Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

ANESTESI REGIONAL DAN UMUM PADA PASIEN G4P3A1 PERDARAHAN


ANTEPARTUM ETCAUSA PLASENTA PREVIA

Oleh :
Meidiana Yusup 030.14.120
Sri Mielda Nurliani Dewi 030.14.180
Wara Anung Anindita 030.14.199
Yopi Anugrah 030.14.202

Pembimbing :
dr. Guntur M Taqwin,Sp.An
dr. Budi Hartanto,Sp.An

PERIODE 18 FEBRUARI – 23 MARET 2019


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT DR.SOESELO SLAWI KABUPATEN TEGAL
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul :

ANESTESI REGIONAL DAN UMUM PADA PASIEN G4P3A1 PERDARAHAN


ANTEPARTUM ETCAUSA PLASENTA PREVIA

Nama koasisten :
Meidiana Yusup 030.14.120
Sri Mielda Nurliani Dewi 030.14.180
Wara Anung Anindita 030.14.199
Yopi Anugrah 030.14.202

Telah Di setujui untuk di presentasikan

Pada Hari Senin/ Tanggal 18 Maret 2019

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Guntur M Taqwin,Sp.An dr. Budi Hartanto,Sp.An

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul “ANESTESI
REGIONAL DAN UMUM PADA PASIEN G4P3A1 PERDARAHAN ANTEPARTUM
ETCAUSA PLASENTA PREVIA”
Presentasi ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di
bagian ilmu anestesi di Rumah Sakit dr.Soeselo Slawi Kabupaten Tegal.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan penyelesaian kasus ini, terutama kepada :
1. dr. Guntur M Taqwin,Sp.An
2. dr. Budi Hartanto,Sp.An
3. Rekan – rekan ko-assisten Anestesi Rumah Sakit dr.Soeselo Slawi Kabupaten
Tegal.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan presentasi ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan presentasi referat ini
sangat kami harapkan.
Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua , terutama
bidang ilmu anestesi .

Slawi, 18 Maret 2019

Penyusun

3
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.....................................................................................................................5
1.1 Latar belakang..................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
ILUSTRASI KASUS.................................................................................................................6
2.1 Anamnesis........................................................................................................................6
2.2 Pemeriksaan Fisik............................................................................................................7
2.3 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................7
2.4 Diagnosis..........................................................................................................................8
2.5 Persiapan Pre Operatif :...................................................................................................8
2.6 Intra Operatif....................................................................................................................9
2.7 Post Operatif..................................................................................................................10
BAB III....................................................................................................................................11
Plasenta Previa.........................................................................................................................11
BAB IV....................................................................................................................................26
ANALISA KASUS..................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................29

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan 40-60%,


infeksi 20-30%, dan keracunan kehamilan 20-30% sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit
lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Perdarahan sebagai penyebab kematian
ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum
merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan,
penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas
sumbernya.

Plasenta Previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal sehingga


menutupi seluruh atau sebagian ostium internum kasus ini masih menarik dipelajari terutama
di negara berkembang termasuk Indonesia karena faktor predisposisi yang masih sulit
dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka kematian maternal
dan perinatal yang merupakan parameter pelayanan kesehatan. Prevalensi kejadian plasenta
previa di dunia diperkirakan sekitar 0.52%. Prevalensi plasenta previa tertinggi terdapat
wilayah Asia yaitu sekitar 1,22% sedangkan untuk wilayah Eropa lebih rendah yaitu 0,36%,
Amerika Utara 0,29%, dan Sub-Sahara Afrika 0,27%.

Plasenta previa pada kehamilan prematur lebih bermasalah karena persalinan


terpaksa sebagian kasus disebabkan oleh perdarahan hebat, sebagian lainnya oleh proses
persalinan. Prematuritas merupakan penyebab utama kematian perinatal sekalipun
penatalaksanaan plasenta previa sudah dilakukan dengan benar. Di samping masalah
prematuritas, perdarahan akibat plasenta previa akan fatal bagi ibu jika tidak ada persiapan
darah atau komponen darah dengan segera.

5
BAB II

ILUSTRASI KASUS
Identitas pasien
Nama : Ny. Siti Maryatin
Usia : 38 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. RM : 585122
Alamat : Kambangan
Status : Menikah
Tanggal masuk : 10 Maret 2019

2.1 Assement Pre-operatif


2.1.1 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis pada tanggal 11 Maret 2019
pukul 07.30 WIB
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan keluar darah di jalan lahir sejak pagi (10
maret 2019 jam 06.00 wib)

b. Keluhan Tambahan
Pasien mengeluh rasa sakit pada perut, namun tidak mules atau tidak
kencang-kencang. Pasien juga mengeluh mual namun tidak muntah.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada hari minggu, 10 marwt 2019 pasien dating ke RSUD dr.Soeselo
Slawi, Pasien datang dengan keluhan sedang hamil 38 mingu, namun keluar
darah sejak pagi, keluar darah tidak terus menerus, keluar darah terutama
jika merasa bayi bergerak-gerak, darah berwarna merah terang , perut terasa
nyeri namun tidak mules atau kencang-kencang. Pasien mengeluh mual
namun tidak muntah. Tidak terdapat demam pada pasien. Riwayat trauma
atau jatuh disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal.
d. Riwayat Penyakit Dahulu

6
Riwayat kehamilan sebelumnya tidak pernah mengalami hal serupa,
riwayat diabetes mellitus, hipertensi, asthma, penyakit jantung, penyakit
paru, penyakit ginjal, dan alergi disangkal.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat riwayat penyakit sistemik pada keluarga

f. Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak memiliki riwayat kebiasaan merokok dan minum alcohol,


dan selama pasien hamil tidak melakukan kebiasaan aktifitas yang berat-
berat

g. Riwayat Pengobatan
Pasien selama hamil tidak pernah mengontrolkan kehamilannya baik
ke dokter maupun ke bidan, pasien mengaku tidak pernah USG.

h.Riwayat Sosial Ekonomi


Suami pasien bekerja sebagai buruh pabrik, dengan penghasilan sesuai
dengan UMR kabupaten. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan Gizi : Gizi Baik

Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Suhu : 36,7° C
Saturasi Oksigen : 99%
Pernapasan : 20 x/menit

7
Status Generalis
Kepala : Normocephali , distribusi rambut merata,
tidak mudah di cabut
Mata : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Bentuk normal, simetris, tidak hiperemis dan
tidak deviasi
Terlinga : Normotia, secret(-/-), nyeri tarik helix (-/-),
nyeri tekan tragus (-/-)
Mulut : Mukosa basah, tidak sianosis, oral hygene baik, dan
tidak ada masalah dalam jalan nafas
Leher : Pembesaran KGB (-) trakea di tengah
Thorax
 Paru
Inspeksi : Dada fusiformis, gerak dinding dada simetris,
tidak ada sikatriks.
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-
Palpasi : Vocal fremitus tidak melemah atau mengeras di kedua
lapang paru depan dan belakang.
Perkusi : Batas paru hepar dan batas paru lambung dalam batas
normal, vocal fremitus tidak melemah atau mengeras
di kedua lapang paru depan dan belakang.
 Jantung
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Auskultasi : Bunyi jantung I&II reguler, murmur dan gallop (-)
Perkusi : Batas jantung kanan, atas, dan kiri dalam batas normal
Abdomen : Tampak hamil, nyeri tekan (-), bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat di semua esktremitas, tidak ada edema,
di keempat ekstermitas, clubbing finger negative, CRT
< 2 detik di keempat ekstremitas.
Status Lokalis : vagina toucher tidak dilakukan

8
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 10 Maret 2019
Pemeriksaan Darah Rutin Nilai Nilai Rujukan

Hemoglobin 10,3 g/dL 11.7-15.5 g/dL

Eritrosit 3,1 x106/uL 3.8-5.2 x106/uL

Leukosit 5.0 x103/uL 2.6-11.0 x103/uL

Trombosit 138x103/uL 150-400 x103/uL

Hematokrit 30% 35-47 %

Eosinofil 1.40 % 2.00-4.00 %

Netrofil 70,70% 50-70 %

Limfosit 20.10% 25-40 %

USG : Janin I intrauterine, presentasi kepala, punggung kanan, plasenta di corpus


lateral kiri sampai menutupi OUI, air ketuban cukup dan EFW 3400 gram

2.1.4 Diagnosis
- Diagnosis Praoperasi : G4P2A1, 38tahun, hamil 38 minggu perdarahan
antepartum ec plasenta previa total
- Tindakan Pembedahan : sectio secarea cito
- Kriteria ASA : ASA II

2.1.5 Persiapan Pre Operatif :


o Memastikan identitas pasien sudah lengkap dan benar
o Diagnosa Pre –operatif : G4P2A1, 38tahun, hamil 38 minggu
perdarahan antepartum ec plasenta previa total
o Tindakan : Sectio secarea cito
o Mempersiapkan dokumen persetujuan tindakan anestesi,
pembedahan , dan assessment pre anestesi
o Pasien ditanyakan terakhir makan jam berapa
o Akses intravena pasien terpasang pada tangan kanan pasien
o Pemberian obat untuk menghilangkan rasa mualnya sebelum
dilakukannya operasi
o Pemberian loading cairan 500cc sebelum operasi

9
o Persiapkan obat dan alat anestesi umum
o Persiapakn monitor, saturasi oksigen, tekanan darah, nadi, dan
EKG
o Menyiapkan obat-obat emergency : efedrin hcl, adrenaline,
atropine, aminofilin, natrium bikarbonat.
o Keadaan umum :
 Compos Mentis
 Tampak sakit sedang
o Tanda Vital:
 Nadi : 98x/menit
 Laju Napas : 20 x/menit
 Tekanan Darah :108/78 mmHg
 Saturasi : 99%

2.1.6 Intra Operatif


Pukul Tindakan Anestesi
16.00 Pasien masuk ke dalam ruangan operasi dan diposisikan di atas
meja operasi, dan dipasang alat monitoring (NIBP, dan SpO2)
16.05 Pemberian obat premedikasi ondansntron, dan kemudian
dilakukan anestesi regional (spinal) dengan 2,5 cc regivel
16.15 Cek respon pasien
16.28 Operasi dimulai
Penggantian infus RL 500cc
TD : 89/78mmHg HR: 102x/mnt injek efedrin 1cc
16.58 Lahir bayi kemudian Pemberian oxytocin 1 amp dan metergin 1
amp i.v bolus
17.16 Terjadi perdarahan
Pasien mengeluh mual dan mulai merasakan nyeri diberikan
injeksi ondansntron dan ketorolac 30mg i.v bolus
17.35 Perdarahan belum teratasi, TD ↓↓ HR↑↑↑, pasien mengeluh
semakin terasa sakit pada daerah operasi, dan merasa sangat
kedinginan.
Kalnex 4 amp
Adona 1amp
18.00 Pasien sangat kesakitan dan tampak pucat
lanjut anesthesia general
Dimasukanobat induksi anastesi antara lain midazolam 1 amp,

10
fentanyl 1 amp, dan propofol 1cc/kgBB
Cek respon pasien kemudian lakukan oksigenasi dan
mempertahankan saturasi oksigen pasien
18.15 Transfuse WB 1 kolf
19.05 Operasi selesai

o Keadaan Intra Operatif


Jenis Anestesi : Anestesi Regional + General
Tindakan pembedahan : Sectio secarea
Lama Pembiusan : 3 jam
Lama Pembedahan : 3 jam
Posisi : Terlentang
Akses Intra vena : Tangan kanan dengan kristaloid
Tangan kiri transfuse WB
Medikasi : Propofol 1 amp
Fentanyl 1 amp
Midazolam 1 amp
Ketorolac 30 mg
Adona 1 amp
Kalnex 4 amp
Transfusi. WB 1 kolf
Jumlah Cairan : 2500 cc
Keadaan setelah pembedahan:
 Tekanan Darah : 132/76
 Saturasi : 99%
 Nadi : 87x/menit
 Kesadaran : compos mentis

2.1.7 Post Operatif


Pembedahan selesai dilakukan pada pukul 17.05 tanggal 10 Maret 2019.
Diagnosa Post – pembedahan adalah P3A1 38th pasca section secarea + mow atas

11
indikasi perdarahan antepartum e.c plasenta previa total. Setelah pembedahan
selesai, pasien dipindahkan segera ke ruang HCU pengawasan.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

PLASENTA PREVIA

12
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 28
minggu atau lebih. Karena perdarahan antepartum terjadi pada umur kehamilan diatas 28
minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga.1
Perdarahan antepartum digolongkan sebagai berikut yaitu perdarahan yang ada
hubungannya dengan kehamilan yaitu plasenta previa, solusi plasenta, perdarahan pada
plasenta letak rendah, pecahnya sinus marginalis dan vasa previa. Perdarahan yang tidak ada
hubungannya dengan kehamilan yaitu pecahnya varices vagina, perdarahan polip serviks,
perdarahan perlukan seviks, perdarahan karena keganasan serviks.1 Frekuensi perdarahan
antepartum sekitar 3% sampai 4% dari semua persalinan. Kejadian plasenta previa bervariasi
antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum plasenta
previa merupakan penyebab terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan
antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan terlebih dahulu.2

A. Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum.3

Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah
rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala
satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini
berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik
dalam masa antenatal maupun masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun
pemeriksaan digital. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala
dalam asuhan antenatal maupun intranatal.3

13
B. Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui


dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim.3

Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang


kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.
Keadaan ini bisa ditemukan pada:4

1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek


2. Mioma uteri
3. Kuretasi yang berulang
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta.
Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh


menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan
mendekati atau menutupi ostoum uteri internum.2
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat
implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum.
Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada
eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multiple.2

C. Epidemiologi

Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari
seluruh kasus perdarahan antepartum, Plasenta previa merupakan penyebab terbanyak.

14
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dari pada usia diatas 30
tahun. Juga lebih sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.2,3

D. Klasifikasi

Klasifikasi dari plasenta previa:

1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal,
karena risiko perdarahan sangat hebat.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin tetap
tidak dilahirkan secara normal.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Janin bisa
dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous placenta
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi
bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang
lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun
tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.3,5
Gambar Klasifikasi plasenta Previa:

E. Faktor Risiko

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah:1

1. Umur penderita

15
 Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
 Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat
 Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
 Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual
 Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
 Pada keadaan malnutrisi

F. Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin juga
lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di
situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak
plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation)
ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun
pasti kan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan
kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada
tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab
lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).3

16
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah
perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan
pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.
Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih
separuh kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan
terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir
keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian
sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.3

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat
pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta
yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta
previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah
bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab
kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena
plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.3

G. Gejala Klinis

1. Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri.2


Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh. Hal ini
disebabkan oleh:
 Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari
abortus.
 Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan
dinding rahim.
2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim
sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.2

17
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa
lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa
lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah,
robekannya beberapa sentimeter dari tepi plasenta.2

H. Diagnosis

Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada gejala klinik, pemeriksaan


khusus, dan pemeriksaan penunjang.1

1. Anamnesa plasenta previa1


a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
b. Sifat perdarahan
- Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
- Tanpa sebab yang jelas
- Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin.

2. Pada inspeksi dijumpai:1


a. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal.
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.

3. Pemeriksaan fisik ibu1


a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
- Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
- Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat
- Daerah ujung menjadi dingin
- Tampak anemis

4. Pemeriksaan khusus kebidanan.1


1. Pemeriksaan palpasi abdomen

18
- Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur
kehamilan
- Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai
kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
2. Pemeriksaan denyut jantung janin
- Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera
mengambil tindakan. Tujuan pemeriksan dalam untuk:
- Menegakkan diagnosis pasti
- Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban
4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan ultrasonografi
- Mengurangi pemeriksaan dalam
- Menegakkan diagnosis

Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi ekspektatif


ditegakkan dengan pemeriksaan USG. Dengan pemeriksaan USG transabdominal ketepatan
diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG transvaginal atau transperineal (translabial),
ketepatannya akan lebih tinggi lagi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat
dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa.2,3

Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah sering kali
sudah dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trisemester ketiga. Namun dalam
perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta. Sebenarnya bukan plasenta yang berpindah
tetapi dengan semakin berkembangnya segmen bawah rahim, plasenta (yang berimplantasi di
situ) akan ikut naik menjauhi ostium uteri internum.2

I. Komplikasi

Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan
merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis karena
perdarahan sehingga daya tahannya lemah. 2

19
Bahaya plasenta previa adalah : 2,3

1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi


secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat
berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat
dicegah.
2. Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi
vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh
permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi
dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang
sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan
plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang pernah seksio
sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah seksio sesaria tiga kali.

3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun

20
waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh
salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-
cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi
a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka
pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
5. Kehamila premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena tindakan
terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui
kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat
pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Infeksi sepsis

J. Penatalaksanaan

Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada trisemester kedua atau
trisemester ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan factor Rh. Jika rhesus
negative RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi.
Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan
sehat dan janin masih premature, dibolehkan pulang dan dilanjutkan dengan rawat rumah
atau rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak
keluarga agar dengan segera kembali kerumah sakit bila terjadi perdarahan ulang,
walaupun kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak keberatan
pasien untuk di rawat di rumah atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 24-34 minggu
diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat
jalan pasien lebih bebas dan kurang stress serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali
diberlakukan bila keadaan menjadi lebih serius.3

21
. Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi
dan takikardi pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat,
lebih berat dari pada penampakannya secara klinis. Bila pasien dalam keadaan syok
karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah. 3,6

Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan:2


1. Terminasi
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa
maut, misalnya: kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan
janin mati (tidak selalu).
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada
plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah
yang terbuka (tamponade pada plasenta).
b. Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim
hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio
sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering
terjadi pada persalinan pervaginam.
2. Ekspektatif
Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di
dunia luar baginya kecil sekali.
Sikap ekspektatif hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan
perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.

Penderita plasenta previa juga harus diberikan terapi antibiotic mengingat


kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-
tindakan intrauterine. Jenis persalinan yang kita pilih pada pengobatan plasenta previa dan
kapan melaksanakan tergantung pada:2
a. Perdarahan banyak atau sedikit
b. Keadaan ibu dan anak
c. Besarnya pembukaan
d. Tingkat plasenta previa
e. Paritas

22
Perdarahan yang banyak, pembukaan yang kecil, nullipara dan tingkat plasenta previa
yang berat mendorong kita melakukan seksio sesaria. Sebaliknya perdarahan yang
sedang/sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa yang
ringan dan anak yang mati cenderung untuk dilahirkan pervaginam.2

Pada perdarahan yang sedikit dan anak masih belum matur dipertimbangkan terapi
ekspektatif, dengan syarat keadaan ibu dan anak baik, Hb normal dan perdarahan tidak
banyak. Pada terapi ekspektatif pasien di rawat di rumah sakit sampai berat anak ± 2500 gram
atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk
menentukan lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum
ibu. Jika kehamilan telah 37 minggu, kehamilan dapat diakhiri dengan cara vaginal atau
seksio sesaria. Dengan cara vaginal dimaksudkan untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada
plasenta). Dengan seksio sesaria dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim
dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesaria juga mencegah terjadinya
robekan serviks yang agak sering pada persalinan pervaginam.2

Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap
dilaksanakan. Adapun tujuan dari seksio sesaria adalah:7
 Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.
 Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam.
 Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks
uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas
tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya
perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
 Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
 Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan
keseimbangan cairan masuk-keluar.

Pertolongan persalinan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang paling


banyak dilakukan. Bentuk operasi lainnya seperti:1,2

23
a. Cunam Willet Gausz
- Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta pada kepala.
- Menjempit kulit kepala bayi pada placenta previayang ketubannya telah
dipecahkan.
- Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat.
- Diharapkan persalinan spontan.
- Sebagian besar dilakukan pada janin telah meninggal.

b. Versi Braxton Hicks


- Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan untuk
menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu.
- Dilakukan versi ke letak sunsang.
- Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan pemberat untuk
mempercepat pembukaan dan menghentikan perdarahan.
- Diharapkan persalinan spontan.
- Janin sebagian besar akan meninggal.

c. Pemasangan Kantong Karet Metreurynter

Kantong karet dipasang untuk menghentikan perdarahan dan mempercepat


pembukaan sehingga persalinan dapat segera berlangsung.1

Dengan kemajuan dalam operasi kebidanan, narkosa, pemberian transfusi, dan


cairan maka tatalaksana pertolongan perdarahan plasenta previa hanya dalam bentuk:1

- Memecahkan ketuban
- Melskuksn seksio sesarea
- Untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat pertolongan yang
cepat dan tepat.

Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena:2

- Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak


menekan pada plasenta.

24
- Plasenta tidak tertahan lagioleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding
rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.

K. Prognosis

Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasive dengan USG di
samping ketersedian transfusi darah dan infus cairan telah ada di hamper semua rumah sakit
kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah
melahirkan dengan seksio sesaria atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan.
Penurunan jumlah ibu hamil dengan dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialissasi
program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian
banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun nasib janin masih belum terlepas dari
komplikasi kelahiran premature baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio
sesaria. Karena kelahiran premature belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan
konservatif dilakukan. Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif maka mortalitas
dan morbiditas ibu dan bayi tinggi. Sekarang penanganan bersifat operasi dini, maka angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun.3,8

25
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan sedang hamil 38 minggu, namun keluar darah sejak
pagi, keluar darah tidak terus menerus, keluar darah terutama jika merasa bayi bergerak-
gerak, darah berwarna merah terang, perut terasa nyeri namun tidak mules atau kencang-
kencang. Pasien mengeluh mual namun tidak muntah. Tidak terdapat demam pada pasien.
Riwayat trauma atau jatuh disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal.
Pada pemeriksaan didapatkan pasien dengan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
compos mentis, dan kesan gizi baik. Sedangkan pada pemeriksaan tanda vital didaptkan
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 85 x/menit, suhu 36,7° C , saturasi oksigen 99% dan
pernapasan 20 x/menit.

Pada pasien ini dapat disimpulkan bahwa pasien termasuk dalam ASA (American
Society of Anesthesiologist) I yaitu pada pasien-pasien sehat organic, fisiologi, psikiatri,
biokimia.
Pembiusan pada pasien ini dilakukan dengan menggunakan anestesi regional yaitu
dengan anstesi spinal. Obat-obat yang digunakan pada pasien ini saat dilakukan anastesi
spinal adalah regivel. Regivel merupakan bupivakain dalam dekstrose yang bersifat
hiperbarik dengan berat jenis 1.027 dengan dosis 5-15 mg (1-3ml). Bupivacain merupakan
obat anestesi lokal jenis amida yang memiliki masa kerja panjang dan mula yang pendek.
Bupivakain akan menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada perambatan impuls
sepanjang serabut saraf dengan cara mencegah pergerakan ion-ion Na melalui membran sel
ke dalam sel. Bupivacain akan memberikan relaksasi otot derajat sedang dengan efek blokade
motorik pada otot perut menjadikan obat ini sesuai untuk digunakan sebagai operasi sectio
caesaria.
Pada pertengahan operasi tepatnya pukul 18.00 pasien mengeluh kesakitan dan
tampak dari TTV didaptkan TD 90/50 mmHg, Nadi 123x/menit pernapasan 26x/menit
menandakan pasien mulai mengalami syok lalu diputuskan untuk melakukan induksi dengan
GA (TIVA). Adapun obat yang digunakan untuk induksi dengan TIVA yaitu fentanyl,
midazolam dan propofol. Fentanyl merupakan obat analgetik golongan opioid. Obat ini

26
digunakan karena memiliki efek samping depresi pernapasan yang rendah, dan tidak
mengganggu kardiovaskular.
Propofol merupakan obat untuk fase induksi anestesi yang memiliki efek sedasi.
Dosis propofol yang diberikan kepada pasien ini adalah sebesar 100mg. Propofol dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah akibat inhibisi simpatik dari vasokonstriktor, dan
dapat pula menyebabkan adanya depresi pernapasan. Namun, dapat juga timbul efek
hipertensi oleh karena nyeri injeksi setelah pemberian propofol dengan kecepatan tinggi.
Akan tetapi pada pasien yang menerima induksi propofol dengan fentanyl tidak ditemukan
kejadian hipertensi.
Midazolam merupakan turunan dari golongan benzodiapin dengan kecepatan
metabolisme ultra short acting yang mempunyai sifat ansiolitik, sedatif, antikonvulsif, dan
anterogard amnesia. Benzodiazepin bekerja dengan cara meningkatkan efisiensi inhibisi
sinaptik GABAergik (melalui membran hiperpolarisasi) yang menyebabkan penurunan
kecepatan pencetusan neuron yang krisis dalam banyak regio otak. Berdasarkan penelitian
TG Short, et al, ketika induksi anestesi menggunakan propofol dengan fentanyl tanpa
pemberian midazolam akan dapat meningkatkan hipotensi pada saat post-induksi. Sediaan
midazolam yang digunakan pada pasien ini adalah sedacum ampul yang mengandung
5mg/ml. Dosis midazolam yang diberikan pada pasien ini adalah sebesar 3mg.
Sebelum operasi diperkirakan selesai pasien mendapatkan ondansetron, dan
ketorolac secara bolus, serta tramadol dengan cara drip. Pemberian ondansetron bertujuan
untuk mengurangi mual muntah akibat efek obat anestesi lainnya. Ondansetron merupakan
obat antiemetik yang bekerja spesifik sebagai antagonis reseptor subtipe 5-HT3 (serotonin).
Reseptor serotonin tipe 5-HT3 berada di perifer (ujung nervus vagus) maupun di sentral yaitu
di chemoreceptor trigger zone pada area postrema. Pada pasien ini diberikan ondansetron
dengan dosis sebesar 4mg/2ml.
Ketorolak digunakan untuk mengatasi nyeri sedang sampai berat.Ketorolak digunakan
untuk mengatasi nyeri pasca operasi. Obat ini termasuk golongan Nonsteroidal anti-
inflammatory drug (NSAID). Ketorolac bekerja dengan menginhibisi enzim cycloocxygenase
1 (COX-1) dan COX-2. Inhibisi dari COX-2 akan mencegah konversi asam arachidonat
menjadi prostaglandin proinflamasi. Sedangkan inhibisi dari COX-1 akan mencegah produksi
prostaglandin yang menjaga traktus gastrointestinal, regulasi aliran darah renal, dan agregasi
platelet. Akibatnya, ketorolac berhubungan dengan toksisitas gastrointestinal, nefrotoksik,
dan inhibisi agregasi platelet. Keuntungan penggunaan ketorolac untuk analgesi yaitu tidak
menimbulkan depresi pernapasan atau depresi kardiovaskular. Pada pemberian dosis tunggal

27
intravena waktu paruh 5,2 jam, puncak analgetik dicapai dalam 2 jam. Lama analgetik 4-6
jam. Pada pasien ini diberikan ketorolac dengan dosis 30mg.
Obat lain yang digunakan untuk mengatasi nyeri adalah tramadol. Tramadol
merupakan obat analgesik yang bekerja secara sentral dan bersifat agonis opioid, bekerja
pada reseptor opiate. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf
pusat sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Dalam beberapa
penelitian menunjukkan efek samping yang ditimbulkan oleh karena pemberian tramadol
secara bolus intravena diantaranya adalah mual, muntah, pusing, gatal, sesak nafas, mulut
kering dan berkeringat. Tramadol dapat dikombinasikan dengan NSAIDs, karena mekanisme
kerjanya tidak saling tumpang tindih, dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 50-100 mg
setiap 4-6 jam dan maksimal 400 mg/hari. Dosis tramadol yang diberikan pada pasien ini
adalah 100mg.
Cairan yang diberikan pada pasien ini selama operasi berlangsung berjumlah
3000cc. Jumlah cairan yang dibutuhkan pasien selama berjalannya operasi didapatkan dengan
perhitungan sebagai berikut:
 Kebutuhan cairan rutin (pemeliharaan) = 2cc / kgBB / jam
= 2cc X 65kg = 130cc / jam
 Kebutuhan cairan selama operasi = operasi besar = 8cc/kgBB
= 8cc X 65kg = 520cc
 Kebutuhan cairan pengganti puasa = jumlah jam puasa X cairan pemeliharaan
= 8 jam X 130cc = 1.040cc
 Operasi jam ke-1 = Cairan pemeliharaan + operasi + ½ pengganti puasa
= 130cc + 520cc + ½ 1.040cc
= 130cc + 520cc + 520cc = 1.170cc
 Operasi jam ke-2 = Cairan pemeliharaan + operasi + ¼ pengganti puasa
= 130cc + 520cc + ¼ 1.040cc
= 910 cc
 Operasi jam ke-3 = Cairan pemeliharaan + operasi + ¼ pengganti puasa
= 130cc + 520cc + ¼ 1.040cc
= 910 cc
Penggantian cairan puasa perlu dilakukan dalam 3 jam pertama. Operasi berlangsung selama
3 jam, dengan kebutuhan cairan selama operasi sebesar 2990cc. Penggantian cairan puasa

28
berikutnya dapat diberikan di recovery room bersamaan dengan pemberian cairan
pemeliharaan.
 Cairan pemeliharaan + ¼ pengganti puasa = 130cc + 260cc
= 520cc
Perawatan pasien pasca operasi dilakukan di recovery room (RR). Pemulihan pasien
pasca anestesi umum dapat dinilai dengan penilaian Aldrette’s score. Pasien dengan skor 8-
10 dapat dipindahkan ke ruang perawatan, skor 5-8 diobservasi secara ketat, dan pasien
dengan skor <5 dipindahkan ke ICU. Pada pasien ini dengan scor 8 maka dapat dipindahkan
keruang perawatan .

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta. EGC; 1998. hal. 253-7
2. Sastrawinata S. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi II. Jakarta. EGC;
2005. hal. 83-91
3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009. hal. 495-502
4. Yoon Y, Placenta previa, Available at http://www.emedicine.com/emerg/topic427.html.
Accessed on Maret 14, 2019
5. Dinata F. Plasenta previa. Available from URL:http//www.google.com/. Accessed on
Februari 15, 2012.
6. Hanafiah M.T. Plasenta Previa. Available from URL:http//www.emedicine.com/.
Accessed on Februari 15, 2012
7. Anonymous. Placenta Previa. Available from
URL:http://www.pennhealth.com/health_info/pregnancy/labordelivery/articles/placenta
previa.html. Accessed on Februari 15, 2012
8. Winkjosastro, Hanifa, dkk, Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Cetakan Keempat, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997 : 362-76 ; 606-22.
9. Kurniawati ID, Ikawati Z, Inayati. Evaluasi Efektivitas dan Keamanan Penggunaan
Obat Anestesi Umum di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Gadjah
Mada.2016
10. Fajarini AY, Kumaat L, Laihad M. Perbandingan Efektivitas Tramadol dengan
Kombinasi Tramadol + Ketorolac pada Penanganan Nyeri Pasca Seksio Sesarea.
Universitas Sam Ratulangi; Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif.2013
11. Indra I. Farmakologi Tramadol. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Vol 13;1.2013

30

Anda mungkin juga menyukai