Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN SPIRITUAL DAN KULTURAL

PADA PASIEN DENGAN HIV/AIDS

OLEH :

KELOMPOK 2

Nama Anggota Kelompok :

1. Ni Putu Diah Mertaningtias (P07120220012)


2. Ni Komang Putri Widiastrini (P07120220013)
3. Ni Ketut Desy Adnyani (P07120220014)
4. Ni Kadek Ita Pertiwi Suastiarini (P07120220015)
5. Ni Putu Parwati (P07120220016)
6. I Gusti Ayu Agung Indah Trianadewi (P07120220017)
7. Sang Ayu Agung Kusumas Pratiwi (P07120220018)
8. Ni Kadek Setyawati (P07120220019)
9. Ni Kade Suputri (P07120220020)

KELAS 2A SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN SPIRITUAL DAN KULTURAL PADA
PASIEN HIV/AIDS

A. Konsep Dasar HIV/AIDS


1. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus
bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan
tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut
limfosit Thelper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini
diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus
Lentivirus. Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi
lemah dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tingkat HIV
dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator
bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Acquired
Imunnodeficiency Syndrome (Siskaningrum dan Bahrudin, 2019).
AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan
oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat virus HIV. Sebagian besar
orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan
menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS
diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu yang dikelompokkan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menjadi 4
tahapan stadium klinis, dimana pada stadium penyakit HIV yang paling
terakhir (stadium IV) digunakan sebagai indikator AIDS. Sebagian besar
keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh
orang yang sehat, infeksi tersebut dapat diobati (Siskaningrum dan
Bahrudin, 2019).

2. Penyebab atau Faktor Predisposisi


Menurut Collein (2015:12), ada dua jenis HIV: yaitu HIV-1 dan
HIV-2. HIV-1 dan HIV-2 yang ditransmisikan dengan cara yang sama
dan terkait dengan infeksi oportunistik yang serupa, meskipun mereka
berbeda dalam efisiensi transmisi dan tingkat perkembangan penyakit.
HIV-1 merupakan penyebab bagi mayoritas infeksi di dunia, ada lebih
dari 10 subtipe genetis. HIV-2, ditemukan terutama di Afrika Barat,
tampaknya kurang mudah menular dan berkembang lebih lambat untuk
AIDS daripada HIV-1. Seseorang bisa terinfeksi HIV kedua jenis secara
bersamaan (UNICEF, 2009).
Menurut Black & Hawks, (2009) Pola penularan virus HIV ini
berbeda semenjak 19 tahun terakhir di Amerika Serikat, terbanyak karena
men sex men, saat ini peningkatan secara signifikan terjadi pada
kelompok pengguna intravenous drug user (IDU), wanita dan
heteroseksual. Peningkatan terbanyak terjadi pada usia 19-29 tahun.
Penyebab tertularnya Virus HIV/AIDS Menurut Black & Hawks,
(2009) melalui:
1) Kegiatan seksual
Penularan ini terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman
antara orang dengan HIV/AIDS dengan orang lain yang sehat. Terjadi
pada kelompok heteroseksual, homoseksual, pasangan seks yang
bergantiganti, adanya luka pada daerah genitalia akan meningkatkan
risiko peningkatan tertular virus HIV.
2) Terpapar oleh darah dan cairan tubuh klien HIV/AIDS
Melalui kegiatan penggunaan jarum suntik secara bergantian tanpa
disterilkan, transfusi produk darah yang terinfeksi virus HIV serta
melalui transplantasi organ atau jaringan. Penularan HIV juga berisiko
terjadi pada petugas kesehatan, petugas sosial karena sering terpapar
dengan cairan tubuh klien HIV/AIDS baik melalui jarum suntik, dan
alat lainnya seperti kateter, kondom, cairan tubuh klien HIV/AIDS.
3) Secara vertikal dari ibu kepada bayi yang dikandungnya
Penularan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya, selama
kehamilan, proses kelahiran atau pemberian ASI (Air Susu Ibu).
Selama tahun 2001 di Amerika Serikat bayi yang tertular virus HIV
sebanyak 200 kasus karena cara ini, sedang di Africa di Sub sahara
sebanyak 700.000 kasus.
3. Pohon Masalah
(Sumber : Amin & Hardhi, 2015)

4. Manifestasi klinis HIV/ AIDS


Menurut Siskaningrum and Bahrudin (2019) dalam buku Modul
Keperawatan HIV/AIDS tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada
penderita AIDS umumnya sulit dibedakan karena bermula dari gejala
klinis umum yang didapati pada penderita penyakit lainnya. Secara umum
dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Rasa lelah dan lesu
b. Berat badan menurun secara drastis
c. Demam yang sering dan berkeringat waktu malam
d. Mencret dan kurang nafsu makan
e. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
f. Pembengkakan leher dan lipatan paha
g. Radang paru
h. Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS umumnya meliputi 3 hal
yaitu:
a. Manifestasi tumor
1) Sarkoma Kaposi
Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini
sangat jarang menjadi sebab kematian primer.
2) Limfoma ganas
Timbul setelah terjadi Sarkoma Kaposi dan menyerang saraf serta
dapat bertahan kurang lebih 1 tahun.
b. Manifestasi oportunistik
1) Manifestasi pada Paru
a) Pneumoni pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS
merupakan infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk
kering, sakit bernafas dalam dan demam.
b) Cytomegalovirus (CMV)
Pada manusia 50% virus ini hidup sebagai komensal pada
paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV
merupakan 30% penyebab kematian pada AIDS.
c) Mycobacterium avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan
sulit disembuhkan.
d) Mycobacterium tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi milier dan
cepat menyebar ke organ lain di luar paru.
2) Manifestasi gastrointestinal
Tidak ada nafsu makan, diare kronis, penurunan berat badan
>10% per bulan.
c. Manifestasi neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS menunjukkan manifestasi neurologis yang
biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan saraf yang umum
adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati, neuropati perifer.
5. Gejala dan Stadium Klinis HIV/AIDS
Menurut Siskaningrum and Bahrudin (2019) dalam buku Modul
Keperawatan HIV/AIDS, diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat
ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO atau CDC. Di Indonesia
diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat apabila
menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua
gejala mayor dan satu gejala minor.
a. Gejala mayor:
1) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
2) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5) Demensia/ HIV ensefalopati
b. Gejala minor:
1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2) Dermatitis generalisata
3) Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
4) Kandidias orofaringeal
5) Herpes simpleks kronis progresif
6) Limfadenopati generalisata
Menurut WHO (2005), stadium klinis HIV/AIDS dibedakan
menjadi:
1) Stadium I
Gejala klinis : tidak ada penurunan berat badan, tanpa gejala atau
hanya Limfadenopati Generalisata Persisten
2) Stadium II
Gejala klinis : penurunan berat badan <10%, ISPA berulang (sinusitis,
otitis media, tonsilitis, dan faringitis), Herpes zooster dalam 5 tahun
terakhir, luka disekitar bibir (Kelitis Angularis), ulkus mulut berulang,
ruam kulit yang gatal, dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku.
3) Stadium III
Gejala klinis : Penurunan berat badan >10%, diare, demam yang tidak
diketahui penyebabnya >1 bulan, kandidiasis oral atau Oral Hairy
Leukoplakia, TB Paru dalam 1 tahun terakhir, Limfadenitis TB,
Infeksi bakterial yang berat (pneumonia, piomiosis), Anemia
(<8gr/dl), Trombositopeni kronik (<50x10 per liter)
4) Stadium IV
Gejala klinis : Syndrom penurunan berat badan, pneumonia,
pneumonia yang terjadi secara berulang berdasarkan pemeriksaan
radiologi, infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, alat kelamin atau
daerah anorektal lebih dari satu bulan), kandidiasis esophagus, TB
ekstra pulmoner, Sarcoma Kaposi, toksoplasmosis SSP, ensefalopati
HIV.
6. Pemeriksaan Diagnostic atau Penunjang
Constantine (2006) mengatakan ada beberapa rangkaian tes yang
digunakan untuk menegakkan diagnosis HIV/AIDS pertama kali:
a. Serologis
1) Tes antibody serum : Skrining Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan
diagnose
2) Tes blot western : Mengkonfirmasi diagnosa Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Sel T limfosit : Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper ( CD 4 ) : Indikator system imun (jumlah <200 )
5) T8 ( sel supresor sitopatik ) : Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih
besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
mengindikasikan supresi imun.
6) Kadar Ig : Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal
atau mendekati normal
b. Histologis : pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina,
luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi :
parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
c. Neurologis : EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
d. Sinar X dada ; Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
terapinya yaitu (Endah Istiqomah, 2009) :
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan
infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi
pasien dilingkungan perawatan kritis.
2) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral
AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi
antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 Sekarang, AZT tersedia
untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
3) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system imundengan menghambat replikasi virus / memutuskan
rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah
Didanosine, Ribavirin, Diedoxycytidine, Recombinant CD 4 dapat
larut.
4) Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012)
memiliki tujuan umum memberikan intervensi gizi secara cepat
dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada
semua tahap dini penyakit infeksi HIV, mencapai dan
mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang
diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass), Memenuhi
kebutuhan energy dan semua zat gizi, mendorong perilaku sehat
dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
5) Pengobatan dengan menggunakan anti retro viral (ARV) masih
merupakan penanganan yang utama. Kadar CD4 secara bersamaan
dengan stadium klinis digunakan sebagai panduan memberikan
ARV. Black & Hawks (2009) mengatakan keuntungan dari
menggunakan terapi anti retroviral yaitu untuk mengontrol
replikasi dan mutasi dari virus HIV, dan menurunkan jumlah
virus, mencegah destruksi sistem imun dan kehilangan sel T
helper dalam hal ini kadar CD4, memperlambat progresivitas
menjadi aids, menurunkan risiko terjadinya resistensi terhadap
obat HIV, menurunkan risiko toksisitas obat (obat yang dimulai
saat klien masih sehat), dan meningkatkan ketahanan klien
terhadap HIV (tujuan utama dari pemberian ARV).
6) Terapi dukungan terhadap klien HIV/AIDS
Berisi konseling yang diberikan pada klien dengan
HIV/Aids meliputi konseling sebelum dan sesudah tes untuk
mendiagnosis HIV, konseling kepatuhan minum ARV, konseling
kelompok sebaya (UNICEF, 2009).
7) Terapi Spiritualitas
Chicoki (2007) mengatakan spiritualitas pada klien
HIV/AIDS adalah jalan untuk untuk mengobati masalah
emosional melalui agama dan spiritual. Dengan cara:
a. Memberikan makna baru dalam hidup: Agama dan spiritualitas
membantu klien dengan HIV/Aids meninjau kembali
kehidupan mereka, menafsirkan apa yang mereka temukan,
dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari untuk
kehidupan baru mereka dengan HIV. Secara sederhana,
spiritualitas dan agama membantu seseorang menemukan
"makna baru hidup" setelah diagnosis HIV.
b. Mempunyai tujuan baru: diagnosis HIV sering menjadi
stimulus yang diperlukan bagi seseorang untuk menggali
kembali kehidupan rohani dari kehidupan mereka. HIV
membuat klien dengan HIV/Aids memberikan makna positif
dalam kehidupan baru mereka.
c. Kondisi sakit membuat klien dengan HIV/Aids menjadi
pribadi yang baru.
d. Spiritualitas merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul
setelah diagnosis HIV/AIDS.
8. Komplikasi
Menurut Siskaningrum and Bahrudin (2019) dalam buku Modul
Keperawatan HIV/AIDS, adapun komplikasi klien dengan HIV/AIDS,
yaitu :
a. Pneumonia pneumocystis (PCP)
b. Tuberculosis (TBC)
c. Esofagitis
d. Diare
e. Toksoplasmositis
f. Leukoensefalopati multifocal prigesif
g. Sarcoma Kaposi
h. Kanker getah bening
i. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

B. Konsep Dasar Spiritual dan Kultural Pada Pasien HIV/AIDS


1. Definisi
Spiritual adalah kualitas dari suatu proses menjadi lebih religius,
berusaha mendapatkan inspirasi, penghormatan, perasaan kagum,
memberi makna dan tujuan yang dilakukan oleh individu yang percaya
maupun tidak percaya kepada Tuhan. Proses ini didasarkan pada usaha
untuk harmonisasi atau penyelarasan dengan alam semesta, berusaha
keras untuk menjawab tentang kekuatang yang terbatas, menjadi lebih
fokus ketika individu mehadapi stress emosional, sakit fisik atau
menghadapi kematian (Craven and Hirnle, 2007).
Perubahan sosial (kultural) dialami setiap masyarakat yang pada
dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan
masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial dapat meliputi semua
segi kehidupan masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berpikir dan
interaksi sesama warga menjadi semakin rasional; perubahan dalam sikap
dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi makin komersial; perubahan
tata cara kerja sehari-hari yang makin ditandai dengan pembagian kerja
pada spesialisasi kegiatan yang makin tajam; Perubahan dalam
kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang makin demokratis;
perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan yang makin modern dan
efisien, dan lain-lainnya.
Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh
tindakan diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penderita
HIV/AIDS, serta pengabaian nilai-nilai dari kebudayaan itu sendiri.
Perilaku seksual yang salah satunya dapat menjadi faktor utama tingginya
penyebaran HIV/AIDS dari bidang budaya. Ditemukan beberapa budaya
tradisional yang ternyata meluruskan jalan bagi perilaku seksual yang
salah ini. Meskipun kini tidak lagi nampak, budaya tersebut pernah
berpengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat. Seperti budaya di salah
satu daerah provinsi Jawa Barat, kebanyakan orang tua menganggap bila
memiliki anak perempuan, dia adalah aset keluarga. Menurut mereka, jika
anak perempuan menjadi pekerja seks komersial (PSK) di luar negeri
akan meningkatkan penghasilan keluarga. Dan bagi keluarga yang anak
wanitanya menjadi PSK, sebagian warga wilayah pintura tersebut bisa
menjadi orang kaya di kampungnya. Hal tersebut merupakan
permasalahan HIV/AIDS dalam aspek budaya, dan budaya adat seperti ini
seharusnya dihapuskan.

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesehatan spiritual
menurut Craven and Hirnle (2007) adalah :
a. Kebudayaan, termasuk didalamnya adalah tingkah laku, kepercayaan
dan nilai-nilai yang bersumber dari latar belakang sosial budaya.
b. Jenis kelamin : Spiritual biasanya bergantung pada kelompok sosial
dan nilai-nilai agama dan transgender. Misalnya yang menjadi
pemimpin kelompok spiritual adalah laki-laki.
c. Pengalaman sebelumnya : Pengalaman hidup baik yang positif atau
negatif dapat mempengarungi spiritualitas dan pada akhirnya akan
mempengarungi makna dari nilai-nilai spritual seseorang.
d. Situasi krisis dan berubah : Situasi yang dihadapi berupa perubahan
karena proses kematian atau sakitnya orang yang dicintai dapat
menyebabkan perubahan atau distress status spiritual. Situasi krisis
atau perubahan yang terjadi dalam kehidupan dapat memberikan
makna meningkatnya kepercayaan, bahkan dapat juga melemahkan
kepercayaannya.
e. Terpisah dari ikatan spiritual : Pengalaman selama di rumah sakit atau
menjalani perawatan di rumah sakit akan menyebabkan seseorang
terisolasi, berada pada lingkungan yang baru dan asing mungkin akan
menyebabkan perasaan tidak nyaman, kehilangan support sistem dan
daya juang.
f. Faktor Predisposisi
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi
kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana
dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang
penting bagi perkembangan spiritual seseorang. Faktor predisposisi
sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi,
posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman
sosial, tingkatan sosial.
3. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala seseorang mengalami gangguan spiritual, yaitu:
a. Mengungkapkan kurangnya makna hidup
b. Mendemonstrasikan keputusasaan dan ketidakberanian
c. Memilih untuk tidak melakukan ritual keagamaan yang biasa
dilakukan
d. Mengungkapkan marah kepada tuhan
e. Mengekspresikan marah, dendam, ketakutan, melebihi arti kehidupan,
penderitaan dan kematian, meminta menemui pemimpin keagamaan
f. Faktor-faktor lain yang mengidentifikasikan masalah distres spiritual
meliputi faktor patofisiologi, terkait tindakan, dan faktor situasional
atau personal maupun lingkungan.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan
tantangan yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi
untuk menjadi sasaran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini
akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, sosial dan etika.
Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara
individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien Brunner
and Suddarth (2013). Pengkajian pada pasien HIV AIDS meliputi :
a. Pengkajian
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR
b. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori
ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui
pada pasien HIV AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih dari
3 bulan), diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus
menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih
dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh
jamur Candida Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening
diseluruh tubuh, munculnya Harpes zoster berulang dan bercak-bercak
gatal diseluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV
AIDS adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi
pasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada
dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta
penurunan berat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang
menderita penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang
tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada
riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di tempat
hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).
f. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
1) Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah,
pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya
cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
2) Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan
mengalami penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat
(terkadang lebih dari 10% BB).
3) Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus
berdarah.
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur
mengalami gangguan karena adanya gejala seperi demam dan
keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung
oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
5) Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan
aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang
menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan
kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi
tubuh yang lemah.
6) Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah,
cemas, depresi, dan stres.
7) Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan
pengecapan, dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya
mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi,
kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang
terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
8) Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran
yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien
merasa malu atau harga diri rendah.
9) Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan
lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang kontruksif dan adaptif.
10) Pola reproduksi seksual
Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya
terganggu karena penyebab utama penularan penyakit adalah
melalui hubungan seksual.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai
balasan akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan
kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan agama
merupakan hal penting dalam hidup pasien.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas istirahat Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas
berkurang, progresif, kelelahan, perubahan pola tidur.
2) Gejala sabjektif Demam kronik, demam atau tanpa mengigil,
keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB
menurun, nyeri, sulit tidur.
3) Psikososial Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan
pola hidup, mengungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
Satus mental Marah, pasrah, depresi, ide bunuh diri, hilang interest
pada lingkungan sekitar, gangguan proses pikir, hilang memori,
gangguan antensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
4) Neurologis Gangguan reflek pupil, vertigo, ketidak seimbangan,
kaku kuduk, kejang, paraf legia.
5) Muskuloskletal Focal motor deficit, lemah, tidak mampu
melakukan ADL
6) Kardiovaskuler Takikardi, sianosis, edema perifer, dizziness.
7) Pernafasan Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang-parah),
batuk produktif/ non-produktif, sesak pada dada.
8) Integument kering gatal, rash dan lesi, turgor jelek.

2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap
pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah
kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan.
Diagnosis keperawatan merupakan bagian penting dalam menetukan
asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu pasien mencapai
kesehatan yang optimal. Diagnosis keperawatan ini bertujuan untuk
mengetahui pendapat pasien dan keluarga mengenai situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
a. Distres spiritual berhubungan dengan kondisi penyakit kronis,
menjelang ajal, dan gangguan sosio-kultural dibuktikan dengan
mempertanyakan makna/tujuan hidupnya, menyatakan hidupya terasa
tidak/kurang bermakna, merasa menderita/tidak berdaya, tidak mampu
beribadah, marah pada tuhan, menyatakan hidupnya terasa
tidak/kurang tenang, mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah),
merasa bersalah, merasa terasing, menyatakan telah diabaikan,
menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin spiritual, tidak
mampu berkreativitas (mis. Menyanyi, mendengarkan musik,
menulis), koping tidak efektif, tidak berminat pada alam/literatur
spiritual.
b. Risiko distres spiritual dibuktikan dengan sakit kronis

3. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Distres spiritual b.d Setelah dilakukan tindakan Dukungan Spiritual
kondisi penyakit kronis, keperawatan selama...x...jam Observasi
menjelang ajal, dan diharapkan status spiritual a. Identifikasi perasaan khawatir,
gangguan sosio-kultural membaik dengan kriteria hasil kesepian, dan ketidakberdayaan
d.d mempertahankan a. Verbalisasi makna dan tujuan b. Identifikasi pandangan tentang
makna/tujuan hidupnya, hidup meningkat hubungan antara spiritual dan
menyatakan hidupya b. Verbalisasi kepuasan terhadap kesehatan
terasa tidak/kurang makna hidup meningkat c. Identifikasi harapan dan
bermakna, merasa c. Verbalisasi perasaan kekuatan pasien
menderita/tidak berdaya, keberdayaan meningkat d. Identifikasi ketaatan dalam
tidak mampu beribadah, d. Verbalisasi perasaan tenang beragama
marah pada tuhan, meningkat Terapeutik
menyatakan hidupnya e. Verbalisasi penerimaan e. Berikan kesempatan
terasa tidak/kurang meningkat mengekspresikan perasaan
tenang, mengeluh tidak f. Verbalisasi percaya pada tentang penyakit dan kematian
dapat menerima (kurang orang lain meningkat f. Berikan kesempatan
pasrah), merasa bersalah, g. Perilaku marah pada Tuhan mengekspresikan dan
merasa terasing, menurun meredakan marah secara tepat
menyatakan telah h. Verbalisasi perasaan bersalah g. Yakinkan bahwa perawat
diabaikan, menolak menurun bersedia mendukung selama
berinteraksi dengan i. Verbalisasi perasaan asing masa ketidakberdayaan
orang terdekat/pemimpin menurun h. Sediakan privasi dan waktu
spiritual, tidak mampu j. Verbalisasi menyalahkan diri tenang untuk aktivitas spiritual
berkreativitas (mis. sendiri menurun i. Diskusikan keyakinan tentang
Menyanyi, k. Perasaan takut menurun makna dan tujuan hidup, Jika
mendengarkan musik, l. Kemampuan beribadah perlu
menulis), koping tidak membaik j. Fasilitasi melakukan kegiatan
efektif, tidak berminat m. Interaksi dengan orang ibadah
pada alam/literatur terdekat/tokoh agama Edukasi
spiritual. membaik k. Ajarkan berinteraksi dengan
n. Koping membaik keluarga, teman,dan/atau orang
lain
l. Anjurkan berpartisipasi dalam
kelompok pendukung
m. Ajarkan metode relaksasi,
meditasi, dan imajinasi
terbimbing
Kolaborasi
n. Atur kunjungan dengan
rohaniawan (mis. Ustadz,
pendeta, romo, biksu)
2. Risiko distres spiritual Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perkembangan
d.d sakit kronis keperawatan selama...x...jam Spiritual
diharapkan status spiritual Terapeutik
membaik dengan kriteria hasil a. Sediakan lingkungan yang
a. Verbalisasi makna dan tujuan tenang untuk refleksi diri
hidup meningkat b. Fasilitasi mengidentifikasi
b. Verbalisasi kepuasan terhadap masalah spiritual
makna hidup meningkat c. Fasilitasi mengidentifikasi
c. Verbalisasi perasaan hambatan dalam pengenalan diri
keberdayaan meningkat d. Fasilitasi mengeksplorasi
d. Verbalisasi perasaan tenang keyakinan terkait pemulihan
meningkat tubuh, pikiran, dan jiwa
e. Verbalisasi penerimaan e. Fasilitasi hubungan
meningkat persahabatan dengan orang lain
f. Verbalisasi percaya pada dan pelayanan keagamaan
orang lain meningkat Edukasi
g. Perilaku marah pada Tuhan f. Anjurkan membuat komitmen
menurun spiritual berdasarkan keyakinan
h. Verbalisasi perasaan bersalah dan nilai
menurun g. Anjurkan berpartisipasi dalam
i. Verbalisasi perasaan asing kegiatan ibadah (hari raya,
menurun ritual) dan meditasi
j. Verbalisasi menyalahkan diri Kolaborasi
sendiri menurun h. Rujuk pada pemuka
k. Perasaan takut menurun agama/kelompok agama, jika
l. Kemampuan beribadah perlu
membaik i. Rujuk pada kelompok
m. Interaksi dengan orang pendukung, swabantu, atau
terdekat/tokoh agama program spiritual, jika perlu.
membaik
n. Koping membaik
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.D
YANG MENGALAMI HIV/AIDS DENGAN DISTRESS SPIRITUAL
DI RUANG WIJAYA KUSUMA 3 RSUD KABUPATEN KARANGASEM
TANGGAL 20 FEBRUARI 2022

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Tempat/Tanggal Lahir : Karangasem, 09 Desember 1976
Umur : 46 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Status perkawinan : Belum Kawin
Agama : Hindu
Suku : Bali
Alamat : Gg. Mas No. 2 Karangasem
No.CM : 260300
Tanggal MRS : 20 Februari 2022
Tanggal pengkajian : 20 Februari 2022
Sumber informasi : Pasien dan keluarga pasien

Penanggung Jawab
Nama : Tn.R
Umur : 47 tahun
Pendidikan : D3
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Gg. Mas No. 2 Karangasem
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Hindu
2. ALASAN DIRAWAT
Pasien di diagnosa medis menderita AIDS. Pasien tersebut dibawa
keluarganya ke RS dalam keadaan lemas, pucat, dan kurus. Setelah
dilakukan perawatan, pasien menolak untuk makan, pasien juga sering
menangis dan berteriak-teriak. Setelah dilakukan pengkajian,
keluarganya mengatakan bahwa dia belum menikah dan memiliki
seorang kekasih. Namun, sejak pasien sakit, kekasihnya tidak pernah
datang ke rumahnya baik untuk menjenguk ataupun menelepon. Keluarga
juga mengatakan bahwa pasien tidak mau berdoa lagi karena pasien
berkata bahwa Tuhan sudah jahat kepadanya. Pasien tersebut ingin
segera meninggal karena ingin segera bertemu Tuhan untuk protes
mengenai masalahnya.

3. RIWAYAT PENYAKIT
a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengalami penyakit AIDS serta gangguan dalam sistem
kepercayaan yang memberikan harapan arti kehidupan
b. Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat melakukan seks bebas pada saat berkerja di
dunia malam yang melakukan seks bebas tidak pernah menggunakan
alat pengaman (kondom)

4. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Tidak ada anggota keluarganya yang memiliki riwayat penyakit yang
berhubungan dengan HIV/AIDS

5. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI (ADL)


a. Pola nutrisi
1) Sehat
Pasien mengatakan makan 2 kali sehari pasien mengkonsumsi
nasi ditambah lauk pauk, sayur dan kadang kadang juga
mengkonsumsi buah dan makanan tambahan seperti snack.
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan. Pasien
minum air putih 6-7 gelas/hari. Pasien mengatakan berat badan
sebelum sakit (2 bulan yang lalu) yaitu 43 kg dan berat badan
sekarnag 31 kg.
2) Sakit
Porsi makan pasien sebelum dirawat di rumah sakit 3-5 sendok
dalam 1 kali makan. Pasien mengatakan sudah mengalami
penurunan nafsu makan sejak lebih kurang 3 bulan yang lalu,
saat di rawat di rumah, pasien lebih sering mengkonsumsi bubur
kacang hijau dan susu. Pasien sulit untuk makan karena sariawan
dan bibir kering serta ada mual dan muntah. Saat dirawat
dirumah pasien minum 5-6 gelas dan minum susu 3 x 200 ml.
Pasien mengatakan saat dirawat di rumah sakit hanya
menghabiskan 2-4 sendok dari porsi makanan yang disediakan di
rumah sakit Pasien mendapatkan diet ML rendah serat + ekstra
ikan gabus tiga kali sehari. Saat sakit pasien minum air putih 2
sampai 3 gelas ±600 cc perhari
b. Pola eliminasi
1) Sehat
BAB : pada saat sehat pasien BAB 1 kali sehari dengan
konsistensi lunak bewarna kecoklatan. BAK : pada saat sehat
pasien BAK lebih kurang 5 kali sehari, pasien BAK dengan
lancer
2) Sakit
BAB : pasien mengatakan diare sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit frekuensi hilang timbul, jika diare 3-4 kali dalam
sehari, bewarna kuning, konsistensi cair.
c. Pola istirahat tidur
1) Sehat
Saat sehat pasien tidur 7 sampai 8 jam pada malam hari dan tidur
siang 1-2 jam.
2) Sakit
Selama sakit jam tidur pasien meningkat, waktu pasien lebih
banyak digunakan untuk tidur dan istirahat. Masalah yang
ditemukan pasien saat tidur yaitu pada malam hari terbangun
karena BAB, demam serta berkeringat malam.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Sehat
Saat sehat pasien mampu melakukan aktivitas sehari hari secara
mandiri.
2) Sakit
Saat sakit aktivitas pasien lebih banyak di tempat tidur dan
bergerak di dalam kamar. Aktivitas pasien sering dibantu
keluarga untuk aktivitas makan dan minum, mandi serta
toileting.
e. Data psikologis
1) Status Emosional
Pasien mampu untuk mengontrol emosi. Pasien tampak murung
dan lesu. Pasien mengatakan badan terasa leamah dan letih.
2) Kecemasan
Pasien mengatakan cemas karena merasa kondisinya semakin
memburuk dan belum merasakan perubahan dari kesehatannya.
3) Pola Koping
Pola koping pasien baik namun pasien tampak kurang
bersemangat dalam menjalani pengobatannya, dan merasa pasrah
terhadap penyakit yang di deritanya.
4) Gaya Komunikasi
Pasien mampu diajak berkomunikasi. Saat pengkajian pasien
lebih banyak merunduk, saat bicara pasien sesekali menatap ke
lawan bicara.
5) Konsep diri
Pasien merupakan seorang laki – laki yang berusia 28 tahun,
belum menikah dan merupakan seorang guru agama. Pasien
mengatakan merasa malu dengan kondisinya saat ini, pasien
tidak percaya diri dengan tubuhnya saat ini dan malu jika
bertemu dengan orang lain. Pasien mengatakan pasrah dengan
penyakit yang di deritanya saat ini..
f. Pola peran dan hubungan
Pasien mengatakan tidak memiliki gangguan dalam hubungan dengan
keluarga maupun orang disekitarnya.
g. Sistem nilai dan kepercayaan
Klien mengatakan berdoa untuk kesembuhannya. Saat sehat pasien
rajin sembahyang namun saat sakit klien tidak tampak melaksanakan
sembahyang.

6. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
1) Vital sign
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,2 ̊ C
2) Kesadaran : Compos mentis GCS : 15
Eye :4
Motorik :6
Verbal :5
3) Status Gizi
Tinggi badan : 157 cm
Berat badan : 31 kg
IMT : 12,91 ( Berat badan kurang )
Lingkar lengan : 19 cm
b. Wajah
Simetris kiri dan kanan, tampak pucat, tidak ada lesi dan tidak ada
udema.
c. Kepala
Kepala simetris, tidak ada pembengkakan pada kepala dan tidak ada
lesi.
d. Rambut
Rambut bewarna hitam, distribusi rambut tidak merata, rambut
mudah rontok, berketombe.
e. Mata
Mata simetris kiri dan kanan, terdapat kantung mata, konjungtiva
anemis, sklera tidak ikhterik,reflek cahaya positik kiri dan kanan,
reflek pupil isokor, ukuran pupil 2mm/2mm
f. Hidung
Hidung simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak
terdapat pembengkakan, tidak terdapat nyeri tekan.
g. Mulut
Bibir tampak kering dan pecah-pecah, terdapat condidiasis oral,
terdapat sariawan, terdapat gigi yang berlubang
h. Telinga
Telinga simetris, tidak terdapat pembengkakan di area telinga,
terdapat serumen di kedua telinga.
i. Leher
Leher simetris, tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening, dan
tidak terdap bendungan vena jugularis.
j. Paru-Paru
1) Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak terdapat
retraks dinding dada
2) Palpasi : Premitus kiri dan kanan sama
3) Perkusi : Sonor
4) Auskultasi :Bronko vasikuler
k. Jantung
1) Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
2) Palpasi :Ikhtus kordis teraba
3) Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
4) Auskultasi : regular
l. Abdomen
1) Inspeksi : terdapat distensi abdomen, tidak terdapat udema dan
juga lesi
2) Ausklutasi : bising usus 20 x/m
3) Palpasi : hepar teraba dan terdapat nyeri tekan
4) Perkusi : saat dilakukan perkusi hepar didapatkan suara pekak
m. Kulit
Kulit terlihat kering, tidak terdapat tanda-tanda lesi (sarkoma kaposi)
terdapat sarkoma kaposi, turgor kulit jelek.
n. Genitalia
Pasien mengatakan tidak ada keluhan di area kemaluan.
o. Ekstremitas
1) Atas : Pasien terpasang IVFD Wida KN-2 8 tetes/menit di tangan
sebelah kanan, akral teraba dingin, tidak ada udema, CRT < 2
detik, tonus otot melemah
2) Bawah : tidak terdapat udema, akral teraba dingin, CRT < 2
detik, tonus otot melema

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Penunjang; Laboratorium DLL
Pemeriksaan diambil tanggal 21 Februari 2022 pukul 18.18
Jenis Pemeriksaan RESULT UNIT NORMAL

WBC 7,8 10^3/UL 4,8 – 10, 8

LYM 1,4 10^3/UL 1,0 – 5,0

MON 0,8 10^3/UL 2,0 – 8,0

GRA 13,1 10^3/UL 0,1- 0,8

LYM % 32,2 % 25,0 – 50,0


GRA % 56,8 % 50,0 – 80,0

RBC 56,8 % 50,0 – 80,0

b. Serologi
HBSAG : Negative
HIV : Positive
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Analisis Data

Data Keperawatan Analisis Masalah

DS : Pasien dengan HIV/AIDS Distress Spiritual


1) Pasien mengatakan merasa
Sulit merasakan makna dan tujuan
bersalah
hidup
2) Pasien mengatakan hidupnya
terasa tidak bermakna 1. Kondisi penyakit kronis
3) Pasien mengeluh tidak dapat 2. Kesepian
menerima kondisinya 3. Menjelang ajal
4) Pasien merasa menderita 4. Perubahan pola hidup
5) Pasien mempertanyakan 5. Pengasingan sosial
makna dan tujuan hidupnya
Distress Spiritual
DO :
1) Pasien tampak tidak mampu
beribadah
2) Pasien tampak marah pada
tuhan
3) Pasien menolak berinteraksi
dengan orang terdekat
4) Pasien tidak mampu
berkreativitas
2. Rumusan Diagnosis Keperawatan
Distres spiritual berhubungan dengan kondisi penyakit kronis, menjelang
ajal, dan gangguan sosio-kultural dibuktikan dengan mempertanyakan
makna/tujuan hidupnya, menyatakan hidupya terasa tidak bermakna,
merasa menderita, tidak mampu beribadah, marah pada tuhan, mengeluh
tidak dapat menerima (kurang pasrah), merasa bersalah, menolak
berinteraksi dengan orang terdekat, tidak mampu berkreativitas.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

No Dx Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI) Rasional

1. Setelah dilakukan tindakan Dukungan Spiritual Dukungan Spiritual


keperawatan selama 2 x 24 Observasi Observasi
jam diharapkan status a. Identifikasi perasaan a. Untuk mengetahui
spiritual membaik dengan khawatir, kesepian, dan makna dan tujuan hidup
kriteria hasil ketidakberdayaan b. Untuk mengetahui
a. Verbalisasi makna dan b. Identifikasi pandangan spiritual pasien
tujuan hidup meningkat tentang hubungan antara c. Untuk mengetahui
b. Verbalisasi kepuasan spiritual dan kesehatan adakah harapan hidup
terhadap makna hidup c. Identifikasi harapan dan pasien
meningkat kekuatan pasien d. Untuk mengetahui
c. Verbalisasi perasaan d. Identifikasi ketaatan keagmaan spiritual
keberdayaan meningkat dalam beragama pasien
d. Verbalisasi perasaan Terapeutik e. Untuk mngetahui cara
tenang meningkat e. Berikan kesempatan pasien mengendalikan
e. Verbalisasi percaya mengekspresikan dan emosi seperti apa
pada orang lain meredakan marah secara f. Untuk memberikan
meningkat tepat kenyamanan dan
f. Perilaku marah pada f. Sediakan privasi dan ketaatan spiritual pada
Tuhan menurun waktu tenang untuk pasien
g. Verbalisasi perasaan aktivitas spiritual g. Untuk memberikan
bersalah menurun g. Fasilitasi melakukan kenyamanan saat
h. Verbalisasi perasaan kegiatan ibadah beribadah
asing menurun Edukasi h. Untuk lebih berani
i. Verbalisasi h. Ajarkan berinteraksi berinterkasi kepada
menyalahkan diri dengan keluarga, orang lain
sendiri menurun teman,dan/atau orang i. Untk mengetahui metoe
j. Perasaan takut lain rileksasi dan bias lebih
menurun i. Ajarkan metode mendekan kepada tuhan
k. Kemampuan beribadah relaksasi, meditasi, dan j. Untuk lebih memberikan
membaik imajinasi terbimbing bimbingan spiritual
l. Interaksi dengan orang Kolaborasi kepada pasein
terdekat/tokoh agama
j. Atur kunjungan dengan
membaik
rohaniawan (mis.
m. Koping membaik
Ustadz, pendeta, romo,
biksu)

D. IMPLEMENTASI

Paraf/
No Tgl/ jam Implementasi Respon
Nama

1. 22/02/22 - Mengidefikasi perasaan DS : Pasien mengatakan kawatir akan


khawatir, kesepian, dan penyakit yang diderita saat ini dan merasa
09.00
ketidak berdayaan tidak berguna ttd
WITA
DO : pasien tampak tidak bersemangat
untuk menjalankan hidup

- Mengidentifikasi harapan dan DS : Pasien mengatakan harapan sangat


09.30 kekuatan kecil untuk kembali sembuh
ttd
WITA DS : Pasien tampak pasrah dalam harapan
hidup

10.00 - Mengidentifikasi ketaatan DS : Pasien mengatakan tidak percaya

WITA dalam beragama lagi kepada tuhan ttd


DO : Pasien tampak tidak pernah
melaksankan keagaman selama di rawat
dirumah sakit
- Memberikan kesempatan DS : Pasien mengatakan akan lebih bisa
10.25 mengekspresikan dan mengkelola stress saat marah
WITA meredakan marah yang tepat DO : Pasien tampak mulai mengikuti ttd

intruksi

- Mengajarkan berinteraksi DS : Pasien mengatakan akan perlahan


11.00 dengan keluarga, berinterksi dengan orang sekitar
ttd
teman/orang lain disekitar DO : Pasien tampak mengerti dengan apa
yang sudah di beritau
- Mengajarkan metode DS : Pasien mengatakan mau di ajarkan

13.00 relaksasi, meditasi, dan bagaimana cara lebih rileks dan percaya

WITA imajinasi terbimbing kembali pada tuhan ttd


DO : pasien tampak lebih biasa menerima
keadaan
- Menyediakan privasi dan DS : Pasien mengatakan akan memulai
15.00 waktu tenang untuk aktivitas dekat dengan tuhan
WITA ttd
spiritual DO : Pasien tampak lebih tenang , dan
memulai aktivitas spiritual
23/02/22 - Mengidefikasi perasaan DS : Pasien mengatakan sudah menerima
khawatir, kesepian, dan diri sendiri
Pukul
ketidak berdayaan DO : Pasien tampak cukup tenang dan ttd
08.00
terdiam
WITA

- Mengidentifikasi harapan DS : Pasien mengatakan ada harapan


08.30 dan kekuatan Untuk hidup dan sembuh
WITA ttd
DO : Pasien tampak lebih semnagat untuk
sembuh

09.00 - Mengidentifikasi ketaatan DS : Pasien mengatakan sudah lebih

WITA dalam beragama tenang dan percaya adanya tuhan ttd


DO : Pasien tampak tenang
- Memberikan kesempatan DS : Pasien mengatakan sudah muali
09.30 mengekspresikan dan percaya pada orang lain
WITA ttd
meredakan marah yang tepat DO : Pasien tampak mampu menerapkan
dengan tepat
- Mengajarkan berinteraksi DS : Pasien mengatakan perasaan takut

10.00 dengan keluarga, menurun ketika berinteraksi dengan orang

WITA teman/orang lain disekitar lain ttd


DO : Pasien tampak sudah memulai da
berani berinteraksi dengan orang lain
- Mengajarkan metode DS : Pasien mengatakan sudah bisa

10.30 relaksasi, meditasi, dan menerpkan meditasi,relaksasi dan sudah

WITA imajinasi terbimbing percya adanya tuhan ttd


DO : pasien tampak sudah percaya adanya
tuhan
- Menyediakan privasi dan DS : Pasien mengatakan menyesal karena

12.30 waktu tenang untuk aktivitas sudah tidak percaya kepada tuhan

WITA spiritual DO : Pasien tampak sudah melaksankan ttd


persembahyangan dan sudah percaya
adanya tuhan
- Memfalisitasi untuk kegiatan DS : Pasien mengatakan ingin
14.00 ibadah melaksanakan ibadah
WITA ttd
DO : Pasien tampak sudah melaksankan
ibadah
E. EVALUASI

No Tgl / jam Catatan Perkembangan Paraf/Nama

1. 24/02/2022 S : Pasien mengatakan sudah mampu beribadah sudah merasa tidak


Pukul menderita,menyadari bahwa hidupnya sangat bermakna
08.00 O : Pasien tampak tenang dan percaya kepada tuhan dan menerima diri
WITA sendiri akan penyakit AIDS yang di derita
TTV :
TD : 110/70 mmHg ttd
N : 80˟/ menit
R : 20˟/ menit
S : 36,5ºC
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien , atur kunjungan dengan rohaniawan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2013) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Collein, I. (2015) ‘Makna Spiritualitas Pada Pasien HIV/AIDS Dalam Konteks
Asuhan Keperawatan Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta’, Fik
Ui, p. 3. Available at:
http://r2kn.litbang.kemkes.go.id:8080/handle/123456789/64483.
Craven, F. . and Hirnle, J. C. (2007) Fundamentals of nursing: Human health and
function. Edited by Lippincott wiliam and Wilkins. Philadelphia.
Siskaningrum, A. and Bahrudin (2019) Modul Pemebelajaran Keperawatan HIV
AIDS. Edited by M. Sholeh. Icme Press. Available at:
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/4437/2/Keperawatan HIV AIDS.pdf.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan
Indoneisa:Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Lembar Pengesahan

Denpasar, 01 Maret 2022


Nama Pembimbing/CI Nama Mahasiswa

ttd

Ns. Ni Made Wedri, A.Per.Pen., S.Kep., M.Kes. (Kelompok 2)


NIP 196106241987032002

Nama Pembimbing/CT

Ns. Ni Made Wedri, A.Per.Pen., S.Kep., M.Kes.


NIP 196106241987032002

Anda mungkin juga menyukai