fathurrizqi

20.12.5135

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

2020

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan landasan hukum Islam yang kedua setelah al-
Qur’an.Hadits sebagai sumber kedua ini ditunjukkan oleh tiga hal, yaitu; al-Qur`an
sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan akal sehat (ma`qul). Al-Quran menekankan
bahwa Rasulullah berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah. 
Karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi
sebagai rasul harus diteladani oleh kaum Muslimin. Tulisan ini menemukan bahwa
fungsi hadist terhadap al-Quran adalah sebagai bayan dan muhaqiq (penjelas dan
penguat) bagi al-Quran. Baik sebagai bayan taqrir, bayan tafsir, takhshish al-‘am,
bayan tabdila. Tidak hanya itu, tulisan ini juga menemukan bahwa hadist Rasulullah
telah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh al-Qur`an.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana contoh fungsi hadist dalam Al-Qur’an beserta penjelasnya?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui contoh fungsi hadist dalam Al-Qur’an beserta penjelasnya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Contoh fungsi hadist dalam Al-Qur’an


Diantara beberapa contoh-contoh yang ada fingsi hadist terhadap al-Qur’an
terbagi menjadi enam macam:
1. Bayan at-Taqrir
Secara bahasa lain juga bisa disebut bayan/taukid berarti sebuah
pernyataan, salah satu macam dan penjelasan. Sedangkan ta’kid berarti
penetapan, penguat atau penegasan.
Contoh Firman Allah SWT al-Baqarah 185:
ُ َ‫فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ْم ال َّشه َْر فَ ْلي‬
)185 :‫(البقرة‬. ُ‫ص ْمه‬

“Barang siapa yang menyaksikan bulan maka berpuasalah.”(QS.Al-Baqarah: 185).

Hal ini ditegaskan dalam Hadits:

‫ (رواه‬.‫إن أُ ْع ِم َي َعلَ ْي ُك ْم فَ ُع ُّد ْوا ثَاَل ثِي َْن‬


ْ َ‫إ َذا َرأيتُ ُموهُ فَصُو ُموا َوإ َذا َرأيتُ ُموهُ فَأ ْف ِطرُوا ف‬
‫مسلم‬

“Jika kalian melihatnya (bulan) maka berpuasalah, dan jika kalian


melihatnya (bulan) maka berbukalah (hari Raya Fitri), namun jika bulan tertutup
mendung yang menyulitkan kalian untuk melihatnya, maka sempurnakanlah sampai
30 hari.”(HR. Muslim)
Dengan kata lain, Hadis dalam hal ini hanya mengungkapkan kembali apa
yang telah dimuat dan terdapat dalam Al-Qur’an, tanpa menambah atau menjelaskan
apa yang termuat di dalam ayat-ayat tersebut.3

2. Bayan al-Tafsir

bayan tafsir itu adalah penjelasan suatu nash baik dari segi al-Qur’an maupun
hadis Rasulullah yang dipandang masih samar sehingga sulit menerapkannya.4
Contoh pada Firman Allah SWT pada QS al-Baqarah ayat 275:

ۗ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ ٰب‬


‫وا‬

“telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

Lalu pada Hadistnya Rosulullah SAW bersabda :

3
M. Agus Solahuddin dan Agus Supriadi, Ulumul Hadist, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal. 82.
4
Muhammad Adib Shalih, Tafsir al-Nushush fi al-Fiqh al-Islamy Juz I (Beirut: al-Makta al-Islamy, 1984), hal.
59.
‫ الت‚‚بیعوا‬:‫م ق‚‚ال‬.‫عن أبى س‚‚عید الخ‚‚دري ق‚‚ال رس‚‚ول هللا ص‬
‫ال‚‚ذھب بال‚‚ذھب اال مثالوال تش‚‚فوا بعض‚‚ھا على بعض والت‚‚بیعوا ال‚‚ورق‬
‫بالورق اال مثال بمثل وال تشفوا على بعض وال تبیعوا منھا غائب‚ا بن‚اجز‬
)‫(رواه البخارى ومسلم‬

“ Diriwayatkan oleh Abu said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda


janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali yang sama beratnya,
janganlah kalian melebihkan sebahagian diatas bagian yang lain, janganlah
kalian menjual perak dengan perak kecuali yang sama beratnya dan janganlah
kalian melebihkan sebahagian diatas bagian yang lain, dan janganlah kalian
menjual yang tidak ada diantara barang-barang”.

Dilihat dari hadist di atas kita tahu dari maknanya bahwa Nabi SAW
menjelaskan larangan jual beli yang menjurus ke arah riba. Artinya dalam hal ini
juga mengandung larangan menyamakan jual beli dengan riba. Pada hal ini Nabi
SAW menjelaskan lagi sekaligus menegakan:

،‫ اجتنب‚‚وا س‚‚بع الموبق‚‚ات‬: ‫ م قال‬.‫ص‬. ‫ع عن النبي‬.‫عن أبى ھریرة ر‬


‫ الشرك با والسحر وقتل النفس ال‚‚تىحرم‬:‫ یارسول هللا وما ھن؟ قال‬: ‫قالوا‬
‫ وق‚‚ذف‬،‫ وأكل مال الیتیم والتولى یوم الزح‚‚ف‬،‫ وأكل الربا‬،‫هللا إال بالحق‬
)‫البخارى‬ ‫المحصنات الغافالت المؤمنات (رواه‬.

“Dari Abu Huraira R.A dari nabi Saw bersabda “ Jauhilah tujuh dosa
besar!” Para sahabat bertanya, ‘ Apakah hal itu ya Rasulullah?” Nabi
menjawab, menyukutan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah
kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperangan,
dan menuduh wanita baik- baik melakukan zina.” (H.R Bukhari).5

Hadist di atas menjelaskan tentang macam-macam dosa besar, dan riba


termasuk di dalamnya maka sudah nampaklah bahwasanya penjelasan arti dari

5
Fitri Setyawat, “Riba Dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadist”, AL-INTAJ, Vol. 3, No. 2, (2017), hal.258-267.
ayat Qur’an diatas. Bahwasanya dari beberapa hadist Nabi yang banyak
melarang/mengharamkan riba itu sendiri.

Contoh lain juga terdapat pada QS al-Baqarah ayat 43:

َّ ‫َوأَقِ ْي ُموا ال‬


)43:‫ (البقرة‬.‫صاَل ةَ َواتُوا ال َّز َكاةَ َوارْ َكع ُْوا َم َع الرَّا ِك ِعي َْن‬

“Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang


yang ruku’.”(QS.Al-Baqarah: 43)

Hal ini dirincikan tata cara pelaksanannya dalam Hadits berikut;

َ ُ‫صلُّ ْوا َك َما َرأَ ْيتُ ُم ْونِي أ‬


)‫ (رواه البخاري‬.‫صلِّي‬ َ

“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR.al-Bukhari)


Dalam ayat diatas hanya ada perintah melaksanakan shalat, namun
tidak dijelaskan secara rinci bagaimana cara melaksanakan shalat. Sehingga
datanglah Hadits yang menjelaskan bahwa cara melaksanan shalat adalah
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah.6

3. Bayan al-Takhshish al-‘Amm


Takhshis berarti pengkhususan, pembatasan atau spesifikasi. Dalam hal ini
Hadits/Sunnah berfungsi mengkhususkan keumuman makna yang sebutkan al-
Quran. Prof. Ramli Abdul Wahid dalam buku Studi Ilmu Hadits menyatakan
bahwa maksud takhshish disini adalah sebagai keterangan yang mengeluarkan
atau mengecualikan suatu masalah dari makna umum ayat. Contohnya ayat al-
Quran tentang hukum warisan, yaitu;

)11:‫ (النساء‬.‫لذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ ااْل ُ ْنثَيَ ْي ِن‬


َّ ِ‫ص ْي ُك ُم هللاُ فِي أَ ْواَل ِد ُك ْم ل‬
ِ ‫ي ُْو‬

“Allah telah mewasiatkan kepadamu tentang bagian anak-anakmu, yakni laki-


laki sama dengan dua orang anak perempuan”.  (QS.an-Nisa:11)

6
Selma Intania Hafidha, “Fungsi Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam Pahami Penjelasan dan
contohnya”,Liputan 6, diakses dari https://hot.liputan6.com/read/4404644/fungsi-hadits-sebagai-sumber-
hukum-islam-pahami-penjelasan-dan-contohnya, pada 4 Maret 2021.
Ayat tersebut bersifat umum bahwa semua anak mewarisi harta orang tuannya.
Selanjutnya datang hadits yang mengecualikan anak atau seseorang yang tidak 
bisa mewarisi, yaitu:

)‫ (رواه الجماعة‬.‫ث ْال ُم ْسلِ ُم ال َكافِ ُر َواَل ْال َكافِ ُر ْال ُم ْسلِ ُم‬
ُ ‫اَل يَ ِر‬

“Seorang muslim tidak boleh mewarisi harta si kafir dan si kafir pun tidak boleh
mewarisi harta si muslim”. (HR.Jama’ah)

Berdasarkan ayat di atas diketahui bahwa semua anak baik laki-laki maupun
perempuan berhak mewarisi harta orang tuanya. Selanjutnya datang Hadits yang
mengecualikan bahwa jika anak itu kafir atau berbeda keyakinan dengan orang
tuanya maka ia tidak bisa mewarisi harta orang tuanya, demikian juga sebaliknya.

4. Bayan al-Taqyid
Taqyid berarti penentu atau pembatasan. Yang dimaksud dengan bayan
taqyid adalah bahwa Hadits/Sunnah berfungsi menentukan mana yang dimaksud
di antara dua atau tiga perkara yang mungkin dimaksud oleh al-Quran.

‫والسارق و السارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكاالمن هللا و هللا عزيز حكيم‬

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan


keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai
siksaan dari Allah sesungguhnya Allah maha Mulia dan Maha Bijaksana” (QS
Al-Ma’idah (5): 38)
Dalam ayat diatas belum ditentukan batasan untuk memotong tangannya. Bisa
jadi dipotong sampai pergelangan tangan saja, atau sampai siku-siku, atau bahkan
dipotong hingga pangkal lengan karena semuanya itu termasuk dalam kategori
tangan. Maka Hadis Nabi SAW menjelaskan batasannya (taqyid):

‫أتي رسول هللا صلى هللا عليه و سلم بسارق فقطع يده من مفصل الكف‬

“Rasullullah didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau


memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan”.
Dari hadist nabi tersebut, kita dapat mengetahui ketetapan hukumnya secara pasti
yaitu memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.

5. Bayan al-Tasyri’
Hadits/Sunnah sebagai bayan tasyri’ berarti sunnah dijadikan sebagai dasar
penetapan hukum yang belum ada ketetapannya secara eksplisit di dalam al-
Quran. Hal ini tidak berarti bahwa hukum dalam al-quran belum lengkap,
melainkan al-Quran telah menunjukkan secara garis besar segala masalah
keagamaan. Namun hadirnya Hadits/Sunnah untuk menetapkan hukum yang lebih
eksplisit sesuai dengan perintah yang ada dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 44.
Salah satu contoh di antaranya tentang haramnya memadukan antara seorang
perempuan dengan bibinya:

َ ‫اب لَ ُك ْم ِم َن النِّ َسا ِء َم ْثنَي َوثُاَل‬


(3:‫ث َو ُربَا َع… )النساء‬ َ َ‫…فَا ْن ِكح ُْوا َماط‬

“…Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga,


atau empat…”. (QS.al-Nisa’: 3)
Hadits berikut ini menetapkan haramnya berpoligami bagi seseorang terhadap
seorang wanita dengan bibinya.

(‫ )متفق عليه‬.‫اَل يَجْ َم ُع بَي َْن ْال َمرْ أَ ِة َو َع َّمتِها َواَل بَي َْن ْال َمرْ أَ ِة َو َخالَتِهَا‬

“Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita


dengan bibinya (saudari bapaknya) dan seorang wanita dengan bibinya (saudari
ibunya).” (HR. Bukhari Muslim)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hadits di atas menetapkan hukum
syari’at yang melarang berpoligami dengan bibi dari wanita yang telah dinikahi.

6. Bayan Nasakh
Nasakh berarti penghapusan atau pembatalan. Maksudnya adalah mengganti
suatu hukum atau menghapuskannya. Hadits/Sunnah juga berfungsi menjelaskan
mana ayat yang menasakh (menghapus) dan mana ayat yang dimansukh (dihapus).
Contohnya QS. al-Baqarah: 180
‫ص ‚يَّةَ لِ ْل َوالِ ‚ َدي ِْن َو اأْل َ ْق‚ َربِي َْن‬
ِ ‫ك َخ ْي‚رًا ْال َو‬ ْ ‚‫أح‚ َد ُك ُم ْال َم‬
َ ‚َ‫‚وةُ اَ ْن ت‬
َ ‫‚ر‬ َ ‫ض ‚ َر‬ َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم إ َذا َح‬
َ ِ‫ُكت‬
.‫ف َحقًّا َعلَى ْال ُمتَّقِي َْن‬ِ ‫بِ ْال َم ْعر ُْو‬

“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di


antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan
karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang
yang bertakwa.”
Ayat di atas menjelaskan tentang berlakunya wasiat terhadap ahli waris.
Namun selanjutnya datang Hadits yang memansukhkan hukum tersebut, yaitu;

ِ ‫صيَّةَ لِ ْل َو‬
…‫ارثِي َْن‬ ِ ‫…اَل َو‬

“…Tidak ada wasiat bagi ahli waris…”


Para ulama berbeda pendapat tentang bayan nasakh ini. Sebahagian diantara
mereka ada yang membenarkannya dengan alasan bahwa hal itu pernah terjadi.
Mereka juga sepakat bahwa Hadits/Sunnah yang menjelaskan nasakh salah satu
hukum dalam al-Quran itu haruslah mutawatir. Bahkan Ibn Hazmin berpendapat
bahwa Hadits Ahad pun boleh menasakh al-Quran. Ini sejalan dengan
pendiriannya bahwa setiap Hadits adalah qath’y.7

7
Lovienta Arriza, “Fungsi Hadist”, Alovienta Worldpress, diakses dari
https://alovieanta.wordpress.com/2017/01/31/makalah-fungsi-hadis/, pada 4 Maret 2021.
BAB III
PENUTUP
 A. Kesimpulan
Al-Quran dan Hadits/Sunnah merupakan dua sumber utama ajaran Islam yang
memiliki hubungan yang tidak mungkin terpisahkan antara keduanya. Hal ini ditunjukkan
oleh beberapa fungsi yang diperankan oleh Hadits/Sunnah terhadap al-Quran,diantaranya:
bayan al-ta’kid (menegaskan), bayan al-tafsir (menjelaskan), bayan al-
takhshis (mengkhususkan), bayan al-ta’yin (menentukan), bayan al-tasyri’ (menetapkan
syari’at) dan bayan nasakh (menghapus/mengganti).
Dari semua itu terlahirlah sebuah kesimpulan hukum dan berbagai macam pendapat
tentunya yang shohih dari tiap dalil-dalil nan terkandung.
DAFTAR PUSTAKA

Priadi, ,M. Agus Solahuddin dan Agus. 2011. Ulumul Hadist, Bandung: Pustaka Setia.

Shalih, Muhammad Adib. 1984, Tafsir al-Nushush fi al-Fiqh al-Islamy Juz I , Beirut: al-
Makta al-Islamy.
Setyawat, Fitr.i “Riba Dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadist”, AL-INTAJ, Vol. 3, No. 2,
(2017).
Selma Intania Hafidha, , “Fungsi Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam Pahami Penjelasan
dan contohnya”,Liputan 6,diakses dar i https://hot.liputan6.com/read/4404644/fungsi-
hadits-sebagai-sumber-hukum-islam-pahami-penjelasan-dan-contohnya, pada. 4 Maret
2021
Lovienta Arriza, “Fungsi Hadist”, Alovienta Worldpress, diakses dari
https://alovieanta.wordpress.com/2017/01/31/makalah-fungsi-hadis/, pada 4 Maret 2021.
Mata Kuliah Dosen Pembimbing
Ulumul Hadits Mardhiya Agustina, S.Th.I.M.Pd.I

Judul makalah:

SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI

HADITS PADA ERA MODREN

Disusun Oleh:

Nama: Tazkiyah

Npm :20.12.5209

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSLAM MARTAPURA

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

2020

Pendahuluan
Hadis adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah baik perkataan
perbuatan maupun ketetapan, hadis memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap
ayat-ayat al-Qur’an. Hadis adalah salah satu sumber ajaran Islam yang
terpenting setelah al-Qur’an sebagai landasan dalam pembentukan hukum
Islam. Mayoritas umat Islam memandang hadis sebagai salah satu sumber
pengetahuan keagamaan yang penting dan dipahami sebagai sumber normatif
kedua setelah al-Qur’an. Dalam rangka menjelaskan urgensitas ini, terdapat
sebuah adagium terkenal, yaitu “al-Qur’an lebih membutuhkan hadis daripada
hadis yang membutuhkan al-Qur’an”. Maknanya, al-Qur’an tidak dapat
ditafsirkan jikalau tidak dibarengi dengan hadis. Namun, hal tersebut tidak
berlaku pada hadis, atau dengan kata lain, hadis dapat menjelaskan dirinya
sendiri. Dalam sebuah riwayat al-Darimi diinformasikan, Yahya bin Abi Katsir,
seorang tabi’in kecil berkata “al-Sunnah qadhiyatun ‘ala al-Qur’an wa laisa
alQur’an biqadhin ‘ala al-Sunnah”, yang artinya sunnah menjadi hakim atas
alQur’an, tetapi al-Qur’an tidaklah dapat menghakimi atas sunnah (Afwadzi,
2014)8
Jika diruntut secara historis, dimulai sejak era klasik ketika kalangan teolog
Mu’tazilah banyak yang menyangsikan fungsi hadis sebagai sumber yang
otoritatif bagi pengetahuan. Seiring dengan perkembangan kajian hadis tersebut,
pada zaman pertengahan abad ke-19, sebagian gagasan Islam klasik tentang
autoritas keagamaan dalam berbagai bidang mulai mendapatkan banyak
tantangan. Terutama adalah tantangan yang langsung dihadapkan pada
lembagalembaga dan etika-etika sosial Islam. Sebagaimana yang telah diketahui
bahwa
Al-Syafi’i adalah seorang ulama’ yang dianggap berhasil memformulisasikan
doktrin klasik tentang sunnah dengan sempurna, maka pada masa itu hampir
tidak ada dijumpai pandangan-pandangan yang bertentangan dengannya.
Kemampuan doktrin yang telah diterima sekian lamanya oleh mayoritas ummat
Muslim kembali dipertanyakan seiring dengan derasnya tantangan modern yang
melanda dunia Islam dan berdampak secara langsung terhadap kemunduran dan
keterbelakangan ummat Islam itu sendiri (Rahman, 1984)9
Dengan demikian terjadi semacam pergulatan pandangan tentang doktrin
hadis yang sudah pernah mapan di era Syafi’i dengan situasi perkembanga di
era kebangkitan modern, sehingga terjadi perdebatan kembali tentang sunnah
dan hadis dikalangan ummat Islam, bahkan perdebatan tentang hal itu
menempati posisi yang paling menarik dan penting dalam usaha mereka untuk

menanggulangi kemunduran ummat Islam secara umum, maka penelusuran


terhadap berbagai pandangan yang dikemukakan oleh para ulama modern
8
Afwadzi, B. Hadis di Mata Para Pemikir Modern “.Telaah Buku Rethinking Karya Daniel Brown”,. Jurnal
IlmuIlmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol. 15, hal 231 (2014).
9
DR.Ahmad lutfi fathullah , MA. 40 Hadits Sanad dan Matan, (Jakarta:Ahmad Lutfi Fathullah,2014),
tentang hadis dalam berbagai sudut pandang merupakan sebuah alternatif solusi
bagi pemecahan problem yang menimpa ummat Islam pada situasi dan kondisi
seperti sekarang ini.10

Pembahasan
Islam Modern menjelaskan bahwa sejumlah aspek pengalaman kolonial
mendorong perhatian istimewa terhadap hadis Nabi Saw. Skripturalisme
paramisionaris Protestan jelas mempengaruhi cara pandang orang Muslim
terhadap hadis Nabi, yaitu dalam memandang hubungan antara Hadis dan kitab
suci karena abad kesembilan belas merupakan periode aktivitas gencar para
misionaris Kristen dan perdebatan antar agama, terutama di India. Akhir abad
kesembilan belas juga merupakan periode ketika orang muslim menghadapi
munculnya tantangan dari para sarjana orientalis yang mulai saja bersikap kritis
terhadap keauntetikan literature hadis. Dampak ini paling terasa di India,
Namun adalah suatu kesalahan serius kalau menyimpulkan bahwa perhatian
muslim modern terhadap pertanyaan mengenai hadis Nabi Saw semata mata
merupakan reaksi terhadap kolonialisme (Brown, 2000, hal. 39).11
Perhatian masa kini terhadap autoritas Rasulullah berkaitan dengan
kecenderungan yang telah berlangsung sebelum dirasakannya tantangan
khususnya dari Eropa. Hal penting dari kecenderungan ini adalah munculnya
gerakan kaum reformis yang terjadi pada abad ke-18 dan 19 yang mengadopsi
sikap kritis terhadap warisan klasik dengan menolak sikap taqlid. Gerakan
tersebut dapat dipetakan menjadi empat (4) periodesasi sebagaimana berikut ini5
Periode pertama, yaitu periode gerakan reformasi abad ke-18. Selama abad
kedelapan belas, gagasan kaum tradisional yang memahami bahwa sunnah
seharusnya menjadi basis utama hukum Islam, bahwa status hukum itu bisa dan
seharusnya menjadi bahan penelitian yang cermat dengan berdasarkan hadis
Nabi SAW. Gagasan ini bukanlah kontribusi asli para reformis abad kedelapan
belas, sepanjang periode klasik tesis kaum tradisional tetap terpelihara di dalam
madzab Imam Ahmad bin Hanbal (Hanbali). Para reformis memberikan
kekuatan baru terhadap pemahaman orang Islam yang telah banyak
menyimpang dari sunnah Rasul Saw dan dipengaruhi oleh bid’ah dan taklid

10
DR.Ahmad lutfi fathullah , MA. 40 Hadits Sanad dan Matan, (Jakarta:Ahmad Lutfi Fathullah,2014),Cet.1.h104
11
Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.173
5
Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.174
terhadap ajaran dan penafsiran hukum klasik. Obatnya adalah dengan kembali
kepada al-Qur’an dan sunnah/ hadis, guna meraih kembali kemurnian ajaran
Nabi yang terkandung di dalam sunnah Nabi SAW tersebut. Di antara banyak
ulama’ aktivis modernis yang dipengaruhi gagasan ini, dua di antaranya adalah
Syah Waliyullah dan Muhammad Al-Syaukani. Perhatian Syah Waliyullah
tertuju pada perpecahan dan dampaknya pada masyarakat Muslim. Kebangkitan
kembali studi Hadis menjadi inti programnya. Syah Waliyullah menolak taklid
pada ketentuan mazhab, menurutnya harus lebih rendah daripada sunnah. Dia
pada prinsipnya, menolak taklid buta kepada ajaran hukum, mendukung ijtihad
dan menempatkan sunnah pada kedudukan yang pertama dalam proses ini.
Pendekatan Syah Waliyullah terhadap hadis, penafsirannya dan hubungannya
dengan sunnah bukan tidak canggih, dan pendekatannya tidak beda jauh dengan
pendekatan para faqih klasik. Seperti halnya mereka, dia sangat menyadari
adanya jurang yang memisahkan hadis dari aplikasi hukumnya. Dia menirima
perbedaan standar antara tindakan Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rasul dan
tindakan non Rasul, tindakan non rasul seperti dibidang kesehatan dan
pertanian. Dia sepakat dengan teori hukum klasik bahwa tidak semua sunnah
secara hukum dapat diterapkan.6
Periode kedua, yaitu reformasi berbasis Hadis pada abad ke-19 (kesembilan
belas). Di India penolakan terhadap taklid dan perhatian terhadap hadis menjadi
satu sekte reformis, yaitu Ahli Hadis yang langsung menggunakan tradisi Syah
Waliyullah dan Imam asy-Syaukani. Hampir seluruh penguasa awal yang
berpengaruh dengan kelompok ini memiliki hubungan langsung dengan garis
Syah Waliyullah. Kelompok Ahli Hadis ini dapat dipandang sebagai hasil
pertumbuhan langsung dan perwujudan sikap diam mujahidin. Sebagai basis
untuk ikon kelas mereka, mujahidin mengembangkan sikap penolakan Syah
Waliyullah terhadap taklid yang menjadi titik pusat ajarannya. Dalam hal sikap
mereka terhadap masalah-masalah hukum, Ahli Hadis mengombinasikan
penolakan terhadap taklid dalam tradisi mazhab Syah Waliyullah dengan
literalisme ekstrem dalam pendekatan terhadap hadis. Idealnya Ahli Hadis
adalah mereka para ulama yang menjalani kehidupannya dengan menjaga
akhlaknya yang suci/terpuji atau dalam bahasa hadis adalah Tsiqah sebagaimana
mengikuti contoh Rasulullah Saw. Hadis sebagai pedoman tentang sunnah
Rasul, menjadi fokus sentral kehidupan mereka dan pedoman ideal tentang
tingkah laku sosial dan kesalehan individu. Bagi Ahli Hadis, prinsip pemandu
dalam pembaharuan salafi adalah keyakinan bahwa kaum muslim harus
berusaha agar bisa menyamai generasi pertama muslim, yaitu generasi salaf
ashshalih dan kembali mengambil Islam murni sebagaimana ajaran Rasulullah
6
174
Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Saw. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan cara kembali kepada sumber dasar
autoritas, al-Qur’an dan sunnah, karena hanya dari sumber inilah esensi Islam
yang sesungguhnya dapat ditemukan kembali.12
Periode ketiga, yaitu periode para Modernis Awal: Ahmad Khan dan
Muhammad Abduh. Tantangan besar pertama terhadap sunnah di periode
modern datang dari modernis besar India, Syir Ahmad Khan, yang akhirnya
menganggap seluruh hadis tidak dapat dipercaya. Ia mengkritik tajam metode
klasikl kritisme hadis, dan akhirnya percaya bahwa hanya hadis yang berkaitan
dengan masalah spiritual saja yang relevan dengan muslim kontemporer, dan
hadis yang bertalian dengan hal-hal duniawi tidaklah mengikat. Perhatian
Sayyid Ahmad Khan tentang mengikuti sunnah, membawanya pada perhatian
terhadap kandungan autentik sunnah. Perhatian ini mengantarkan satu tahap
dalam pandangan keagamaan Sayyid Ahmad Khan, sewaktu ia mengemukakan
gagasan mengenai sunnah yang mirip dengan gagasan yang dilontarkan oleh
Ahli Hadis. Dia tidak pernah melepaskan keterkaitannya dengan jiwa para
pembaharu Ahli Hadis. Dia menjadikannya sebagai motivasi utama dalam
upayanya di bidang pemikiran keagamaan untuk memberikan sumbangsih bagi
tegaknya kembali Islam yang sesungguhnya. Ini merupakan tujuan Ahli Hadis.
Meskipun pandangannya mengenai Islam yang sesungguhnya berbeda dengan
yang dikemukakan oleh Ahli Hadis. Muhammad Abduh mulai menyatakan
sikap skeptinya terhadap hadis pada sekitar masa yang sama dengan Sayyid
Ahmad Khan, namun jauh lebih hati-hati. Bukti langsung sikap Abduh terhadap
keauntetikan hadis terlihat dalam karyanya yang menyebutkan bahwa dia
memandang bahwa hanya hadis mutawatir yang mengikat. Abduh membuka
pintu bagi penilaian pribadi dalam memutuskan mana hadis yang akan diterima
atau ditolak. Namun mereka tidak menolak kewenangan Sunnah. Informasi ini
hanya memberikan informasi yang samar bahwa Abduh ingin melepaskan diri
dari pendekatan tradisional terhadap hadis dalam kasus tertentu. Akan tetapi, dia
tidak pernah menawarkan pendekatan sistematis terhadap kritisme hadis. Abduh
lebih merasa akrab dengan masalah teologi daripada fiqih, dan lebih spekulatif
daripada skripturalis dalam metodenya.8
Periode keempat, Periode Skripturalisme Qur’ani, yaitu generasi setelah
Ahmad Khan dan Abduh, yang merupakan garis lainnya dalam spectrum
pendekatan modern terhadap kewenangan Rasulullah Saw. Shidqi berargumen
bahwa detail-detail perilaku Nabi Muhammad Saw, tak pernah dimaksudkan
untuk ditiru dalam setiap perinciannya. Oleh karena itu orang Muslim harus
hanya bersandar pada Al-Qur’an. Generasi ini terbentuk berkat munculnya

12
Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.175
Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
8
176

skripturalisme Qur’ani. Tanda pertama kecenderungan ini terlihat di Punjab


pada awal abad kedua puluh dengan munculnya ahli Qur’an. Gerakan ini
berawal sebagai kelompok yang tak sepakat dengan Ahli Hadis. Kalau Ahli
Hadis memandang taklid sebagai sumber penyimpangan dan perpecahan dalam
Islam, Ahli Qur’an memandang mengikuti Hadis sebagai penyebab kemalangan
Islam. Kalau Ahli Hadis mengklaim bahwa warisan autentik Rasulullah dapat
diraih kembali hanya dengan kembali pada Hadis, Ahli Qur’an memandang
bahwa Islam yang murni dapat ditemukan hanya dalam al-Qur’an. Al-Qur’an
saja, menurut mereka, member landasan yang adil bagi keimanan dan tindak
keagamaan.9

Kesimpulan
Polemik tentang otentisitas hadis menjadi isu utama yang diperdebatkan di
kalangan ulama’ modern, termasuk di dalamnya yaitu mengenai otoritas
keagamaan (sunnah) Nabi Muhammad yang berlaku dalam setting sosial di
mana nabi Muhammad dan para sahabatnya hidup di tengah-tengah masyarakat
Arab saat itu. Oleh karena itu perdebatan tentang otentisitas dan eksistensi hadis
di era modern ini tidak boleh didekati dalam kekosongan sejarah, hal ini
seolaholah merupakan persoalan baru yang menjadi tantangan dan dinamika
kajian hadis modern yang secara tidak terduga terus menerus dihadapkan pada
suatu gagasan tradisional mengenai otoritas keagamaan. Semestinya
kontroversialitas sunnah baik dalam perspektif tradisional maupun modern,
harus dipandang sebagai akibat wajar yang esensial dari upaya orang Muslim
untuk menyesuaikan doktrin terhadap perubahan keadaan. Karena sunnah
merupakan sumber kewenangan Nabi, dan merupakan sumber kesinambungan
dengan masa lalu, tidak ada perselisihan ajaran, tidak ada kontroversi hukum,
tidak ada pembahasan tafsir, yang dapat dilakukan tanpa merujuk kepada
sunnah. Sehingga tidak seharusnya perkembangan pemikiran modern lantas
mengerupsi dan mengikis eksistensi sunnah/ hadis Nabi sebagai bagian yang
tidak dapat terpisahkan dari sumber ajaran Islam. Dengan demikian, Sunnah/
hadis Nabi dalam kontek modernitas akan ditentukan oleh bagaimana cara
ummat Islam memperlakukan sunnah, apakah dengan menggunakannya secara
selektif, menolaknya atau menafsirkannya kembali (reinterpretasi), esensial bagi
kaum Muslim untuk menyesuaikan diri dengan perubahan situasi sosial yang
ada. Dan ini semua pada dasarnya dalam kerangka mewujudkan Islam universal
yang rahmatan lil ‘alamin dan juga Islam yang selalu selaras dengan situasi dan
kondisi kapanpun dan di manapun kita berada (shalih likulli zaman wa makan).

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
9
178

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Daftar Pustaka
Karim, Abdul,.”Riwayat Jurnal Studi Hadits”, Pergulatan Hadits di Era Modern. STAIN
Kudus. Vol 3. No 2 (2018).
Afwadzi, Benny.. Hadis di Mata Para Pemikir Modern “Telaah Karya Daniel Brown”,.
Jurnal Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadis. Yogyakarta, 2014.
Fathullah,MA. DR.Ahmad lutfi. 40 Hadits Sanad dan Matan. Jakarta:Ahmad Lutfi Fathullah,
(2014),Cet.1.h103
Brown, D.W,. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern. Bandung: Mizan.cet.3,2000.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Mata Kuliah: Dosen Pengampu:
Ulumul Hadits Mardhiyah Agustina, S. Th. I.
M.Pd.I

“SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI”


“Karya Karya Termasyur Dalam Penulisan Dan Penghimpunan Kitab Hadits”

Disusun oleh:
TINA
Npm: 20.12.5210

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH 2020/2021

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
PENDAHULUAN

Kitab-kitab hadits yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan


pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber
ajaran Islam adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah
lama Nabi wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan
kitab-kitab hadits tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan
riwayat hadits tersebut menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi. Baik
dari aspek kemurniannya dan keasliannya.
Namun perlu diketahui terlebih dahulu kita harus benar-benar mengerti hadist
tersebut dari berbagai aspeknya. Bukan saja dari tahu dan memahami
maksudnya namun lebih dari itu kita juga harus tahu kitab-kitab hadist, derajat
dan kedudukannya, semua ini dimaksudkan agar kita tahu dengan benar tentang
hujjah atau ketetapan dan cara mengamalkan hadist tersebut.
Dan kita harus mengetahui karya karya yang tercipta untuk menambah wawasan
kita terhadap Kitab Hadist.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dalam hal ini penulis mencoba
mengangkat topik tersebut dalam sebuah makalah “Karya Karya Termasyur
Dalam Penulisan Kitab Hadits "
Diharapkan sajian pembahasan dari makalah ini dapat sedikit memberikan
penjelasan pada pembaca tentang karya karya Kitab Hadits.

Martapura, 02 Maret 2021


PEMBAHASAN

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Berikut ini beberapa karya karya termasyur dalam penulisan kitab hadist:
1.Kitab Hadist Al-Muwatta
Salah satu karya terkenal penulisan kitab hadist, adalah kitab Al-Muwatta. Al-
Muwatta’ adalah kitab hadits tertua yang masih bisa ditemukan sampai saat ini
yang disusun oleh Imam Malik ibn Anas dengan sistematika fikih. Kitab ini
menghimpun hadits-hadits Nabi, pendapat sahabat, qaul tabi’in, ijma’ ahl
alMadinah, dan pendapat Imam Malik sendiri. Walaupun kitab al-Muwatta’
termasuk kitab tertua, ternyata Imam Malik telah berupaya melakukan
penyeleksian. Ditemukan ada empat kriteria yang dikemukakan Imam Malik
dalam mengkritisi periwayatan hadis, (1) periwayat bukan orang yang
berperilaku jelek (2) bukan ahli bid’ah (3) bukan orang yang suka berdusta
dalam hadis (4) bukan orang yang tahu ilmu, tetapi tidak mengamalkannya.
Biografi Imam Malik:
Beliau bernama Malik bin Anas bin Malik. Berkunyah Abu Abdillah dan
berlaqab Imam Darul Hijrah. Digelari dengan imam Darul Hijrah karena beliau
tidak pernah keluar dari kota Madinah. Imam Malik lahir di Madinah pada
tahun 93 H demikian mayaritas ulama berpandangan berjarak 79 tahun dari
wafatnya Rasulullah. 13
2.Kitab Shahih Bukhari
Nama kitab ini adalah al-Jami’ al-Musnah al-Sahih al-Mukhtasar min Umur
Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam wa Sunanih wa Ayyam’ih. Menurut
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, yang dimaksud dengan kata al-Jami’ dalam judul
itu adalah dalam kitab tersebut memuat hadits-hadits tentang hukum,
keutamaaan amal, tata pergaulan, sejarah dan kabar yang akan datang.
Sedangkaan kata alMusnad mengandung arti bahwa Imam Bukhari hanya
memasukan hadits-hadits yang sanadnya bersambung sampai Rasulullah, dan
kata al-sahih dimaksudkan bahwa kitab tersebut tidak dimasukan hadits-hadits
yang dhaif.
Kitab Sahih Bukhari disusun dengan memakai sistematika model pertama, yaitu
dengan membagi beberapa judul tertentu dengan istilah kitab berjumlah 97
kitab. Istilah kitab dibagi beberpa sub judul dengan istilah bab berjumlah 4550
bab, dimulai dengan bab bad’u al-wahy kemudian disusul dengan kitab al-iman,
alilm dan seterusnya dengan jumlah hadis secara keseluruhan 7.275 buah hadits
termasuk yang ter- ulang atau 4000 hadis tanpa pengulangan Biografi imam
bukhari:

13
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: teras, 2003), cet ke-1, hal 47

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Nama: Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin
Bardizbah bin Badzdzibah Al-Ju’fi. Imam Al-Bukhari, amirul mu’minin fii al
hadist , lahir di kota Bukhara pada hari ke-13 bulan Syawal 194 H (21 Juli 810),
siang hari setelah sholat jum’at ditunaikan.
Wafat: malam idul fiitri tanggal 1 Syawal 256 H (31 Agustus 870 M). usianya
ketika wafat adalah 62 tahun kurang 13 hari, dan tanpa meninggalkan seorang
anak satu pun. 14
3.Kitab Shahih Muslim
Kitab himpunan hadis shahih karya muslim ini judul aslinya ialah al-Musnad
alSahih al-Mukhtasar min al-Sunan bi al-Naql al-`Adl `an al-`Adl `an Rasul
Allah Saw. namun lebih dikenal dengan nama al-Jami` al-Sahih atau Sahih
Muslim.
Penyusunan kitab ini memakan waktu 15 tahun. Imam Muslim mengerjakan
proyek monumental ini secara terus menerus. Proses per- siapan dan
penyusunan kitabnya itu beliau lakukan baik ketika sedang berada di tempat
tinggalnya maupun dalam perjalanan ke berbagai wilayah. Dalam
penggarapannya itu, beliau menyeleksi ribuan hadis baik dari hafalannya
maupun dari catatannya. Informasi lain menyatakan bahwa kitab al-Jami` al-
sahih atau sahih Muslim ini merupakan hasil seleksi dari sejumlah 300.000
hadis.
Kitab ini memuat hadis yang cukup banyak. Hanya saja menge- nai penentuan
jumlah hadisnya, terdapat informasi atau pendapat yang berbeda-beda. Menurut
keterangan Ahmad bin Salamah, salah seorang sahabat Imam Muslim sekaligus
sebagai penulis naskah kitab ini, ia men- yatakan bahwa dalam Sahih Muslim
memuat 12.000 hadis. Sementara yang lainnya ada yang menyatakan berjumlah
7.275 hadis, 5.632 hadis, 4.000 hadis dan 3.033 hadis.
Biografi Imam Muslim:
Nama lengkapnya adalah Al-Imam Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusy-
airi An-Naisaburi. Ia dilahirkan pada tahun 204 Hijriah. Imam Muslim adalah
dari suku Qusyairi (Bani Qusyair) yang merupakan golongan suku Arab di
Nishapur (Iran), pada wilayah kota Khurasan. Abul Hussein Muslim yang
terkenal sebagai ahli hadis ini akhirnya wafatnya pada hari Ahad di Naishapue
(Naisabur) pada tahun 261 Hijriah, dengan berusia 55 tahun, dan dimakamkan
di Nashar Abad (Naishapur).15

14
Mukhlis Rahmanto, biografi intelektual imam bukhari, (bandung,buana pustaka,2006)cet.4,hal 98-99
15
ibnu Ahmad Alimi, Tokoh dan Ulama Hadis, (Sidoarjo: Buana pusstaka, 2008), hal 188- 190

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
4.kitab Sunan Al-Tirmidzi
Kitab yang ditulis oleh al-Tirmidzi berkaitan dengan pembahasan hadits biasa
disebut oleh sebagian ulama hadits dengan nama al-Jami' al-Sahih atau al-Sahih
seperti yang dikemukakan oleh al-Khatib al-Bagdadi (w. 483 H). Hal yang sama
seperti dikemukakan oleh al-Hakim (w 405 H) atau terkadang juga disebut
dengan sunan al-Tirmidzi. Adapun penyebutan kitab hadits al-Tirmidzi dengan
nama Sunan, menurut para ulama dirasakan lebih cocok, karena istilah tersebut
oleh para ulama hadits diartikan dengan kitab hadits yang penulisan
haditshaditsnya diurutkan secara bab demi bab, misalnya bab-bab fiqh
(Jumantoro, 1997: 232), sehingga hal itu tidak menjamin bahwa seluruh hadits
yang ada di dalam kitab tersebut menduduki peringkat Sahih.
Biografi sunan Al-Tirmidzi:
Nama Lengkap: Imam al-Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin
Musa bin ad-Dahhak as-Sulami at-Tirmidzi. Salah seorang ahli hadits
kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyhur, Ia wafat di Tirmiz pada
malam Senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun.16
Kitab Sunan An-Nasa’i
Sunan an-Nasā’ī termasuk dalam satu di antara “al-Kutūb al-īiḥaḥ al-Sittah”,
kitab hadis shahih yang enam. Imam an-Nasā’ī menyusun dua kitab, yaitu
alSunan Kubrā (kitab sunan yang utama dan diringkas menjadi as-Sunan as-
ṣughrā (kitab sunan yang sekunder). Kitab yang ada sekarang adalah as-sunan
sugra yang disebut juga dengan al-Mujtabā min as- Sunan. Jumlah hadis yang
tercantum di dalamnya sebanyak 5.761 hadis. (Dewan Ensiklopedia, 2000: 76-
77). Penyebutan al-Mujtabā adalah karena kualitas hadis-hadis yang dimuat di
dalam- nya adalah hadis-hadis pilihan17
Biografi Sunan An-Nasa’i:
Nama lengkap beliau adalah Ahmad ibn Syu’ayb ibn Ali ibn Sinan ibn Bahr ibn
dinar Abu Abdurrahman al-Khurasani an-Nasa’i, al-Qadi ,al-Ḥafiz.
(al‘Asqalani, tt : 26). Dia lahir pada tahun 215 H/830 M di Nasa’. (an-Nasa’i,
1991: 18).
Kesimpulan:

16
M.Sholahudin, Agus Supyadi, Ulumul Hadis, (bandung: Daftar Pustaka, 2011), cet ke-2, hal 234
17
Kitab Sunan An-Nasāi ,Biografi, Sistematika, dan Penilaian Ulama

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
•salah satu karya terkenal penulisan kitab hadist, adalah kitab Al-Muwatta
karangan imam malik.
• Kitab Sahih Bukhari disusun dengan memakai sistematika model
pertama, yaitu dengan membagi beberapa judul tertentu dengan istilah kitab
berjumlah 97 kitab.
• Kitab himpunan hadis shahih karya muslim ini judul aslinya ialah al-
Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min al-Sunan bi al-Naql al-`Adl `an al-`Adl `an
Rasul Allah Saw.
• Kitab yang ditulis oleh al-Tirmidzi berkaitan dengan pembahasan hadits
biasa disebut oleh sebagian ulama hadits dengan nama al-Jami' al-Sahih atau
al-Sahih seperti yang dikemukakan oleh al-Khatib al-Bagdadi

Daftar pustaka:

M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: teras, 2003), cet ke-1, hal 47
M.Sholahudin, Agus Supyadi, Ulumul Hadis, (bandung: Daftar Pustaka, 2011), cet ke-2, hal 234
Muhammad Misbah.2020. Studi Kitab Hadist. Jl.ki ageng gribig,gang kaserin. Cet.1

Mukhlis Rahmanto, “biografi intelektual imam bukhari”, hal 98-99


ibnu Ahmad Alimi, “Tokoh dan Ulama Hadi”s, (Sidoarjo: Buana pusstaka, 2008), hal 188- 190 Kitab
Sunan An-Nasāi (Biografi, Sistematika, dan Penilaian Ulama) sh-Shiddieqy, Teungku Muhammad
Hasbi. 2009. “Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis”, Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

ULUMUL HADITS Mardhiya


Agustina,S.Th.I.M.Pd.I

"SEJARAH HADITS PRA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI"

"HADIST PADA MASA RASULULLAH SAW"

Disusun oleh

NAMA NPM
Sukriah 20.12.5206

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

MARTAPURA 2020/2021

BAB I

PENDAHULUAN

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
A. Latar Belakang

Semua ulama dalam Islam sepakat akan pentingnya peranan Hadits dalam
berbagai disiplin Ilmu dan menjadi rujukan kedua setelah Al- Qur’an. Untuk memahami
Hadits dengan baik kita perlu mengetahui Sejarah pertumbuhan dan perkembangan
Hadits agar kita dapat memahami sejauh mana pertumbuhan dan perkembangannya dari
masa ke masa. Diantara ulama tidak seragam dalam menyusun periodesasi
pertumbuhandan perkembangan hadits. Ada yang membaginya pada tiga periode saja,
yaitumasa rasulullah SAW Sahabat dan Tabi’in, masa pentadwinan dan masa setelah
tadwin. Hadist adalah Segala ucapan perbuatan dan perilaku Rasulullah SAW,yang
merupakan salah satu pedoman hidup umat islam dimana kedudukan hadits disini adalah
sebagai sumber hukum islam yang ke-2 setelah al-Quran. Didalam ilmu hadits pun
terdapat pula sejarah dan perkembangan hadits pada masa prakodifikasi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis pada masa Rasulullah saw

Hadis pada masa dikenal dengan Ashr al-Wahy wa al-Takwin, yakni masa
turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam.Keadaan seperti ini menuntut

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama jaran Islam.
Wahyu yang diturunkan Allah dijelaskan Nabi melalui perkataan, perbuatan, dan
taqrirnya. Sehingga apa yang didengar dan disaksikan oleh para sahabat merupakan
pedoman bagi amaliah dan ubudiah mereka.Rasulullah SAW juga memerintahkan
kepada para sahabatnya untuk menghafal,menyampaikan dan menyebar luaskan
hadis-hadis. Nabi sendiri tidak hanya memerintahkan, namun beliau juga banyak
memberi spirit melalui doa-doanya, dan tak jarang Nabi juga menjanjikan kebaikan
akhirat bagi mereka yang menghafal hadis dan menyampaikannya kepada orang
lain. Hal itulah yang kemudian memotivasi para sahabat untuk menghafalkan hadis,
disampingpara sahabat adalah orang Arab tulen yang mayoritas tidak bisa baca-tulis,
18
namun demikian mereka mempunyai kemampuan hafalan yang luar biasa, karena
menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya.

Para sahabat pun dapat secara langsung memperoleh hadis dari Rasulullah
SAW sebagai sumber hadis. Tempat yang dijadikan Nabi dalam menyampaikan
hadis sangat fleksibel, terkadang hadis disampaikan ketika Nabi bertemu dengan
sahabatnya di Masjid, pasar, ketika dalam perjalanan, dan terkadang juga di rumah
Nabi sendiri. Selain itu, ada beberapa cara Rasulullah SAW menyampaikan hadis
kepada para sahabat, yaitu: Pertama, melalui majlis ilmu, yakni temat pengajian
yang diadakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk membina para jamaah. 19Kedua,
dalam banyak kesempatan Rasulullah SAW juga menyampaikan hadis-nya melalui
para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang lain. Jika hadis
yang disampaikan berkaitan dengan persoalan keluarga dan kebutuhan biologis,
maka hadis tersebut disampaikan melalui istri-istri Nabi sendiri. Ketiga, melalui
ceramah atau pidato di tempat terbuka, misalnya ketika haji wada’ dan fath al-
Makkah.

Hadis pada masa Nabi Muhammad Saw dan Sahabat

Peristiwa- peristiwa yang tidak ditetapkan oleh ayat-ayat al-qur'an maka penjelasan
mengenainya adalah dari keterangan dan penjelasanRasulullah saw. karena beliau adalah
orangyang paling tahu (adrā al-khalq) atas maksud-maksud yang terkandung dalam
syariat, baik batas-batasnya, bentuk pelaksanaannya, maupun tujuan terpenting
darinya. Selain itu, Alquran sendiri sejatinya telah memerintahkan untuk mentaati dan
mengikuti Rasul, karena Ia merupakan sosok yang mempunyai akhlak yang terpuji, dan
semestinya menjadi panutan dan teladan bagi ummatnya. Bahkan untuk mempelajari segala
sesuatu yang dating dari Rasul–selain Al quran–berupa perkataan, perbuatan, penetapan

18
Muhammad Abu Zahwi,al-Hadits wa al-Muhandisun al-Inayah al-Ummah al-islamiyah bi al-sunnah bi al-
muhammadiyah, (Mesir: Dar al-Fikr al- Arabi, t.t), 49
19
Lukman Zain, Sejarah Hadis pada Masa Permulaan dan Penghimpunannya, Jurnal Driya al-Afkar, Volume 2,
Nomor 01, (Juni 2014), 5 (diakses pada 05 Maret 2021)

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
(taqrir), sifat-sifat (khalqiyah am khuluqiyah) dan sejarah perjalanan hidup beliau (qabla
am
ba’da bi’sah seperti taḥannus di gua hira), 20yang itu merupakan definisi Hadis, dan juga
ilmu-ilmu lainnya, adalah termasuk perintah dari Allah, yang menjadi pembeda antara
orang yang berilmu dan yang tidak berilmu.
Penulisan Hadis Pada Masa Rasulullah Muhammad Saw. Kegiatan membaca dan
menulis sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Jahiliyah, walaupun masih dalam sangat yang
terbatas. Pada dasarnya pada masa Rasulullah sudah banyak umat Islam yang membaca dan
menulis,bahkan Rasul sendiri memiliki sampai 40 orang penulis wahyu disamping para
penulis urusan-urusan lainnya. Oleh karenanya argumen yang menyatakan kurangnya umat
Islam yang bisa baca tulis adalah penyebab yang tidak ditulis secara resmi pada masa
Rasulullah Saw adalah dugaan yangsangat keliru, karena berdasarkan keterangan diatas
terlihat banyak sekali umat Islam yang mampu membaca dan menulis,21 cuma kenapa hadis
tidak ditulis pada masa itu secara resmi, ini bukanpersoalan tidak adanya yang bisa menulis,
akan tetapi ada faktor-faktor lain yang oleh Rasulullahsendiri melarang menulis hadis
22
tersebut. Sehingga kita temukan berbagai hadis yang sebagianmembenarkan bahkan
menambahkan sebagian yang lain melarang untuk menulisnya.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hadis merupakan ucapan,perbuatan atau penetapan yang dinisbatkan kepada


Nabi,segala sesuatu yang ada pada Nabi Muhammad SAW. Rasulullah dan para sahabat
hidup bersama tanpa penghalang apapun,mereka selalu berkumpul untuk belajar kepada Nabi
Saw. Dimasjid,pasar,rumah,dalam perjalanan dan di majelis ta’lim. Ucapan dan perilaku
beliau selalu direkam dan dijadikan uswah (suri tauladan) bagi para sahabat dalam urusan

20
Mustafa al- Siba’I,al-sunnah wal Makantuha Fi al-Tasri al islami,Cet.II (Beirut: Al-Maktab al-islami,1396 H/1976 M),49
21
M.Ajjaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadist, h.150-152.
22
Ibid.h.166.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
agama dan dunia. Telah kita ketahui bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadis Nabi
Saw.melalui hafalan tidak melalui tulisan,Karena difokuskan untuk mengumpulkan al-Qur’an
dan dikhawatirkan apabila hadits ditulis maka timbuk kesamaran dengan al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Majid, Al-Hasani Hasyim, Ushul al-Hadis al-Nabawi, Kairo: al-Hadisah li al


Thaba’ah, t.t

file:///C:/Users/ACER/Downloads/4680-22219-1-PB%20(1).pdf

Abū Zahw. Muḥammad Muḥammad. Al-Ḥadīṡ wa al-Muḥaddiṡūn al-‘Ināyah al-Ummah al-


Islāmiyah bi al-Sunnah al-Muḥammadiyyah. Riyad: al-Ri’āsah al-‘Āmmah li Idārah
al-Buḥūṡ al-‘Ilmiyah wa al-Iftā’ wa al-Da‘wah, 1404 H/ 1984 M.

HADIS PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW DAN SAHABAT (researchgate.net)

Al-Hajjaj Al-Naisaburi Muslem, Sahsih Muslim,Beirut : Dar Al-Fikr 1414 / 1993, Juz.2. h
710
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1629/arab-nasrah7.pdf;sequence=1

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Mata Kuliah Dosen Pembimbing
Ulumul Mardhiya Agustina, S.
Hadist Th.I.M.Pd.I
“HADITS PADA MASA TABI’IN DAN TABI’ TABI’IN”

Disusun Oleh:

Tati Awaliyah : 20.12.5208

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

MARTAPURA

2021

PENDAHULUAN

Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh
hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
dari generasi ke generasi. Dengan memperhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa
lahirnya di masa Rasulullah SAW meneliti hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis
tersebut.

Di samping sebagai utusan Allah SWT, Rasulullah SAW adalah panutan dan tokoh
masyarakat. Beliau sadar sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus disampaikan dan
terwujud secara konkrit dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, setiap kali ada kesempatan
Rasulullah SAW memanfaatkannya berdialog dengan para sahabat dengan berbagai media.
Hadis Rasulullah SAW yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang dihafal dan dicatat.
Dengan demikian, ada beberapa periode dalam sejarah perkembangan hadis. dari Periode
Rasulullah SAW sampai periode tabi’in.

Keberadaan hadis sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam memiliki sejarah
perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa pra kodifikasi, periode rasul,
sahabat, dan tabi’in. Perkembangan hadis pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan,
dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadis. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran
Nabi akan tercampurnya nash
Al-Qur’an dengan Hadis. Selain itu, juga disebabkan fokus Nabi akan para sahabat yang bisa
menulis untuk menulis Al-Qur’an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa tabi’in
besar. Bahkan khalifah Umar bin Khattab sangat menentang penulisan hadis, begitu juga
dengan Khalifah yang lain. Terlepas dari naik turunnya perkembangan hadis, tak dapat
dihindarkan bahwa sejarah perkembangan hadis memberikan pengaruh besar dalam sejarah
peradaban Islam.23 PEMBAHASAN

A. Hadits pada Masa Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in

1. Hadis pada Masa Tabi’in

Menurut ulama Hadis, tabi’in adalah orang yang bertemu dengan satu orang sahabat atau
lebih. 24Tabi’in adalah mereka yang bertemu dengan Sahabat nabi dalam keadaan beriman
dan meninggal dalam keadaan beriman.25 Para Imam sependapat bahwa akhir masa tabi’in
adalah tahun 150 H, sedangkan masa attabi’in adalah 220 H. Pada masa tabi’in Islam sudah
menyebar ke berbagai Negara bahkan pada tahun 93 H, Islam sudah sampai ke Spanyol. Hal

23
Agus Solahudin, Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.33.
24
Leni Andariati,Hadis dan Sejarah Perkembangannya,Jurnal Ilmu Hadis,Vol 4 No.2 (2020)
25
Dainori, Kodifikasi Hadist Secara Resmi, Keislaman Terateks, Vol.5 No.2 (2020)

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
ini karena sahabat berangkat untuk mengemban tugas pemerintahan ataupun keagamaan ke
negaranegara sekitar jazirah Arab.

Pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak begitu berbeda
dengan yang dilakukan oleh para sahabat. Hal ini karena mereka mengikuti jejak para sahabat
yang menjadi guru-guru mereka. Hanya saja persoalan yang dihadapi mereka agak berbeda
dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa itu Al-Quran sudah dikumpulkan dalam satu
mushaf. Di pihak lain, para sahabat ahli hadits telah menyebar ke beberapa wilayah
kekuasaan Islam, sehingga para tabi’in dapat mempelajari hadits dari mereka.26

Selain para sahabat yang sudah banyak mengoleksi hadis Nabi, ada juga para
Tabi’in yang nota benenya adalah para murid sahabat juga banyak mengoleksi hadis-hadis
Nabi, bahkan pengoleksiannya sudah mulai disusun dalam sebuah kitab yang beraturan.
Sebagaimana sahabat, para Tabi’in pun cukup berhati-hati dalam hal periwayatan hadis.
Hanya saja ada perbedaan beban yang dihadapi oleh sahabat dan Tabi’in, dan beban sahabat
tentu lebih berat jika dibandingkan oleh
Tabi’in. Karena di masa Tabi’in, alQur’an telah dukumpulkan dalam satu mushaf.

Sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan Islam, penyebaran sahabat-


sahabat ke berbagai daerah pun terus meningkat, hal ini kemudian berimplikasi juga pada
meningkatnya penyebaran hadis. Oleh karena itulah, masa ini dikenal sebagai masa
menyebarnya periwayatan hadis. Ini merupakan sebuah kemudahan bagi para Tabi’in untuk
mempelajari hadis. Metode yang dilakukan para Tabi’in dalam mengoleksi dan mencatat
hadis yaitu melalui pertemuanpertemuan dengan para sahabat, selanjutnya mereka mencatat
apa yang telah di dapat dari pertemuan tersebut.27

Para Tabi’in menerima hadis Nabi dari sahabat dalam berbagai bentuk, jika
disebutkan ada yang dalam bentuk catatan atau tulisan dan ada juga yang harus dihafal, di
samping itu dalam bentuk yang sudah terpolakan dalam ibadah dan amaliah para sahabat, lalu
Tabi’in menyaksikan dan mengikutinya. Dengan demikian, tidak ada satu hadis pun yang
tercecer apalagi terlupakan.28

Perihal menulis hadis, di samping melakukan hafalan secara teratur, para

26
Mudasir, Ilmu Hadits,(Bandung:Pustaka Setia,1999),cet 1,h.101
27
Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis, (Malang: Malang Press, 2008), 25
28
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), 62

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Tabi’in juga menulis sebagian hadits hadits yang telah diterimanya. Selain itu, mereka juga
memiliki catatan-catatan atau surat-surat yang mereka terima langsung dari para sahabat
sebagai gurunya. Ada beberapa kota yang dijadikan pusat pembinaan dalam periwayatan
hadis, yang kemudian dijadikan sebagai tempat tujuan para Tabi’in dalam mencari hadits.

2. Hadits pada Masa Tabi’ Tabi’in

Masa tabi’i al-tabi’in dimulai dengan berakhirnya masa tabi’in, tabi’in terakhir adalah
tabi’in yang bertemu dengan sahabat yang meninggal paling akhir. Cara periwayatan hadis
pada masa tabi’i al-tabi’in adalah bi lafdzi, yaitu dengan lafadz. Karena kodifikasi hadis
mulai dilakukan di akhir masa tabi’in. Kodifikasi pada masa ini telah menggunakan metode
yang sistematis, yaitu dengan mengelompokkan hadis-hadis yang ada sesuai dengan bidang
bahasan, walaupun dalam penyusunannya masih bercampur antara hadis Nabi dengan qaul
sahabat dan tabi’in.

Sebagaimana yang terdapat dalam kitab al-Muwattha’ Imam Malik. Barulah pada awal
abad kedua hijriah, dalam kodifikasinya, hadis telah dipisahkan dari qaul sahabat dan tabi’in.
Selain riwayat bi al-lafdzi, ada juga sistem penerimaan dan periwayatan hadis dengan sistem
isnad. Maraknya pemalsuan hadis yang
terjadi di akhir masa tabi’in yang terus berlanjut sampai masa sesudahnya menjadikan para
ulama untuk meneliti keontetikan hadis, cara yang ditempuh para ulama yaitu dengan
meneliti perawiperawinya. Dari penelitian tersebut memunculkan istilah isnad sebagaimana
yang dikenal hingga saat ini. Menurut
Abu Zahrah, sanad yang disampaikan pada masa tabi’in sering menyampaikan sebuah hadis
dengan tanpa menyebut sahabat yang meriwayatkannya.29

29
Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), 70

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
KESIMPULAN

Menurut ulama Hadis, tabi’in adalah orang yang bertemu dengan satu orang sahabat
atau lebih. Tabi’in adalah mereka yang bertemu dengan Sahabat nabi dalam keadaanberiman
dan meninggal dalam keadaan beriman. Para Tabi’in menerima hadis Nabi dari sahabat
dalam berbagai bentuk, jika disebutkan ada yang dalam bentuk catatan atau tulisan dan ada
juga yang harus dihafal, di samping itu dalam bentuk yang sudah terpolakan dalam ibadah
dan amaliah para sahabat, lalu Tabi’in menyaksikan dan mengikutinya.

Masa tabi’i al-tabi’in dimulai dengan berakhirnya masa tabi’in, tabi’in terakhir adalah
tabi’in yang bertemu dengan sahabat yang meninggal paling akhir.
Cara periwayatan hadis pada masa tabi’i al-tabi’in adalah bi lafdzi, yaitu dengan lafadz.
Karena kodifikasi hadis mulai dilakukan di akhir masa tabi’in. Kodifikasi pada masa ini telah
menggunakan metode yang sistematis, yaitu dengan mengelompokkan hadis-hadis yang ada
sesuai dengan bidang bahasan.

DAFTAR PUSTAKA

Andariati, Leni.”Hadist dan Sejarah Perkembangannya”.Jurnal Ilmu Hadis Tahun 4, No.2


(2020).

Mudasir. 1999 Ilmu Hadits.Bandung: Pustaka Setia. cet.1

Dainori.”Kodifikasi Hadits Secara Resmi”.Jurnal Keislaman Terateks Tahun 5, No.1 (2020)

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Mata Kuliah Dosen Pengampu
Ulumul Hadits Mardhiya Agustina S, Th. I. M. Pd. I

Judul:

Sejarah Hadits Pra Kodifikasi dan Pasca Kodifikasi

“Hadits Pada Masa Sahabat”


Oleh

Syifa Sofiyatul Hidayah, 20.12.5207

FAKULTAS TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

MARTAPURA

2021

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Segala ucapan, perbuatan, ketetapan bahkan apa saja yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW menjadi uswah bagi para sahabat dan umat islam yang kita kenal

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
sebagai hadits. Tidak mengherankan jika hampir setiap gerak-gerik Rasul diketahui
dan diriwayatkan oleh para shabat. Dengan demikian, bagi mereka Nabi saw adalah
sumber ilmu pengetahuan.
Keterkaitan antara hal ihwal Nabi Muhammad dengan umatnya merupakan hal
yang sangat penting dikarenakan adanya perbedaan reaksi yang disebabkan
individualitas penulisan para sahabat dan perbedaan persepsi. Sehingga kita dapat
lihat kebenaran isi (matan) dan mata rantai sanad yang menjadi inti dari
memperbincangkan hadis Nabi Muhammad saw. dan kita juga dapat melihat
bagaimana sikap para sahabat akan kebenaran “khabar” itu dan siapa yang berperan
dalam periwayatan tersebut.

PEMBAHASAN
A. Hadis pada Masa Sahabat Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa
Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan, dan Ali ibn Abi
Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H. Menurut Drs. H.
M. Syuhdi Ismail, Masa ini disebut zaman kehati-hatian dan penyederhanaan
Riwayat. Periode ini terjadi pada zaman Khulafa’ur Rasyidin, atau zaman Sahabat
Besar. Yakni, dimulai sejak wafatnya Rasul sampai berakhirnya pemerintahan Ali bin
AbiThalib

B. Perhatian Para Sahabat dalam Penerimaan dan Periwayatan Hadis

Setelah wafatnya Nabi saw, Abu Bakar diangkat menjadi khalifah. Komitmen
Abu Bakar untuk menegakkan hukum Allah dan sunnah Rasul saw. dibuktikan
dengan kebijakannya memerangi kaum munafik. Pada masa ini hal yang sudah
muncul dan harus dihadapi oleh umat Islam adalah persoalan orang-orang murtad dan
orang-orang yang memalsukan hadis.30
Pada masa dua Khalifah pertama yaitu Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar Ibn
Khatthab dalam meriwayatkan dan menerima sangatlah berhati-hati. Bentuk
kehatihatian itu tercermin dalam banyak riwayat, termasuk dengan mendatangkan
bukti, seperti saksi. menuntut kebenarannya kepada perawi-perawi sebelumnya hingga
benar-benar bersambung kepada Rasulallah Saw, atau menemukan catatan-catatan
para sahabat yang sudah aktif mencatat sebelumnya. Cara ini lebih memiliki tingkat
akurasi yang lebih valid karena sudah diberikan kesaksiannya oleh para sahabat yang
lain.

30
Muh. Zuhri, Hadis Nabi, (Yogyakarta; Tiara Wacana Yogya,-). H. 38

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Periwayatan hadis pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab masih terbatas,
maksudnya; disampaikan kepada yang memerlukan saja, belum bersifat pengajaran
resmi. Demikian juga dengan penulisan hadis. Periwayatan hadis begitu sedikit dan
lamban. Hal ini disebabkan kecenderungan mereka untuk membatasi atau
menyedikitkan riwayat. Juga dikarenakan Fokusnya para sahabat pada kodifikasi
AlQuran.
Alasan para sahabat yang sangat berhati-hati itu dikarena khawatir berbuat salah
dalam periwayatannya. Sehingga periwayatan hadis pun relative sedikit. Padahal Abu
Bakar adalah sahabat yang telah lama bergaul dan sangat akrab dengan Nabi, mulai
dari masa sebelum Nabi hijrah sampai Nabi wafat.
Namun terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan sedikitnya periwayatan
hadis pada masa Abu Bakar, yaitu:
1. Abu Bakar selalu sibuk ketika menjabat sebagai khalifah
2. Kebutuhan hadis tidak sebanyak pada masa sesudahnya,
3. Jarak waktu antara kewafatannya dengan kewafatan Nabi sangatlah singkat.

Abu Hurairah, yang terkenal sebagai Sahabat yang banyak meriwayatkan Hadis,
pernah ditanya oleh Abu Salamah tentang apakah ia banyak meriwayatkan Hadis di
masa Umar. Abu Hurairah menjawab, "Sekiranya aku meriwayatkan Hadis di masa
Umar seperti aku meriwayatkannya kepadamu, niscaya Umar akan mencambukku
dengan cambuknya." Namun beliau melakukannya juga agar konsentrasi masyarakat

tidak terpecah dalam membaca dan mendalami al-Qur’an, selain itu alasan yang lain
juga supaya umat Islam tidak melakukan kekeliruan dalam periwayatan hadis.
Kebijaksanaan Umar inilah yang kemudian mampu menghalangi orang-orang yang
tidak bertanggung jawab untuk melakukan pemalsuan hadis.
Kebijakan tentang periwayatan hadis setelah dua Khalifah (Abu Bakar dan Umar)
tidak jauh berbeda. Hal ini terbukti ketika Ali bahkan hanya mau menerima hadis
perorangan jika orang tersebut bersedia disumpah karena pada masa itu muncul
pemalsuan hadis. Sedangkan saat masa Usman, Ketika beliau memiliki kesempatan
untuk berkhutbah, dalam khutbahnya Usman meminta kepada para sahabat untuk
tidak banyak meriwayatkan hadis yang mereka tidak pernah mendengar hadis itu pada
masa Abu Bakar dan Umar. Dan lebih berhati-hati dalam periwayatannya. Namun
seruan tersebut nampaknya tidak begitu besar pengaruhnya terhadap periwayat
tertentu yang bersikap longgar dalam periwayatan hadis. Hal ini terjadi karena selain
pribadi Usman tidak sekeras pribadi Umar, juga karena wilayah Islam sudah mulai
meluas. Luasnya wilayah Islam mengakibatkan bertambahnya kesulitan dalam
mengendalikan periwayatan hadis secara ketat.
Pasca pemerintahan Ustman, transmisi hadits nabi mengalami kesulitan terhadap
otentisitasnya. Karena jarak yang sudah semakin jauh, peristiwa fitnah serta luasnya
wilayah Islam dengan kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan tersendiri,
memicu munculnya hadits-hadits palsu. Terutama pada akhir masa Utsman r.a, umat
Islam terpecah-pecah dan masing-masing lebih mengunggulkan golongannya.
Oleh karena itu masa Ali ibn Abi Thalib, selain melalui persaksian, juga
menggunakan metode lain dalam menerima suatu riwayat, yaitu harus disertai dengan
sumpah bahwa ia benar telah mendengar dari Rasulallah Saw. Hal ini sebagai upaya

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Ali Ibn Abi Thalib dalam menjaga otentisitas hadits sekaligus bentuk kehati-hatian
Ali dalam menyikapi munculnya banyak riwayat.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan


Hadis pada masa sahabat sangat ketat, entah pada periwayatannnya juga
penulisan. Fokus para sahabat pada saat itu juga masih tertuju kepada kodifikasi dan
penulisan Al-Quran. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan hadis pada masa
sahabat berjalan lumayan lama dimulai dari 11 H sampai dengan 40 H.
Namun hal itu dilakukan para sahabat untuk menjaga Hadis agar tetap suci dari
pemalsuan-pemalsuan. Adanya kebijaksanaan yang dilakukan penguasa, khususnya
Umar, agar sahabat menyedikitkan riwayat. Ini disebabkan kecenderungannya yang
sangat selektif, berhati-hati, dan diiringi sikap ketegasannya. Dalam kaitan ini
kemungkinan Umar ingin melakukan penyebaran Alquran lebih diprioritaskan
ketimbang Sunnah. Sebab, andaikata gerakan sunnah lebih diutamakan, maka
kemungkinan masyarakat yang baru memeluk Islam akan melupakan Alquran dan
lebih memprioritaskan Sunnah. Dengan demikian, regenerasi penghafal Alquran tentu
tidak akan mencapai kesuksesan, karena perhatian kepada Sunnah. Padahal diketahui
bahwa Umar merupakan pemrakasa penulisannya Alquran dengan alasan
kekhawatirannya yang besar atas wafatnya sahabat-sahabat Nabi penghafal Alquran
dalam memerangi kaum murtad di masa Abu Bakar.
Sudah sepatutnya kita bersyukur akan nikmat dan karunia dari Allah saat ini
sehingga kita dapat mengkaji dan meneliti akan sebuah hadis dengan mudahnya,
melalui kitab-kitab hadis yang telah terkodifikasi oleh para ulama dahulu.
Keterlibatan sahabat Nabi dalam proses diterimanya hadis adalah sebuah keniscayaan.
Baik hadis yang diriwayatkan secara lisan maupun tulisan, kesemuanya itu melalui
informasi yang disampaikan para sahabat dari Nabi SAW. Melalui informasi yang
disampaikan para sahabat itu, materi (matan) hadis yang diterima secara berantai dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Tanpa kehadiran sahabat, maka mustahil pesan-
pesan Nabi akan sampai kepada generasi selanjutnya. Apabila dahulu, para sahabat
dan tabi’in tidak terbersit dalam pikiran mereka untuk mengkodifikasi hadis-hadis dari
Nabi saw, mungkin saat ini umat Islam sulit dalam menentukan segala macam hukum
dan permasalahan yang muncul pada zaman ini.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
DAFTAR PUSTKA
Leni Andariati, “Hadis Dan Sejarah Perkembangannya”, Diroyah: Jurnal Ilmu
Hadis Vol.4, No. 2, 2020.
Lukman Zain, “Sejarah Hadis Pada Masa Permulaan dan Penghimpunannya”,
Diya al-Afkar, Vol. 2, No. 1, 2014.
Nawir Yuslem. 2001. Ulumul Hadis. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Ash-Shidiqie, Hasbi. 1974. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan
Bintang.
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadis. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Mata Kuliah Dosen Pembimbing
Mardhiya Agustina,
Ulumul Hadits M.Pd

Ilmu Hadits dan Sejarah Perkembangannya serta Karya-


Karya dalam Ilmu Hadits

(Pengertian Ilmu Hadits dan Cabang-Cabangnya)

Disusun Oleh:
Siti Norsyifa Hasanah 20.12.5200

FAKULTAS TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

MARTAPURA 2021

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Mempelajari hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam kehidupan
kita, karena hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an. Hadits merupakan ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara
persambungan hadits sampai kepada Nabi Muhammad SAW, dari segi ihwal para
perawinya, yang menyangkut keadilan. Pada masa permulaan Islam, umat Islam
belum mengenal adanya ulumul hadits atau ilmu hadits. Hal ini mungkin dikarenakan
fokus perhatian umat Islam pada waktu itu masih terpecah antar dakwah dan
pendalaman Al-Qur’an. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, terutama setelah
bermunculan hadits- hadits palsu barulah perhatian umat Islam terhadap hadits Nabi
meningkat pesat. Ini ditandai dengan munculnya beberapa ulama yang mulai
melakukan penghimpunan hadits serta mulai merintis ilmu – ilmu yang berkaitan
dengan hadits. Ilmu ini kemudian berkembang dari masa ke masa sampai zaman
sekarang.

B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Ilmu Hadits


Makna hadits atau al-hadits secara bahasa adalah al-jadid (yang baru), al-qarib
(yang dekat), dan al-khabar (berita). Makna terakhir inilah yang populer dalam ilmu
hadits. Secara terminologi, ulama hadits mendefinisikannya sbb:3132
َ َُُ‫ص لى هللاَ عليهََو َسل َم ََوا ْفَ َعَالهُُ ََوا ََْ‚َْح َواله‬
َ ‫ا ْقَ َوا ُل الن ب َي‬
Artinya: “Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya.”
Ulama hadits menerangkan bahwa yang termasuk "hal ihwal" di sini adalah
segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti karakteristik, sejarah kelahiran, dan
kebiasaannya.
Sementara itu para ahli Ushul mengemukakan defenisi hadits dengan rumusan
yang nampak berbeda yaitu:33
َُ‚َ ‫أن يَ َُك ََْ‚ْو ََن َد لَ ْي ًَ‚ًَََل‬
َ ‫لُح ْكَ َم َش ََْ‚ْر ع‬
َ ‫َي‬ ُ‚َََُْ َ ‫آن ْال َكر ْي َ‚ََُُم َم َما‬
َََْ‚َْ ‫يُْص ل َ‚ََُُح‬ َْ ‫ال ال نب َي ص ل َى هللاَ عليه وسل م َوا ْفَ َعَالهَُُ َو ت‬
َُ ‫ق َر ْي َ‚َُُرهَُ ََغ ْي َ‚ََُُر ْالقَ ََُُْ‚ْر‬ َُ ‫ا ْقَ َو‬
"Segala perkataan Nabi SAW. Perbuatan dan ketetapannya selain alQur’an al-Karim
yang dapat dijadikan sebagai dalil untuk penetapan hukum syara.`”
Dengan pengertian ini, hadits menurut ahli ushul nampak hanya terbatas pada
perkataan Nabi, serta tidak termasuk perbuatan, taqrir dan hal ihwal atau sifat-sifatnya.
Namun demikian perkataan Nabi yang dimaksud oleh ahli ushul dapat dimaklumi
kerena bentuk-bentuk hadits yang lain terkadang disampaikan oleh Nabi dalam bentuk
perkataan untuk menjelaskan perbuatan beliau, seperti perintah untuk melaksanakan
shalat dan manasik haji.
Cabang-Cabang Ilmu Hadits
Para ulama hadits mengklasifikasi ilmu hadits menjadi dua bagian, antara lain:34
a. Ilmu Hadits Riwayah

31
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hadits, (Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja, 2015), h.
32
.
Alfiah, dkk, Studi Ilmu Hadits, (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2016), h. 3-4.
33

34
Kaharuddin, Anwar Sadat, “Fungsi Dan Manfaat Cabang-Cabang Hadits Dalam Perspektif Studi
Hadits”, Jurnal Ilmiah Mandala Education, Vol. 5, No. 1, (2019), h. 350-352.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah ilmu pengetahuan yang
mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir maupun tingkah lakunya.
Pokok pembahasan ilmu hadits riwayah berkisar tentang proses periwayatan
kepada orang lain, pencatatan, dan pengkajian sanadsanadnya, serta menguji status
setiap hadits; apakah sahih atau da’if. Adapun faedah dalam mempelajari ilmu
hadits riwayah, yaitu untuk menjaga As-sunah dan menghindari kesalahan dalam
periwayatan.

b. Ilmu Hadits Dirayah


Yang dimaksud dengan limu hadits dirayah ialah ilmu yang mempunyai
beberapa kaidah (patokan), yang dengan kaidah-kaidah itu dapat diketahui keadaan
perawi (sanad) dan yang diriwayatkan (merawiy) dari segi diterima atau
ditolaknya.
Dari ilmu hadits riwayah dan hadits dirayah, pada perkembangan berikutnya,
muncullah cabang-cabang ilmu hadits lainya. Dan cabangcabang ilmu hadits tersebut
digolongkan dalam beberapa kategori, sebagai berikut:
a. Cabang ilmu hadits yang pokok bahasanya menekankan pada persoalan sanad dan
rawi, terdiri atas:
1) Ilmu Rijal Al-Hadits
Ilmu yang membahas secara umum tentang hal ihwal kehidupan para
perawi, baik dari golongan sahabat, tabi’in, maupun angkatan sesudahanya. Ilmu
rijal al-hadits dinamakan juga ilmu tarik al-ruwah, ialah ilmu untuk mengetahui
keadaan para perawi hadits.
2) Ilmu Tarikh Al-Ruwah
Ilmu yang membahas tentang keadaan perawi hadits dari segi data
kelahiranya, silsila keturunannya, gurunya dan muridnya, bahkan sampai pada
jumlah hadits yang diriwayatkan dan murid-murid yang pernah berguru
padanya.
3) Ilmu Jahri wa Al-Ta’dil
Ilmu yang membahas tentang para perawi hadits, dari segi yang dapat
menunjukan keadaan mereka, baik mecacatkan atau membersihkan mereka,
dengan ungkapan atau lafal tertentu. Sehingga dapat ditentukan siapa diantara
perawi yang dapat diterima atau ditolak sebuah riwayatnya.
b. Cabang ilmu hadits yang pokok pembahasanya menekankan pada persoalan matan
hadits, terdiri atas:

1) Ilmu gharib al-hadis


Ilmu yang menerangkan tentang lafazh-lafazh yang sulit dipahami dalam
matan hadis, karena lafazh tersebut jarang sekali digunakan, karena terkandung
nilai sastra yang sangat tinggi.
2) Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Ilmu yang membahas tentang sebab sebab atau latar belakang lahirnya
sebuah hadits. Ilmu ini sangat penting mengantar untuk memahami hadits
tentang kondisi yang dihadapi dan menjadi sebab hadits itu diucapkan.
3) Ilmu Al-Nasikh wa Al-Mansukh
Ilmu yang membahas hadits-hadits yang yang berlawanan yang tidak
mungkin untuk dipertemukan karena materinya (berlawanan) yang pada
akhirnya terjadilah saling menghapus, dengan ketetapan yang datang terdahulu
disebut mansukh dan yang datang kemudian dinamakan naskh.
c. Cabang ilmu hadits yang pokok pembahasanya menekankan pada persoalan sanad
dan matan, terdiri atas:

1) Ilmu I’ilal Al Hadits


Ilmu yang menerangkan tantang sebab yang dapat mencacatkan hadits.
Ulama yang dipandang ahli dalam ilmu ini, di antaranya: Ibnu tAl-Madny,
Ahmad bin Hanbal, alBukhari.
2) Ilmu Al-Fanni Al-Mubhamat
Ilmu yang menerangkan tentang nama-nama orang yang tidak disebutkan
dalam sanad hadits. Ulama yang merintis ilmu ini adalah al-Khatib al-Bagdady.

KESIMPULAN
• Pengertian Ilmu Hadits
Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya atau Segala perkataan Nabi
SAW. Perbuatan dan ketetapannya selain al-Qur’an alKarim yang dapat dijadikan
sebagai dalil untuk penetapan hukum syara.
• Cabang-cabang Ilmu Hadits para ulama hadits mengklasifikasi ilmu hadits menjadi
dua bagian yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah
• Cabang ilmu hadits yang pokok bahasannya menekankan pada persoalan sanad dan
rawi yaitu Ilmu Rijal Al-Hadits, Ilmu Tarikh Al-Ruwah dan Ilmu Jahri wa Al-Ta’dil
• Cabang ilmu hadits yang pokok pembahasanya menekankan pada persoalan matan
hadits, yaitu Ilmu gharib al-hadis, Ilmu Asbab Wurud AlHadits, Ilmu Al-Nasikh wa
Al-Mansukh
• Cabang ilmu hadits yang pokok pembahasanya menekankan pada persoalan sanad
dan matan yaitu Ilmu I’ilal Al Hadits, Ilmu Al-Fanni AlMubhamat

DAFTAR PUSTKA

Alamsyah. 2015. Ilmu-Ilmu Hadits. Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja.
Alfiah, dkk. 2016. Studi Ilmu Hadits. Pekanbaru: Kreasi Edukasi.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Kaharuddin, Anwar Sadat. “Fungsi Dan Manfaat Cabang-Cabang Hadits Dalam Perspektif
Studi Hadits”. Jurnal Ilmiah Mandala Education. Vol. 5. No.
1. (2019).

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Mata Kuliah Dosen
Ulumul Hadist Mardhiya Agustina, S. Th. I. M.
Pd. I

Sejarah Perkembangan Ilmu Hadis Masa Tabi’ Tabi’in

Disusun oleh:

Siti Rahmah 20.12.5201

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

2020/2021

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu hadis muncul sejak masa Rasulullah SAW dan perhatian para sahabat
terhadap hadis atau sunnah sangat besar. Demikian juga perhatian generasi berikutnya
seperti Tabi’in, Tabi’ Tabi’in, dan generasi setelah Tabi’in. Mereka memelihara hadis

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
dengan cara menghapal, mengingat, bermudzakarah, menulis, menghimpun, dan
mengodifikasikannya ke dalam kitab-kitab hadis yang tidak terhitung jumlahnya. Akan
tetapi, di samping gerakan pembinaan hadis tersebut, timbul pula kelompok minoritas
atau secara individual berdusta membuat hadis yang disebut dengan hadis mawdhû’
(hadis palsu). Maksudnya menyandarkan sesuatu yang bukan dari Nabi, kemudian
dikatakan dari Nabi SAW. Kondisi hadis pada masa perkembangan sebelum
pengodifikasian dan filterisasi pernah mengalami kesimpang siuran di tengah jalan,
sekalipun hanya minoritas saja. Oleh karena itu, para ulama bangkit mengadakan riset
hadis-hadis yang beredar dan meletakkan dasar kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan
yang ketat bagi seorang yang meriwayatkan hadis yang nantinya ilmu ini disebut ilmu
hadis.35

Pada makalah kali ini saya akan memaparkan tentang “Sejarah Perkembangan Ilmu
Hadis Masa Tabi’ Tabi’in”. Dan dalam hal ini saya akan membahas bagaimana
perkembangan ilmu hadis pada masa tersebut dan tahap-tahap berkembangnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan Ilmu Hadis pada masa Tabi’ Tabi’in?
TUJUAN
1. Mengetahui perkembangan Ilmu Hadis pada masa Tabi’ Tabi’in.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadis Pada Masa Tabi’ Tabi’in

Ilmu hadits berkembang sejalan dengan perkembangan periwayatan dalam Islam.


Tetapi perkembangan yang sangat nampak dari ilmu hadits adalah setelah wafatnya
35
Anisa Nufus, “Pengantar Dan Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits,” Jurnal INA-Rxiv, Vol. 1 (2018)

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Rasulullah Saw. yaitu ketika itu para shahabat merasa penting untuk mengumpulkan
hadits-hadits nabi karena ditakutkan hilang. Ketika pengumpulan hadits berlangsung
para shahabat melakukan upaya agar hadits nabi terjaga keontentikannya dengan cara
menerapkan aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan dalam penerimaan suatu hadits
sehingga dengan aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan tersebut dapat diketahui
diterima atau tidaknya suatu hadits dan shahih atau tidaknya hadits tersebut. Setelah
generasi shahabat berlalu, langkah para shahabat dalam penerimaan hadits diikuti oleh
para tabi’in.36

Pada masa Tabi’in, ulama yang pertama kali menetapkan dasar ilmu hadis riwayah
ialah Ibnu Syihab Az-zuhri (51-124 H.). ini diperlukan sehubungan dengan keahliannya
dalam bidang hadis dan kedudukan dirinya sebagi pengumpul hadis, atas perintah resmi
dari Khalifah Umar bi Abdul Azis. Dari sini ilmu hadis mulai terlihat wujudnya,
meskipun dalam bentuk kaidah-kaidah yang spiel dan sederhana. Sedangkan ilmu hadis
dirayah juga muncul pada abad ini dan disponsori oleh Ali Ibn Madani (161- 234 H),
Bukhary (198-252 H), Muslim (204-261 H), dan al-Turmuzi (200-279 H). Adapun
tahap perkembangan ilmu hadis menurut Dr. Nuruddin ‘Itr selengkapnya dapat
dijelaskan sebagai berikut:

a. Tahap kelahiran, yaitu masa sahabat hingga akhir abad pertama hijrah. Ciri
tahap ini adalah adanya penyedikitan riwayat, kehati-hatian para sahabat dalam
meriwayatkan hadis, pengujian thd setiap riwayat, mencari sanad hadis dan
meneliti karakteristik rawi, membandingkan riwayat rawi satu dengan yang
lain, yang kemudian memunculkan konsep hadis marfu’, mauquf, maqthu’,
dan sebagainya. Belum berdiri van tersendiri.
b. Tahap penyempurnaan, dimulai awal abad ke 2 hingga abad ke 3 H. Masa
ini ulumul hadis sudah menjadi cabang ilmu tersediri. Setiap cabang UH
berdiri

sendiri dan sejalan dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dan


dipergunakan oleh para ulama, misalnya : jarh wat ta’dil, illal hadis dan
lainlain, tetapi belum terbukukan kecuali tulisannya as-Syafii dalam ar-
risalahnya. Pelopornya adalah Ibn Syihab az-Zuhri.

36
Tajul Arifin, Ulumul Hadits, (Bandung: Gunung Djati Press, 2014), cet. 1, h. 18

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
c. Tahap pembukuan ulumul hadis secara terpisah, dari abad ke 3 sampai
pertengahan abad ke 4 H. Telah tersusun kitab khusus untuk setiap cabang
Ulumul Hadis, mis: ilmu hadis shahih, ilmu hadis mursal, thabaqat rawi,
nasikh wa mansukh, rijal al-hadis dll. Juga lahir kitab yg membahas seluruh
kajian UH.
d. Tahap penyusunan kitab-kitab induk ulumul hadis dan penyebarannya,
dimulai dari pertengahan abad ke 3 hingga abad ke 7 H. Dalam catatan sejarah
perkembangan hadis diketahui bahwa ulama yang pertama kali berhasil
menyusun ilmu hadis dalam suatu disiplin secara lengkap, adalah seorang
ulama sunni bernama, al-Qodli Abu Muhammad al-Hasan bin Abdar-Rahman
bin Khalad ar-Ramahurmuzi (wafat tahun 360 H) dengan kitabnya Al-
Muhaddits al-Fashil baina ar-Rawi wal wa’i. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani,
karya arRamahurmuzi ini belum mencakup seluruh ilmu hadis. Meskipun
demikian, menurutnya lebih lanjut, kitab ini sampai pada masanya merupakan
kitab terlengkap, yang kemudian dikembangkan oleh ulama berikutnya.
Diantara kitab-kitab yang disusun adalah:
1) Al-Muhaddis al-Fasil bain al-Rawi wal Wa’i karya Abu Muhammad
alRahamurmuzi (w. 360 H).
2) Al-Kifayah fi Ilm ar-Riwayah karya Katib al-Baghdadi (w. 463 H).
3) Al-‘ilmi fi ‘Ulum ar-Riwayat wa al-Sima’, karya Al-Qadhi Iyadh bin
Musa al-Yashubi (w. 544 H).
e. Tahap pematangan dan penyempurnaan kitab ulumul hadis, dimulai abad
ke 7 sampai 10 H. Pelopornya adalah Ibn Salah(577 – 643 H) dg karya
Muqaddimah Ibn Shalah (Ma’rifah Ulumu al-Hadis). Ciri uatama tahap ini
adalah pembahasan komprehensif, pemberian definisi, kesimpulan, dan
komentar terhadap pendapat.
f. Tahap Kebekuan atau Kejumudan, terjadi pada abad ke 10 sampai awal
abad ke 14 hijrah. Aktifitas pembukuan dan pembahasan terhadap ilmu hadis
nyaris terhenti. Yang muncul adalah kitab ilmu hadis yang ringkas dan praktis.
g. Tahap kebangkitan kedua, dimulai dari abad ke 14 hijrah. Kitab-kitab yang
muncul masa ini antara laian:
1) Qawaid at-Tahdis karya Jamaluddin al-Qasimi.
2) As-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islam karya Mustafa as-Siba’i.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
3) Al-Hadis wa al-Muhaddisun karya Muhammad Abu Zahwu
4) Al-Manhaj al-Hadis fi ‘Ulum al-Hadis karya Muhammad al- Simahi.

Demikian selanjutnya bermunculan kitab-kitab Musthalah Hadis, baik dalam


bentuk nadzam, seperti kitab Alfiyah as-Suyuti maupun dalam bentuk nasar atau
prosa.37

BAB III

37
Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadis, (Ponorogo: IAIN PO Press, 2018), cet. 2, h. 111-113

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ilmu hadis muncul sejak masa Rasulullah SAW dan perhatian para sahabat
terhadap hadis atau sunnah sangat besar. Demikian juga perhatian generasi
berikutnya seperti Tabi’in, Tabi’ Tabi’in, dan generasi setelah Tabi’in. Pada masa
Tabi’in, ulama yang pertama kali menetapkan dasar ilmu hadis riwayah ialah
Ibnu Syihab Az-zuhri (51-124 H.).

Dan ada beberapa tahapan dalam perkembangan ilmu hadis, yaitu:

a. Tahap kelahiran.
b. Tahap penyempurnaan.
c. Tahap pembukuan Ulumul hadis secara terpisah
d. Tahap penyusunan kitab-kitab induk Ulumul Hadis dan penyebarannya.
e. Tahap pematangan dan penyempurnaan.
f. Tahap kebukuan dan kejumudan.
g. Tahap kebangkitan kedua.
DAFTAR PUSTAKA

Anisa Nufus. “Pengantar Dan Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits,” Jurnal INA-Rxiv, Vol. 1
(2018)
Arifin, Tajul. 2014. Ulumul Hadits. Bandung: Gunung Djati Press. cet. 1
Rofiah, Khusniati. 2018. Studi Ilmu Hadis. Ponorogo: IAIN PO Press. cet. 2

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Mata Kuliah Dosen Pengampu
Ulumul Hadits Mardhiyah Agustina S.Th.I M.Pd.I

Judul:

“Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits Era Modern Dunia Islam”

Disusun Oleh:

Siti Rahmah

20.12.5202

FAKULTAS TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
MARTAPURA

BAB I

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Di kalangan para ahli sejarah banyak pendapat yang beragam dalam mendefinisikan
sejarah, namun dapat penulis simpulkan bahwa pada intinya sejarah adalah kesinambungan
atau rentetan suatu peristiwa/ kejadian antara masa lampau, masa sekarang dan masa depan.
Hal ini dapat diketahui dari segi kronologis dan geografis, yang bisa dilihat dengan kurun
waktu dimana sejarah itu terjadi. Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu
pengetahuan memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu. Tetapi dalam pembagian
periodisasi perkembangan ilmu pengetahuan ada perbedaan dalam berbagai literature yang
ada. Maka dari itu, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan secara mudah,
di sini telah dilakukan elaborasi dan klasifikasi atau pembagian secara garis besar. Berikut
adalah uraian singkat dari masing-masing periode atau sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan dari masa ke masa. Kalau pengetahuan lahir sejak manusia pertama diciptakan,
maka perkembangannya sejak jaman purba. Secara garis besar, Amsal Bakhtiar membagi
periodeisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman
Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman
kontemporer.3Sedangkan George J. Mouly membagi perkembangan ilmu menjadi tiga (3)
tahap yaitu animisme, ilmu empiris dan ilmu teoritis. George J. Mouly dalam bukunya Jujun
S Suriasumantri, (1985:87) menjelaskan bahwa permulaan ilmu dapat ditelusuri sampai pada
permulaan manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa
hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan.
1

1
Ramli Abdul Wahid & Dedi Masri, “Perkembangan Terkini Studi Hadis Di Indonesia”, MIQOT, Vol. XLII
No. 2 Juli-Desember 2018, 264.
2
Hasep Saputra, “Genealogi Perkembangan Studi Hadis Di Indonesia”, Al Quds, Volume 1, Nomor 1,
2017, 4445.
BAB II

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
PEMBAHASAN

A. Periode Yunani kuno


Yunani kuno adalah tempat bersejarah di mana sebuah bangsa memilki peradaban.
Oleh karenanya Yunani kuno sangat identik dengan filsafat yang merupakan induk dari ilmu
pengetahuan. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah berkembang jauh
sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan
mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada
generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang
pengaruhnya terasa hingga sekarang. Menurut Bertrand Russel, diantara semua sejarah, tak
ada yang begitu mencengangkan atau begitu sulit diterangkan selain lahirnya peradaban di
Yunani secara mendadak. Memang banyak unsur peradaban yang telah ada ribuan tahun di
Mesir dan Mesopotamia. Namun unsur-unsur tertentu belum utuh sampai kemudian bangsa
Yunanilah menyempurnakannya.Seiring dengan berkembangannya waktu, filsafat dijadikan
sebagai landasan berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga
berkembang pada generasi-generasi setelahnya. Itu ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam
disiplin lmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Karena itu, periode perkembangan
filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia.Zaman
ini berlangsung dari abad 6 SM sampai dengan sekitar abad 6 M. Zaman ini menggunakan
sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis), dan
tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima
segitu saja). Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur. Yunani mencapai
puncak kejayaannya atau zaman keemasannya.38

B. Periode Islam
Tidak dapat dipungkiri bahwa Hadis adalah sumber kedua ajaran Islam setelah Al
quran. Alquran tidak dapat dipisahkan dari hadis karena keterangan ayat-ayatnya bersifat
mujmal (global) dan „amm (umum). Hadis berfungsi memberi penjelasan kepada Alquran.
Oleh karena itu, Hadis tidak dapat dipisahkan dari Al-quran. Hal ini berlaku sejak masa Nabi
Saw. Akan tetapi, dalam perkembangan kajian keduanya tidak selamanya sejalan dan seiring,
terutama di daerah-daerah yang berbeda. Untuk beberapa waktu belakangan, para ulama
mengatakan bahwa pengkajian Hadis berkembang di India. Mereka tidak menyebut
perkembangan tafsir di sana. Di Indonesia, banyak kalangan mengatakan bahwa pengkajian
38
M. Zulkarnain Mubhar, “Quo Vadis Studi”, 113-115.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Hadis terlambat perkembangannya dibanding bidang-bidang lain, seperti tafsir, fikih, dan
tasawuf. Keterlambatan kajian Hadis di Indonesia berlangsung dalam kurun waktu yang
panjang, mulai dari awal masuknya Islam ke Indonesia sampai sekitar akhir abad Ke-20.
Kemudian, fenomena kajian Hadis belakangan menunjukkan adanya perkembangan di
Indonesia dan bahkan keadaan terkini, Hadis mengalami kemajuan yang pesat, baik dari
aspek kuantitas, maupun kualitas. Hal ini tampak dari semakin banyaknya program studi
Ilmu Hadis (IH) di berbagai UIN/IAIN di Indonesia, kurikulum dan silabusnya,serta
berkembangnya juduljudul skripsi, tesis, disertasi, dan buku-buku yang diterbitkan, tidak lagi
bersifat konvensional, tetapi sudah menemukan terobosan-terobosan baru dengan materi
yang segar, filosofis dan sosiologis, khususnya setelah tahun 2000-an. Karena itu fenomena
baru tentang pengkajian Hadis di Indonesia menarik untuk diteliti, dianalisa, dan
diproyeksikan ke masa depan. Berdasarkan sejarah perkembangan ilmu-ilmu hadis, secara
umum sejak abad ke-10 H. sampai abad ke-14 H. ijtihad dalam masalah tersebut di atas
terhenti dan tidak ada usaha untuk mengembangkannya, kecuali ada beberapa kitab ilmu-
ilmu hadis dalam bentuk syair yang merupakan susunan ulang dan syarahan tanpa ada
pengembangan. Pada permulaan abad ke-14 H, para ulama hadis mulai bangkit membahas
ilmu-ilmu hadis dan mengaitkannya dengan perkembangan pengetahuan modern sebagai
akibat persentuhan antara dunia Islam dengan dunia Barat. Perlunya kajian ulang terhadap
proses pembakuan hadis, tanpa perlu menghilangkan otensitas spritualitas oleh perubahan
kehidupan masyarakat modern dalam era teknologi dan informasi yang begitu cepat. Ulama
Timur Tengah yang tergolong tanggap akan masalah ini, antara lain alQasimī, Maḥmūd al-
Ṭahān, Abū Ṣuhbah, Subḥi al-Ṣalīh, Muḥammad „Ajjaj al-Khatīb, M. Azamī, Musṭafā al-
Ṣibā‟ī, Nūr al-Dīn „Itr, dan Naṣiruddīn al-Alban 39.Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin maju telah menggerakkan hati umat Islam untuk mendigitalisasi
kitab suci dan buki-buku Islam. Seperti AlQuran sekarang ini sudah tersedia dalam versi
digital yang dilengkapi dengan terjemahan, sound, dan tafsir dari Ulama terkenal. Namun,
digitalisasi hadis agak ketinggalan dari digitalisasi Al-Quran. hal tersebut, antara lain
mengingat hadis memiliki karaktersitik tersendiri dan jumlahnya juga lebih banyak dari
AlQuran

39
M. Zulkarnain Mubhar, “Quo Vadis Studi” 116-117

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Sejarah literasi hadis
Dalam sejarahnya hadis memang terlambat untuk dibukukan. Para ahli sejarah mencatat,
hadis baru seabad lebih kemudian dibukukan. selama itulah hadis bertebaran di masyarakat
Islam dan umumnya dilestarikan hanya dalam bentuk hafalan saja. Setidaknya dalam proses
historiografinya, hadis mengalami beberapa periode, dari periode keterpeliharaan dalam
hafalan hingga periode dibukukannya hadis tersebut (pentadwinan). Pertama adalah periode
keterpeliharaan hadis dalam hafalan yang berlangsung pada abad I hijriyah. Kedua, periode
pentadwinan hadis, yang masih bercampur antara hadis dengan fatwa sahabat dan tabi‟in
yang berlangsung pada abad ke 2 Hijriyah. Ketiga, periode pentadwinan dengan memisahkan
hadis dari fatwa sahabat dan Tabi‟in, berlangsung sejak abad ke 3 hijriyah. keempat periode
seleksi keshahihan hadis dan kelima periode pentadwinan hadis tahdzib dengan sistematika
penggabungan dan penyarahan yang berlangsung semenjak abad ke 4 hijriyah. Keenam,
masa pembersihan, penyusunan, dari awal abad ke04 sampai jatuhnya kota Bagdad tahun
656 H. Terakhir, ketujuh, masa pen-syarh-an, pen-takhrij-an dan pemabahasan hadis, dimulai
tahun 656 H. sampai sekarang. Pada masa khalifah Umar bin Khattab sebenarnya sudah
terpikir untuk membukukan Hadis, tetapi setelah sebulan beristikharah iapun membatalkan
niatnya dengan alasan kekhawatiran akan bercampurnya al-Qur‟andengan hadis. Kemudian,
pada masa tabi‟in banyak muncul hadis-hadis palsu dimana awal kemunculannya dikaitkan
dengan peristiwa politik yang sering disebut sebagai fitnatul kubro yang diawali dengan
terbunuhnya khalifah Ustman bin Affan, sehingga berimplikasi pada perpecahan umat Islam
menjadi beberapa golongan, seperti khawarij, syi‟ah, murji‟ah dan lain sebagainya. Dalan
situasi yang cukup “rumit” ini, setiap golongan menggunakan dalil-dalil yang dinisbatkan
kepada Nabi Saw untuk mendukung kelompoknya. Kondisi inilah yang menyebabkan
kebutuhan akan kodifikasi dan menyeleksi hadis semakin dirasakan, karena jika tidak segera
diambil tindakan kodifikasi hadis akan semakin banyak hadis palsu bercampur dengan
hadis . 40

40
M. Zulkarnain Mubhar, “Quo Vadis Studi” 116-117
5 Dliya Ul Fikriyyah, “Telaah Aplikasi Hadis”, 275.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
BAB III
KESIMPULAN

Perkembangan ilmu sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar
diiringi dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh melalui penalaran, percobaan,
penyempurnaan, dan berani mengambil resiko tinggi sehingga menghasilkan
penemuanpenemuan yang bermanfaat bagi suatu generasi dan menjadi acuan pertimbangan
bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi, menyempurnakan, mengembangkan, dan
menemukan penemuan selanjutnya. Faktor-faktor inilah yang kemudian menjadi spirit dan
motivasi bagi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Hal penting yang
perlu dicatat dalam hal ini adalah bahwa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan harus
diimbangi dengan pengembangan moralitas spiritual, karena sebagaimana kita tahu bahwa
Ilmu pengetahuan hakekatnya adalah bebas nilai, tergantung bagaimana manusia
mempergunakannya. Ilmu pengetahuan bisa berdampak positif, tetapi ia juga dapat memiliki
dampak negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positifnya adalah dapat semakin
mempermudah dan memberikan kenyamanan dalam kehidupan manusia, sementara dampak
negatifnya adalah dapat menghancurkan tatanan kehidupan manusia itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Wahid, Ramli Abdul & Dedi Masri, “Perkembangan Terkini Studi Hadis Di Indonesia”,
MIQOT, Vol. XLII No. 2 Juli-Desember 2018.
Saputra, Hasep, “Genealogi Perkembangan Studi Hadis Di Indonesia”, Al Quds, Volume 1,
Nomor 1, 2017.
Batubara, Hamdan Husein, “Pemanfaatan Ensiklopedi Hadis Kitab 9 Imam Sebagai Media
Dan Sumber Belajar Hadis”, Muallimuna, VOL. 2, NO. 2, APRIL, 2017.
Mubhar M. Zulkarnain, “Quo Vadis Studi Hadis ? Merefleksikan Perkembangan Dan Masa
depan Studi Hadis”, AlQalam, Volume 7 Nomor 2, 2015.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
MAKALAH

“ILMU HADITS DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA SERTA KARYA-KARYA


DALAM ILMU HADITS”

“SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HADITS DI INDONESIA”

Disusun oleh:
SITI SYAMILAH
NPM: 20.12.5204

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH

2020/2021

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
PENDAHULUAN

Penelusuran sejarah Islam di Indonesia pada masa itu, secara sosiologis


berkaitan erat dengan munculnya gerakan pembaruan pemikiran Islam yang
dipelopori oleh para alumni Timur Tengah, sebagai tempat asal munculnya
gerakan tersebut.Namun sejarah pembaruan pemikiran Islam di Indonesia,
berbeda dengan pembaruan di dunia Islam lainnya. Pembaruan di Indonesia
lebih merupakan sejarah organisasi sosial keagamaan. Sedangkan di negeri
lain lebih terpusat pada pribadi-pribadi tertentu. Semangat kaum pembaru
ini muncul karena dipengaruhi oleh ide dan gerakan pembaruan yang telah
berkembang di dunia Islam, khususnya yang terjadi di kawasan Timur
Tengah, seperti gerakan Wahabi di Saudi Arabia dan gerakan pembaruan
Muhammad Abduh di Mesir.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
PEMBAHASAN

pada abad XX Islam di Indonesia mengalami pembaruan, yaitu dengan


masuknya paham pembaruan pemikiran keislaman, maka konsekuensinya
pada perkembangan hadis pun bisa diduga, yakni selangkah lebih maju dari
proses awal yang tradisional itu. Namun demikian, sebagaimana diketahui
pula bahwa tidak semua umat Islam Indonesia menerima kemunculan
paham pembaruan itu, maka tentu saja berdampak kuat pula terhadap
perkembangan hadis itu sendiri.Dengan demikian, prospek perkembangan
hadis di Indonesia itu berjalan menuju dua arah, yang satu mempertahankan
ciri-ciri tradisional, dan yang satu lagi berkembang dengan memanfaatkan
situasi kemodernan.Walaupun kemudian pada suatu kurun waktu tertentu
misalnya dewasa ini, tidak lagi mempersoalkan ciri khas masing-masing
dalam mengembangkan (pemahaman) hadis maupun ilmu hadis.

1. Periode Penyebaran Hadits di Indonesia pada Kurun Awal


Penyebaran hadits di indonesia pada kurun awal, Hadis-hadis diduga kuat
disebarkan baik melalui lembaga pendidikan formal (baca: pesantren)
maupun non-formal seperti ceramah atau pengajian melalui pengutipan
langsung dari kitab yang berbahasa Arab. Namun umumnya bukan khusus
kitab hadis melainkan kitab fiqh.Hal ini bisa dimengerti karena dalam fiqh
terdapat hadis sebagai sumber fiqh itu sendiri.
Di lain pihak, budaya tulis-menulis atau dunia penerbitan buku-buku
keagamaan Islam yang berbahasa Indonesia belum semaju seperti sekarang,
baik itu buku terjemahan maupun ditulis oleh penulis-penulis Indonesia.
Bahkan para santri di pesantren jika belajar menterjemahkan dari kyainya
langsung, tidak menulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah dengan
huruf-huruf tersebut, melainkan memakai huruf Arab-Melayu atau orang
Malaysia bilang Arab-Jawi.

Barangkali dari kegiatan inilah kemudian lahir di Indonesia khususnya di


dunia santri yang dinamakan hasyiyah, yaitu tulisan bergaya catatan pinggir,

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
yaitu kitab ditulisi pinggirnya dengan berupa Syarah-nya dariisi kitab
tersebut, yang didapat dari penjelasan seorang guru.
Demikian juga penyampaian hadis dari guru ke murid (Tahamul wa al-
ada), umumnya menggunakan metode-metode tradisional. Misalnya, jika
seorang murid ingin resmi dianggap muhadis, maka terlebih dahulu harus
ada acara resmi pengijazahan hadis tersebut dari guru kepada murid-nya,
atas suatu kitab hadis yang akan diajarkan kepada murid-muridnya pula.
Padahal kegiatan penyampaian dan penerimaan riwayat (hadis) dari
seorang guru kepada murid itu hanya berlaku ketika dilakukan penelitian
terhadap para perawi hadis itu yang hendak menunjukkan ada dan tidaknya
hubungan status guru-murid di antara perawi penyampai dengan perawi
penerima itu oleh para ulama muhaddisin atau mukharij, seperti pada masa
ulama penulis kutub al-sitlah.Para ulama muhaddisin menganggap teori ini
sebagai suatu hal yang penting dipakai untuk melihat ketersambungan sanad
hadis tersebut. Sebab dari situ akan diketahui mana sanad yang bersambung
dan mana yang tidak bersainbung.
Demikian pula dari situ diketahui pula mana para perawi yang
mempunyai hubungan guru-murid, dalam artian proses penerimaan secara
liqa (bertemu langsung) dan hanya mu ‘asarah (sezaman) saja. Sehingga
dari proses penelitian dari sisi tahamul wa al-ada’ ini diketahui kualitas
sanad hadis itu sendiri, apakah tingkat ke-muttasil-annya pada tingkat liqa
atau mu‘asarah saja, yang tentu saja sanad hadis yang didalamnya terdapat
perawi penyampai dan perawi penerima (guru-murid) yang berkualitas liqa
itu lebih tinggi derajatnya daripada hanya tingkat mu 'asarah saja.
Adapun para ulama hadis Indonesia pada paruh pertama abad XX,
menurut catatan Daud Rasyid Harun, seorang doktor alumni Timur Tengah,
bahwa para ulama hadis Indonesia pada masa kurun awal itu banyak sekali,
tercatat sebanyak 69 orang.
Namun Daud Rasyid tidak menjelaskan secara langsung batasan apa
yang dipakainya sehingga seorang ulama itu termasuk ahli hadis. Barangkali
Daud Rasyid memakai batasan yang paling umum tentang kriteria ulama
tempo dulu, yang biasanya keluasan ilmunya sangat mumpuni, yang hampir
saja menguasai berbagai cabang keilmuan Islam yang sangat banyak
itu.Misalnya seorang ulama Indonesia tempo dulu itu bukan saja ahli tafsir

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
dan fiqh, tetapi dia juga sangat menguasai hadis, walaupun tidak
menyebarkan pengetahuannya itu melalui buku-buku yang ditulisnya,
sehingga tercatatlah para ulama ahli hadis di Indonesia sebanyak itu. Dan
ulama yang disebutkan sebagai ahli hadis Indonesia pada paruh pertama
abad XX itu yang terkenal.

2. Periode Pengembangan Ilmu Hadis pada Kurun Akhir


Sebelum merdeka penyebaran hadis di Indonesia berbentuk kitab-kitab
hadis dalam teks bahasa Arab Kitab-kitab ini umumnya terbitan Kairo-
Mesir dan Beirut-Libanon yang banyak dimiliki oleh para ulama Indonesia.
Namun dalam jumlah yang sangat terbatas.
Oleh sebab itu, penyebaran hadis di kalangan umat Islam Indonesia
masih sangat minim. Hal yang menjadi kendala utamanya barangkali
terletak pada pemahaman bahasa Arabnya yang sangat minim pula.
Sementara penyebaran hadis di Indonesia yang berbentuk terjemahan
hanya sebagian kecil saja, kalau tidak boleh dikatakan tidak ada bentuk
penerjemahan sama sekali, dan terbatas untuk hadis-hadis yang berbentuk
himpunan. Itu pun bersifat himpunan hadis-hadis fiqh, karena langkanya
usaha penerbitan hadis dalam negeri, dan menggantungkan sepenuhnya
penerbitan di luar negeri yang telah dijelaskan di muka. Bahkan menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh I. Nurol Aen, tentangkap bahwa di
berbagai pesantren, kitab-kitab hadis terbitan luar negeri itu dijadikan bahan
pelajaran di antaranya di surau Jembatan Besi (Minangkabau), sejak tahun
I916 M.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Kesimpulan

1. Hadis-hadis diduga kuat disebarkan baik melalui lembaga pendidikan


formal (baca: pesantren) maupun non-formal seperti ceramah atau
pengajian melalui pengutipan langsung dari kitab yang berbahasa Arab.
Namun umumnya bukan khusus kitab hadis melainkan kitab fiqh.Hal ini
bisa dimengerti karena dalam fiqh terdapat hadis sebagai sumber fiqh itu
sendiri.

2. Sebelum merdeka penyebaran hadis di Indonesia berbentuk kitab-kitab


hadis dalam teks bahasa Arab Kitab-kitab ini umumnya terbitan Kairo-
Mesir dan Beirut-Libanon yang banyak dimiliki oleh para ulama
Indonesia. Namun dalam jumlah yang sangat terbatas.

Daftar pustaka

Badri Khaeruman, “Perkembangan hadis di indonesia pada abad xx”,


Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 1, 2 (Maret 2017): 191, 194-195.
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, 2002 Mutiara Hadits (Jakarta: Bulan Bintang,
1954).
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta: Mutiara,
1979).
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah Dalam Keplauan
Nusantara Abad XVII Dan XVIII, Melacak Akar-Akar Pembaruan Dan
Pemikiran Islam Di Indonesia (Bandung: Mizan, 1995)
Bahreisy, Salim, Himpunan

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Mata Kuliah Dosen Pembimbing
Ulumul Hadits Mardhiya Agustina, M.Pd

Pengertian Hadits Maqthu’, Macam-Macamnya, dan Kedudukannya


dalam Berhujjah

(Pembagian/Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kuantitas Perawi dan


Berdasarkan Nisbat)

Disusun Oleh:

Hilma Rahmaniah 20.12.5103

FAKULTAS TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

MARTAPURA

2021

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an. Seperti yang kita
ketahui, hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Baik dari perkataan, perbuatan, dan ketetapannya. Hadits di lihat dari sumber berita.
Secara umum dapat di katakana jika sumber berita itu berasal dari Allah SWT di
namakan hadits Qudsi, jika sumber beritanya datangnya dari Nabi di sebut hadits Marfu’,
jika datangnya sumber berita itu dari sahabat disebut hadits Maukuf, dan jika datangnya
dari Tabi’in disebut hadits Maqthu’.
Sumber pertama berita tidak dapat menentukan keshahihan suatu hadits sekalipun
datangnya dari Allah atau Nabi, karena tujuan kualitas shahih, hasan dan dha’if tidak
hanya dilihat dari sumber berita akan tetapi lebih dilihat dari sumber-sumber pembawa
berita. Dengan demikian hadits marfu’, maukuf, maqhtu’ tidak mutlak kesahahihannya,
terkadang shahih, hasan dan dha’if.
Memahami suatu hadits sebagai salah satu sumber terpenting ajaran Islam setelah
al-Quran, niscaya memerlukan telaah kritis, utuh dan menyeluruh. Kajian termaksud
difokuskan kepada matan hadits, sanad dan perawinya. Pemahaman terhadap matan
hadits antara lain bisa tersibak dari segi, apakah pertentangan atau tidak, antara matan
hadits dengan al-Quran, fakta sejarah dan akal sehat. Ketiga sudut pandang tersebut,
menentukan apakah suatu hadits dapat diterima sebagai sumber ajaran Islam atau tidak.41
Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang hadits
Maqthu’, yang dimulai dari pengertian hadits Maqthu’, macam-macam hadits Maqthu’
beserta contohnya dan kehujjahan hadits ahad menurut pendapat ulama.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Maqthu’


Maqthu' secara lughah adalah isim ma'ful dari kata kerja qatha'a lawan dari kata
washala (menghubungkan) sehingga maqthu artinya yang diputuskan atau yang terputus,

41
Dasmun, “Studi Al-Quran Dan Al-Hadits (Pendekatan Historis dan Filologi)”, Jurnal Risaalah, Vol. 1 ,
No. 1, (2015), h. 93.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
yang dipotong atau yang terpotong. Hadits maqthu’ adalah perkataan atau perbuatan
yang berasal dari seorang tabi'in serta di-mauquf-kan (berhenti sanadnya) kepadanya,
baik sanadnya bersambung atau tidak.42
Hadits maqthu tidak sama dengan munqhati, karena maqthu adalah sifat dari
matan, yaitu berupa perkataan Tabi’in atau Tabi’ at-Tabi’in, sementara munqathi adalah
sifat dari sanad, yaitu terjadinya keterputusan sanad.
B. Macam-Macam Hadits Maqthu’
Hadits maqthu’ terbagi kepada 3 macam:43

1. Maqthu’ Qauli (Perkataan) Contoh Hadits Maqthu'


. َ‫صه َو َع ٍهَ هَ ب َد عت َه‬
َ :َ ‫ص َل ةَ َخ ه فَ ان َم َبت َد َع‬ ًَ ‫ص َسي‬
َ ‫فان‬ َ ‫س هَ ان ب‬
َ ‫ق َو َل ان َح‬
َ

Perkataan Hasan Bashri mengenai shalat di belakang ahli bid'ah "Shlatlah dan
dia akan menanggung dosa atas perbuatan bid'ahnya".
2. Maqhtu’ Fi’li (Perbuatan)

Contohnya adalah perkataan Haram bin Jubair yang merupakan salah seorang senior
dikalangan tabi'iy:
.‫َ وا ذ ا ا حبَّه ا ق ب َم ا ٍن َه‬, ‫ا ن م ؤ م ه ا ذ ا ع س ف زبَّه ع ََّز و ج ََّما حبَّه‬
"Orang mukmin itu apabila telah mengenal Tuhannya , niscaya ia mencintai-
Nya, dan apabila ia mencintai-Nya, niscaya Allah menerimanya”.44
3. Maqthu Taqriri

ٍَ
‫ف‬ َ
ً‫ص ه‬ ‫َس َح‬ َ ‫َََن ؤ َمى ا فَ َى َم س َج دَو اَ ه ََر ا ع َبَ َد فَ َكا َن‬Ùٌََ‚ ‫َ َكا‬:‫ق ا َل‬
ٌََÙ‚ ‫ش‬ ٍ َ ‫َع هَ ان َح كَ َم َب هَ َع‬
َ َ‫ت بت‬
(‫َ)ان َم َحه ى‬.َ‫ه‬
“Dari hakam bin utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba mengimami kami
dalam mesjid itu, sedang syuraih (juga shalat disitu)”. (Al-Muhalla)
Syuraih ialah seorang tabi`in. riwayat Hadits ini menunjukan bahwa syuraih
membenarkan seorang hamba jadi imam.
Kedudukan Hadits Maqthu’
Hadits maqthu’ tidak dapat dijadikan hujjah dalam hukum syara’, karena ia bukan
datang dari Nabi saw. Dia haya perkataan atau perbuatan sebagian atau salah seorang
umat Islam. Akan tetapi, bila pendapat tabi’in itu telah berkembang dalam masyarakat,
42
Zulkifli, Studi Hadits (Integrasi Ilmi ke Amal sesuai Sunnah), (Riau: Suska Press, 2015), cet. 1, h. 86.
43
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 231.
44
Fachthurrahman, Ikhtisar Musthalah Hadist, (Bandung: Al Ma’afir, 1974), h. 277.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
sedang pendapat tersebut tidak dibantah oleh siapapun, maka di antara ulama ada yang
memandangnya sebagai suatu ijma’ sukuti. Hal ini sama dengan pendapat sahabat yang
telah berkembang dalam masyarakat yang tidak dibantah oleh siapapun, disebut juga
dengan ijma’ sukuti di kalangan sahabat. Sesungguhnya, Hadits mawquf dan Hadits
maqthu’ yang telah menjadi ijma’ di zamannya masing-masing, hakikatnya yang menjadi
hujjah bukanlah Hadits mawquf atau Hadits maqthu’-nya, tetapi yang menjadi hujjah
adalah ijma’-nya.45
Ada Hadits Maqthu’ secara lafaz tetapi marfu’ secara hukum, yaitu Hadits maqthu’
yang tersembunyi dengannya tanda yang menunjukkan marfu’ kepada Nabi Saw dan ini
terbagi kepada beberapa pembagian.6

1. Apabila berkata rawi ketika menyebutkan tabi’in, hadits ini marfu’. Atau marfu’
matannya, atau sampai kepadanya atau berkembang kepadanya atau ia
meriwayatkannya.
2. Apabila tabi’in berkata atau berbuat yang bukan bersumber dari pendapat atau bukan
berasal dari ijtihad dan bukan tabi’in mengambil dari ahli kitab.
3. Apabila tabi’in menyebutkan sebab turunnya ayat dari Al Quran yang bukan berasal
dari akal.
4. Apabila berkata yang meriwayatkan Hadits ini dari Tabi’in, Hadits ini Marfu’ atau
sampai dengannya.
5. Apabila berkata Tabi’in “dari Sunnah dikatakan begitu” maka berkata Imam Nawawi,
apabila Tabi’in berkata seperti itu maka benarlah dikatakan ia Mauquf, dan
sebahagian sahabat Imam Syafi’i sesungguhnya ia Marfu’ Mursal.

KESIMPULAN

Hadits Maqthu’ adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi'in serta di-
mauquf-kan (berhenti sanadnya) kepadanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.

Hadits Maqthu’ terbagi kepada 3 macam, yaitu Hadits Qauli (Perkataan), Hadits Fi’li
(Perbuatan), dan Hadits Taqriri.

Zikri Darussamin, Kuliah Ilmu Hadis I, (Yogyakarta: Kalimedia, 2020), cet 1, h. 53. 6 Khusyu’i,
45

Wajiz fi ulum hadis, Universitas Al Azhar, cet II, 2008, h.278.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Hadits maqthu’ tidak dapat dijadikan hujjah dalam hukum syara’, karena ia bukan
datang dari Nabi saw. Dia haya perkataan atau perbuatan sebagian atau salah seorang umat
Islam. Akan tetapi, bila pendapat tabi’in itu telah berkembang dalam masyarakat, sedang
pendapat tersebut tidak dibantah oleh siapapun, maka di antara ulama ada yang
memandangnya sebagai suatu ijma’ sukuti.

DAFTAR PUSTAKA
Dasmun. “Studi Al-Quran Dan Al-Hadits (Pendekatan Historis dan Filologi)”, Jurnal Risaalah, Vol.
1 , No. 1, (2015).
Zulkifli. 2015. Studi Hadits (Integrasi Ilmi ke Amal sesuai Sunnah). Riau: Suska Press, 2015. cet. 1.
Khon, Abdul Majid. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.
Fachthurrahman. 1974. Ikhtisar Musthalah Hadist. Bandung: Al Ma’afir.
Darussamin, Zikri. 2020. Kuliah Ilmu Hadis I. Yogyakarta: Kalimedia. cet 1.
Khusyu’i. 2008. Wajiz fi ulum hadis. Universitas Al Azhar. cet II.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
MataKuliah DosenPembimbing
UlumulHadits
IbuMardhiyaAgustina,S.Th.I.M.P
d.I
MAKALAH
“PEMBAGIAN/KLARIFIKASIHADITSBERDASARKANKUANTITASPERAWIDAN
BERDASARKANNISBAT(PENYANDARANNYA)”
“PengertianHaditsMarfu’,Macam-
MacamnyaDanKedudukannyaDalamBerhujjah”

DisusunOleh:
SitiMisbah 20.12.5198

INSTITUTAGAMAISLAMDARUSSALAMMARTAPURA
PRODIPENDIDIKANAGAMAISLAM
FAKULTASTARBIYAH
TAHUN2021
PENDAHULUAN

HaditsmerupakansumberhukumkeduasetelahAl-Qur’an.Al-
Qur’ansebagaisumberutamaumatislam. Al-

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Qur’ansejakawalditurunkansudahadaperintahpembukuannyasecararesmi,sehinggaterpeliha
radari
kemungkinanpemalsuan.Berbedadenganhadits,takadaperlakuankhususyangbakupadanya,se
hingga pemeliharaannyalebihmerupakanspontanitasdaninisiatifparasahabat. 46
Haditsbermaknasemuaucapan,perbuatan,danketetapanNabiMuhammadSAW.Perset
ujuaanNabiyang tidakdiucapkanterhadaporang-orangpadazamannya,dangambaran-
gambarantentangpribadiNabi.Mula-mula
hadistsdihafalkandansecaralisandisampaikansecaraberkesinambungandarigenerasikegenera
si.SetelahNabi
wafatpadatahun10H,islammerasakankehilanganyangsangatbesardanNabiMuhammadSAWy
angdianggap
sebagaiyangmemilikiotaritasajaranislam,setelahbeliauwafatumatmerasakanotoritas. 47Hanya
Al-Qur’an satu-
satunyasumberinformasiyangtersediauntukmemecahkanberbagaipersoalanyangmunculdite
ngah-tengah umatIslamyangmasihmudaitu,wahyu-
wahyuilahi,meskipunbelumdisusundenganbaik,danbelumdapat
diperolehatautersediasecaramaterilketikaNabiMuhammadSAWwafat.Wahyu-
wahyudalamAl-Qur’anyang
sangatsedikitsekalimengandungpetunjukyangpraktisuntukdijadikanprinsippembimbingyang
umumdalam berbagaiaktivitas.Khalifah-
khalifahawalmembimbingkaummulsimindengansemangatNabi,meskipun
terkadangbersandarpadapenilaianmereka.Namun,setelahbeberapa,ketikamunculkesulitany
angtidakdapat
lagimerekapecahkansendiri,merekamulaimenjadikansunnah,sepertiyangmerupakankebiasa
anperlakukanNabi
sebagaiacuandancontohdalammemutuskansuatumasalah.Sunnahyanghanyaterdapatdalam
hafalan-hafalan sahabattersebutdijadikansebagaibagiandarireferensipentingsetelahAl-
Qur’an.Bentuk-bentukkumpulan
hafalaninilahyangkemudiandisebutdenganhadits,danhadistdisiniberbagaibanyakmacamnyay
ang
diantarannyahaditsQudsi,Marfu’,Mauquf,danMaqthu’.danterdapatpembagianhaditsberdasa
rkanperawidan
berdasarkannisbatnya(penyandarannya).Dandisinisayaakanmenjelaskansalahsatudaripemba
gianHadits berdasarkannisbatnya(penyandarannya)yakniHaditsMarfu’.48

PEMBAHASAN
1.PengertianHaditsMarfu’

46

MuhammadAli.DidikHimmawan,“PeranHaditsSebagaiSumberAjaranAgama,DalilDalilKehujjahanHaditsDanFung
siHadits
TerhadapAl-Qur’an”,“JurnalPendidikandanStudiIslam”,Vol.5No.1(2019.)
47
LeniAndariati,“HadisSejarahPerkembangannya”, “JurnalIlmuHadis”,4,2(Maret2020)
48
Dr.Muhajirin,MAUlumulHadist(NoerFikriOffset,2016)cet1

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Haditsmarfu’menurutbahasaadalahyangdiangkat.Dinamakanmarfu’karenadisandark
annyakepada yangmemilikikedudukantinggi,yaituRasulullahSAW.
Haditsmarfu’menurutistilahyaitusegalasesuatuyangdisandarkankepadaNabiMuhammadSA
W.49Baikberupa
perkataan,perbuatanataupuntaqrirbaikhaditsitushahihatauhasan,sanadnyamuttasil(bersam
bung)ataupun munqathi’(terputus).

َْ ‫ِْالَ ْوفع‬
ْ ََْ‫الََْ ْوتِقرير َْا‬ َ ‫ا ْلَ ِْحديثاْ َ ْلمُرفوعهُوماِاُِضْ يفِا ََِليِاَِّلنبي‬
‫ووصف‬ َِْ ‫سلمخاَصةمِن َْ َْقو‬
َ ََ ‫صلىاﷲ ََْ َْع‬
‫ليهو‬

“Hadistmarfu’adalahucapan,perbuatan,ketetapan,atausifatyangdisandarkankepadaNabi
MuhammadSAW secarakhusus”.50
2.Macam-MacamHadistMarfu’ Macam-
macamHaditsMarfu’yakniSecaragarisbesarhaditsmarfu’dibagikedalamduabagianyakni:
•HaditsMarfu’Sharih/Haqiqi
•HaditsMarfu’Hukmi
1.HaditsMarfu’Sharih
Haditsmarfu’sharih(tegasdanjelas)adalahhaditsyangtegas-
tegasdikatakanolehseorangsahabat
bahwahaditstersebutdidengarataudilihatdanataudisetujuidariRasulullahSAW.Sepertiyangdiu
ngkapkan periwayatdengankata-
kata:“AkumendengarRasulullahbersabdabegini”,atau“Rasulullahmenceritakan
kepadakubegini”atau“Rasulullahbersabdabegini”, atau“dariRasulullahbahwasanyabeliau
bersabdabegini”atau
yangsemisaldenganitu.6Haditsmarfu’sharihdibagikedalam3bagian.yakni:
a.HaditsMarfu’QauliHaqiqi
HaditsyangdisandarkankepadaNabiSAWberupasabdaatauperkataanbeliaubaikyangm
enyandarkan
itusahabatataubukan,baiksanadnyamuttasilataumunqhati’,sabdabeliauyaknidalambentukbe
ritanya dengantegasdinyatakanbahwanabitelahbersabda.Contohnnya

َ ‫لدهو ِولِدهواَّلناسْأَْ َ َج‬


‫معين‬ ََ ‫دكمحتىُأ ََُكونأ َحبِْإََِْليهمِنو ِا‬
ََّ ‫ال ِِْيُْؤمنأ َ ُُح‬:‫قاِالَِّلنبُّيصلىﷲعليهوسلم‬:‫ع ََْ َْنأِنسقِا ََِل‬
.
“DariAnas,Nabisawbersabda:“Tidaklahberimansalahsatudarikaliansampaiakulebihdicintai
olehnyadari
7
orangtuanyadananaknyasertasemuaorang.”(HR.Muslim)
b.HaditsMarfu’Fi’liHaqiqi
Haditsmarfu’yakniyangdengantegasmenjelaskansegala“perbuatan”yangdisandarkan
kepada
RasulullahSAWbaikyangmenyandarkanitusahabatataubukan,baiksanadnyamuttasilataumun
qhati’. Contohnya:
49
NurlianaDamanik,“IlmuKewahyuan”(Medan;2018)Vol.1No.2
50
Dr.NawinYuslem,MA,UlumulHadist(Jakarta;1998),h282

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
َ ‫لىر َكعتياْ َلفجر ْا‬
َ ‫ض َط‬
‫جععلى‬ ََْ َْ ‫ص‬
ََّ ‫قاَلت َكانِاَِّلنبُّيصلىﷲعليهوسلمِإََِذا‬،‫ِرضياَّلله َْ ََْعنها‬،‫ة‬
َ َِ ‫َعن ََِِعاَئ َش‬
‫شِ قهاأل ْ َيمِن‬

“Dari‘AisyahRa,iaberkisah:“DahuluNabisawapabilatelahusaimengerjakanduarakaatfajar(s
alatsubuh), Nabiberbaringdiataslambungkanannya(miringkesebelahkanan).” (HR.Bukhari)
c.HaditsMarfu’TaqririHaqiqi
Haditsmarfu’yangmenjelaskantentangperbuatansahabatyangdilakukandihadapanRas
ulullahSAW
dengantidakmemperolehreaksidaribeliau,baikdenganmenyetujuinyaataupunmencegahnya.
Makadapat dikatakan“ketetapan”yangdisandarkankepadaNabiMuhammadSAW.

ّٰ ُ
ََّ ‫لله ََْ َْع‬: ‫صلي ّٰٰا‬
‫ليهوسلم َي َرا َن ْاولم‬ ََُ ‫ِّلير َكعْ تين َْ ََْبع ُُد ْغروباَّل ْشمٍسو َك‬
َ ‫انُرسْ والِلله‬ ََْ َْ ‫قاالبنعباس ُّكنا َنص‬
‫ََُُياْ َمر َناولم َْ ََْي َنهانا‬

“IbnuAbbasra.Berkata:“kamishalat2rakaatsetelahterbenammatahari,sedangRasulullahS
AWmelihatkami danbeliautidakmemerintahkankepadakamiataumencegahnya”.
2.HaditsMarfu’Hukmi

6
SyaikhMannaAl-Qaththan,PengantarStudiIlmuHadis(PustakaAl-Kautsar:BukuIslamUtama)hal.172
7
MuhammadFu’adAbdulBaqi,ShahihBukhariMuslim,(Jakarta;PTGramedia2017)h17
Haditsyangisinyatidakterangmenunjukankepadamarfu’tetapidihukumkanmarfu’kare
nabersandar
kepadabeberapatanda(qarinah).Seperti:“Kamidiperintahkansepertiini”atau“kamidilarangu
ntukbegini”,atau
“termasuksunnahadalahmelakukanbegini”.51Sebagaimanahaditsmarfu’haqiqi,haditsmarfu’
hukmipundibagi kepadatigabagian,yakni
a.HaditsMarfu’QauliHukmi
HaditsyangtidaksecarategasdisandarkankepadaNabitentangsabdanya,tetapikerafha’
annyadapat
diketahuikarenaadanyaqarinah(hubunganketerangan)yanglain,bahwaberitaituberasaldarina
biSAW.
Sepertipemberitaansahabatyangmenggunakankalimat “akudiperintahkanbegini”atau“akudi
cegah begini”.Contoh:

‫أُمربالالَن َْ َْيشفعاأل َذنواَن ُّْ ُّْيوتراإل َقامة‬


“Bilalr.a.diperintahmenggenapknanadzandanmengganjilkaniqamah”(HRMutafaqqun‘Alaih)
b.HaditsMarfu’Fi’liHukmi
HaditsiniialahperbuatansahabatyangdilakukandihadapanRasulullahataudiwaktuRasul
ullahmasih
hidup.ApabilaperbuatansahabatitutidakdisertaipenjelasanatautidakdijumpaisuatuQarinahya
ng
51
SyaikhMannaAl-Qaththan,PengantarStudiIlmuHadis(PustakaAl-Kautsar:BukuIslamUtama)h172

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
menunjukkanperbuatanitudilaksanakandizamanRasulullah,bukandihukumkanhaditsmarfu’m
elainkan
dihukumkanhadistmauquf.Sebabmungkinadanyapersangkaanyangkuat,bahwatindakansaha
ّٰ ْ َ ْ‫ ُّكنانا ُكللُُحْ وما‬:‫قالجابر‬
battersebutdiluar pengetahuanRasulullahSAW.Contoh: ‫هدُرسوالِهلل‬
ََُ ‫لخيل َعلي َْ َْع‬ َ

“Jabirraberkata:kamimakandagingKudadiwaktuRasulullahSAWmasihhidup (HR.Nasai)52cH
aditsMarfu’TaqririHukmi
Haditsyangberisisuatuberitayangberasaldarisahabat,kemudiandiikutidengankata-
kata:sunnatu abiqasim,atausunnatunabiyyina,atauminassunnah,ataukata-
katayangsemacamnya.Contoh:

َ ْ ُ ْ ‫لجمِعةاَلىا‬
‫لجمعةقاالَصْ بتا ُّّ َسنة‬ ََُّّْ ‫نز‬
َ ْ ُ ْ ‫عْخفيكقالمِنا‬ ْ ‫لخطابفقال ُُْْم ُنذكم َْ َلَْمْ َي‬
َّ َ ْ‫َِدمعلى َُع ْمربنا‬
َ ‫لِجهنياَنه َِق‬ ُْ
َِ َ ُ ‫َعن َْع َقبْةبن َعامرا‬

DariUqbahbinAmirAl-
Juhanyra,bahwasanyadiamenghadapkeUmarbinKhattab,setelahdiabepergiandari
Mesir.MakaUmarbertanyakepadanya:“sejakkapankamutidakmelepaskansepatukhufmu? ”
Uqbahmenjawab:
“Sejakjum’atsampaiharijum’at”.Umarberkata:“Kamusesuaidengansunnah”
PerkataandiatastidaklainadalahsunnahNabiMuhammadSAW.Tetapijikayangmemberikankali
matMinas
sunnatidansejenisnyadenganituseorangtabi’in,makahaditsyangdemikianitubukandisebuthad
itsmarfu’ tetapidisebuthaditsmauquf.
3.KehujjahanHaditsMarfu’
Hukumhaditsmarfu’tergantungpadakualitasdanbersambungatautidaknyasanad.Hadit
smarfu’yang
shahihdanhasandapatdijadikanhujjah,sedangkanhaditsmarfu’yangdha’ifbolehdijadikanhujja
hhanyauntuk menerangkanfadha’ilil‘amal(keutamaanamal). 10

KESIMPULAN
HadistMarfu’adalahhaditsyangdisandarkankepadaNabiMuhammadSawberupaucapa
n,perbuatan
ataupuntaqrirbaikhaditsitushahihatauhasan.SecaragarisbesarHaditsMarfu’dibagikedalamdu
abagian:
HadistMarfu’Sharih/HaqiqidanHadistMarfu’Hukmi.
HaditsMarfu’Sharih/Haqiqidibagimenjadi3bagianyakniHadistMarfu’QauliHaqiqi,Fi’liHaqiqiDa
nTaqriri Haqiqi.
Sebagaimanahaditsmarfu’haqiqi,haditsmarfu’hukmipundibagikepadatigabagian,yakni:Hadits
Marfu’Qauli Hukmi,Fi’liHukmiDanTaqririHukmi.

52
MuhammadFu’adAbdulBaqi,ShahihBukhariMuslim,(Jakarta;PTGramedia2017)h134,745

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Adapunkehujjahanatashaditsmarfu’tergantungkepadakualitashadistapabilahadistnyashahih
atauhasanmaka
dapatdijadikanhujjah,sedangkanhaditsmarfuyangdha’ifbolehdijadikanhujjahhanyauntukmen
erangkan fadha’ilil‘amal(keutamaanamal).

10
Zulkifli,StudiHadits(Riau:SuksesPress2015)cet.1h.81-84
DAFTARPUSTAKA
Jurnal:MuhammadAli.DidikHimmawan,“PeranHaditsSebagaiSumberAjaranAgama,
DalilDalilKehujjahanHaditsDanFungsiHaditsTerhadapAl-
Qur’an”“Risalah:JurnalPendidikandan
StudiIslam”,Tahun19.No.1(2019)

LeniAndariati,“HadisSejarahPerkembangannya”, “JurnalIlmuHadis”,Tahun20No.2(20
20)

NurlianaDamanik,“IlmuKewahyuan”,“JurnalKewahyuan”Tahun18No.2(2018)

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Buku:Muhajirin,MA.2016.UlumulHadistPalembang;NoerFIKriOffset,cet1

Nawin,Yuslem,MA.2001.UlumulHadist.Jakarta:PT.MutiaraSumberWidya.cet2

Al-QaththanManna.2017.PengantarStudiIlmuHadis.Jakarta;PustakaAl-
Kautsar:BukuIslamUtama. cet4

Zulkifli,2015.StudiHadits.Riau:SuksesPress.cet.1

Fu’adMuhammadAbdulBaqi.2017.ShahihBukhariMuslim.Jakarta;PTGramedia,cet.1

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
MataKuliah NamaDosen

UlumulHadits MardhiyaAgustina,S.Th.I.M.Pd.I

JUDULUTAMA:

PEMBAGIANKLASIFIKASIHADITSBERDASARKANKUANTITAS(JUMLAH)PERAWI
DANBERDASARKANNISBAT(PENYANDARANNYA) SUBJUDUL:

PENGERTIANHADITSMAUQUFDANMAQTHU,MACAM-MACAMNYA

(BESERTACONTOHNYA),DANKEDUDUKANNYADALAMBERHUJJAH

Kelompok:IV

NAMA NPM

SitiNajdahRifa 20.12.5199

INSTITUTAGAMAISLAMDARUSSALAMMARTAPURA

PRODIPENDIDIKANAGAMAISLAM

FAKULTASTARBIYAH

2020

PENDAHULUAN

HadismerupakansumberhukumIslamsetelahAl-Qur’an.Sepertiyangkita
ketahui,hadisadalahsegalasesuatuyangdisandarkankepadaNabiMuhammad

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
SAWbaikdariperkataan,perbuatan,danketetapannya.Hadisdilihatdarisumber
berita.SecaraumumdapatdikatakanjikasumberberitaituberasaldariAllahSWT
dinamakanhadisQudsi,jikasumberberitanyadatangnyadariNabidisebuthadis
Marfu’,jikadatangnyasumberberitaitudarisahabatdisebuthadisMauqufdanjika
datangnyadariTabi’indisebuthadisMaqthu’.

Sumberpertamaberitatidakdapatmenentukankeshahihansuatuhadis
sekalipundatangnyadariAllahatauNabi,karenatujuankualitasshahih,hasandan
dha’iftidakhanyadilihatdarisumberberitaakantetapilebihdilihatdarisumbersumberpembawa
berita.DengandemikianhadisMarfu’,mauquf,maqhtu’tidak
mutlakkesahahihannya,terkadangshahih,hasandandha’if.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
PEMBAHASAN

A.HaditsMauquf

1.PengertianHaditsMauquf

Al-Mauqufberasaldarikatawaqafa,yaqifu,mauqufunyangberartidihentikan
ataudiwaqofkan.Seakan-akanperawimenghentikansebuahhaditspadasahabat.
HaditsMauqufmenurutistilahadalahperkataanatauperbuatan,atautaqriryang
disandarkankepadasahabatNabishallallaahu‘alaihiwasallam,baikyang
bersambungsanadnyakepadaNabiataupuntidakbersambung(terputus).
Maksudnya,hadisttersebutseolah-olahlahirnyadikatakanolehseorangsahabat
mauquflafalnyatetapihakikatnyadisandarkankepadaRasullalahSAW.

2.Macam-macamHaditsMauquf

1)Mauqufqauli

Contoh:perkataanrawi:Telahberkata‘AlibinAbiThalibradliyallaahu‘anhu:

‫أتريدونأن ََّيك َذبﷲور ُُسوُُ له‬،‫حدثواالناسبمايعرفون‬

“Sampaikanlahkepadamanusiamenurutapayangmerekaketahui.Apakahengkau
menginginkanAllahdanRasul-Nyadidustakan?”(HR.Al-Bukharino.127(

2)Mauquffi’li

Contoh:perkataanAl-Bukhari: ‫وأمابنعباسوهومتيمم‬

“Ibnu‘Abbasmengimami(shalat),sedangkaniadalamkeadaanbertayamum.” (HR.
Al-Bukhari,kitabAt-Tayammumjuz1hal.82(

3)Mauquftaqririy

‫فعلتكذاأمامأحدالصحابةولميْنكر ََّعلي‬
ِ Contoh:perkataansebagiantabi’in

”Akutelahmelakukandemikiandidepansalahseorangshahabat,danbeliautidak
mengingkarikusedikitpun”."53

3.KehujjahanHaditsMauquf

53
Mudasir,IlmuHadis,Bandung:PustakaSetia,2010.Hlm.161-162

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
MenurutImamSyafi’ihaditsmauquftidakdapatdijadikanhujjah.Sebagian
ulamamenyatakanhaditsmauqufdapatsajadijadikanhujjah,karenanyahadits
mauqufharusdidahulukandaripenggunaanqiyas.

Imammalikberpendapat:“apayangberasaldariRasulullah,sayaakantaat
sepenuhhati.Apayangberasaldarisahabat,sayaakanmemilihnyamanayang
lebihkuatargumennya.Danapayangberasaldarithabi’in,makakalaumerekalakilaki,sayajugalaki
-laki.

ProfHasbimengatakanapabilamasalahyangdiperselisihidikalangansahabat
sendiri,makabagiorangyangmemenuhisyaratilmunyadiatidakbolehhanya
mengikutibegitusaja,tanpaterlebihdahulumencaridalilyangmenguatkansalah satunya.

HaditsMauqufsanadnyaadayangshahih,hasan,dandha’if.Walaupun
mauqufshahihpadamulanyatidakdapatdijadikanhujjah/dalil,karenaiahanya
perkataandanperbuatansahabatsemata,kecualiadaqarinahyangmenunjukkan
(yangmenjadikanmarfu’).

HaditsMauquftidakmenjadihujjah.Terutamajikabersangkutandengan
ibadah.DalamHaditsMauqufdikenalistilah“Mauqufpadalafadz,tetapiMarfu
padahukum”artinya.HaditsMauqufinilafadznyaberasaldarisahabatsedangkan
hukumnyadariRasulullahSAW.54

B.HaditsMaqthu

1.PengertianHaditsMaqthu

Menurutbahasa,Al-Maqthu’berasaldarikataqatha’aartinyayangdiputuskan
atauyangterputus.HaditsMaqthu’menurutistilahadalah:perkataandanperbuatan
yangdisandarkankepadatabi’inatauorangyangdibawahnya,baikbersambung
sanadnyaatautidakbersambung.

Dengankatalain,bahwahaditsmaqthu’adalahperkataan,perbuatandantaqrir
tabi’in.Haditssemacaminidisebutdenganhaditsmaqthu’,karenatidakditemukan
adanyaqarinahataukaitanyangmenunjukkanbahwahaditsinidisandarkankepada NabiSAW. 55.

2.Macam-macamHaditsMaqthu

1)Hadismaqthu’qauli

ContohHadisMaqthu:'‫صلوعليهبدعته‬:‫قواللحسنالبصريفيالصالةخلفالمبتدع‬

54
Agussolahudin&agusSuyadi,UlumulHadits,Bandung:PustakaSetia.2008.Hlm.15

55
Sa`dullah,Assa`idi,Hadits-haditstSekte,(Yogyakarta:PustakaBelajar,1996),hlm.1

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
PerkataanHasanBashrimengenaishalatdibelakangahlibid'ah"Shalatlahdandia
akanmenanggungdosaatasperbuatanbid'ahnya

2)Hadismaqthu’fi’li

ContohnyaadalahperkataanHarambinJubairyangmerupakansalahseorang
seniordikalangantabi'iy:
ْ
َْ ‫حبهِواذاحبه ِاْقب‬
‫ْالَلِيه‬ َ ‫ْاُْ ُْْلم‬
ََّ َّ‫ِؤمناذاعرفر‬
َِ َ َّ‫ا‬,‫بهجلَوعز‬ َ

"OrangmukminituapabilatelahmengenalTuhannya,niscayaiamencintai-Nya,
danapabilaiamencintai-Nya,niscayaAllahmenerimanya.

3)Hadismaqthu’taqriri(yangberupapersetujuan)

Contoh:sepertiperkataanHakambin‘Utaibah,iaberkata:“Adalahseoranghamba
mengimamikamidalammasjiditu,sedangsyuraih(juga)shalatdisitu.”

Syuraihadalahseorangtabi`in.RiwayathadisinimenunjukanbahwaSyuraih
membenarkanseoranghambatersebutuntukmenjadiimam.56

3.Kehujjahanmaqthu’

Hadismaqthu’tidakdapatdijadikanhujahdalamhukumsyara’sekalipunshahih,
karenaiabukanyangdatangdariNabi.Diahanyaperkataandanperbuatandari
sebagianumatislam.Tetapijikadisanaadabukti-buktiyangkuatyangmenunjukan
kemarfu’annya,makadihukumimarfu’mursal.Misalnyaperkataan. 57

KESIMPULAN

HadismauqufmenurutistilahialahApa-apayangdisandarkankepada
sahabatdariperkataan,perbuatan,atautaqrir.Hadismauquftidakbisadipakai
sebagaihujjahsebabhaditsmauqufhanyalahmerupakanperkataanatauperbuatan
darishahabatsaja,namunjikahaditstersebuttelahtetap,makahalitubisa
memperkuatsebagianhaditsda’if.

Hadismaqthu’menurutistilahialahhadisyangdisandarkankepadatabi'iatau
generasiyangdatangsesudahnyaberupaperkataanatauperbuatan.HadisMaqthu
tidaksamadenganmunqhati,karenamaqthuadalahsifatdarimatan,yaituberupa
56
AbbasMutawaliHamadah.As-sunnahAn-NabawiyahwalmakanatuhfiAt-Tasyri`.Kairo:DarAlQaumiyahliAth-
Thiba`ahwaAn-Nasyr.1965.Hlm.38

57
M.M.Azami,MetodologiKritikHadits.Terj.A.Yamin.Jakarta:pustakaHidayah.1992.Hlm.216-217.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
perkataanTabi'inatauTabiat-Tabi'in,sementaramunqathiadalahsifatdarisanad,
yaituterjadinyaketerputusansanad.

Tentanghaditsmauqufdanmaqthu’yangtelahmenjadiijma’dizamannya masing-
masingituyangmenjadihujjahbukanlahhaditsmauqufatauhadits
maqthu’nyaitusendiri,tetapiyangmenjadihujjahialahijma’nya.

DAFTARPUSTAKA

Mudasir.2010.IlmuHadis.Bandung:PustakaSetia.

Agussolahudin&agusSuyadi.2008.UlumulHadits,Bandung:PustakaSetia.

Assa`idiSa`dullah.1996.Hadits-haditstSekte,Yogyakarta:PustakaBelajar.

AbbasMutawaliHamadah.1965.As-sunnahAn-
NabawiyahwalmakanatuhfiAtTasyri`.Kairo:DarAl-QaumiyahliAth-Thiba`ahwaAn-Nasyr.

M.M.Azami.1992.MetodologiKritikHadits.Terj.A.Yamin.Jakarta:pustakaHidayah

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Mata Kuliah Dosen Pengampu
Mata Kuliah Dosen Pengampu
Ulumul Hadits Mardhiya Agustina, S.
Th.I.M.Pd.I
Judul:
PEMBAGIAN / KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN KUANTITAS (JUMLAH)
PERAWI DAN BERDASARKAN NISBAT (PENYANDARANNYA)

Pengertian hadits mutawatir, macam-macamnya (beserta contohnya masing-masing),


dan kedudukannya dalam berhujjah

Disusun Oleh:
Nama : Siti Aisyah Npm : 20.12.5196
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA PRODI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH
2020
BAB I

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
PENDAHULUAN

Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. Baik itu
qauli, f’li maupun taqriri. Sebagai sumberhukum Islam yang kedua, Hadis
memiliki kedudukan yang penting di dalam Islam. Tidak hanya menjadi sumber
hukumIslam, tetapi juga menjadi sumber ajaran bagi umat Islam yang menjadi
pedoman ataupun acuan yang diperlukan di dalam menjalankan tata kehidupan
manusia pada umumnya dan khususnya bagi umat Islam.
Kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam, tidak dapat dianggap
remeh ataupun tidak penting, karena begitu pentingnya maka hadis harus diseleksi
dan diteliti kebenarannya. penelitian Hadis dilakukan untuk mengetahuikebenaran
hadis tersebut datangnya dari Nabi Muhammad saw atau bukan. Dengan
ditemukannya kebenaran hadis maka dapat dijadikan hujjah dalam pengambilan
hukum di dalam Islam.
Apabila suatu Hadis tidak dapat diterima kebenarannya, maka hadis
tersebut tertolak atau tidak dapat diterima kehujjahannya. kehujjahan Hadis dapat
diterima apabila syarat-syarat Hadis telah terpenuhi seluruhnya ataupun Hadis
tersebut diterima oleh banyak orang, dimana sekelompok orang itu tidak mungkin
bersepakat untuk berbohong.
Tetapi ada juga Hadis yang hanya diterima oleh satu, dua, atau tiga orang
saja dan orang-orang itu dapat membacakan Hadis tersebut kepada beberapa orang
juga, dan dapat memasyhurkannya di kalangan tertentu saja. Hadis berdasarkan
kuantitas (jumlah perawinya) yaitu Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad .
Untuk itu pemakalah akan membahas tentang permasalahan Hadis mutawatir.
BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADIST MUTAWATIR

Secara etimologis, kata mutawatir (mutawatir ( ‫متواتر‬merupakan bentuk isim fa’il


dari bentuk mashdar, tawatur ,( ‫ )ت‚‚واتر‬berarti al-tatabi’u (‫)التت‚‚ابع‬, yakni datang
berturutturut dan beriring-iringan satu dengan lainnya. 58Definisi mutawatir pertama
kali dikemukakan oleh al-Baghdadi. Sebenarnya, ulama sebelumnya (semacam al-
Syafi’i) telah mengisyaratkan akan hal itu dengan istilah “khaba ‘ammah”. Al-
Baghdadi mendefinisikan hadits mutawatir sebagai “suatu hadits yang diriwayatkan
oleh sekelompok orang dengan jumlah tertentu yang menurut kebiasaan mustahil
mendustakan kesaksiannya”.
Sementara Ibn Salah mendefinisikannya lebih lengkap bahwa “mutawatir adalah
suatu ungkapan tentang berita yang diriwayatkan oleh orang yang memperoleh

58
Ahmad Umar Hasyim, Qawa’id Usul al-Hadith(Beirut: Dar al-Fikr,tt.),143.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
pengetahuan, yang kebenarannya dapat dipastikan dan sanadnya konsisten memenuhi
persyaratan tersebut dari awal sanad sampai akhirnya”59
Ada perbedaan di antara para ulama tentang batasan jumlah periwayat. Menurut
salah seorang ahli ushul dari golongan Mu’tazilah, Abu al-Husayn Muhammad Ibn
‘Ali Ibn al-Thayyib (w. 426 H), berpendapat bahwa di antara persyaratan mutawatir
adalah hadits yang diriwayatkan lebih dari empat orang.
Nuruddin Itr berpendapat bahwa jumlah periwayat itu tidak dibatasi dengan
bilangan. Pembatasannya secara rasional, prinsipnya mereka tidak mungkin (mustahil)
sepakat untuk berdusta atau lupa secara serentak.60
Begitu pula al-Ghazali, menurutnya, membicarakan masalah jumlah periwayat
tidak ada acuan yang pasti karena sangat berkaitan dengan kebiasaan dan alasan
(indikator qarinah) yang diperlukan masing-masing ulama. Artinya walaupun riwayat
itu tidak banyak, tetapi hadits itu sudah meyakinkan, maka sudah termasuk mutawatir.
Pendapat inilah yang disahihkan oleh para ahli hadits. Sementara di lain pihak,
sebagian ulama cenderung membatasi jumlah bilangan tersebut. Ada yang
berpendapat, jumlah yang layak untuk menilai suatu hadits dapat dikatakan mutawatir,
mencapai 70 orang. Ada juga yang 40 orang, 12 orang, atau bahkan ada yang cukup 4
saja.4
B. MACAM – MACAM HADIST MUTAWATIR
Hadist mutawatir terbagi menjadi 3 Macam, yaitu:61

1. Mutawatir lafdzi
Yaitu hadist yang diriwatkan orang banyak, memiliki lafal dan makna yang
sama atau juga hadist yang mutawatir.Contoh hadist mutawatir lalah:
‫ار‬ َّ َ‫ب َعلًي ُمتَ َع ِم ًد فَ ْلیَتَبَ َّو ُٔا َم ْق َع َدهُ ِمن‬
ِ ‫الن‬ ‚ََْ
َ ‫مْن َك َذ‬
“ Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku (Rasullullah SAW), Maka
hendaknya menempati tempat duduknya di api neraka”.(HR. Bukhari Muslim).
Menurut Zainuddin Al-iraqi, Hadist ini (selafadz) telah diriwayatkan lebih dari
70 orang sahabat, tapi yang semakna dengan hadist ini diriwayatkan 0leh
200 orang sahabat sebagaimana yang dikatakan imam An-Nawawi.62

59
M. Abdurrahman, pergeseran pemikiran hadist: Ijtihad Al-Hakim dalam menentukan status Hadist, Cetakan I
(Jakarta: Paramadina 2000), 170.
60
Nuruddin ltr, Ulum Al-Hadist 2, terj. Mujiyo, Cetakan Pertama( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994, 196.
4
Nuruddin ltr, op. Cit, 196-7. Bandingkan pula dengan M. Abdurrahman, op. Cit,172, yang mengatakan bahwa
ada ulama yang menyebutkan 5,20,40,70, dan 313 periwayat.
61
https://www.scribd.com/document/335037192/MAKALAH-HADIS-MUTAWATIR. Diakses pada
tanggal 7 Maret 2021 (10:21 WITA).
62
Ibid:.
7
Ibid:

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
2. Mutawatir Ma’nawy
Yaitu hadist mutawatir yang berasal dari beberapa hadist yang diriwayatkan
dengan lafadz berbeda tetapi apabila dikumpulkan mempunyai makna umum yang
sama. Contoh Hadist mutawatir Ma’nawy:
ْ
ِ َّ‫َت ى ُرئِ َى بَیَاضُ ِٕابطَ ْی ِھ فِى َشی ٍْئ م ْ ِن د ََُ‚َُعا ئِ ِھ اِال‬
‫فى‬ َ ‫َمارفَ َع‬
َّ ‫ص َّل ى ﷲُ َعلَ ْی ِھ و َسَل َّم یَ َد ْی ِھ َح‬
‫اال ِِْْٕ‚ٕستِ ْسقَا ِء‬
“ Konon Nabi Muhammad SAW. Tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam
do’a-do’a beliau, selain dalam do’a shalat istisqa, Dan beliau mengangkat
tangannya hingga nampak putih-putih kedua ketiaknya “.(HR.Bukhari Muslim) .
Menurut penelitian al-syuyuti hadist yang semakna dengan hadist ini telah
diriwayatkan dari sekitar 100 macam hadist tentang mengangkat tangan ketika
berdo’a dalam berbagai kesempatan. Dan setiap hadist tersebut berbeda
kasusunya dari hadist yang lain. Sedangkan setiap kasus belum mencapai derajat
mutawatir. Namun bisa menjadi mutawatir karena adanya beberapa jalan dan
persamaan antara hadist-hadist tersebut, yaitu tentang mengangkat tangan ketika
berdo’a.7

3. Mutawir Amali
Yaitu amalan agama yang dapat diketahui dengan mudah, dan telah mutawatir
diantara kaum muslimin (mulai dari para sahabat, tabi’in dan seterusnya sampai
pada generasi kita sekarang) bahwa nabi mengerjakannya atau memerintahkannya.
Contoh Hadist mutawatir amali:
‫صلّى‬
َ ‫صلُّ و ا َك َما َر َٔا ْیتُ ُموْ نِى ُٔا‬
َ
“Sholatlah kamu seperti kalian melihat aku sholat”(HR.Bukhari Muslim).
Telah menjadi ijma’ para ulama, semua itu terbuka dan disaksikan oleh banyak
sahabat dan kemudian diriwyatkan secara terbuka oleh sejumlah besar kaum muslimin
dari masa ke masa.
Nuruddin Itr mengambil titik temu pendapat tentang sedikit atau banyaknya hadits
mutawatir. Terutama pernyataan dari Ibn Shalah yang menganggap hadits mutawatir itu
sangat sedikit jumlahnya, sedangkan al-Hafizh Ibn Hajar menganggapnya mempunyai
jumlah banyak sekali.
Bahwasanya, pernyataan Ibn Shalah itu berkenaan dengan hadits mutawatir lafzy,
sedangkan Ibn Hajar mengenai hadits mutawatir ma`nawi. Adapun pendapat tentang
tidak adanya hadits mutawatir, menurut Ibn Hajar, muncul karena kurangnya penelitian
dan pengkajian. Bukti wujud hadits mutawatir dapat dijumpai pada hadits-hadits tentang
syiar Islam dan beberapa kewajiban dalam Islam, shalat, wudlu, dan puasa. Cukup
banyak literatur hadits yang disusun secara khusus memuat hadits-hadits mutawatir, baik
lafzy maupun ma’nawy.63

63
Nuruddin Ltr, Op. Cit., 200

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
C. KEHUJJAHAN HADIST MUTAWATIR
Hadits mutawatir mempunyai ilmu dharury yakni keharusan untuk menerima dan
mengamalkannya sesuai dengan yang diberikan oleh hadits mutawatir tersebut. Hadits
tersebut harus diyakini kebenarannya, sebagaimana kita meyakini kebenaran ayat
AlQur’an. Petunjuk dari hadits mutawatir harus diamalkan seperti keharusan
mengamalkan petunjuk Al-Qur’an dan tidak perlu diadakan pembahasan kembali tentang
keadaan rawinya.
Menurut pendapat para ulama hadits, bahwa tidak ada keraguan sedikitpun dalam
memakai hadits mutawatir, hadits mutawatir harus di yakini dan dipercayai sepenuh hati.
Hal ini sama halnya dengan pengetahuan kita tentang adanya udara, angin, panas, dingin,
air, api, dan jiwa yang tanpa membutuhkan penelitian ulang, kita sudah percaya akan
keberadaannya, jadi dengan kata lain hukum hadits mutawatir adalah qath’i.64
BAB III KESIMPULAN

Hadist mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh banyak periwayat dalam
setiap tingkatan satu dengan yang lainnya dan masing-masing periwayat tersebut semua
adil dan tidak memungkinkan mereka semua itu sepakat berdusta.
Hadist mutawatir sudah tidak diragukan lagi keshahihannya karena dilihat dari sisi
rawinya berjumlah banyak sehingga tidak mungkin mereka sepakat berdusta. Oleh
karena itu ulama menetapkan bahwa hadist mutawatir harus diterima sebagaimana umat
islam menerima ayat-ayat Al-Qur’an.
Hadist mutawatir dapat dibagi menjadi tiga bagian yakni:
Hadist mutawatir lafdzi yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang
susunan redaksi dan maknanya sesuai, benar antara riwayat yang satu dengan yang
lainnya.
Hadist mutawatir ma’nawi adalah hadits yang lafadz dan maknanya berlainan
antara satu riwayat dan riwayat lainnya, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum
(kulli).
Hadist mutawatir amali adalah hadist yang dapat diketahui dengan mudah, dan
telah mutawatir diantara kaum muslimin mulai sahabat,tabi’in sampai kita sekarang
bahwa nabi telah memerintahkannya dan mengerjakannya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman M, pergeseran pemikiran hadist: Ijtihad Al-Hakim dalam menentukan status Hadist, Cetakan I
(Jakarta: Paramadina 2000).

64
Al-Azizy Nur cahaya,Hadits Mutawatir dan Ahad, 2015
http://4ziz4nnur.blogspot.com/2015/05/haditsmutawatir-dan-ahad_2.html?m=1. Diakses pada tanggal 7
Maret 2021 (10:23 WITA)

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Nuruddin ltr, Ulum Al-Hadist 2, terj. Mujiyo, Cetakan Pertama( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994, 196.

Umar Ahmad Hasyim, Qawa’id Usul al-Hadith(Beirut: Dar al-Fikr,tt.).

https://www.scribd.com/document/335037192/MAKALAH-HADIS-MUTAWATIR
http://4ziz4nnur.blogspot.com/2015/05/hadits-mutawatir-dan-ahad_2.html?m=1

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Mata Kuliah Dosen Pembimbing
Ulumul Hadits Mardhiya Agustina, M.Pd

Pengertian Hadits Ahad, Macam-Macamnya , dan Kedudukannya dalam


Berhujjah

(Pembagian/klasifikasi hadits berdasarkan kuantitas perawi dan


)
berdasarkan nisbat
Disusun Oleh:

Siti Khadijah 20.12.5197

FAKULTAS TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

MARTAPURA

2021

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits dan Sunnah baik secara struktural maupun fungsional disepakati oleh
mayoritas umat Islam dari berbagai aliran Islam sebagai sumber ajaran Islam, karena
dengan adanya hadits dan sunnah maka ajaran Islam menjadi jelas, rinci dan spesifik.
Sepanjang sejarahnya, hadits-hadits yang tercantum dalam berbagai kitab hadits yang ada
datang melalui proses penelitian ilmiah yang kompleks, sehingga menghasilkan hadits
yang berkualitas yang diinginkan oleh penyusunnya. Implikasinya, terdapat berbagai
jenis kitab hadits yang sering ditemukan dalam berbagai tajuk rencana (materi hadits)
dan rantainya, karena di antara para pengumpul hadits menggunakan kriteria dan
standarnya masing-masing.
Sehingga dengan adanya ulama hadits, umat Islam dapat mengetahui hadits-hadits
tersebut yaitu Sahih, Hasan, Dha'if dan Hadits Palsu. Karena tidak semua hadits bisa
dipraktekkan dan dijadikan landasan hukum yang baik. Setelah Nabi wafat, banyak orang
membuat hadits palsu untuk kepentingan kelompoknya atau untuk menggulingkan
penguasa.
Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang hadits ahad, yang
dimulai dari pengertian hadits ahad, macam-macam hadits ahad beserta contohnya dan
kehujjahan hadits ahad menurut pendapat ulama. BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Ahad


Kata ahad berarti satu, khabar al-wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh
satu orang.65 Menurut istilah ilmu hadits ahad berarti “hadits yang tidak memenuhi
syarat-syarat hadits mutawatir”.2

Muhammad ash-Shabbaq, Al-Hadits an-Nabawi; Mushthalahuh Balagatuh, ‘Ulumuh, Khutub,


65

(Mansyurat al-Maktab al-Islami, t.t., 1392H/1972M), h.21

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Hasb66i Ash-Shiddieqy mengatakan hadits ahad, ialah hadits yang jumlah
periwayatnya tidak sampai kepada batas mutawatir walaupun jumlah periwayatnya lebih
dari satu orang.67
B. Macam-Macam Hadits Ahad
Berdasarkan jumlah sanad, hadits ahad terbagi kepada tiga macam:68 1. Hadits
Masyhur
Hadis masyhur memiliki arti kata hadits yang terkenal. Berdasarkan arti kata
ini, di antara ulama ada yang memasukan ke dalam hadis masyhur “segala hadis yang
populer dalam masyarakat, meskipun tidak mempunyai sanad sama sekali, dengan
tanpa membedakan apakah memenuhi kualitas shahih atau dha‟if”.5 Contoh hadits
masyhur yang shahih:6

َ َ‫انع َجهَُتَ‚َُ ِمه‬


ِ َ‫انش ْط‬
َ (‫او َز)رواي انتزمذي‬
Tergesa-gesa itu adalah dari (perbuatan) setan. (HR. Tirmidzi).
2. Hadits „Aziz
Hadits „aziz ialah hadits yang rentetan periwayatnya terdiri dari duadua orang
atau pada satu tingkat (thabaqat) terdiri dari dua orang. Sebagian yang lain
mengatakan, hadits „aziz ialah hadits yang diriwayatkan oleh atau dari dua orang
kepada dua orang pada tiap tingkatan (thabaqat)-nya.69
Contoh hadits „aziz:8
ٌََ
َّ ‫ ُْؤ ِمهَُأ َحَذ ُُك ْم َحت‬Ùَ‚‫ ََل‬:‫صهىََال ُّّل َع ٍهَِ ًٍ‚ًٍِْ َو َسهَّ َم قا َ َل‬ ََّ ُ‚ًًًَََُُْْ‫ِض ََال ُّّل َعى‬ ٌَْ ًَِ ‚ًَ ‫بُخاريُّ َع ْه‬
‫إِن‬ َ َ‫ى أ ُكون‬
ٍٍَِ ‚َ ُّ‫أحب‬ َ ‫أن َرس ُُْ‚ْو َل ال ِّّل‬ ًِ ‚ً ‫أِبْ ٌَ‚ َُز ْ َزةَ َر‬ ِ َُ‚َ ‫ي ا ْن‬
ُ ‫َما َر َوا‬

ِ ‫ًٍَْ‚ًٍَِْ ِم َْْهَ‚ َوانَ ِذِيَ‚َِ َونِ ِذ‬


.‫ي‬

َHadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari hadits Abu


Hurairah, bahwa Rasul SAW bersabda: “tidak beriman salah seorang kamu sehingga
aku lebih dicintainya dari orang tuanya dan anaknya.
3. Hadits Gharib

66
Mahmud ath-Thahhan, Taisir Mushalah al-Hadits, (Dar ats-Tsaqafah al-Islamiyah, Beirut, t.t.) h. 22
67
M. Nasri Hamang, “Kehujahan Hadis Ahad Menurut Mazhab Suni Dan Syi‟ah”, Al-Fikr, Vol. 14 No. 3
(2010), h. 411-412.
68
Alfiah, dkk, Studi Ilmu Hadis, (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2016), h. 116-118. 5 Utang Ranuwijaya,
Ilmu Hadis, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1996), h. 137 6 Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT
Mutiara Sumber Widya, 2001), h. 213.
69
M. Nasri Hamang, Op. Cit, h. 412. 8 Nawir Yuslem, Op.
Cit, h. 214.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Hadits gharib ialah hadits yang menyendiri seorang perawi dalam
periwayatannya. Hadits gharib yang diriwayatkan oleh satu orang perawi saja pada
tiap thabaqat (tingkatan sanad) atau pada sebagian tabagatnya.70
Hadits gharib terbagi dua, yaitu:71
a. Gharib Muthlaq
Hadits gharib muthlaq adalah hadits yang menyendiri seorang perawi dalam
periwayatnya pada asal sanad.
Contoh hadits gharib muthlaq:
ََ (‫َ)أخز ً‚ًََجانش خان‬.‫ت‬ ‚áٍِّ ِ ‫إ َّ‚ َِِّو َما األ ََْ‚ْع َما ُل با‬
ِ َ ‫نِى‬
Sesungguhnya seluruh amal itu bergantung pada niat. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh „Umar ibn al-Khathab sendiri
ditingkat sahabat.
b. Gharib Nisbi
Hadits gharib nisbi ialah hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang
perawi pada asal sanad (perawi pada tingkat sahabat), namun dipertengahan sanad-
nya terdapat tingkatan yang perawinya hanya sendiri (satu orang).
Contoh hadits gharib nisbi:

‫صهَّىَال ُّّل َع ٍهَِ ًٍَْ‚ًٍِ ََْو َسهَّ َمد َخ َم َم َّكتَ َ‚و‬ ًَِّ ًَّ‚•
َ َّ ‫انىًِب‬ ََّ ُ‚ًَ‫ِض ََال ُّّل َع ًََُُْْى‬
‫أن‬ َِ ‚َ ‫انز ِْز َْْيَ‚ َع ْه أ َو‬
ُّ ‫ك َع ِه‬
ٌ ِ‫َما َر َواُيَ‚َُ َمان‬
ًِ ‚ً ‫ِس َر‬
َ (‫ش خان‬ َُ‚َ ‫أِسِ ً‚ًِ ان ِم ْغ‬
ٍ ‫َ)أخز ً‚ًََجان‬.‫فُز‬ ُِ ‚ُ ‫عَه َى َر‬
Hadits yang diriwayatkan oleh Malik dari al-Zuhri dari Anas r.a.,
bahwasanya Nabi SAW memasuki kota Mekkah dan di atas kepalanya terdapat al-
mighfar (alat penutup/penutup kepala). (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada hadits ini, hanya Malik sendiri yang menerima hadits tersebut dari
al-Zuhri.
Kedudukan Hadits Ahad
Kedudukan hadits ahad dalam berhujjah menurut pendapat beberapa
72
Imam:
1. Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah menerima hadits ahad dengan menetapkan syarat-syarat
sebagai berikut:
70
Alfiah, Op. Cit, h. 117-118.
71
Nawir Yuslem, Op. Cit, h. 216-217.
72
M. Nasri Hamang, Op. Cit, h. 94-97.

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
a. Periwayatnya tidak menyalahi riwayatnya
b. Riwayatnya tidak menyangkut soal yang umum
c. Riwayatnya tidak menyalahi qiyas.
Pada prinsipnya Abu Hanifah menetapkan al-Qur`an sebagai sumber hukum
Islam yang pertama, menerima sunnah jika datang dari orang yang terpercaya,
menerima hadits ahad sesudah al-Qur`an, jika hadits ahad tidak bertentangan dengan
kaedah yang telah di-ijma‟-i oleh ulama, tidak teemasuk soal yang umum dan tidak
menyalahi qiyas‟.
2. Imam Malik bin Anas
Untuk hadits ahad, ulama-ulama Malikiyah tidak mengamalkannya bila
bertentangan dengan amalan-amalan atau „urf ulama-ulama Madinah, menginat ada
pandangan yang mengatakan, amalan-amalan ulama Madinah sama dengan
riwayatnya. Pada intinya, Imam Malik membina hukum-hukum Islam dengan
berdasarkan al-Qur`an sebagai sumber pembinaan yang pertama, kemudian sunnah
sebagai sumber pembinaan yang kedua. Dalam hal hadits, Imam Malik menerima
hadits masyhur, hadits mursal dan hadits mutawatir serta hadits ahad. Sementara
khusus hadits ahad, Imam Malik memberi syarat, yaitu tidak bertentangan dengan
amalan-amalan ulama Madinah.
3. Imam Syafi‟i
Imam Syafi‟i memakai ijma‟, qawl sahabat dan qiyas dengan merujuk pada
kedua sumber ajaran Islam tersebut. Selanjutnya, Imam
Syafi‟i menerima hadits ahad sebagai hujjah dengan syarat, harus dari periwayat yang
dapat dipercaya dan memenuhi kriteria tam al-dhabit.
4. Imam Ahmad bin Hanbal
Jumhur ulama berpendapat bahwa hadits ahad hanya dapat digunakan dalam
bidang „amali (pengamalan) dan tidak boleh digunakan dalam bidang i‟tiqadi
(akidah). Akan tetapi Imam Ahmad bin Hanbal menggunakan hadits ahad dalam
kedua bidang tersebut, baik itu „amali maupun i‟tiqadi. Imam Ahmad bin Hanbal ber-
hujjah dengan hadits mutawatir, hadits ahad, hadits mursal dan hadits dha‟if. Bahkan
ia mendahulukan hadits dha‟if dari pada qiyas.

KESIMPULAN

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.
Hasbi Ash-Shiddieqy mengatakan hadits ahad, ialah hadits yang jumlah
periwayatnya tidak sampai kepada batas mutawatir walaupun jumlah periwayatnya lebih
dari satu orang.
Berdasarkan jumlah sanad, hadits ahad terbagi kepada tiga macam yaitu
Hadits Masyhur, Hadits ‘Aziz dan Hadits Gharib.
Adapun kehujjahan hadits ahad menurut para Imam yang empat, Imam
Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi‟i Syafi‟i dan Imam Ahmad bin
Hanbal, menerima hadits ahad sebagai hujjah dengan syarat-syarat tertentu.
DAFTAR PUSTKA

Ash-Shabbaq, Muhammad. 1392H/1972M . Al-Hadits an-Nabawi; Mushthalahuh


Balagatuh, ‘Ulumuh, Khutub. Mansyurat al-Maktab al-Islami.
Ath-Thahhan, Mahmud. Taisir Mushalah al-Hadits, Dar ats-Tsaqafah alIslamiyah,
Beirut.
Hamang, M. Nasri, “Kehujahan Hadis Ahad Menurut Mazhab Suni Dan
Syi‟ah”, Al-Fikr, Vol. 14 No. 3 (2010).
Alfiah, dkk. 2016. Studi Ilmu Hadis. Pekanbaru: Kreasi Edukasi.
Ranuwijaya, Utang. 1996. Ilmu Hadis. Jakarta : Gaya Media Pratama.
Yuslem, Nawir. 2001. Ulumul Hadis, Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya

Brown, D. W. Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern.( Bandung: Mizan.2000),cet.3 hal.

Anda mungkin juga menyukai