Anda di halaman 1dari 12

Nama : Ribka Westinia

NIM : PO.62.20.1.17.341
Prodi : Sarjana Terapan Keperawatan Reg 4
(Pokok Kajian ), MK. Kebijakan Kes. Nasional) Tgl. 9 Oktober 2020,
A. Tugas Mandiri Mahasiswa yaitu tentang :
Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan
1. Pelayanan kesehatan penduduk miskin Kelas III RS
2. Pembangunan Rumah sakit daerah terpencil (Dacil)
3. Perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit
4. Pengadaan obat dan perbekalan rumah sakit
5. Peningkatan pelayanan rujukan
6. Pengembangan pelayanan dokter keluarga
7. Biayaoperasional dan oprasional kesehatan
Intruksi Penugasan :
1. Buat rangkungan materi kajian sebagai mana diatas,
2. Carilah sumber referensi dari berbagai sumber di internet, sumber pustaka seperti
yang terbuat dalam RPS atau Kontrak Program MK. Kebijakan Kes.Nasional
3. Setiap sub kajian minimal, diketik pada 1-2 halaman
4. Di Kumpulkan hari jum,at 9 Oktober 2020, pkl.16.00 Wib melalui Sipen Mata Kuliah
.
Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan
A. Pelayanan kesehatan penduduk miskin Kelas III RS
Peningkatan Akses Masyarakat Kurang Mampu terhadap Pelayanan Kesehatan
Peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu terus dilakukan.
Sejak tahun 2005 melalui penyediaan upaya jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
masyarakat miskin (askeskin) di puskesmas dan jaringannya serta rumah sakit kelas III.
Pada tahun 2008 program tersebut dikembangkan melalui program jaminan kesehatan
kepada masyarakat (jamkesmas) dengan sasaran seluruh penduduk miskin yang berobat
ke puskesmas dan jaringannya dilayani secara cuma-cuma, dan sasaran penduduk miskin
sebesar 76,4 juta orang untuk perawatan di rumah sakit kelas III. Penentuan besaran
penduduk miskin didasarkan pada kriteria BPS tahun 2005 Statistik Mikro Rumah
Tangga Miskin, yaitu sebesar 19,1 juta rumah tangga yang terdiri atas 3,8 juta rumah
tangga sangat miskin, 8,2 juta rumah tangga miskin, dan 6,9 juta rumah tangga dekat
miskin. Dengan penghitungan setiap rumah tangga miskin rata-rata 4 jiwa, jumlah
penduduk miskin yang menjadi sasaran sebanyak 76,4 juta orang. Pertimbangan sasaran
tersebut untuk mencakup kelompok sangat miskin, miskin, dan tidak mampu dalam
program jamkesmas adalah jika kelompok tersebut sakit dan memerlukan layanan
kesehatan di rumah sakit, dan tidak mampu secara ekonomi. Berdasarkan data SDKI-
BPS tahun 2002—2003, alasan orang yang sakit tidak mau memanfaatkan layanan
kesehatan sebagian besar karena tidak mempunyai uang (34%), biaya transportasi mahal
(16%) dan kendala jarak (18%). Dengan demikian, kepada kelompok tersebut perlu
diberikan perlindungan melalui program jaminan kesehatan masyarakat. Dengan adanya
jaminan tersebut diharapkan akses kelompok miskin terhadap pelayanan kesehatan di
puskesmas dan RS kelas III dapat dijamin keberlangsungannya.
Dengan menyadari pentingnya penanganan yang berkelanjutan terhadap masalah
kesehatan masyarakat miskin, Pemerintah tetap berkomitmen menyelenggarakan layanan
dan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin melalui program upaya kesehatan
perseorangan dan kesehatan masyarakat.
Langkah-langkah yang telah ditempuh untuk mengatasi berbagai masalah yang
menonjol selama setahun terakhir dan hasil yang dicapai adalah sebagai berikut:
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat kurang mampu,
telah dilaksanakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin
sejak tahun 2005. Cakupan program itu terus ditingkatkan, yakni 60 juta jiwa pada tahun
2005 menjadi 76,4 juta jiwa pada tahun 2008 yang meliputi penduduk sangat miskin,
miskin, dan hampir miskin. Program itu dapat meningkatkan akses penduduk miskin
untuk menikmati fasilitas kesehatan terutama puskesmas dan rumah sakit. Adapun data
pemanfaatan di pelayanan kesehatan dasar untuk rawat jalan tingkat pertama (RJTP) di
puskesmas mencapai 109.859.374 kasus, sedangkan rawat inap tingkat pertama (RITP)
di puskesmas sebanyak 585.979 kasus pada tahun 2006. Data pemanfaatan pelayanan
kesehatan rujukan untuk rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL) di rumah sakit meningkat
dari 1.452.080 kasus pada tahun 2005 meningkat menjadi 6.918.379 kasus pada tahun
2006 dan menurun menjadi 5.961.712 kasus pada tahun 2007. Rawat inap tingkat
lanjutan (RITL) di rumah sakit terjadi peningkatan, yaitu dari 562.167 kasus pada tahun
2005 menjadi 1.580.135 kasus pada tahun 2006 dan 1.916.198 kasus pada tahun 2007.
Layanan kesehatan khusus, seperti pelayanan jantung meningkat dari 380 kasus pada
tahun 2005, menjadi 2.950 kasus pada tahun 2006 dan meningkat lagi menjadi 6.401
kasus pada tahun 2007.
Sumber:
https://www.bappenas.go.id/files/5613/5229/8326/bab28__20090202204616__1756__29
.pdf
B. Pembangunan Rumah sakit daerah terpencil (Dacil)
Pelayanan kesehatan didaerah terpencil telah menjadi program prioritas yang telah
ditetapkan dalam rencana strategis program pembangunan kesehatan, yakni memberikan
layanan kesehatan kepada masyarakat pada daerah terpencil dan tertinggal, perbatasan
dan kepulauan (DTDK). Daerah yang menjadi sasaran kegiatan adalah daerah yang
mempunyai kriteria sulit dari segi transportasi, kondisi alam yang sulit dan masyarakat
yang masih tergolong KK miskin juga memiliki status kesehatan yang masih rendah.
Langkah-langkah tindak lanjut dan telah ditempuh untuk mengatasi berbagai
masalah yang menonjol khususnya untuk pembangunan kesehatan DTPKadalah sebagai
berikut :
1. Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas sarana dan prasaranapelayanan kesehatan
dasar dan rujukan, terutama pada daerah dengan aksesibiltas yang relatif rendah.
Aksesibilitas masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan terus membaik dengan
bertambahnya fasilitas kesehatan seperti puskesmas, puskesmas pembantu, pos
kesehatan desa (poskesdes), serta rumah sakit. Peningkatan jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan juga ditunjukkan dengan bertambahnya puskesmas pembantu dan
puskesmas keliling.Sementara itu, lebih dari 95 persen masyarakat dapat menjangkau
sarana kesehatan dalam jarak dan waktu tempuh yang pendek. Demikian pula,
utilisasi fasilitas kesehatan meningkat pesat namun akses penduduk terhadap fasilitas
belum optimal sehingga masih terdapat sekitar 33,7 persen penduduk mengalami
kendala jarak dan biaya. Di pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang lebih padat,
akses terhadap pelayanan kesehatan relatif mudah karena permukiman penduduk
lebih dekat dengan Puskemas dan jaringannya. Namun, di kawasan Indonesia bagian
timur, dengan jumlah penduduk kecil dan bertempat tinggal tersebar dan menghadapi
kendala geografis menyebabkan akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan lebih
rendah. Peningkatan status Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan.
2. Peningkatan pembiayaan yang diikuti oleh efisiensi penggunaan anggaran.
3. Pengembangan jaminan pelayanan kesehatan, antara lain dengan pengembangan
asuransi kesehatan wajib dan pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan
masyarakat dan swasta;
4. Peningkatan jumlah, jenis, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan untuk pemenuhan
kebutuhan nasional serta antisipasi persaingan global yang didukung oleh system
perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan secara sistematis dan didukung oleh
peraturan perundangan;
5. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, mutu, dan penggunaan obat, terutama obat
esensial termasuk penggunaan obat yang rasional, yang didukung oleh pengembangan
peraturan perundangan dan peningkatan pemanfaatan bahan obat asli Indonesia;
6. Peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dengan penekanan
pada perilaku dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat termasuk mendorong
penciptaan lingkungan dan peraturan yang kondusif, dan penguatan upaya kesehatan
berbasis masyarakat dengan memperhatikan kemampuan dan karakteristik
masyarakat. Untuk daerah terpencil atau pedalaman yang belum terjangkau listrik,
pemutaran film dalam promosi dan penyuluhan kesehatan sangat diminati masyarakat.
Sumber: https://id.scribd.com/doc/201169341/Pembangunan-Kesehatan-Daerah-
Terpencil

C. Perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit


Pemeliharaan bangunan rumah sakit meliputi pemeliharaan dan perbaikan keciluntuk
seluruh bangunan rumah sakit yang mencakup arsitektur, utilitas dan halaman.
1. Pemeliharaan.
Pemeliharaan pencegahan yang dilakukan secara berkala meliputi :
a) Pembersihan,
b) perapihan,
c) pelumasan,
d) penyetelan,
Perbaikan kecil yang dilakukan sesuai keadaan atau kebutuhan meliputi:
a) Pemolesan,
b) pelapisan,
c) pengecatan,
d) penggantian komponen atau suku cadang yang rusak dengan volume atau nilai
perbaikan tidak melebihi 2 (dua) % dari volume atau nilai keseluruhan per unit.
2. Sasaran kegiatan pemeliharaan.
Arsitektur bangunan, meliputi :
a) Lantai dan tangga,
b) dinding dan partisi,
c) pintu dan jendela,
d) atap dan talang,
e) dan plafon.
Utilitas, meliputi :
a) Listrik,
b) plumbing,
c) tata udara (AC),
d) komunikasi dalam gedung,
e) pemadam kebakaran dan lift,
f) instalasi pengelohan air limbah.
Halaman, meliputi :
a) Pagar,
b) lapangan parkir,
c) saluran air hujan
d) tempat sampah.
3. Pelaksanaan pemeliharaan.
Pelaksana pemeliharaan bangunan rumah sakit dapat dilakukan sendiri oleh bagian
pemeliharaan sarana rumah sakit yang bersangkutan, oleh bengkel rujukan atau oleh
pihak ketiga.
4. Biaya pemeliharaan.
Biaya pemeliharaan bangunan rumah sakit dibebankan pada anggaran rutin rumah
sakit. Komponen biaya pemeliharaan meliputi biaya pengadaan bahan, suku cadang,
alat kerja bantu.
Sumber: https://snars.web.id/rs/pedoman-pelayanan-bagian-instalasi-
pemeliharaan-sarana/

D. Pengadaan obat dan perbekalan rumah sakit


Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu
yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan
dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga
kefarmasian. Halyang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
1. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
3. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai
Nomor Izin Edar dan.
4. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok obat yang
secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi
tutup. Pengadaan dapat dilakukan melalui:
1. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa
yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
a. Kriteria Sediaan Farmasi,Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang
meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.
b. Persyaratan pemasok.
c. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai.
d. Pemantauan rencanapengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
2. Produksi Sediaan Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi
sediaan tertentu apabila:
a. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran.
b. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri
c. Sediaan Farmasidengan formula khusus.
d. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking.
e. Sediaan Farmasi untuk penelitian dan.
f. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas
hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
3. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan
dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sumbangan/dropping/hibah.
METODE PELAKSANAAN PENGADAAN OBAT
Metode pengadaan perbekalan farmasi di setiap tingkatan pada sistem kesehatan
dibagi menjadi 5 kategori metode pengadaan barang dan jasa, yaitu:
1. Pembelian.
a. Pelelangan umum
b. Pemilihan terbatas
c. Penunjukan langsung
Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu melaksanakan diyakini
terbatas yaitu untuk pekerjaan yang kompleks, maka pemilihan penyedia
barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda pelelangan terbatas dan
diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi
dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu,
guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang
memenuhi kualifikasi.
d. Penunjukkan langsung
Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa
dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 penyedia
barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya
sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Swakelola
3. Produksi Kriterianya adalah obat lebih murah jika diproduksi sendiri, Obat tidak
terdapat di pasaranatau formula khusus Rumah Sakit.
4. Obat untuk penelitian
5. Kerjasama dengan pihak ketiga

E. Peningkatan pelayanan rujukan


Sistem Rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yg mengatur pelimpahan tugas/wewenang & tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal; maupun struktural &
fungsional thd kasus/masalah penyakit atau permasalahan kesehatan. Rujukan dibagi dlm
rujukan medik/perorangan yg berkaitan dgn pengobatan & pemulihan berupa pengiriman
pasien (kasus), spesimen, & pengetahuan tentang penyakit; serta rujukan kesehatan
dikaitkan dgn upaya pencegahan & peningkatan kesehatan berupa sarana, teknologi, dan
operasional.
Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan yg
lebih tinggi dilakukan apabila:
1. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
2. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan yg lebih rendah
dilakukan apabila:
1. Permasalahan pasien dpt ditangani oleh tingkatan pelayanan yg lebih rendah sesuai
dgn kompetensi dan kewenangannya;
2. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam
menangani pasien tersebut;
3. Pasien memerlukan pelayanan lanjutan yg dpt ditangani oleh tingkatan pelayanan yg
lebih rendah & untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang;
dan/atau
4. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dgn kebutuhan pasien
karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan.Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan dan/atau ketenagaan yg sifatnya sementara atau menetap.Setiap pemberi
pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk pasien bila keadaan penyakit/permasalahan
kesehatan memerlukannya, kecuali dgn alasan yang sah dan mendapat persetujuan
pasien/keluarganya (pasien tdk dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya,
atau geografis).
Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya yg
diberikan setelah dijelaskan oleh tenaga kesehatan yg berwenang, sekurang-kurangnya
mengenai :
1. Diagnosis & terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
2. Alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
3. Risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
4. transportasi rujukan; dan
5. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan.
Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima
rujukan.Penerima rujukan berkewajiban:
1. menginformasikan mengenai ketersediaan sarana & prasarana serta kompetensi &
ketersediaan tenaga kesehatan
2. memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien; dan
3. memberikan informasi kepada perujuk mengenai perkembangan keadaan pasien
setelah selesai memberikan pelayanan.
Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan kesehatan lanjutan
sejak menerima rujukan.
Sumber : Permenkes 001 tahun 2012 ttg sistem rujukan pelayanan kesehatan
perorangan

F. Pengembangan pelayanan dokter keluarga


Perkembangan Dokter Keluarga
1. UU Praktek Kedokteran No. 29 Thn 2004 →upaya untukmemperbaiki kualitas
pelayanan dasar dan kualitas dokter praktek umum di Indonesia.
2. Pada SKN 2004 upaya kesehatan perorangan strata pertamamemakai konsep dokter
keluarga.
3. Hasil akhir fakultas kedokteran sebelum menjalankan prakteknya di masyarakat
→Pendekatan Pelayanan Kedokteran Keluarga (masa depan), pelayanan kesehatan
yang lebih bertanggung jawab dan profesional(saat ini)
4. UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) No. 40 Thn 2004 →jaminan kesehatan
sebagai payung perlindungan sosial setiap rakyat, khususnya akses terhadap
pelayanan kesehatan yang terstruktur dan berjenjang.
Tujuan pelayanan dokter keluarga
1. Tujuan Umum
Terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga
2. Tujuan Khusus
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien
Manfaat pelayan dokter keluarga
1. Penanganan kasus sbg manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang
disampaikan
2. Pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan
3. Pengaturan pelayanan spesialis akan lebih baik dan terarah
4. Pelayanan kesehatan terpadu (penanganan masalah kesehatan tidak menimbulkan
berbagai masalah lainnya)
5. Keterangan kesehatan dan ataupun keterangan keadaan sosial keluarga dapat
dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
6. Dapat diperhitungkan faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit, termasuk
faktor sosial dan psikologis.
7. Penanganan kasus dengan tata cara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal
8. Mencegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan
biaya kesehatan
Karakteristik dokter keluarga
1. Mencakup semua masalah kesehatan. Terlepas dari umur, jenis kelamin atau
karakteristik lain dari orang yang bersangkutan
2. Penggunaan sumber daya kesehatan efisien (pelayanan koordinatif, bekerja sama
dgn profesional lainnya dalam layanan primer, komunikasi dengan spesialis,
memberikan advokasi kepada pasien)
3. Melakukan pendekatan person–centreddan berorientasi kepada individu dan
keluarganya, dan komunitasnya
4. Konsultasi dgn konsep hubungan dari waktu ke waktu, melalui komunikasi efektif
antara dokter-pasien
5. Menyediakan pelayanan berkesinambungan yg sesuai kebutuhan pasien
6. Pengambilan keputusan berdasarkan prevalensi dan insidensi penyakit dalam
komunitas
7. Mengelola penyakit secara simultan, baik akut maupun kronis Mengelola penyakit
yang memberikan gejala undifferentiatedpada tahap awal perkembangannya, yang
membutuhkan intervensi secepatnya
8. Promosi kesehatan dan kesejahteraan dengan intervensi yang tepat dan efektif
9. Memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat
10. Siap dengan masalah kesehatan pasien dalam dimensi fisik, psikologis, sosial,
kultural dan eksistensial
Tugas Dokter Keluarga
1. Pelayanan primer paripurna dan bermutu, guna penapisan untuk pelayanan
spesialistik yang diperlukan
2. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat
3. Pelayanan kedokteran secara aktif pada saat sehat dan sakit
4. Pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya
5. Membina keluarga pasien dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan
penyakit, pengobatan dan rehabilitasi
6. Menangani penyakit akut dan kronik
7. Tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS, dan tetap bertanggung-
jawab atas pasien yang dirujuk, termasuk memantau pasien yang telah dirujuk atau
dikonsultasikan
8. Membina dan mengikutsertakan keluarga dalam upaya penanganan penyakit
9. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya
10. Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien
11. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard.
12. Melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara umum dan
ilmu kedokteran keluarga secara khusus.
Sumber : http://repository.unimal.ac.id/4007/1/DOKTER%20KELUARGA.pdf
G. Biaya operasional dan oprasional kesehatan
Bantuan Operasional Kesehatan merupakan salah satu program pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan. Sumber dana Bantuan Operasional Kesehatan yaitu APBN
melalui Dana Tugas Pembantuan Kementrian Kesehatan. Bantuan Operasional
Kesehatan merupakan upaya pemerintah pusat dalam membantu pemerintah daerah
untuk mencapai target nasional di bidang kesehatan yang menjadi tanggung jawab
daerah. Bantuan Operasional Kesehatan  merupakan biaya operasional yang dikhususkan
untuk membantu puskesmas. Hal ini dikarenakan peran puskesmas sangat penting, kaena
menjadi ujung tombak dalam upaya kesehatan di masyarakat dalam hal promotif dan
preventif. Peran puskesmas menurut fungsinya adalah sebagai berikut:
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
3. Pusat pelayanan kesehatan masyakat primer
4. Pusat pelayanan kesehatan perorangan primer
Puskesmas pada dasarnya tidak hanya melayani upaya kuratif saja melinkan juga
upaya promotif dan preventif secara aktif ke masyarakat. Kecenderungan yang terjadi
sekarang adalah upaya kuratif lebih banyak dilakukan dan hal ini didukung dengan
banyaknya dana yang turun ke puskesmas untuk pelayanan kuratif (Jamkesmas dan
Jampersal). Alasan lain adalah terbatasnya dana promotif dan preventif yang diberikan
ke puskesmas. Penjelasan lainnya adalah kemampuan sumber daya menjadi penyebab
juga upaya pelayanan laur gedung (promotif dan preventif) menjadi terbatas. Kemapuan
sumber daya manusia juga dituding menjadi penyebab pengelolaan atau manajemen
puskesmas lemah dan tidak dapat diharapkan sebagai mana mestinya sebagai organisasi
ujung tombak pelayanan kesehatan di masyarakat.
Pemerintah pusat melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan bermaksud untuk
mendongkrak kinerja puskesmas dan jejaringnya, Poskesdes dan Posyandu. Dana ini
diharapkan dapat membantu puskesmas dalam memperbaiki manajemen organisasi dan
mengidentifikasi permasalahan dasar masyarakat . beberapa program rutin puskesmas
yang senantiasa harus digalakkan adalah lokakarya mini. Lokakarya mini ini bisa
dilakukan puskesmas setiap bulan dan setiap tiga bulan.  Dalam lokakarya ini diharapkan
puskesmas dapat mengevaluasi pelayanan baik kuratif , promotif dan preventif yang
diberikan kepada masyarakat. Beberapa kegiatan evaluasi juga bisa dimasukkan dalam
lokakarya mini ini seperti, evaluasi kinerja bidan desa oleh bidan koordinator, evaluasi
kinerja kader oleh bidan desa atau evaluasi isi dan format laporan.

Anda mungkin juga menyukai