Case Anak BRPN& Thalasemia Yopi
Case Anak BRPN& Thalasemia Yopi
Disusun oleh:
Yopi Anugrah Wati
030.14.202
Pembimbing:
dr. Ade Amelia, Sp.A
Di RSUD
Karawang
Karawang, April 2019
Pembimbing
dr. Ade Amelia., Sp. A
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala
panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat dengan frekuensi nafas >50
kali/menit, sesak, dan gejala lainnya sakit kepala, gelisah dan nafsu makan
berkurang.(1)
Period prevalence dan prevalensi tahun 2013 sebesar 1,8 persen dan 4,5
persen. Berdasarkan kelompok umur penduduk, Period prevalence pneumonia
yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat
pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya.
Period prevalence pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita
pneumonia yang berobat hanya 1,6 per mil. Pneumonia balita lebih banyak
dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah
(27,4‰).(1)
2.1 Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis dengan ayah kandung pasien pada hari Kamis
tanggal 28 Maret 2019 pukul 19.30 WIB di Ruang Rawamerta kamar 155 RSUD
Karawang
2.1.1 Identitas pasien
Nama : SM
Umur : 3 tahun 10 bulan
Tempat, tanggal lahir : Rengasdengklok, 25/02/2016
Pendidikan : Belum sekolah
Alamat : Bakan Buah, Kalangsuria
Jenis kelamin : Perempuan
Suku bangsa : Sunda
Agama : Islam
Anak ke : Kedua
No. RM : 00.72.xx.xx
2.1.2 Identitas orang tua
Profil Ayah Ibu
Nama D N
Umur 34 tahun 30 tahun
Alamat Bakan Buah Bakan Buah
Pekerjaan Buruh IRT
Pendidikan SD SMP
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Kesimpulan : Hubungan dengan orang tua merupakan orang tua kandung
2.1.3 Keluhan utama
Sesak napas sejak 1 hari SMRS
2.1.4 Keluhan tambahan
Batuk berdahak, pilek, demam, lemas dan lesu, napsu makan
menurun.
2.1.5 Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa oleh orang tuanya ke RSUD Karawang dengan
keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak napas tidak semakin
memberat namun tidak pula membaik. Sesak napas tidak disertai bunyi
mengi. Pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 1 hari SMRS batuk
berdahak tidak dapat keluar, batuk tidak disertai darah yang keluar. Selain
batuk pasien juga mengalami demam yang baru dirasakan dihari saat
pasien datang ke RSUD Karawang. Tampak lemas, lemah, dan cepat lelah
juga diceritakan oleh ayah pasien. Mual, muntah, mencret disangkal oleh
ayah pasien namun pasien mengalami penurunan napsu makan sejak 3 hari
SMRS. Tidak terdapat keluhan dalam BAK dan BAB
2.1.6 Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat Morbiditas kehamilan Tidak ada
kehamilan Antenatal Care 4 x selama kehamilan
Tempat persalinan Rumah
Penolong persalinan Dukun beranak
Cara persalinan Spontan pervaginam
Masa gestasi 39 Minggu
Berat lahir -
Riwayat Panjang lahir -
Lingkar kepala -
Kelahiran
Keadaan Langsung menangis Ya
Pucat -
bayi Kebiruan -
Kuning -
Skor APGAR -
Kelainan bawaan -
Kesimpulan: Pasien lahir dirumahnya dan ditolong oleh dukun bayi lahir secara
spontan pervaginam, cukup bulan, dan saat lahir langsung menangis.
2.1.7 Riwayat perkembangan psikomotor
• 0-3 bln
• tangan dan kaki bergerak aktif, bisa menoleh ke kiri dan ke kanan,
menatap ibu.
• 3-6 bln
• mengangkat kepala saat tengkurap, mengeluarkan suara “ooo”,
memegang benda – benda
• 6-9 bln
• Duduk, merangkak, memegang benda-benda kecil dengan telunjuk
dan ibu jari, mengeluarkan kata tanpa arti,menoleh ketika dipanggil
• 9-12 bln
• Berdiri tanpa dibantu, meniru suara, mengerti perintah atau
larangan, memasukkan semua benda ke dalam mulut
• 12-18 bln
• Berjalan dan berkeliling rumah, mengucapkan 5-10 kata,
menyusun 2 kotak
• 18-24 bln
• Menyusun 6 kotak, belajar makan sendiri, bermain main dengan
anak-anak lain
• 2-3 th
• Meloncat, memanjat, mengucapkan kalimat sederhana,
menggambar lingkaran
Kesimpulan : Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia pasien.
2.1.8 Riwayat makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur susu Nasi tim
0-3 ASI - - -
3-6 ASI - - -
Buah (pisang,
6-9 ASI + PASI Bubur nasi -
pepaya)
Buah (pisang,
9 - 12 ASI + PASI Bubur nasi Nasi tim
pepaya)
1. 13 tahun Laki- Ya - - - -
Laki
2. 3 tahun Perempu Ya - - - Pasien
an
Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama M N
Perkawinan ke Pertama Pertama
Usia saat menikah 21 tahun 17 tahun
Pendidikan terakhir SD SMP
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Thoraks :
Inspeksi : Gerak napas simetris, tidak tampak lesi maupun
deformitas pada dinding dada, iktus kordis tidak
tampak, retraksi dada (+)
Palpasi : Iktus kordis teraba pada telapak pemeriksa
Perkusi : Sonor-pekak pada kedua hemithoraks paru
Auskultasi :
Paru : SNV +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur -, gallop –
Abdomen :
Inspeksi : permukaan perut tampak datar, tak tampak smiling
umbilicus, tidak tampak distensi
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 2-3 x/menit, tak
terdengar arterial bruit, tak terdengar venous hum
-
Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan - -
- - -
- -
-
2.4 Resume
Pasien SM 3 tahun dibawa oleh orang tuanya ke RSUD Karawang
dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak napas tidak semakin
memberat namun tidak pula membaik. Sesak napas tidak disertai bunyi
mengi. Pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 1 hari SMRS batuk
berdahak tidak dapat keluar, batuk tidak disertai darah yang keluar. Selain
batuk pasien juga mengalami demam yang baru dirasakan dihari saat
pasien datang ke RSUD Karawang. Tampak lemas, lemah, dan cepat lelah
juga diceritakan oleh ayah pasien. Mual, muntah, mencret disangkal oleh
ayah pasien namun pasien mengalami penurunan napsu makan sejak 3 hari
SMRS. Tidak terdapat keluhan dalam BAK dan BAB.
Pasien lahir dirumahnya dan ditolong oleh dukun bayi lahir secara
spontan pervaginam, cukup bulan, dan saat lahir langsung menangis.
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia pasien. Pasien
mendapatkan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan dan di berikan makanan
pendamping ASI sejak usia 6 bulan hingga sekarang. Snack atau jajanan
mulai diberikan sejak usia 1 tahun. Kualitas makanan cukup baik.
Kuantitas makanan cukup baik. Riwayat imunisasi dasar pada pasien ini
tidak lengkap lengkap. Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang
serupa dengan pasien dan memiliki riwayat kebiasaan buruk. Pasien telah
memiliki riwayat sakit talasemia sejak usia 7 bulan dan control setiap
1x/bulan. Lingkungan rumah padat penduduk. Ventilasi udara dan
pencayahaan sinar matahari dalam rumah kurang baik baik. Untuk
kebersihan sekitar rumah kurang baik. Riwayat sosial ekonomi keluarga
pasien kurang baik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kesan sakit
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis dan tampah anemis. Pada
status gizi menurut WHO BB/U (-2SD) - +2SD, TB/U (-2SD) - 2SD,
BB/TB (-2SD) - +2SD. TD 90/60 mmHg, Nadi 100 x/menit, pernapasan
50 x/menit, suhu 38,6 0C dan SpO2 95 %. Pada pemeriksaan seneralis
didapatkan konjungtiva anemis (+), napas cuping hidung (+), napas cuping
hidung (+/+), tidak terdapat deviasi septum nasal, mukosa mulut pucat,
pada inspeksi dada tampak retraksi dada (+) perkusi sonor-pekak (+) pada
kedua hemitoraks paru, ronki (+) .
Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 8 g/dL, eritrosit 3.3 x 10 6/uL,
leukosit 22.96x103/uL, trombosit 885x103/uL, Ht 23.3 %, neurofil 79%,
limfosit 15%, GDS 119 mg/dL.
Medikamentosa
Inj .Cefotaxime 3x250 mg
Inj. PCT 3x100 mg
P.O Ambroxol Syrup 3x½Cth
Cairan Rumatan IV:
IVFD 4:1
1000 + ((14-10) x 50)
1000 + 200 = 1200 cc/hari = 50 cc/jam = 0,83 cc/menit
tetesan makro 0,83 x 20 = 16 makro/menit
O2 1-2 liter/menit
Tranfusi PRC
(Hb target – Hb saat ini) x BB x 4
(12 – 8) x 14 x 4 = 224 cc
2.8 Follow Up
120
100
80
suhu
60
nadi
pernapasan
40
20
0
28/3 29/3 30/3
Tanggal S O A P
29 Maret Demam (+) Kepala : BRPN, IVFD 4:1 = 10 tpm
2019 Batuk (+) Normocephal,
Talasemia Inj. Cefotaxime 3x300
kering. BAB Konjugtiva anemis
dan BAK tidak (+/+), sklera (-/-), mg
ada keluhan. napas cuping Ambroxol Syrup
Nafsu makan hidung (-)
pasien Leher : KGB dan 3x½Cth
membaik. Tiroid Tidak teraba Paracetamol 3x100 mg
Keluhan sakit pembesaran.
pada bagian Thorax : SNV +/+,
perut tidak ada. Rh +/+ Wh -/-,
BJ1-2 Reguler, M-
G-
Abdomen : BU (2-
3x/menit) supel,
NT –
Ektremitas : akral
hangat pada
ektremitas atas dan
bawah, tidak
ditemukan oedem.
Bronkopneumonia
3.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan pertukaran gas setempat.(2)
3.2 Epidemiologi
Imunisasi memberikan dampak dalam penurunan insiden pneumonia yang
disebabkan oleh pertussis, difteri, campak, Haemophilus influenzae dan S
Pneumonia. Diperkirakan 4 juta kematian setiap tahunnya di Negara berkembang
disebabkan infeksi respiratory akut.(9) Pneumonia merupakan masalah kesehatan
utama bagi anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan
Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) tahun 2001, 27.6%
kematian bayi dan 22.8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
respiratori, terutama pneumonia.(7)
3.3 Etiologi
Penyebab pneumonia pada neonates dan bayi kecil meliputi streptococcus
group B dan bakteri Gram negative seperti E. Coli, Pseudomonas sp, atau
Klibsiella sp. Pada bayi lebih besar dan remaja selain bakteri tersebut sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia. Di negara maju pneumonia terutama
disebabkan oleh virus disamping bakteri atau campuran bakteri virus. Sekitar 32%
pneumonia disebabkan oleh virus saja, 30% oleh bakteri virus dan 22% bakteri
saja. Virus terbanyak yang ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV),
Rhinovirus, dan virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza tipe B dan Mycoplasma pneumonia.
Kelompok anak berusia diatas 2 tahunnmempunyai etiologi infeksi bakteri yang
lebih banyak daripada anak berusia dibawah 2 tahun.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Bakteri Bakteri
E. Coli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophilus influenzae
Lahir-20 hari Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Haemophilus influenzae tipe
3 minggu-3 Streptococcus pneumniae B
Virus Moraxella catharalis
bulan
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenzae Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenzae 1,2,3 Virus
RSV Virus Sitomegalo
4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Haemophilus influenzae tipe
Clamydia pneumoniae B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenzae Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenzae
Virus Rino
RSV
Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophilus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
5 tahun-remaja
Virus Epstein-Barr
Virus Influenzae
Virus Parainfluenzae
Virus Rino
RSV
Virus Varisela-Zoster
3.7 Klasifikasi
Pneumonia sangat berat
Ada sesak napas atau batuk dengan saturasi oksigen <90 % atau
sianosis sentral atau
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas
(retraksi epigastrium), grunting atau
Tanda pneumonia disertai tanda bahaya (tidak dapat minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk)
Wajib dirawat dan diberi antibiotic
Pneumonia berat
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas
(retraksi epigastrium)
Tanpa sianosis dan masih bias minum
Rawat di rumah sakit dan diberi antibiotic
Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas/retraksi dada
Ada napas cepat dengan frekuensi pernapasan:
>60 x/menit untuk anak usia kurang dari 2 bulan
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40 x/menit untuk anak usia >1-5 tahun
Bukan pneumonia
Bila tidak ada nafas cepat dan nafas cepat
3.8 Diagnosis
Penegakan diagnosis pada pneumonia dapat dilihat dari keadaan klinis dari
keterlibatan system respiratori, serta gambaran radiologis. Predictor yang paling
kuat adalah adanya demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori yaitu
takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.
WHO telah mengembangkan pedoman dalam penegakan diagnosis pada
pneumonia. Pedoman ini ditujukan untuk pelayanan kesehatan primer dan sebagai
pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Tujuan dari
dibuatnya pedoman diagnosis sederhana ini yaitu menyederhanakan kriteria
diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung dideteksi, menetapkan
klasifikasi penyakit, dan menetukan dasar pemakaian antibiotic.
Gejala klinis sederhana ini merupakan napas cepat, sesak napas, dan
berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas
cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh ketika
bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium).
Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan- 5 tahun adalah tidak dapat minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk. Tanda bahaya untuk bayi
berusia <2 bulan adalah malas untuk minum , kejang, keasadaran menurun,
stridor, mengi, dan demam atau baan terasa dingin.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman WHO:
Bayi dan anak 2 bulan - 5 tahun
Pneumonia berat
Bila ada sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas
- >50x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
- >40x/menit untuk anak >1 – 5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
tidak ada napas cepat dan sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simtomatis seperti penurun panas
3.10 Komplikasi
Efusi parapnemonik
Pneumonia bakterial sering kali menyebabkan cairan inflamasi
terkumpul diruang pleura kondisi ini akan mengakibatkan efusi
pleura parapneumonik atau apabila cairan berupa cairan purulen
disebut empiema. Efusi dalam jumlah kecil tidak memerlukan
terapi. Efusi dalam jumlah besar akan membatasi pernapasan dan
harus dilakukan tindakan drainase
Bronkiektasis
Jaringan parut pada saluran respiratori dan parenkim paru akan
menyebabkan terjadinya dilatasi bronkus dan mengakibatkan
bronkiektasis dan peningkatan risiko terjadinya infeksi berulang.
Abses paru
Abses paru merupakan kasus yang jarang terjadi pada anak dan
umumnya disebabkan oleh aspirasi pneumonia atau infeksi di
belakang bronkus yang mengalami obstruksi
Bronkiolitis obliterans
Pneumonia adenovirus berat dapat menyebabkan bronkiolitis
obliterans yaitu proses inflamasi sub akut dimana saluran
respiratory berkaliber kecil digantikan oleh jaringan parut sehingga
terjadi penurunan volume paru dan kompilans paru.
Sindrome Swyer James
Sekuel fokal dari pneumonia nekrotik berat yaitu sebagian dari
paru mengalami peningkatan translusensi radiologi dan berkaitan
dengan infeksi adenovirus tipe 21.(9)
3.11 Prognosis
Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan
sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sembuh sempurna, walaupun kelainan
radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu sebelum kembali ke kondisi normal.
Pada beberapa anak, pneumonia dapat berlangsung lebih lama dari 1 bula atau
dapat berulang. Pada kasus seperti ini kemungkinana adnya penyakit lain yang
mendasari harus diinvestigasi lebih lanjut, seperti pada uji tuberculin, pemeriksaan
hidroklotida keringat untuk penyakit klasik fibrosis, pemeriksaan immunoglobulin
serum dan determinasi sub kelas IgG, bronkoskopi untuk identifikasi kelainan
anatomis atau mencari benda asing dan pemeriksaan barium meal untuk refluks
gastrointestinal.(9)
Talasemia
Definisi
Talasemia adalah gangguan hemoglobin akibat penurunan produksi satu
atau lebih rantai globin dan merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara
autosomal resesif. Penyakit ini pertama kali ditemukan bersamaan di Italia dan
Amerika antara tahun 1925-1927.(10)
Epidemiologi
Populasi dunia diperkirakan 3% (150 juta orang) pembawa gen - β
talasemia. Di Indonesia, angka pembawa talasemia- β adalah 3%-5%, bahkan di
daerah tertentu mencapai 10%. Berdasarkan hasil penelitian, dengan perhitungan
dari angka kelahiran dan jumlah penduduk di Indonesia diperkirakan pasien
talasemia yang baru lahir cukup tinggi, mencapai 2500 bayi pertahun.
Data Pusat Talasemia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM,
mencatat usia tertua pasien mencapai 40 tahun dan berkeluarga serta memiliki
keturunan. Jumlah pasien yang terdaftar di Pusat Talasemia, Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, FKUI-RSCM, sampai dengan bulan Agustus 2009 mencapai
1.494 pasien dengan rentang usia terbanyak antara 11-14 tahun. Jumlah pasien
baru terus meningkat setiap tahunnya mencapai 100 orang/tahun.(10)
Patofisiologi
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-α dan sepasang rantai lain yang
menentukan jenis Hb. Pada orang normal dewasa terdapat tiga jenis Hb, yaitu Hb
A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari dua rantai-α dan dua rantai-ß =
α2ß2), Hb F(< 2% = α2γ2) dan HbA2 (< 3% = α2δ2). Kelainan produksi dapat
terjadi pada rantai-α (α-thalassaemia), rantai-ß (ß- thalassaemia), rantai-γ (γ-
thalassaemia), rantai-δ (δ-thalassaemia), maupun kombinasi kelainan rantai-δ dan
rantai-ß (ßδ- thalassaemia). Pada thalassemia-ß, kekurangan produksi rantai-ß
menyebabkan kekurangan pembentukan HbA (α2ß2); kelebihan rantai- α ini akan
berikatan dengan rantai-γ yang secara kompensatoir menyebabkan Hb F
meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit
sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective
erythropoesis). Pada talasemia-α, berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis
rantai α dan rantai non-α (ß, γ,atau δ). Rantai non-α yang tidak mempunyai
pasangan akan membentuk agregat yang tidak stabil, yang merusak sel darah
merah dan prekursornya.(12)
Diagnosis (12)
Salah satu tanda khas dari talasemia mayor adalah facies Cooley. Pad gejala klinis
yang ditemukan pada pasien dengan talasemi yaitu pucat, lemah, lesu dan terdapat
anak dengan perut membesar. Gejala klinis talasemia terutama disebabkan oleh
anemia, hipoksia dan kerusakan membran eritrosit. Bentuk heterozigot talasemia
biasanya asimtomatik dan hanya menunjukkan gejala anemia ringan sehingga sulit
dideteksi melalui pemeriksaan klinis atau pemeriksaan laboratorium biasa. Untuk
mendeteksinya diperlukan diagnosis molekuler untuk menentukan jenis mutasi
yang terjadi.
1. Diagnosis molekuler
Bila mutan sudah diketahui, maka DGGE juga dapat dipakai untuk deteksi
mutasi tersebut yaitu membandingkannya dengan pola pada mutan yang sudah
diketahui.
2. Diagnosis prenatal
Bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin apakah janin yang dikandung
menderita talasemia mayor. Diagnosis ini terutama ditujukan pada janin dari
pasangan baru yang sama-sama pengemban sifat talasemia serta janin dari
pasangan yang telah mendapat bayi talasemia sebelumnya. Diagnosis ini
dilakukan dengan menggunakan darah yang diperoleh dari fetus berusia 18-20
minggu, kemudian dilanjutkan dengan analisis terhadap produksi rantai ß
retikulosit. Diagnosis talasemia-ß homo-zigot ditegakkan jika tidak terdapat
produksi rantai ß atau produksinya sangat rendah.
Tatalaksana
Hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit
talasemia. Penatalaksanaan penyakit ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
Suportif
1. Transfusi darah
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (< 6 g/dL ).
Pemberian transfusi darah berupa PRC (Packed Red Cell) untuk mempertahankan
kadar Hb diatas 12 g/dL dan tidak melebihi 16 g/dL.
2. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent untuk mengeluarkan besi dari jaringan
tubuh. Pemberian secara teratur membantu mengurangi terjadinya
hemosiderosis.Pemberian kelasi besi (desferoxamine) untuk mengatasi
masalah kelebihan zat besi.
Pemberian asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat, khususnya pada pasien yang jarang mendapat transfusi darah.
Vitamin E 200-400 IU (International Unit) setiap hari sebagai
antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi
Bedah
Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme yang membatasi gerak
pasien, meningkatkan tekanan intraabdominal yang mengganggu pernapasan,
serta beresiko ruptur limpa.
Transplantasi sumsum tulang: perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru
dengan talasemia mayor. Pada saat ini keberhasilannya hanya mencapai 30%
kasus. Lain-lain
ANALISIS KASUS
DAFTAR PUSTAKA