Anda di halaman 1dari 29

HIV-AIDS

Nur Alim
030.13.241
Pendahuluan
 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1981

 Kasus pertama di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh


Departemen Kesehatan pada tahun 1987

 Di Indonesia sendiri, jumlah ODHA terus meningkat. Data


terakhir pada tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah
ODHA di Indonesia telah mencapai 22.664 orang
Definisi

 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah


kumpulan gejala atau penyakit yang diakibatkan
karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya
infeksi oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang
termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap
akhir dari infeksi HIV
Epidemiologi
 Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS
telah merenggut lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama
kali dilaporkan pada tahun 1981

 Pada tahun 1990, jumlah ODHA baru berkisar pada


angka delapan juta sedangkan tahun 2009, jumlah
ODHA diperkirakan mencapai 33,3 juta orang
Epidemiologi
 Sejak 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih jarang
ditemukan di Indonesia

 jumlah kasus baru HIV/AIDS semakin meningkat dan sejak


pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam yang
terutama disebabkan akibat penularan melalui narkotika suntik

 Dari jumlah kumulatif 8.747 kasus AIDS yang dilaporkan pada


Desember 2012, sekitar 54% adalah laki-laki, 29% adalah
perempuan, dan 17% tidak melaporkan jenis kelamin

 Berdasarkan cara penularan, dilaporkan 61,5% pada


heteroseksual; 15,2% pada pengguna narkotika suntik; 2,4% pada
homoseksual dan 2,7% pada transmisi perinatal
Etiologi
 AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu
virus RNA berbentuk sferis yang termasuk retrovirus
dari famili Lentivirus
Patogenesis
Penularan
Patofisiologi
 Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan
DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang
terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi

 gejala infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah


infeksi dan berlangsung selama 2-6 minggu (demam,
nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,
ruam, diare, atau batuk dan gejala-gejala ini akan
membaik dengan atau tanpa pengobatan)
Patofisiologi
 Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik
(tanpa gejala) yang berlangsung selama 8-10 tahun
 Sejalan dengan memburuknya kekebalan tubuh, ODHA
mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi
oportunistik
 Pada akhirnya, ODHA akan menunjukkan gejala klinik
yang makin berat. Hal ini berarti telah masuk ke tahap
AIDS. Terjadinya gejala-gejala AIDS biasanya didahului
oleh akselerasi penurunan jumlah limfosit CD4
Patofisiologi
Penegakan Diagnosis
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
 Algoritma pemeriksaan HIV
 Penilaian klinis
1. Infeksi Akut : CD4 : 750 – 1000
2. Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml
3. Infeksi Kronis Simtomatik
a. Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 – 500
b. Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200
 Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi
yang lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid
yang lama

 Gejala mayor  Gejala minor


 Penurunan berat badan  Batuk lebih dari satu bulan
lebih dari 10%  Dermatitis preuritik umum
 Diare kronik lebih dari satu  Herpes zoster recurrens
bulan  Kandidiasis orofaring
 Demam lebih dari satu  Limfadenopati generalisata
bulan  Herpes simplek diseminata
yang kronik progresif
 Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat palinh sedikit dua gejala
mayor dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab – sebab
imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat,
pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain

 Gejala mayor  Gejala minor


 Penurunan berat badan  Limfadenopati generalisata
atau pertmbuhan yang  Kandidiasis oro-faring
lambat dan abnormal
 Infeksi umum yang
 Diare kronik lebih dari berulang
1bulan
 Batuk parsisten
 Demam lebih dari1bulan  Dermatitis
Tatalaksana
 Prinsip tatalaksana ODHA :
 Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan
obat antiretroviral (ARV)

 Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi


dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS

 Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai


nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung
serta tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan
Tatalaksana
 Golongan obat ARV:
 Kelompok nucleoside reverse transcriptase inhibitors
(NRTI) seperti: zidovudin, zalsitabin, stavudin, lamivudin,
didanosin, abakavir

 Kelompok non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors


(NNRTI) seperti evafirens dan nevirapin

 Kelompok protease inhibitors (PI) seperti sakuinavir,


ritonavir, nelvinavir, amprenavir.
Tatalaksana
 Pemberian terapi ARV berdasarkan stadium klinis
Tatalaksana
 Rekomendasi pemberian ARV menurut WHO
Infeksi Oportunistik

 Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang timbul


akibat penurunan kekebalan tubuh. Infeksi ini dapat
timbul karena mikroba (bakteri, jamur, virus) yang
berasal dari luar tubuh, maupun yang sudah ada dalam
tubuh manusia namun dalam keadaan normal
terkendali oleh kekebalan tubuh
Tuberkulosis
 Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi oportunistik terbanyak
pada ODHA di Indonesia

 TB mempercepat progesivitas infeksi HIV dengan


meningkatkan replikasi HIV dan juga menjadi penyebab
kematian tersering pada ODHA

 gambaran klinis TB pada ODHA seringkali tidak khas dan


sangat bervariasi sehingga menegakkan diagnosis menjadi
lebih sulit
Tuberkulosis
 sensitivitas untuk pemeriksaan sputum BTA pada ODHA
sekitar 50% dan tes tuberkulin hanya positif pada 30-50%
ODHA
 Pada foto toraks, gambaran TB paru pada ODHA dengan
CD4>200 sel/µL tidak berbeda dengan non – HIV
 Pada ODHA dengan CD < 200 sel/µL, gambaran yang lebih
sering tampak adalah limfadenopati mediastinum dan
infiltrat di lobus bawah
 Diagnosis definitif TB pada ODHA adalah dengan
ditemukannya M.tuberculosis pada kultur jaringan atau
spesimen
Tuberkulosis
 Tatalaksana
 Terapi ARV direkomendasikan untuk semua ODHA yang
menderita TB dengan CD4 < 200/mm3, dan perlu
dipertimbangkan bila CD4 > 350/mm3
 Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka terapi ARV
direkomendasikan untuk semua ODHA dengan TB
 Pemberian OAT sebaiknya tidak dimulai bersama-sama
dengan ARV
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai