Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

Disusun oleh:
Yopi Anugrah Wati
030.14.202

Pembimbing:
dr. Ade Amelia, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 25 MARET – 1 JUNI 2019
KARAWANG
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Yopi Anugrah Wati


NIM : 030.14.202
Universitas : Trisakti
Judul : Bronkopneumonia, Talasemia
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Pembimbing : dr. Ade Amelia., Sp. A

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi Salah


Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian
Ilmu Kesehatan Anak

Di RSUD
Karawang
Karawang, April 2019

Pembimbing
dr. Ade Amelia., Sp. A
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala
panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat dengan frekuensi nafas >50
kali/menit, sesak, dan gejala lainnya sakit kepala, gelisah dan nafsu makan
berkurang.(1)

Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka


kematiannya sangat tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di Negara
maju seperti Amerika, Kanada dan Negara-Negara Eropa lainya. Di Amerika
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor satu setelah kardiovaskuler dan
TBC. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Tahun
2007 1,2 juta orang di Amerika Serikat dirawat di rumah sakit dengan pneumonia
dan lebih dari 52.000 orang meninggal akibat penyakit ini. Di daerah Eropa dan
Amerika Utara kejadian pneumonia 34-40 kasus per 1.000 anak, kebanyakan
kasus pneumonia pada anak usia prasekolah yaitu, empat bulan sampai lima
tahun. Di dunia setiap 20 detik seorang anak meninggal akibat pneumonia dan
setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1
balita/15 detik) dari 9 juta total kematian balita.(2)

Data dari WHO/UNICEF tahun 2006 menunjukkan bahwa Indonesia


menduduki peringkat ke-enam dunia dengan jumlah penderita mencapai
6.000.000 jiwa.(3) Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia prevalensi
pneumonia balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi
11,2% pada tahun 2007.(4)

Period prevalence dan prevalensi tahun 2013 sebesar 1,8 persen dan 4,5
persen. Berdasarkan kelompok umur penduduk, Period prevalence pneumonia
yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat
pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya.
Period prevalence pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita
pneumonia yang berobat hanya 1,6 per mil. Pneumonia balita lebih banyak
dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah
(27,4‰).(1)

Penyebab utama virus pneumoni pada anak adalah Respiratory Syncytial


Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus inflamasi A dan B,
parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus.(4)
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis dengan ayah kandung pasien pada hari Kamis
tanggal 28 Maret 2019 pukul 19.30 WIB di Ruang Rawamerta kamar 155 RSUD
Karawang
2.1.1 Identitas pasien
Nama : SM
Umur : 3 tahun 10 bulan
Tempat, tanggal lahir : Rengasdengklok, 25/02/2016
Pendidikan : Belum sekolah
Alamat : Bakan Buah, Kalangsuria
Jenis kelamin : Perempuan
Suku bangsa : Sunda
Agama : Islam
Anak ke : Kedua
No. RM : 00.72.xx.xx
2.1.2 Identitas orang tua
Profil Ayah Ibu
Nama D N
Umur 34 tahun 30 tahun
Alamat Bakan Buah Bakan Buah
Pekerjaan Buruh IRT
Pendidikan SD SMP
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Kesimpulan : Hubungan dengan orang tua merupakan orang tua kandung
2.1.3 Keluhan utama
Sesak napas sejak 1 hari SMRS
2.1.4 Keluhan tambahan
Batuk berdahak, pilek, demam, lemas dan lesu, napsu makan
menurun.
2.1.5 Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa oleh orang tuanya ke RSUD Karawang dengan
keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak napas tidak semakin
memberat namun tidak pula membaik. Sesak napas tidak disertai bunyi
mengi. Pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 1 hari SMRS batuk
berdahak tidak dapat keluar, batuk tidak disertai darah yang keluar. Selain
batuk pasien juga mengalami demam yang baru dirasakan dihari saat
pasien datang ke RSUD Karawang. Tampak lemas, lemah, dan cepat lelah
juga diceritakan oleh ayah pasien. Mual, muntah, mencret disangkal oleh
ayah pasien namun pasien mengalami penurunan napsu makan sejak 3 hari
SMRS. Tidak terdapat keluhan dalam BAK dan BAB
2.1.6 Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat Morbiditas kehamilan Tidak ada
kehamilan Antenatal Care 4 x selama kehamilan
Tempat persalinan Rumah
Penolong persalinan Dukun beranak
Cara persalinan Spontan pervaginam
Masa gestasi 39 Minggu
Berat lahir -
Riwayat Panjang lahir -
Lingkar kepala -
Kelahiran
Keadaan Langsung menangis Ya
Pucat -
bayi Kebiruan -
Kuning -
Skor APGAR -
Kelainan bawaan -
Kesimpulan: Pasien lahir dirumahnya dan ditolong oleh dukun bayi lahir secara
spontan pervaginam, cukup bulan, dan saat lahir langsung menangis.
2.1.7 Riwayat perkembangan psikomotor
• 0-3 bln
• tangan dan kaki bergerak aktif, bisa menoleh ke kiri dan ke kanan,
menatap ibu.
• 3-6 bln
• mengangkat kepala saat tengkurap, mengeluarkan suara “ooo”,
memegang benda – benda
• 6-9 bln
• Duduk, merangkak, memegang benda-benda kecil dengan telunjuk
dan ibu jari, mengeluarkan kata tanpa arti,menoleh ketika dipanggil
• 9-12 bln
• Berdiri tanpa dibantu, meniru suara, mengerti perintah atau
larangan, memasukkan semua benda ke dalam mulut
• 12-18 bln
• Berjalan dan berkeliling rumah, mengucapkan 5-10 kata,
menyusun 2 kotak
• 18-24 bln
• Menyusun 6 kotak, belajar makan sendiri, bermain main dengan
anak-anak lain
• 2-3 th
• Meloncat, memanjat, mengucapkan kalimat sederhana,
menggambar lingkaran
Kesimpulan : Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia pasien.
2.1.8 Riwayat makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur susu Nasi tim

0-3 ASI - - -

3-6 ASI - - -

Buah (pisang,
6-9 ASI + PASI Bubur nasi -
pepaya)
Buah (pisang,
9 - 12 ASI + PASI Bubur nasi Nasi tim
pepaya)

Jenis makanan Frekuensi dan jumlah


Nasi/ Pengganti Tim 2-3x/hari, 1 kali makan 7 - 9 suapan
Sayur 2x/hari
Daging ayam 3x/bulan
Ikan 3x/bulan
Telur 1-2x/hari
Tahu 4x/minggu,
1-2 potong
Tempe 4x/minggu
1-2 potong
Kesimpulan : Pasien mendapatkan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan dan di
berikan makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan hingga sekarang. Snack atau
jajanan mulai diberikan sejak usia 1 tahun. Kualitas makanan cukup baik.
Kuantitas makanan cukup baik.
2.1.9 Riwayat imunisasi
Vaksin Dasar (umur dalam bulan) Ulangan (umur)
Hep B 0
Polio 1
BCG 1bl
DPT
Hib
Campa
k
Kesimpulan riwayat imunisasi: Riwayat imunisasi dasar pada pasien ini tidak
lengkap lengkap.
2.1.10 Riwayat keluarga
Corak reproduksi
No Tgl. Lahir Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan
. kelamin mati (sebab) kesehatan

1. 13 tahun Laki- Ya - - - -
Laki
2. 3 tahun Perempu Ya - - - Pasien
an

Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama M N
Perkawinan ke Pertama Pertama
Usia saat menikah 21 tahun 17 tahun
Pendidikan terakhir SD SMP
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Riwayat penyakit keluarga


Ayah pasien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami hal serupa
dengan pasien. Riwayat penyakit DM, Hipertensi, riwayat sakit paru, riwayat sakit
jantung, riwayat sakit ginjal disangkal oleh ayah pasien.
Riwayat kebiasaan dalam keluarga
Ayah pasien seorang perokok dan sudah merokok sejak kurang lebih 20
tahun. Pasien sehari harinya selalu bersama ayahnya.
Kesimpulan : Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang serupa dengan
pasien dan memiliki riwayat kebiasaan buruk.
2.1.11 Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteri - Penyakit -
jantung
Cacingan - Diare - Penyakit -
ginjal
DBD - Kejang - Radang -
paru
Otitis - Morbili - TBC -
Parotitis - Operasi - Lain-lain 7 bulan
(Talasemia)
Kesimpulan : Pasien telah memiliki riwayat sakit talasemia sejak usia 7 bulan
dan control setiap 1x/bulan.
2.1.12 Riwayat lingkungan tempat tinggal
Pasien tinggal bersama ayah dan kakak kandungnya. Pasien tinggal di
lingkungan yang padat penduduk. Rumah milik sendiri, 1 kamar, 1 kamar mandi
dengan WC jongkok, terdiri dari 1 jendela ruang tamu dan 1 jendela kamar tidur.
Sumber air mandi dan minum menggunakan air sumur, jarak septitank dengan
rumah kurang lebih 10 m. Untuk pembuangan sampah, sampah dikumpulkan lalu
biasanya dibakar untuk sampah yang tidak bisa terurai untuk sampah rumah
tangga yang mudah terurai di buang dibelakang rumah.
Kesimpulan : Lingkungan rumah padat penduduk. Ventilasi udara dan
pencayahaan sinar matahari dalam rumah kurang baik baik. Untuk kebersihan
sekitar rumah kurang baik.
2.1.13 Riwayat sosial ekonomi
Ayah pasien seorang buruh dengan penghasilan tidak menentu dan kurang
lebih Rp 300.000/minggu dan ibu pasien merupakan seorang TKW dengan gaji
kurang lebih 4.000.000/bulan dan baru bekerja 1 bulan ini. Ayah pasien
mengatakan bahwa penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari hari. Pasien merupakan pasien BPJS kelas III.
Kesimpulan : Riwayat sosial ekonomi keluarga pasien kurang baik.
2.1.14 Riwayat pengobatan
Pasien rutin kontrol ke RSUD Karawang dan tranfusi setiap 1x/bulan.
2.2 Pemeriksaan fisik
Dilakukan pemeriksaan fisik pada anak SM hari Jumat tanggal 28 – 03 –
2019 pukul 19.30 WIB di Ruang Rawamerta kamar 155 RSUD Karawang.
2.2.1 Keadaan umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan lain : Ikterik (-), Pucat (-), Perdarahan (-), Sianosis (-),
Anemis (+), Mata Cekung (-)

2.2.2 Data antropometri dan status gizi


Pengukuran berdasarkan grafik WHO
Berat badan : 14 Kg
Panjang badan : 90 cm
BB/U : (-2SD) - +2SD = Berat Badan Cukup
TB/U : (-2SD) - 2SD = Tinggi Badan Normal
BB/TB : (-2SD) - +2SD = Gizi Baik / Cukup

2.2.3 Tanda-tanda vital


Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Laju pernapasan : 50 x/menit
Suhu badan : 38,6 0C
SpO2 : 95 %

2.2.4 Status generalis


Kepala : Normocephal, UUB datar
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak
mudah dicabut
Wajah : Wajah simetris, tidak tampak bengkak, tidak
tampak dismorfik
Mata : Edema palpebra -/-, palpebra hiperemis -/-, ptosis
-/-, sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis +/+,
eksoftalmos -/-, strabismus -/-, lagoftalmos -/,
cekung periorbita -/-, injeksi-/-, enoftalmos -/-, pupil
bulat isokor, reflex cahaya langsung +/+; reflex
cahaya tak langsung +/+
Hidung : Bentuk simetris; sekret -/-; hiperemis pada mukosa
-/-; napas cuping hidung +/+; tidak terdapat deviasi
septum nasal
Bibir : Mukosa berwarna kemerahan, tak tampak sianosis
Mulut : Mukosa gingiva merah muda, mukosa palatum
merah muda, mukosa lidah merah muda
Tenggorokan : Uvula terletak ditengah, tonsil T1/T1
Leher : Tidak tampak deformitas atau benjolan, tidak
teraba pembesaran KGB leher maupun tiroid

Thoraks :
Inspeksi : Gerak napas simetris, tidak tampak lesi maupun
deformitas pada dinding dada, iktus kordis tidak
tampak, retraksi dada (+)
Palpasi : Iktus kordis teraba pada telapak pemeriksa
Perkusi : Sonor-pekak pada kedua hemithoraks paru
Auskultasi :
Paru : SNV +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur -, gallop –
Abdomen :
Inspeksi : permukaan perut tampak datar, tak tampak smiling
umbilicus, tidak tampak distensi
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 2-3 x/menit, tak
terdengar arterial bruit, tak terdengar venous hum
-
Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan - -
- - -
- -
-

Defans muskuler (-), Shifting dullness (-) Hepar


tidak teraba, lien tidak teraba maupun massa
abdomen lainnya. Turgor kulit tidak melambat.
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Genitalia : Jenis kelamin perempuan, tak tampak kelainan
anatomis, anus (+)
Kelenjar getah bening:
Submental : Tidak teraba pembesaran kelenjar
Submandibula : Tidak teraba pembesaran kelenjar
Preaurikuler : Tidak teraba pembesaran kelenjar
Postaurikuler : Tidak teraba pembesaran kelenjar
Cervicalis anterior : Tidak teraba pembesaran kelenjar
Cervicalis posterior : Tidak teraba pembesaran kelenjar
Supraclavicula : Tidak teraba pembesaran kelenjar
Suboksipital : Tidak teraba pembesaran kelenjar
Axilaris : Tidak teraba pembesaran kelenjar
Inguinalis : Tidak teraba pembesaran kelenjar
Ekstremitas : Simetris, akral teraba hangat pada keempat
ekstremitas, tidak tampak sianosis perifer, tidak terdapat edema, capillary
refill time pada keempat ekstremitas < 2 detik.
2.3 Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin pada tanggal 28-
03-2019 pukul 13.36 WIB
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 8 g/dL 10,5-14,0 g/dL
Eritrosit 3.03 x 106/uL 3,6-5,2 x 106/uL
Leukosit 22.96 x 103/uL 6,3 – 14,0 x 103/uL
Trombosit 855x 103/uL 150 – 400 x 103 /uL
Hematokrit 23.3 % 35-53%
Basofil 0% 0 -1%
Eusinofil 1% 1 - 3%
Neutrofil 79% 54 - 62%
Limfosit 15% 25 – 33 %
Monosit 5% 3–7%
MCV 77 fL 72-88 fL
MCH 26 pg 24-30 pg
MCHC 34 g/dL 32,00-36,00 g/dL
RDW-CV 20.3 % 12,0-14,8 %
GDS 119 mg/dL 50-90 gd/dL

2.4 Resume
Pasien SM 3 tahun dibawa oleh orang tuanya ke RSUD Karawang
dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak napas tidak semakin
memberat namun tidak pula membaik. Sesak napas tidak disertai bunyi
mengi. Pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 1 hari SMRS batuk
berdahak tidak dapat keluar, batuk tidak disertai darah yang keluar. Selain
batuk pasien juga mengalami demam yang baru dirasakan dihari saat
pasien datang ke RSUD Karawang. Tampak lemas, lemah, dan cepat lelah
juga diceritakan oleh ayah pasien. Mual, muntah, mencret disangkal oleh
ayah pasien namun pasien mengalami penurunan napsu makan sejak 3 hari
SMRS. Tidak terdapat keluhan dalam BAK dan BAB.
Pasien lahir dirumahnya dan ditolong oleh dukun bayi lahir secara
spontan pervaginam, cukup bulan, dan saat lahir langsung menangis.
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia pasien. Pasien
mendapatkan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan dan di berikan makanan
pendamping ASI sejak usia 6 bulan hingga sekarang. Snack atau jajanan
mulai diberikan sejak usia 1 tahun. Kualitas makanan cukup baik.
Kuantitas makanan cukup baik. Riwayat imunisasi dasar pada pasien ini
tidak lengkap lengkap. Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang
serupa dengan pasien dan memiliki riwayat kebiasaan buruk. Pasien telah
memiliki riwayat sakit talasemia sejak usia 7 bulan dan control setiap
1x/bulan. Lingkungan rumah padat penduduk. Ventilasi udara dan
pencayahaan sinar matahari dalam rumah kurang baik baik. Untuk
kebersihan sekitar rumah kurang baik. Riwayat sosial ekonomi keluarga
pasien kurang baik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kesan sakit
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis dan tampah anemis. Pada
status gizi menurut WHO BB/U (-2SD) - +2SD, TB/U (-2SD) - 2SD,
BB/TB (-2SD) - +2SD. TD 90/60 mmHg, Nadi 100 x/menit, pernapasan
50 x/menit, suhu 38,6 0C dan SpO2 95 %. Pada pemeriksaan seneralis
didapatkan konjungtiva anemis (+), napas cuping hidung (+), napas cuping
hidung (+/+), tidak terdapat deviasi septum nasal, mukosa mulut pucat,
pada inspeksi dada tampak retraksi dada (+) perkusi sonor-pekak (+) pada
kedua hemitoraks paru, ronki (+) .
Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 8 g/dL, eritrosit 3.3 x 10 6/uL,
leukosit 22.96x103/uL, trombosit 885x103/uL, Ht 23.3 %, neurofil 79%,
limfosit 15%, GDS 119 mg/dL.

2.5 Diagnosis kerja


 Broncopneumoni
 Talasemia
 Status gizi baik/cukup
 Imunisasi tidak lengkap

2.6 Pemeriksaan anjuran


 Foto thorax

2.7 Tata laksana


Non-medikamentosa
 Head up 300
 Saat sesak dipuasakan
 Edukasi kepada orang tua :
• Mengkonsumsi obat sampai habis
• Melakukan imunisasi ulangan
 Menjaga kebutuhan kalori per hari : 1400 kkal/hari
o Protein : 1400 kkal x 35% ÷ 4 g/kkal = 122 g
o Karbohidrat : 1400 kkal x 50% ÷ 4 g/kkal = 175 g
o Lemak : 1400 kkal x 15% ÷ 9 g/kkal = 23 g

Medikamentosa
 Inj .Cefotaxime 3x250 mg
 Inj. PCT 3x100 mg
 P.O Ambroxol Syrup 3x½Cth
 Cairan Rumatan IV:
IVFD 4:1
1000 + ((14-10) x 50)
1000 + 200 = 1200 cc/hari = 50 cc/jam = 0,83 cc/menit
tetesan makro 0,83 x 20 = 16 makro/menit
 O2 1-2 liter/menit
 Tranfusi PRC
(Hb target – Hb saat ini) x BB x 4
(12 – 8) x 14 x 4 = 224 cc

2.8 Follow Up

120

100

80

suhu
60
nadi
pernapasan
40

20

0
28/3 29/3 30/3

Tanggal S O A P
29 Maret Demam (+) Kepala : BRPN, IVFD 4:1 = 10 tpm
2019 Batuk (+) Normocephal,
Talasemia Inj. Cefotaxime 3x300
kering. BAB Konjugtiva anemis
dan BAK tidak (+/+), sklera (-/-), mg
ada keluhan. napas cuping Ambroxol Syrup
Nafsu makan hidung (-)
pasien Leher : KGB dan 3x½Cth
membaik. Tiroid Tidak teraba Paracetamol 3x100 mg
Keluhan sakit pembesaran.
pada bagian Thorax : SNV +/+,
perut tidak ada. Rh +/+ Wh -/-,
BJ1-2 Reguler, M-
G-
Abdomen : BU (2-
3x/menit) supel,
NT –
Ektremitas : akral
hangat pada
ektremitas atas dan
bawah, tidak
ditemukan oedem.

30 Maret Demam (-), Kepala : BRPN, IVFD 4:1 = 10 tpm


2019 Batuk (+), BAB Normocephal,
Talasemia Inj. Cefotaxime 3x300
dan BAK tidak Konjugtiva anemis
ada keluhan. (-/-), sklera ikterik mg
Nafsu makan (-/-) Ambroxol Syrup
baik. Keluhan Napas cuping
sakit pada hidung (-) 3x½Cth
bagian perut Leher : KGB dan Paracetamol p.r.n
tidak ada Tiroid Tidak teraba
pembesaran.
Thorax : SNV +/+,
Rh +/+ Wh -/-,
BJ1-2 Reguler, M-
G-
Abdomen : BU (2-
3x/menit) supel,
NT –
Ektremitas : akral
hangat pada
ektremitas atas dan
bawah, tidak
ditemukan oedem.

2.9 Diagnosis Akhir


 Bronkopneumonia
 Talasemia
2.10 Prognosis
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Bronkopneumonia
3.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan pertukaran gas setempat.(2)

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang sebagian


besar diakibatkan oleh mikroogranisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll).(7)

Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi


pada bronkus sampai dengan alveolus paru dan lebih sering dijumpai pada anak
kecil dan bayi. Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia
pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.(5)

3.2 Epidemiologi
Imunisasi memberikan dampak dalam penurunan insiden pneumonia yang
disebabkan oleh pertussis, difteri, campak, Haemophilus influenzae dan S
Pneumonia. Diperkirakan 4 juta kematian setiap tahunnya di Negara berkembang
disebabkan infeksi respiratory akut.(9) Pneumonia merupakan masalah kesehatan
utama bagi anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan
Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) tahun 2001, 27.6%
kematian bayi dan 22.8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
respiratori, terutama pneumonia.(7)
3.3 Etiologi
Penyebab pneumonia pada neonates dan bayi kecil meliputi streptococcus
group B dan bakteri Gram negative seperti E. Coli, Pseudomonas sp, atau
Klibsiella sp. Pada bayi lebih besar dan remaja selain bakteri tersebut sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia. Di negara maju pneumonia terutama
disebabkan oleh virus disamping bakteri atau campuran bakteri virus. Sekitar 32%
pneumonia disebabkan oleh virus saja, 30% oleh bakteri virus dan 22% bakteri
saja. Virus terbanyak yang ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV),
Rhinovirus, dan virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza tipe B dan Mycoplasma pneumonia.
Kelompok anak berusia diatas 2 tahunnmempunyai etiologi infeksi bakteri yang
lebih banyak daripada anak berusia dibawah 2 tahun.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Bakteri Bakteri
E. Coli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophilus influenzae
Lahir-20 hari Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Haemophilus influenzae tipe
3 minggu-3 Streptococcus pneumniae B
Virus Moraxella catharalis
bulan
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenzae Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenzae 1,2,3 Virus
RSV Virus Sitomegalo
4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Haemophilus influenzae tipe
Clamydia pneumoniae B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenzae Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenzae
Virus Rino
RSV
Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophilus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
5 tahun-remaja
Virus Epstein-Barr
Virus Influenzae
Virus Parainfluenzae
Virus Rino
RSV
Virus Varisela-Zoster

3.4 Faktor Risisko


Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kejadian dan
derajat pneumonia adalah defek anatomi sistem respirasi bawaan,
imunodefisiensi, polusi udara (asap rokok dan industri), gizi buruk, BBLR, tidak
mendapatkan ASI, GERD, gangguan sistem neurologi (aspirasi), imunisasi tidak
lengkap, terdapat anggota keluarga serumah yang menderita batuk, kamar tidur
yang terlalu padat penghuninya dan pencemaran udara dalam ruang akibat
penggunaan bahan bakar padat (kayu bakar/ arang), serta perilaku merokok dari
orangtua merupakan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan kerentanan
balita terhadap pneumonia.(7)
3.5 Patogenesis
Stadium I disebut hyperemia terjadi 4-12 jam pertama atau disebut
stadium kongesti yaitu, ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator inflamasi dari sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator inflamasi tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi
sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan
histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan eksudasi cairan plasma ke jaringan interstisial paru atau ke
dalam alveolus sehingga terjadi penimbunan cairan di antara alveolus dan kapiler,
serta di dalam alveolus yang kemudian mengakibatkan pemanjangan jarak difusi
yang harus ditempuh oleh oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2).
Stadium II disebut juga hepatisasi merah terjadi pada 48 jam berikutnya
terjadi sewaktu alveolus terisi serbukan sel PMN, eritrosit, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh host sebagai bagian dari reaksi inflamasi. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Stadium III atau disebut stadium hepatisasi kelabu terjadi sewaktu leukosit
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini deposisi fibrin semakin
meningkat, endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
proses fagositosis yang cepat. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit PMN, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Stadium ini terjadi pada hari ke 3 sampai 8.
Setelah 7 sampai 11 hari akan menjadi stadium resolusi yang terjadi
sewaktu respon imun dan inflamasi mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis
dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Pada pasien ini didapatkan dari hasil anamnesis sesak sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit,dari keluhann tersebut pasien ini masuk dalam stadium II, yang
disebut hepatisasi merah ,dimana pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam (2 hari).(8)
3.6 Manifestasi Klinis
Klinis pada pneumonia dapat berupa ringan, sedang dan berat. Pneumonia
ringan sedang dapat diobati dengan hanya rawat jalan. Pneumonia berat dan
mungkin terdapat komlikasi yang membutuhnkan perawatan di RS. Terdapat
faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pada pneumonia yaitu imaturitas
anatomic dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis
yang kadang tidak khas pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostic
invasive, etiologi noninfeksi yang relative lebih sering, dan faktor pathogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
 Gejala infeksi umum berupa demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual,
muntah atau diare, kadang ditemukan infeksi ekstrapulmoner.
 Gejala gangguan respuratori berupa batuk, sesak napas, retraksi
dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih dan
sianosis.(7)

3.7 Klasifikasi
 Pneumonia sangat berat
Ada sesak napas atau batuk dengan saturasi oksigen <90 % atau
sianosis sentral atau
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas
(retraksi epigastrium), grunting atau
Tanda pneumonia disertai tanda bahaya (tidak dapat minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk)
Wajib dirawat dan diberi antibiotic
 Pneumonia berat
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas
(retraksi epigastrium)
Tanpa sianosis dan masih bias minum
Rawat di rumah sakit dan diberi antibiotic
 Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas/retraksi dada
Ada napas cepat dengan frekuensi pernapasan:
>60 x/menit untuk anak usia kurang dari 2 bulan
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40 x/menit untuk anak usia >1-5 tahun
 Bukan pneumonia
Bila tidak ada nafas cepat dan nafas cepat

3.8 Diagnosis
Penegakan diagnosis pada pneumonia dapat dilihat dari keadaan klinis dari
keterlibatan system respiratori, serta gambaran radiologis. Predictor yang paling
kuat adalah adanya demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori yaitu
takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.
WHO telah mengembangkan pedoman dalam penegakan diagnosis pada
pneumonia. Pedoman ini ditujukan untuk pelayanan kesehatan primer dan sebagai
pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Tujuan dari
dibuatnya pedoman diagnosis sederhana ini yaitu menyederhanakan kriteria
diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung dideteksi, menetapkan
klasifikasi penyakit, dan menetukan dasar pemakaian antibiotic.
Gejala klinis sederhana ini merupakan napas cepat, sesak napas, dan
berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas
cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh ketika
bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium).
Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan- 5 tahun adalah tidak dapat minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk. Tanda bahaya untuk bayi
berusia <2 bulan adalah malas untuk minum , kejang, keasadaran menurun,
stridor, mengi, dan demam atau baan terasa dingin.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman WHO:
Bayi dan anak 2 bulan - 5 tahun
Pneumonia berat
 Bila ada sesak napas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
 Bila tidak ada sesak napas
 Ada napas cepat dengan laju napas
- >50x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
- >40x/menit untuk anak >1 – 5 tahun
 tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
 tidak ada napas cepat dan sesak napas
 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simtomatis seperti penurun panas

Bayi berusia dibawah 2 bulan


Pneumonia
 bila ada napas cepat (<60 x/menit) atau sesak napas
 harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
 tidak ada napas cepat atau sesak napas
 tidak perlu dirawat cukup diberikan obat simptomatik

Pada pneumonia yang diakibatkan oleh virus dan mikoplasma umumnya


leukosit dalam batas normal atau meningkat sedikit. Pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar anatara 15.000-40.000/mm 3 dengan
predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang
buruk. Leukosistosis hebat >30.000/mm3 hampir selalu menunjukkan infeksi
bakteri sering ditemukan pada keadaan bakteremi dan risiko terjadinya komplikasi
lebih tinggi. Pada clamidia pneumonia kadang ditemukan eosinophilia. Kadang
terdapat anemia ringan dan laju endap darah meningkat. Secara umum
pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara virus
dan bakteri secara pasti. C-reactive protein merupakan suatu protein fase akut
yang disintesis oleh hepatosi. Sebagai respon infeksi atau inflamsi jaringan,
produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6,
IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai alat
diagnostic untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus
dan bakteri atau infeksi bakteri superfisial dan profunda. Kadar CRP biasanya
lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi
bakteri profunda. Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibiotic pada
infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Diagnosis
infeksi streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibody
seperti antistreptolisin O, steptozim, atau antiDnase B. untuk deteksi infeksi
bakteri atipik seperti mikoplasma dan klamidia serta virus seperti RSV,
sitomegalo, campak, parainflueza, dengan peningkatan antibody IgG dan IgM
dapat mengkonfirmasi diagnosis.
Foto thorak direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat.
Kelainan foto rontgen thorak pada pneumonia tidak selalu berkaitan dengan
klinis. Kadang bercak timbul sebelum gejala klinis ada namun resolusi infiltrate
terkdang menghilang setelah gejala klinis menghilang. Secara umum gambaran
foto thorak terbagi berbagai macam. Infiltrate interstisial yang ditandai dengan
peningkatan corakan bronkovaskular, peribronkila cuffing dan hiperaerasi.
Infiltrate alveolar yaitu konsolidasi paru dengan air broncogram, kosolidasi dapat
mengenai satu lobus disebut pneumonia lobaris atau terlihat seperti lesi tunggal
besar batas tidak terlalu jelas menyerupai lesi tumor paru yang dikenal sebagai
round pneumonia. Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata
pada kedua paru berupa bercak infiltrate yang meluas hingga perifer paru disertai
peningkatan corakann peribronkial. Gambaran foto rontgent torak dapat
membantu mengarahkan kecendrungan etiologi pneumonia. Penebalan
peribronkial, ifiltrat intertisial merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada
pneumonia virus. Infiltrate alveolus berupa konsolidasi segemn atau lobar,
bronkopneumonia, dan air bronkogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.
Pada pneumonia stafilokokus sering ditemukan abses abses kecil dan
pneumotokel dengan berbagai ukuran.
3.9 Tatalaksana
1. Pneumonia rawat jalan
Pada perawatan rawat inap dapat diberikan antibioatiklini pertama secara oral
(amoksisilin / kotrimoksazol) pada pengobatan ini memliki efektifitas mencapai
90%. Pada penelitian multisenter dipakistan bahwa rawat jalan dengan pemberian
amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai efektifitas sama. Dosis
amoksisilin 25 mg/ kgBB sedangkan kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP 20
mg/kgBB sulfametaksazol. (7)
WHO sendiri merekomendasikan bahwa pasien anak dengan pneumonia
ringan dirawat jalan dan diberi antibiotika oral selama 3 hari. Untuk kasus
pneumonia berat diberikan antibiotika intravena, bila dalam 72 jam
pertama anak memberi respon yang baik maka berikan selama 5 hari.
Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan
antibiotika oral untuk 5 hari berikutnya.(2)
2. Pneumonia rawat inap
Faktor yang mengindikasikan rawat inap pada anak dengan pneumonia yaitu usia
<6 bulan, status imunokompromais, tampak toksik, distress pernapsan berat,
membutuhkan suplementasi O2, dehidrasi, muntah, tidk merespon terhadap
pemberian antibiotic oral, dan orangtua tidak komplais. (9)
Kriteria lain untuk rawat inap bayi yaitu saturasi oksigen ≤92, sianosis, rekuensi
napas >60x/menit, distres pernapasan, apnea intermitten, grunting, tidak mau
minum/menetek dan keluarga tidak bisa merawat dirumah sedangkan kriteria lain
untuk rawat inap pada anak yaitu Saturasi oksigen ≤92, sianosis, frekuensi napas
>50x/menit, distres pernapasan, grunting, terdapat tanda dehidrasi, teluarga tidak
bisa merawat dirumah.(7)
Diberikan O2 untuk mempertahankan saturasi >92% dipantau setiap 4 jam. Pada
anak yang stabil dapat dilakukan uji coba tanpa menggunakan oksigen setiap
hari. Bila saturasi tetep stabil, pemberian O 2 dapat dihentikan. Bila asupan peroral
kurang, dapat diberikan cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat agar
tidak terjadi hidrasi berlebihan (pada pneumonia berat terjadi peningkatan
sekeresi hormon antidiuretik. Pada distres pernapasan berat pemberian makanan
per oral harus dihindari dapat diganti dengan NGT/intravena dengan perhitungan
balans cairan yang ketat. Bila suhu lebih dari atau samadengan 39 C dapat
diberikan antipretik. Nebulasi agonis beta 2 dan atau NaCl 0,9% dapat diberikan
untuk memperbaiki mucocili ary clearence namun merupakan terapi yang tidak
rutin dilakukan. Pilihan antibiotik lini pertama golongan betalaktam atau
kloramfenikol. Apabila tidak berespon dengan 2 golongan tersebut dapat
diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, anikasin,atau sefalosorin. Terapi AB
diteruskan 7-10 hari pada pasien pneumonia tanpa komplikasi. Pada neonatus dan
bayi kecil terapi awal IV harus segara diberikan. Karena serig terjadi sepsis dan
meningitis, AB yang direkomendasikan adalah AB spektrum luas seperti
kombinasi betalaktam / klavulanat dengan aminoglikosid atau sefalosporin
generasi ketiga. Pada kasusu yang lebih berat dapat diberikan beta laktam
/klavulanat dikombinasi dengan makrolid baru IV.
Kriteria pulang pada pasien rawat inap :
- Gejala tanda membaikm atau menghilang
- Asupan oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (peroral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi serta
rencana kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan
dirumah.

3.10 Komplikasi
 Efusi parapnemonik
Pneumonia bakterial sering kali menyebabkan cairan inflamasi
terkumpul diruang pleura kondisi ini akan mengakibatkan efusi
pleura parapneumonik atau apabila cairan berupa cairan purulen
disebut empiema. Efusi dalam jumlah kecil tidak memerlukan
terapi. Efusi dalam jumlah besar akan membatasi pernapasan dan
harus dilakukan tindakan drainase
 Bronkiektasis
Jaringan parut pada saluran respiratori dan parenkim paru akan
menyebabkan terjadinya dilatasi bronkus dan mengakibatkan
bronkiektasis dan peningkatan risiko terjadinya infeksi berulang.
 Abses paru
Abses paru merupakan kasus yang jarang terjadi pada anak dan
umumnya disebabkan oleh aspirasi pneumonia atau infeksi di
belakang bronkus yang mengalami obstruksi
 Bronkiolitis obliterans
Pneumonia adenovirus berat dapat menyebabkan bronkiolitis
obliterans yaitu proses inflamasi sub akut dimana saluran
respiratory berkaliber kecil digantikan oleh jaringan parut sehingga
terjadi penurunan volume paru dan kompilans paru.
 Sindrome Swyer James
Sekuel fokal dari pneumonia nekrotik berat yaitu sebagian dari
paru mengalami peningkatan translusensi radiologi dan berkaitan
dengan infeksi adenovirus tipe 21.(9)

3.11 Prognosis
Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan
sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sembuh sempurna, walaupun kelainan
radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu sebelum kembali ke kondisi normal.
Pada beberapa anak, pneumonia dapat berlangsung lebih lama dari 1 bula atau
dapat berulang. Pada kasus seperti ini kemungkinana adnya penyakit lain yang
mendasari harus diinvestigasi lebih lanjut, seperti pada uji tuberculin, pemeriksaan
hidroklotida keringat untuk penyakit klasik fibrosis, pemeriksaan immunoglobulin
serum dan determinasi sub kelas IgG, bronkoskopi untuk identifikasi kelainan
anatomis atau mencari benda asing dan pemeriksaan barium meal untuk refluks
gastrointestinal.(9)

Talasemia
Definisi
Talasemia adalah gangguan hemoglobin akibat penurunan produksi satu
atau lebih rantai globin dan merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara
autosomal resesif. Penyakit ini pertama kali ditemukan bersamaan di Italia dan
Amerika antara tahun 1925-1927.(10)
Epidemiologi
Populasi dunia diperkirakan 3% (150 juta orang) pembawa gen - β
talasemia. Di Indonesia, angka pembawa talasemia- β adalah 3%-5%, bahkan di
daerah tertentu mencapai 10%. Berdasarkan hasil penelitian, dengan perhitungan
dari angka kelahiran dan jumlah penduduk di Indonesia diperkirakan pasien
talasemia yang baru lahir cukup tinggi, mencapai 2500 bayi pertahun.
Data Pusat Talasemia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM,
mencatat usia tertua pasien mencapai 40 tahun dan berkeluarga serta memiliki
keturunan. Jumlah pasien yang terdaftar di Pusat Talasemia, Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, FKUI-RSCM, sampai dengan bulan Agustus 2009 mencapai
1.494 pasien dengan rentang usia terbanyak antara 11-14 tahun. Jumlah pasien
baru terus meningkat setiap tahunnya mencapai 100 orang/tahun.(10)
Patofisiologi
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-α dan sepasang rantai lain yang
menentukan jenis Hb. Pada orang normal dewasa terdapat tiga jenis Hb, yaitu Hb
A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari dua rantai-α dan dua rantai-ß =
α2ß2), Hb F(< 2% = α2γ2) dan HbA2 (< 3% = α2δ2). Kelainan produksi dapat
terjadi pada rantai-α (α-thalassaemia), rantai-ß (ß- thalassaemia), rantai-γ (γ-
thalassaemia), rantai-δ (δ-thalassaemia), maupun kombinasi kelainan rantai-δ dan
rantai-ß (ßδ- thalassaemia). Pada thalassemia-ß, kekurangan produksi rantai-ß
menyebabkan kekurangan pembentukan HbA (α2ß2); kelebihan rantai- α ini akan
berikatan dengan rantai-γ yang secara kompensatoir menyebabkan Hb F
meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit
sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective
erythropoesis). Pada talasemia-α, berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis
rantai α dan rantai non-α (ß, γ,atau δ). Rantai non-α yang tidak mempunyai
pasangan akan membentuk agregat yang tidak stabil, yang merusak sel darah
merah dan prekursornya.(12)

Diagnosis (12)
Salah satu tanda khas dari talasemia mayor adalah facies Cooley. Pad gejala klinis
yang ditemukan pada pasien dengan talasemi yaitu pucat, lemah, lesu dan terdapat
anak dengan perut membesar. Gejala klinis talasemia terutama disebabkan oleh
anemia, hipoksia dan kerusakan membran eritrosit. Bentuk heterozigot talasemia
biasanya asimtomatik dan hanya menunjukkan gejala anemia ringan sehingga sulit
dideteksi melalui pemeriksaan klinis atau pemeriksaan laboratorium biasa. Untuk
mendeteksinya diperlukan diagnosis molekuler untuk menentukan jenis mutasi
yang terjadi.
1. Diagnosis molekuler

Talasemia dapat juga didiagnosis dengan diagnosis molekuler. Tujuannya


adalah untuk menentukan perubahan urutan DNA pada seorang penderita. Untuk
keperluan tersebut digunakan berbagai macam metode pemeriksaan, baik
dilakukan secara terpisah maupun secara gabungan (kombinasi).
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Tujuan penggunaan PCR adalah untuk menggandakan gen globin yang
kemudian hasilnya digunakan untuk menentukan jenis mutasi melalui metode
lain. Dalam keadaan tertentu PCR dapat langsung digunakan untuk menentukan
mutasi, yaitu apabila mutasi berupa delesi yang panjang (Large deletion) misalnya
pada talasemia-α tipe delesi.
DNA Sequencing
Cara ini digunakan untuk menentukan urutan nukleotida dalam DNA yang
dilaksanakan dengan dua metode, yaitu:
a. Metode kimia (Metode Maxam dan Gilbert)
b. Metode dideoksinukleotida (Metode Sanger)
Southern blotting
Cara ini digunakan untuk mendeteksi :
a. Delesi yang panjang (Large Deletion)
b. Mutasi titik, bila mutasi tersebut menghapus atau menimbulkan tempat restriksi
Dot blotting
Dipakai untuk mendeteksi mutasi titik. Syarat-syaratnya adalah mutasi
tersebut te- lah diketahui sebelumnya. Bila mutasi be- lum diketahui perlu
diterapkan strategi lain, misalnya dengan menggunakan DGGE.
Denaturating gradient gel electrophoresis (DGGE)
DGGE digunakan untuk mendeteksi mutan yang sebelumnya tak
diketahui. Bila DGGE menunjukkan adanya mutasi, maka selanjutnya fragmen
DNA tersebut ditentu kan urutan nukleotidanya.Langkah-langkah yang dilakukan
adalah
sebagai berikut :

 Penggandaan fragmen DNA yang diduga mengandung mutan yang


belum diketahui (dilakukan dengan PCR).
 Aplikasi DNA pada denaturating gradient gel
 Elektroforesis.
 Pewarnaan dengan etidium bromide.

Bila mutan sudah diketahui, maka DGGE juga dapat dipakai untuk deteksi
mutasi tersebut yaitu membandingkannya dengan pola pada mutan yang sudah
diketahui.
2. Diagnosis prenatal
Bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin apakah janin yang dikandung
menderita talasemia mayor. Diagnosis ini terutama ditujukan pada janin dari
pasangan baru yang sama-sama pengemban sifat talasemia serta janin dari
pasangan yang telah mendapat bayi talasemia sebelumnya. Diagnosis ini
dilakukan dengan menggunakan darah yang diperoleh dari fetus berusia 18-20
minggu, kemudian dilanjutkan dengan analisis terhadap produksi rantai ß
retikulosit. Diagnosis talasemia-ß homo-zigot ditegakkan jika tidak terdapat
produksi rantai ß atau produksinya sangat rendah.
Tatalaksana
Hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit
talasemia. Penatalaksanaan penyakit ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
Suportif
1. Transfusi darah
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (< 6 g/dL ).
Pemberian transfusi darah berupa PRC (Packed Red Cell) untuk mempertahankan
kadar Hb diatas 12 g/dL dan tidak melebihi 16 g/dL.
2. Medikamentosa
 Pemberian iron chelating agent untuk mengeluarkan besi dari jaringan
tubuh. Pemberian secara teratur membantu mengurangi terjadinya
hemosiderosis.Pemberian kelasi besi (desferoxamine) untuk mengatasi
masalah kelebihan zat besi.
 Pemberian asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat, khususnya pada pasien yang jarang mendapat transfusi darah.
 Vitamin E 200-400 IU (International Unit) setiap hari sebagai
antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi

Bedah
 Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme yang membatasi gerak
pasien, meningkatkan tekanan intraabdominal yang mengganggu pernapasan,
serta beresiko ruptur limpa.
 Transplantasi sumsum tulang: perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru
dengan talasemia mayor. Pada saat ini keberhasilannya hanya mencapai 30%
kasus. Lain-lain

Dilakukan pemantauan fungsi organ lainnya seperti jantung, paru-paru,


hati, organ endokrin (termasuk kadar glukosa darah), gigi, telinga, mata, dan
tulang.
Komplikasi
Anemia yang berat dan lama sering mengakibatkan terjadinya gagal
jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan adanya proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam
berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dan lain-lain. Hal ini
dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ-organ tersebut (hemokromatosis).
Limpa yang besar mudah mengalami ruptur dengan trauma yang ringan. Kadang-
kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan
trombopenia. Kematian . terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

ANALISIS KASUS

Klinis Pasien Teori


Pasien 3 th 10 bln dengan keluhan sesak Gejala dan tanda pneumonia pada anak
napas sejak 1 hari SMRS, sesak napas  Gejala infeksi umum berupa
tidak semakin memberat namun tidak pula demam, sakit kepala, gelisah,
membaik. Sesak napas tidak disertai bunyi malaise, penurunan napsu makan,
mengi. Pasien juga mengalami batuk keluhan gastrointestinal seperti
berdahak sejak 1 hari SMRS batuk mual, muntah atau diare, kadang
berdahak tidak dapat keluar, batuk tidak ditemukan infeksi ekstrapulmoner.
disertai darah yang keluar. Selain batuk  Gejala gangguan respuratori berupa
pasien juga mengalami demam yang baru batuk, sesak napas, retraksi dada,
dirasakan dihari saat pasien datang ke takipnea, napas cuping hidung, air
RSUD Karawang. Tampak lemas, lemah, hunger, merintih dan sianosis (7)
dan cepat lelah juga diceritakan oleh ayah
Beberapa faktor risiko yang dapat
pasien. pasien mengalami penurunan
meningkatkan angka kejadian dan derajat
napsu makan sejak 3 hari SMRS
pneumonia adalah defek anatomi sistem
Riwayat imunisasi dasar pada pasien ini
respirasi bawaan, imunodefisiensi, polusi
tidak lengkap lengkap. Ayah pasien
udara (asap rokok dan industri), gizi buruk,
memiliki kebiasaan merokok. Rumah
BBLR, tidak mendapatkan ASI, GERD,
padat penduduk,
gangguan sistem neurologi (aspirasi),
imunisasi tidak lengkap, terdapat anggota
keluarga serumah yang menderita batuk,
kamar tidur yang terlalu padat penghuninya
dan pencemaran udara dalam ruang akibat
penggunaan bahan bakar padat (kayu bakar/
arang), serta perilaku merokok dari
orangtua merupakan faktor lingkungan
yang dapat meningkatkan kerentanan balita
terhadap pneumonia.(7)
Imunisasi memberikan dampak dalam
penurunan insiden pneumonia yang
disebabkan oleh pertussis, difteri, campak,
Haemophilus influenzae dan S Pneumonia.
(9)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan WHO


keadaan umum kesan sakit tampak sakit
Predictor yang paling kuat adalah adanya
sedang, TD 90/60 mmHg, Nadi 100
demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala
x/menit, pernapasan 50 x/menit, suhu
respiratori yaitu takipnea, batuk, napas
38,6 0C dan SpO2 95 %. Pada pemeriksaan
cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara
seneralis didapatkan konjungtiva anemis
napas melemah.(6)
(+), napas cuping hidung (+), mukosa
 Pneumonia sangat berat
mulut pucat, pada inspeksi dada tampak
retraksi dada (+) perkusi sonor-pekak
(+) pada kedua hemitoraks paru, ronki Ada sesak napas atau batuk dengan
(+) . saturasi oksigen <90 % atau sianosis
sentral atau
Tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam ketika menarik napas (retraksi
epigastrium), grunting atau
Tanda pneumonia disertai tanda bahaya
(tidak dapat minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor dan gizi buruk)
Wajib dirawat dan diberi antibiotic
 Pneumonia berat

Tarikan dinding dada bagian bawah ke


dalam ketika menarik napas (retraksi
epigastrium)
Tanpa sianosis dan masih bias minum
Rawat di rumah sakit dan diberi
antibiotic
 Pneumonia

Bila tidak ada sesak napas/retraksi dada


Ada napas cepat dengan frekuensi
pernapasan:
>60 x/menit untuk anak usia kurang dari 2
bulan
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1
tahun
>40 x/menit untuk anak usia >1-5 tahun
 Bukan pneumonia

Bila tidak ada nafas cepat dan nafas


cepat(5)
Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 8 Pada pneumonia bakteri didapatkan
6
g/dL, eritrosit 3.3 x 10 /uL, leukosit leukositosis yang berkisar anatara 15.000-
22.96x103/uL, trombosit 885x103/uL, Ht 40.000/mm3 dengan predominan PMN.(7)
23.3 %, neurofil 79%, limfosit 15%, GDS
119 mg/dL.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Tersedia di


http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf. Di akses pada 3 April 2019.
2. Kaunang CT, Runtunuwu Al, Wahani AMI. Gambaran Karakteristik Pneumonia
Pada AnakbYang Dirawat Di Ruang Perawatan Intensif Anak RSUP Prof Dr
Kanduo Manado Periode 2013-2015. Jurnal e-Clinic 2016;4(2):
3. Baharirama MV, Artini IGA. Pola Pembrian Antibiotik Untuk Pasien
Community Aqcuired Pneumonia Anka Di Instalasi Rawat Inap RSUD Buleleng
Tahun 2013. E-Jurnal Medika 2017;6(3)
4. Wulan AJ, Dicky AKN. Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia Pada Anak DI
Rumah Sakit Abdul Moeloek. Jurnal Medula Unila 2017;7(2):6-12
5. Samuel A. Bronkopneumonia On Pediatric Patient. Faculty of Medicine,
Universitas Lampung .J Agromed Unila 2014; 1(2 ).
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI. Jakarta.
2013. P:350-64
7. Buku Ajar Respirologi.
8. Price, Sylvia A. Patofisiologi: konsep klinis proses perjalanan penyakit.
Jakarta: EGC; 2012.
9. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson dalam Ilmu
Kesehatan Anak Esensial Ed 6. Singapore:elsevier 2011. P:527-34
10. Putri DM, Oenzil F, Efrida. Gambaran Status Gizi Anak Talasemia Beta Mayor
Di RSUP Dr M Djamil Padang. Univertitas Andalas: Jurnal Kesehatan Andalas
2015:4(3); 803-7
11. Suryani E, Wiharto, Wahyudiani KN. Identifikasi Anemia Talasemia Beta Mayor
Berdasarkan Morfologi Sel Darah Merah. Scientific Journal Of Informatics
2015:2(1);15-28
12. Regar J. Aspek genetik Talasemia.Jurnal Biomedik 2009:1(3);151-158

Anda mungkin juga menyukai