Anda di halaman 1dari 10

Nama : Difla Hikmah Aulia

Prodi : IAT A
Dosen pengampu : Muhammad Ikhwan, M.Sy

Hadis pada masa Rasulullah, sahabat dan tabi’in

A.Hadist Pada Masa Rasulullah SAW.


Rasulullah SAW membina umatnya selama 23 Tahun. Masa ini merupakan kurun awktu
turunnya wahyu dan sekaligus di wurudkannya hadis. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan
dan kehatian-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran islam.
Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadanya di jelaskan melalui perkataan (aqwal),
perbuatan (af ‘al), dan penetapan (taqrir)-nya. Sehingga apa yang didengar, dilihat dan di
saksikanoleh para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiah mereka. Rasul Saw
merupakn contoh satu-satunya bagi para sahabat , karena ia memiliki sifat kesempurnaan dan
keutamaan selaku Rasul Allah SWT yang berbeda dengan manusia lainnya.
Kedudukan hadis dalam sumber ajaran Islam adalah yang kedua dan itu telah disepakati
oleh hampir seluruh ulama dan umat islam. Dalam sejarah hanya ada sekelompok kecil dari
kalangan “ulama” dan umat islam yang menolak hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam yang
kedua. Mereka dikenal sebagaiinkar al-sunnah.  

a.      Cara Rasul SAW Menyampaikan Hadis


Ada suatu keistimewaaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa lainnya . Umat
Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadis dari  Rasul Saw sebagaisumber
hadis. Antara Rasul Saw dengan mereka tidak ada jarak atau hijab yang dapat menghambat atau
mempersulit pertemuannya.
Allah menurunkan al-Quran dan mengutus nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya adalah
sebuah paket yang tidak dapat dipisah-pisahkan, dan apa-apa yang disampaikannya juga
merupakan wahyu .
Rasulullah SAW hidup ditengah-tengah masyarakat sahabatnya. Mereka dapat bertemu dan
bergaul dengan beliau secara bebas. Tak ada protokolan-protokolan yang menghalangi mereka
bergaul dengan beliau. Yang tidak dibenarkan, hanyalah mereka langsung masuk ke rumah Nabi,
dikala beliau tak ada di rumah. Yakni tak boleh mereka terus masuk kerumah  dan berbicara
dengan istri-istri Nabi, tanpa hijab.
Nabi SAW menggauli mereka di rumah, dimesjid, dipasar, di jalan, di dalam safar dan di
dalam hadlar. Seluruh perbuatan Nabi , demikian juga seluruh ucapan dan tutur kata beliau
menjadi tumpuan perhatian para sahabat. Segala gerak gerik beliau mereka jadikan pedoman
hidup.
Kedudukan Nabi yang demikian ini otomatis menjadikan semua perkataan, perbuatan,dan
taqrir nabi sebagai referensi bagi para sahabat. Dan para sahabat tidak menyia-nyiakan
keberadaan Rasulullah ini. Mereka secara proaktif berguru dan bertanya kepadanya tentang
segala sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Mereka mentaati semua yang dikatakannya, bahkan menirunya. Ketaatan  ini sendiri
dimaksudkan agar keberagamannya dapat mencapai tingkat kesempurnaan.
Oleh karena itu, tempat tempat pertemuan di antara kedua belah pihak sangatlah terbuka
dalam banyak kesempatan. Tempat  yang biasa digunakan Rasulullah Saw cukup bervariasi,
seperti  di mesjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam Perjalanan (safar) dan
ketika muqim (berada di rumah).
Melalui tempat-tempat tersebut Rasul SAW menyampaikan hadis, yang terkadang
disampaikannya melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat (melalui musyafahah), dan
terkadang melalui perbuatan serta taqrirnya yang disaksikannya oleh mereka
(melalui musyahadah).
Menurut riwayat Bukhari, Ibnu Mas’ud pernah bercerita bahwa untuk tidak melahirkan rasa
jenuh di kalangan sahabat, Rasulullah menyampaikan hadisnya dengan  berbagai cara, sehingga
membuat para sahabat selalu ingin mengikuti pengajiannya. Ada beberapa cara  Rasul SAW
menyampaikan hadis kepada ara sahabat, yaitu:
Pertama, melalui para jama’ah pada pusat pembinaannya yang di sebut
majlis al-‘ilmi. Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima
hadis, sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan
dan ajaran yang diberikan oleh Nabi SAw.
Para sahabat begitu antusias untuk bisa tetap mengikuti kegiatan di majlis ini , ini
ditunjukkannya dengan banyak upaya. Terkadang diantara mereka bergantian hadir , seperti yang
dilakukan oleh Umar Bin Khattab. Ia sewaktu-waktu bergantian hadir dengan Ibnu Zaid (dari
bani Umayah) untuk menghadiri majlis ini, ketika ia berhalangan hadir. Ia berkata: “kalau hari
ini aku yang turun atau pergi, pada hari lainnya ia yang pergi , demikian aku
melakukannya .” Terkadang kepala-kepala suku yang jauh dari Madinah mengirim utusannya ke
majlis ini, untuk kemudian mengajarkannya kepada suku mereka sekembalinya dari sini.
Kedua, dalam banyak kesempatan Rasul Saw juga menyampaikan haidisnya melalui para
sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang lain. Hal ini karena terkadang
ketika ia mewurudkan hadis , para sahabat yang datang hanya beberapa orang saja, baik karena
di sengaja oleh Rasul Saw sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa
orang saja, bahkan hanya satu orang , seperti hadis-hadis yang di tulis oleh Abdullah Bin Amr
Ibnu Al- ‘Ash.
Untuk hal-hal yang sebsitif, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebetuln
biologis (terutama yang menyangkut hubungan suami istri), ia sampaikan melalui istri-istrinya.
Begitu juga sikap para sahabat ,jika ada hal-ahal yang berkaitan dengan  soal di atas, karena
segan bertanya kepada Rasul Saw, seringkali di tanyakan melalui istri-istrinya.
ketiga , cara lain yang dilakukan Rasul Saw adalah melalui ceramah atau pidato di tempat
terbuka, seperti ketika haji wada’ dan futuh Makkah.
Tujuan Nabi SAW menyampaikan hadis kepada para sahabat, di antaranya ialah ; a) karena
ia bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat yang diturunkan Allah SWT kepadanya dalam
waktu yang cukup panjang ; b) ia bermaksud menjelaskan kepastian hukum tentang suatu
peristiwa yang dilihat dan di alaminya sendiri; c) bermaksud meluruskan akidah yang salah atau
tradisi yang tidak sejalan dengan ajaran islam.

b.      Cara-Cara Sahabat Menerima Hadis Dari Rasulullah SAW


Apabila para shahabi berkata yang artinya:
“ saya mendengar Rasul SAW”
      Atau
            “ Rasulullah SAW Mengkhabarkan kepadaku”
      Atau
            “ Rasulullah SAW menceritakan kepadaku”
     Atau
            “ Rasulullah SAW menerangkan kepadaku secara lisan”
    Atau
            “Aku lihat Rasulullah SAW berbuat”.
Maka semua ulama mengatakan, bahwa yang demikian itu menjadi Hujjah; karena terang bahwa
Shahabi itu berhadapan langsung dengan Nabi SAW:
            Apabila seseorang shahabi membawa lafadhnya yang memungkinkan ada perantaraan,
seperti ia mengatakan:
“ bersabdalah Rasulullah SAW”
Atau
“Rasulullah SAW menyuruh “
“ Rasulullah SAW telah menegah”
“ Rasulullah SAW telah memutuskan”
Maka menurut pendapat Jumhur, juga menjadi Hujjah , baik perawi itu sahabat kecil ataupu
shahabi besar , kerena menurut Dhahair Shahabi itu meriwayatkan dari Nabi SAW jika di
takdirkan ada perantaraan maka hadis tersebut  menjadi Mursal Shahabi, yang menjadi Hujjah
juga menurut Jumhur.
        Apabila Shahabi berkata:
            “ kami diperintahkan begini”
    Atau
                 “ kami di larang yang demikian “
Maka menurut pendapat Jumhur juga menjadi hujjah, karena menurut dhahir, yang
memerintah dan  menegah  itu adalah Nabi SAW sendiri.
            Abu Bakar Shairafi Al-Isma’ili, Al Juwaini, Al Karakhi, mengatakan bahwa “ yang
demikian itu tidak menjadi Hujjah, kerena mungkin yang menyuruh dan menegah itu, bukan
Nabi, tetapi sebagian Khalifah.
            Ibnu Daqiqiel ‘Ied menerangkan, bahwa sebagian ulama membedakan antara sahabat-
sahabat besar, seperti: Khalifah Empat, Ulama-ulama Sahabat, seperti Ibnu Mas’ud, Zaid ibn
Tsabit, Mu’adz bin Jabal, Anas ibn Malik, Abi Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan antara lain
mereka.

c.       Perbedaan Para Sahabat dalam Menguasai Hadis


Diantara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadis. Ada yang
memilikinya lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali . hal ini tergantung kepada beberapa
hal. Pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasul Saw. Kedua, perbedaan
mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain. Ketiga ,perbedaan mereka karena
berbedanya waktu masuk islam dan jarak tempat tinggal dari mesjid Rasul Saw.
Ada beberapa orang sahabat yang dicatat sebagai sahabat yang banyak menerima hadis dari
Rasul  Saw dengan beberapa penyebabnya. Mereka itu antara lain:
a.       Para sahabat yang tergolong kelompok Al- Sabiqun Al- Awwalun (yang mula-mula masuk
islam), seperti Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, dan Ibnu
Mas’ud . mereka banyak menerima hadis dari Rasul Saw, karena lebih awal masuk Islam dari
sahabat-sahabat lainnya.
b.      Ummahat Al- Mukminin (istri-istri Rasul SAW), seperti Siti  Aisyah dan Ummu Salamah.
Mereka secara pribadi lebih dekat dengan Rasul Saw daripada sahabat-sahabat lainnya. Hadis-
hadis yang diterimanya, banyak yang berkaitan dengan soal-soal keluarga dan pergaulan suami-
istri.
c.       Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasul SAW juga menuliskan hadis-hadis yang
di terimanya, seperti Abdullah Amr Ibn Al-‘Ash.
d.      Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasu SAW, akan tetapi banyak bertanya kepada
para sahabat lainnya secar sungguh-ungguh, seperti Abu Hurairah.
e.       Para sahabat yang secara sungguh-sungguh mengikuti majlis Rasul SAW banyak bertanya
kepada sahabat lain dari sudut usia tergolong yang hidup lebih lama dari wafatnya Rasul SAW,
seperti Abdullah ibn Umar, Anas ibn Malik dan Abdullah ibn Abbas.

d.       Menghafal dan Menulis Hadis


1.      Menghafal Hadis
Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan al-Qur’an dan Hadis, sebagai dua
sumber ajaran Islam, Rasul SAW menempuh jalan yang berbeda. Terhadap al-Quran ia secara
resmi menginstruksikan kepada sahabat supaya ditulis di samping di hafal. Sedang terhadap
hadis ia hanya menyuruh menghafalnya dan melarang menulisnya secara resmi dalam hal ini ia
bersabda yang artinya.
“Janganlah kalian tulis apa saja dariku selain al-Quran. Barang siapa telah menulis dariku
selain al-Qur’an, hendaklah di hapus. Ceritakan saja apa yang diterima dariku, ini tidak
mengapa. Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja hendaklah ia menempati tempat
duduknya di neraka”. (HR Muslim). Alasan Nabi SAW tidak memperkenankan para Sahabat
untuk menulis hadis , salah satunya adalah karena dikhawatirkan akan bercampur dalam catatan
sebagian sabda Nabi dengan Al-Qur’an  dengan tidak sengaja. Oleh karena itu Nabi SAW
melarang mereka menulis hadits, beliau Khawatir sabda-sabdanya akan bercampur dengan
firman Ilahi.
     Maka segala hadis yang diterima dari Rasul SAW oleh para sahabat diingatkan secara
sungguh-sungguh dan hati-hati. Mereka sangat khawatir dengan ancaman Rasul SAW untuk
tidak terjadi kekeliruan tentang apa yang di terimanya.
            Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat dalam
kegiatan menghafal hadis ini. Petama, karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa
Arab yang telah di warisinya sejak praIslam dan mereka terkenal kuat hafalannya; Kedua, Rasul
SAW banyak memberikan spirit melalui doa-doanya; ketiga, seringkali ia menjajikan kebaikan
akhirat kepada mereka yang menghafal hadis dan menyampaikannya kepada orang lain.

2.      Menulis Hadis
Di balik larangan Rasul SAW. Seperti pada hadis Abu Sa’id  Al-Khudri di atas, ternyata
ditemukan sejumlah sahabat yang memiliki catatan-catatan dan melakukan penulisan terhadap
hadis dan memiliki catatan –catatannya, ialah:
1.      Abdulillah ibn Amr Al-‘Ash. Ia memiliki catatan hadis yang menurut pengakuannya dibenarkan
oleh Rasul SAW, sehingga di berinya nama al-sahifah  al-shadiqah. Menurut suatu riwayat
diceritakan, bahwa orang-orang Quraisy mengeritik sikap Abdulillah ibn Amr, karena sikapnya
yang selalu menulis apa yang datang dari Rasul SAW mereka berkata: “Engkau tuliskan apa
saja yang datang dari Rasul, padahal Rasul itu manusia, yang bisa saja bicara dalam
keadaan  marah”. Kritikan ini disampaikannya kepada Rasul SAW, dan Rasul menjawabnya
dengan mengatakan yang artinya:

“tulislah! Demi zat yang diriku berada di tangan-Nya, tidak ada yang keluar daripadanya
kecuali yang benar”. (HR. Bukhari)
Hadis-hadis yang terhimpun dalam catatannya ini sekitar seribu hadis , yang menurut
pengakuannya diterima langsung dari  Rasul SAW  ketika mereka berdua

tanpa ada orang lain yang menemaninya.


2.      Jabir ibn Abdillah ibn Amr Al- Anshari (w. 78 H.). ia memiliki catatan hadis dari Rasul SAW
tentang manasik Haji. Hadis-hadisnya kemudian diriwayatkan oleh Muslim. Catatannya ini
dikenal dengansahifah Jabir.
3.      Abu Hurairah Al-Dausi (w. 59 H). Ia memiliki catatan hadis yang dikenal dengan Al- Sahifah
Al-Sahihah. Hasil karyanya ini di wariskan kepada anaknya bernama Hammam.
4.      Abu Syah (Umar ibn Sa’ad Al- Anmari) seorang penduduk Yaman. Ia meminta kepada Rasul
SAW dicatatkan hadis yang disampaikannya ketika pidato pada peristiwa futuh Mekkah
sehubungan dengan terjadinya pembunuhan yang di lakukan oleh sahabat dari Bani Khuza’ah
terhadap salah seorang lelaki Bani Lais. Rasul SAW. Kemudian bersabda yang artinya:

“kalian tuliskan untuk Abu Syah”.

Di samping nama di atas, masih banyak lagi nama-nama sahabat lainnya, yang juga mengaku
memiliki catatan hadis dan di benarkan Rasul SAW . seperti Rafi’ bin Khadij, Amr bin Hazm,
Ali bin Abi Thalib, dan Ibnu Mas’ud.

B.Hadist Pada Masa Sahabat.


a) Sejarah Perkembangan Hadis di Masa al Khulafa’ al Rashidun
Memasuki era ini, sejarah perkembangan hadis telah memasuki babak baru, khususnya pada
masa al Khulafa’ al Rashidun yang ditandai dengan munculnya khalifah empat; Abu Bakar al
Siddiq, ‘Umar bin Khatt}ab, ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin AbiTalib sebagai pemimpin Islam
selanjutnya, sehingga masa ini dikenal dengan masa sahabat besar, dan berakhir sesudah ‘Ali bin
Abi Talib wafat dan disusul kemudian era sahabat kecil.1
Periode ini juga dikenal dengan zaman al Tathabbut wa al Iqlal min al Riwayah yaitu
periode pembatasan hadis dan penyedikitan periwayatan, sebagaimana yang terlihat dari
kebijakan masing-masing para khalifah empat.
1. Masa Abu Bakar al Siddiq
Menurut Muh{ammad ibn Ahma>d alDzahaby> dalam kitabnya Tadzkiratul Huffadz fi
Tarjamati Abi> Bakar al Siddiq, Abu Bakar al Siddiq adalah sahabat Nabi yang pertama kali

1
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2007), 79.
menunjukkan sikap kehati-hatiannya dalam meriwayatkan hadis.2Pernyataan Muhammad ibn
Ahmad alDzahaby ini didasarkan atas pengalaman Abu Bakar tatkala menghadapi kasus waris
untuk seorang nenek. Suatu ketika ada seorang nenek menghadap khalifah Abu Bakar yang
meminta hak waris dari harta yang ditinggalkan oleh cucunya. Abu Bakar kemudian menjawab
bahwa dia tidak melihat petunjuk dalam al-Qur’an dan praktek Rasulullah yang memberikan
bagian harta waris kepada nenek. Abu Bakar kemudian bertanya kepada para sahabat, yaitu
alMughirah ibn Syu’bah danmenyatakan bahwa Rasulullah telah memberikan bagian waris
kepada nenek sebesar seperenan bagian. AlMughirah mengaku hadir tatkala Rasulullah
menyampaikan hadis tersebut. Abu Bakar kemudian meminta al-Mughirah untuk menghadirkan
seorang saksi. Lalu Muh{ammad ibn Maslamah memberikan kesaksiannya atas kebenaran
riwayat yang disampaikan oleh al-Mughirah tersebut sampai pada akhirnya Abu Bakar
menetapkan bagian seperenam untuk seorang nenek berdasarkan atas hadis yang disampaikan
oleh alMughirah yang diperkuat dengan kesaksian Muhammad ibn Maslamah. 3
Kasus tersebut menunjukkan kepada kita bahwa Abu Bakar bersikap sangat hati-hati
dalam menerima periwayatan hadis meskipun periwayatan hadis tersebut disampaikan oleh
sahabat. Abu Bakar tidak langsung gegabah menerima periwayatan hadis kecuali disertai dengan
saksi. Bagi Abu Bakar keberadaan saksi menguatkan atas kebenaran bahwa hadis tersebut
disampaikan oleh Rasulullah, sehingga Abu Bakar tidak akan menerima periwayatan hadis tanpa
ada saksi. Bukti lain tentang sikap kehati-hatian Abu Bakar dalam periwayatan hadis terlihat
pada tindakannya yang membakar catatancatatan hadis yang dimilikinya. Putrinya, ‘Aishah binti
Abu Bakar mengatakan bahwa Abu Bakar telah membakar catatan yang berisi.
Pada masa khalifah Abu Bakar menerapkan peraturan-peraturan yang membatasi
periwayatan hadits. Pada masa ini belum ada usaha resmi untuk menghimpun dan membukukan
hadits seperti halnya Al-Qur’an. Hal ini karena umat islam lebih fokus mempelajari Al-Qur’an.
Selain itu banyaknya para sahabat yang berpindah ke kota-kota luar dan tersebar di berbagai
daerah kekuasaan islam dengan kesibukannya masing-masing sebagai pembina masyarakat. Hal
inilah yang mempersulit dalam membukukan hadits. Selain itu pula adanya perselisihan pendapat
antar sahabat belum lagi mengenai keshahihan dan lafadznya.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar ini misalnya untuk menghindari adanya kebohongan
beliau meminta pengukuhan para sahabat lain ketika nenek datang padanya dan mengatakan
“saya mempunyai hak atas harta yang ditinggal oleh para anak laki-laki saya”. Kemudian Abu
Bakar menjawab “saya tidak melihat ketentuan seperti itu, baik dalam Al-Qur’an maupun dari
rasul.”. Lalu Muhammad bin Maslamah menjawab sebagai saksi bahwa seorang nenek dengan
kasus tersebut mendapat bagian (1/6) harta peninggalan cucu dari anak laki-lakinya.
Dapat disimpulkan bahwa pada masa pemerintahan Abu Bakar amat ketat dalam periwayatan
hadits, sebab beliau mengkhawatirkan adanya sahabat yang berbohong dalam penyampaian
redaksi hadits. Akan tetapi beliau tidak anti terhadap penulisan hadits, bahkan untuk kepentingan
tertentu hadits nabi ditulisnya.

2. Masa Pemerintahan Umar bin Khattab


2
Nu>r al Di>n ‘Itr, Manhaj al Naqd fi> ‘Ulu>m al H{adi>th, (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1981), 52.
3
MuhammadMuhammad AbuZahwu, al-Hadi>th wa al-Muhaddithu>n,(Riyadh: alMamlakah al-‘Arobiyah as-
Su’udiyyah, 1404), 69-70.
 
Begitu juga dengan Khalifah Umar bin Khattab. Dengan demikian periode tersebut disebut
dengan Masa Pembatasan Periwayatan Hadits. Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak
banyak dari sahabat yang mempermudah penggunaan nama Rasulullah dalam berbagai urusan,
meskipun jujur dan dalam permasalahan yang umum. Namun pembatasan tersebut tidak berarti
bahwa kedua khalifah tersebut anti periwayatan, hanya saja Beliau sangat selektif terhadap
periwayatan hadits. Segala periwayatan yang mengatasnamakan Rasulullah harus dengan
mendatangkan saksi, seperti dalam permasalahan tentang waris yang diriwayatkan oleh Imam
Malik.
Ibnu Qutaibah berkata, sebagai dikutip Ajjaj al_Khatib mengatakan Umar bin Al-Khatab adalah
orang yang sangat keras menentang orang-orang yang menghambarkan riwayat hadist, atau
orang yang membawa hadist (khabar) mengenai hukum tertentu tetapi tidak diperkuat dengan
seorang saksi. Umar bin Khatab tidak senang dengan terhadap orang yang memperbanyak
periwayatan hadist dengan terlalu mudah dan sembrono. Tentu agar kemurnian hadist nabi dapat
terpelihara. Ini tidak berarti bahwa beliau anti periwayatan hadist, Umar r.a mengutus para
ulama’ mengajarkan islam dan sunnah nabi pada penduduk negeri.

3.Masa Pemerintahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
 
Sikap kehati-hatian sahabat Abu Bakar dan Umar bin Khattab, juga diikuti oleh Ustman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak
menerima hadist sebelum yang meriwayatkan itu disumpah. Pada masa ini juga belum ada usaha
secara resmi untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab halnya Al-Qur’an, hal ini disebabkan
karena:
1)Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam dalam mempelajari Al-Qur’an.
2)Para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar ke berbagai daerah
kekuasaan Islam.

C.Hadist Pada Masa Tabi’in.


 
Pengertian Tabi’in adalah orang islam yang bertemu dengan sahabat, berguru dan belajar
kepada sahabat, tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan tidak pula semasa dengan beliau.
Setelah Nabi wafat (11 H/632 M), kendali kepemimpinan umat Islam berada di tangan sahabat
Nabi. Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abu Bakar ash-Shiddiq
(wafat 13 H/634 M), kemudian disusul oleh Umar bin Khaththab (wafat 23 H/644 M), Usman
bin Affan (wafat 35 H/656 M), dan Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H/611 M). keempat khalifah ini
dalam sejarah dikenal dengan sebutan al-Khulafau al-Rasyidin dan periodenya disebut dengan
zaman sahabat besar (Fazlur Rahman menyebut sahabat senior) (Mudasir. 1999.93).

Sesudah Ali bin Abi Thalib wafat, maka berakhirlah era sahabat besar dan menyusul era
sahabat kecil. Dalam masa itu muncullah tabi’in besar yang bekerja sama dalam perkembangan
pengetahuan dengan para sahabat Nabi yang masih hidup pada masa itu. Di antara sahabat Nabi
yang masih hidup setelah periode al-Khulafa al-Rasyidin dan yang cukup besar peranannya
dalam periwayatan hadis diantaranya ‘Aisyah (wafat 57 H/677 M), Abu Hurairah (wafat 58
H/678 M), Abdullah bin Abbas (wafat 68 H/687 M), Abdullah bin Umar bin Khaththab (wafat
73 H/692 M), dan Jabir bin Abdullah (wafat 78 H/697 M) (Mudasir. 1999.94).

Sesudah masa Khufaur rasyidin, timbulah usaha yang lebih sungguh – sungguh untuk
mencari dan meriwayatkan hadits. Bahkan tatacara periwayatan hadits pun sudah dibakukan.
Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini berkaitan erat dengan upaya ulama untuk
meyelamatkan hadits dari usaha – usaha pemalsuan hadits. Kegiatan periwayatan hadits pada
masa itu lebih luas dan banyak dibandingkan dengan periwayatan pada periode khulafaur
rasyidin. Kalangan Tabi’in telah semakin banyak yang aktif meriwayatkan hadits. Meskipun
masih banyak periwayat hadits yang berhati – hati dalam meriwayatkan hadits, kehati – hatian
pada masa itu sudah bukan lagi menjadi cirri khas yang paling menonjol, karena meskipun
pembakuan tatacara periwayatan telah ditetapkan. Luasnya wilayah Islam dan kepentingan
golongan memacu munculnya hadits – hadits palsu. Sejak timbul fitnah pada akhir masa Utsman,
umat Islam terpecah – pecah dan masing – masing lebih mengunggulkan golongannya.
Pemalsuan hadits mencapai puncaknya pada periode ketiga, yakni pada masa kekhalifahan
Daulah Umayyah.
Periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak begitu berbeda dengan yang
dilakukan oleh para sahabat, karena mereka mengikuti jejak para sahabat yang menjadi guru
mereka. Hanya persoalan yang dihadapi oleh kalangan tabi’in yang berbeda dengan yang
dihadapi para sahabat. Pada masa ini al-Quran sudah dikumpulkan pada satu mushaf dan para
sahabat ahli hadis telah menyebar kebeberapa wilayah kekuasaan islam. Sehingga para tabi’in
dapat mempelajari hadis dari mereka. Ketika pemerintahan dipegang oleh bani ummayah
perluasan wilayah kekuasaan berkembang pesat dan juga semakin meningkatnya penyebaran
para sahabat kedaerah-daerah tersebut. Sehingga pada masa ini dikenal dengan masa penyebaran
periwayatan hadis (intisyar Ar-Riwayah lla Al Amshar).terdapat beberapa kota yang menjadi
pusat pembinaan dalam periwayatan hadis sebagai tempat tujuan para tabi’in dalam mencari
hadis yaitu madinah Al-Munawarah, Mekah Al-mukaramah,kufah, basrah, Syam, Mesir, magrib
dan andalas, yaman dan khurasan. Pusat pembinaan pertama adealah madinah karena di sinilah
Rasullah SAW menetap dan hijrah serta membina masyarakat islam (Mudasir. 1999.94).

Diantara para sahabat yang membina hadis di mekah adalah sebagai berikut Mu’adz bin
jabal, Atab bin Asid, Haris bin Hisyam, Usman bin Thalhah, dan Uqbah bin Al-Haris. Diantara
para tabi’in yang muncul dari sini adalah mujahid bin Jabar, Ata’ bin Abi Rabah, Tawus bin
Kaisan, dan Ikrimah maula Ibnu Abbas (Mudasir. 1999.94).

Diantara para sahabat yang membina hadis di kufah ialah Ali bin Abi Thalib, Saad bin
Abi Waqas, dan Abdullah bin Mas’ud. Diantara para tabi’in yang muncul disini ialah Ar-Rabi’
bin Qasim, Kamal bin Zaid An-Nakhai’, Said bin Zubair Al-Asadi, Amir bin Sarahil Asy-
Sya’ibi, Ibrahim Ankha’I, dan Abu Ishak As-Sa’bi (Mudasir. 1999.95).

Diantara para sahabat yang membina hadis di Basrah ialah Anas bin Malik, Abdullah bin
Abbas, Imran bin Husain, Ma’qal bin Yasar, Abdurrahman bin Samrah, dan Abu said Al-
Anshari. Diantara para tabi’in yang muncul disini adalah Hasan Al-Basri, Muhammad bin Sirrin,
Ayub As-sakhyatani, Yunus bin Ubaid, Abdullah bin Aun, Khatadah bin Du’amah As-sudusi,
dan Hisyam bin Hasan (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di Syam ialah Abu Ubaidah Al-Jarah, Bilal
bin Rabah, Ubadah Bin shamit, Mu’adz bin Jabal, Sa’ad bin Ubadah, Abu darda Surahbil bin
Hasanah, Khalid bin Walid, dan Iyad bin Ghanan. Para tabi’in yang muncul disini ialah salim bin
abdillah al-muharibi, Abu Idris Al-khaulani, Umar bin Hanna’I (Mudasir. 1999.95).

Diantara para sahabat yang membina hadis di mesir ialah Amr bin Al-as, Uqubah bin
Amr, Kharijah bin Huzafah, dan Abdullah bin Al-Haris. Para tabi’in yang muncul disini ialah
Amr bin Al-Haris, nKhair bin Nu’aimi Al-Hadrami, Yazid bin Abi Habib, Abdullah bin Jafar
dan Abdullah bin Sulaiman Ath-Thawil (Mudasir. 1999.95).

Diantara para sahabat yang membina hadis di magrib dan andalus ialah Mas’ud bin Al-
Aswad Al-Balwi, Bilal bin haris bin asim Al-muzaid. Para tabi’in yang munc ul disini adalah
Ziyad bin An-Am Al-Mu’afil, Abdurrahman bin Ziyad, Yazid bin Abi Mansur, Al-Mugirah bin
Abi Burdah, Rifa’ah bin Ra’fi dan Muslim bin Yasar (Mudasir. 1999.95).

Diantara para sahabat yang membina hadis di Yaman adalah Muadz bin jabal dan Abu
Musa Al-Asy’an. Para tabi’in yang muncul disini diantaranya adalah Hammam bin Munabah dan
Wahab bin Munabah, Tawus dan Mamar bin Rasid (Mudasir. 1999.95).

Diantara para sahabat yang membina hadis di kharasan adalah Abdullah bin Qasim Al-
Aslami, dan Qasm biun sabit Al-Anshari, Ali bin Sabit Al-Anshari, Yahyab bin Sabih Al-Mugari
(Mudasir. 1999.95).

Pergolakan politik yang terjadi pada masa sahabat yaitu setelah terjadinya perang jamal
dan perang suffin berakibat cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat islam
menjadi beberapa kelompok. Secara langsung ataupun tidak pergolakan politik tersebut
memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadis berikutnya baik pengaruh yang bersifat
negative maupun yang bersifat positif. Pengaruh yang bersifat negative adalah munculnya hadis-
hadis palsu untuk mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok dan untuk
menjatuhkan posisi lawannya. Pengaruh yang bersifat positif adalah terciptanya rencana dan
usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis sebagai upaya penyelamatan
dari pemusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut (Mudasir.
1999.96).

Anda mungkin juga menyukai