Prodi : IAT A
Dosen pengampu : Muhammad Ikhwan, M.Sy
2. Menulis Hadis
Di balik larangan Rasul SAW. Seperti pada hadis Abu Sa’id Al-Khudri di atas, ternyata
ditemukan sejumlah sahabat yang memiliki catatan-catatan dan melakukan penulisan terhadap
hadis dan memiliki catatan –catatannya, ialah:
1. Abdulillah ibn Amr Al-‘Ash. Ia memiliki catatan hadis yang menurut pengakuannya dibenarkan
oleh Rasul SAW, sehingga di berinya nama al-sahifah al-shadiqah. Menurut suatu riwayat
diceritakan, bahwa orang-orang Quraisy mengeritik sikap Abdulillah ibn Amr, karena sikapnya
yang selalu menulis apa yang datang dari Rasul SAW mereka berkata: “Engkau tuliskan apa
saja yang datang dari Rasul, padahal Rasul itu manusia, yang bisa saja bicara dalam
keadaan marah”. Kritikan ini disampaikannya kepada Rasul SAW, dan Rasul menjawabnya
dengan mengatakan yang artinya:
“tulislah! Demi zat yang diriku berada di tangan-Nya, tidak ada yang keluar daripadanya
kecuali yang benar”. (HR. Bukhari)
Hadis-hadis yang terhimpun dalam catatannya ini sekitar seribu hadis , yang menurut
pengakuannya diterima langsung dari Rasul SAW ketika mereka berdua
Di samping nama di atas, masih banyak lagi nama-nama sahabat lainnya, yang juga mengaku
memiliki catatan hadis dan di benarkan Rasul SAW . seperti Rafi’ bin Khadij, Amr bin Hazm,
Ali bin Abi Thalib, dan Ibnu Mas’ud.
1
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2007), 79.
menunjukkan sikap kehati-hatiannya dalam meriwayatkan hadis.2Pernyataan Muhammad ibn
Ahmad alDzahaby ini didasarkan atas pengalaman Abu Bakar tatkala menghadapi kasus waris
untuk seorang nenek. Suatu ketika ada seorang nenek menghadap khalifah Abu Bakar yang
meminta hak waris dari harta yang ditinggalkan oleh cucunya. Abu Bakar kemudian menjawab
bahwa dia tidak melihat petunjuk dalam al-Qur’an dan praktek Rasulullah yang memberikan
bagian harta waris kepada nenek. Abu Bakar kemudian bertanya kepada para sahabat, yaitu
alMughirah ibn Syu’bah danmenyatakan bahwa Rasulullah telah memberikan bagian waris
kepada nenek sebesar seperenan bagian. AlMughirah mengaku hadir tatkala Rasulullah
menyampaikan hadis tersebut. Abu Bakar kemudian meminta al-Mughirah untuk menghadirkan
seorang saksi. Lalu Muh{ammad ibn Maslamah memberikan kesaksiannya atas kebenaran
riwayat yang disampaikan oleh al-Mughirah tersebut sampai pada akhirnya Abu Bakar
menetapkan bagian seperenam untuk seorang nenek berdasarkan atas hadis yang disampaikan
oleh alMughirah yang diperkuat dengan kesaksian Muhammad ibn Maslamah. 3
Kasus tersebut menunjukkan kepada kita bahwa Abu Bakar bersikap sangat hati-hati
dalam menerima periwayatan hadis meskipun periwayatan hadis tersebut disampaikan oleh
sahabat. Abu Bakar tidak langsung gegabah menerima periwayatan hadis kecuali disertai dengan
saksi. Bagi Abu Bakar keberadaan saksi menguatkan atas kebenaran bahwa hadis tersebut
disampaikan oleh Rasulullah, sehingga Abu Bakar tidak akan menerima periwayatan hadis tanpa
ada saksi. Bukti lain tentang sikap kehati-hatian Abu Bakar dalam periwayatan hadis terlihat
pada tindakannya yang membakar catatancatatan hadis yang dimilikinya. Putrinya, ‘Aishah binti
Abu Bakar mengatakan bahwa Abu Bakar telah membakar catatan yang berisi.
Pada masa khalifah Abu Bakar menerapkan peraturan-peraturan yang membatasi
periwayatan hadits. Pada masa ini belum ada usaha resmi untuk menghimpun dan membukukan
hadits seperti halnya Al-Qur’an. Hal ini karena umat islam lebih fokus mempelajari Al-Qur’an.
Selain itu banyaknya para sahabat yang berpindah ke kota-kota luar dan tersebar di berbagai
daerah kekuasaan islam dengan kesibukannya masing-masing sebagai pembina masyarakat. Hal
inilah yang mempersulit dalam membukukan hadits. Selain itu pula adanya perselisihan pendapat
antar sahabat belum lagi mengenai keshahihan dan lafadznya.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar ini misalnya untuk menghindari adanya kebohongan
beliau meminta pengukuhan para sahabat lain ketika nenek datang padanya dan mengatakan
“saya mempunyai hak atas harta yang ditinggal oleh para anak laki-laki saya”. Kemudian Abu
Bakar menjawab “saya tidak melihat ketentuan seperti itu, baik dalam Al-Qur’an maupun dari
rasul.”. Lalu Muhammad bin Maslamah menjawab sebagai saksi bahwa seorang nenek dengan
kasus tersebut mendapat bagian (1/6) harta peninggalan cucu dari anak laki-lakinya.
Dapat disimpulkan bahwa pada masa pemerintahan Abu Bakar amat ketat dalam periwayatan
hadits, sebab beliau mengkhawatirkan adanya sahabat yang berbohong dalam penyampaian
redaksi hadits. Akan tetapi beliau tidak anti terhadap penulisan hadits, bahkan untuk kepentingan
tertentu hadits nabi ditulisnya.
3.Masa Pemerintahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
Sikap kehati-hatian sahabat Abu Bakar dan Umar bin Khattab, juga diikuti oleh Ustman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak
menerima hadist sebelum yang meriwayatkan itu disumpah. Pada masa ini juga belum ada usaha
secara resmi untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab halnya Al-Qur’an, hal ini disebabkan
karena:
1)Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam dalam mempelajari Al-Qur’an.
2)Para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar ke berbagai daerah
kekuasaan Islam.
Sesudah Ali bin Abi Thalib wafat, maka berakhirlah era sahabat besar dan menyusul era
sahabat kecil. Dalam masa itu muncullah tabi’in besar yang bekerja sama dalam perkembangan
pengetahuan dengan para sahabat Nabi yang masih hidup pada masa itu. Di antara sahabat Nabi
yang masih hidup setelah periode al-Khulafa al-Rasyidin dan yang cukup besar peranannya
dalam periwayatan hadis diantaranya ‘Aisyah (wafat 57 H/677 M), Abu Hurairah (wafat 58
H/678 M), Abdullah bin Abbas (wafat 68 H/687 M), Abdullah bin Umar bin Khaththab (wafat
73 H/692 M), dan Jabir bin Abdullah (wafat 78 H/697 M) (Mudasir. 1999.94).
Sesudah masa Khufaur rasyidin, timbulah usaha yang lebih sungguh – sungguh untuk
mencari dan meriwayatkan hadits. Bahkan tatacara periwayatan hadits pun sudah dibakukan.
Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini berkaitan erat dengan upaya ulama untuk
meyelamatkan hadits dari usaha – usaha pemalsuan hadits. Kegiatan periwayatan hadits pada
masa itu lebih luas dan banyak dibandingkan dengan periwayatan pada periode khulafaur
rasyidin. Kalangan Tabi’in telah semakin banyak yang aktif meriwayatkan hadits. Meskipun
masih banyak periwayat hadits yang berhati – hati dalam meriwayatkan hadits, kehati – hatian
pada masa itu sudah bukan lagi menjadi cirri khas yang paling menonjol, karena meskipun
pembakuan tatacara periwayatan telah ditetapkan. Luasnya wilayah Islam dan kepentingan
golongan memacu munculnya hadits – hadits palsu. Sejak timbul fitnah pada akhir masa Utsman,
umat Islam terpecah – pecah dan masing – masing lebih mengunggulkan golongannya.
Pemalsuan hadits mencapai puncaknya pada periode ketiga, yakni pada masa kekhalifahan
Daulah Umayyah.
Periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak begitu berbeda dengan yang
dilakukan oleh para sahabat, karena mereka mengikuti jejak para sahabat yang menjadi guru
mereka. Hanya persoalan yang dihadapi oleh kalangan tabi’in yang berbeda dengan yang
dihadapi para sahabat. Pada masa ini al-Quran sudah dikumpulkan pada satu mushaf dan para
sahabat ahli hadis telah menyebar kebeberapa wilayah kekuasaan islam. Sehingga para tabi’in
dapat mempelajari hadis dari mereka. Ketika pemerintahan dipegang oleh bani ummayah
perluasan wilayah kekuasaan berkembang pesat dan juga semakin meningkatnya penyebaran
para sahabat kedaerah-daerah tersebut. Sehingga pada masa ini dikenal dengan masa penyebaran
periwayatan hadis (intisyar Ar-Riwayah lla Al Amshar).terdapat beberapa kota yang menjadi
pusat pembinaan dalam periwayatan hadis sebagai tempat tujuan para tabi’in dalam mencari
hadis yaitu madinah Al-Munawarah, Mekah Al-mukaramah,kufah, basrah, Syam, Mesir, magrib
dan andalas, yaman dan khurasan. Pusat pembinaan pertama adealah madinah karena di sinilah
Rasullah SAW menetap dan hijrah serta membina masyarakat islam (Mudasir. 1999.94).
Diantara para sahabat yang membina hadis di mekah adalah sebagai berikut Mu’adz bin
jabal, Atab bin Asid, Haris bin Hisyam, Usman bin Thalhah, dan Uqbah bin Al-Haris. Diantara
para tabi’in yang muncul dari sini adalah mujahid bin Jabar, Ata’ bin Abi Rabah, Tawus bin
Kaisan, dan Ikrimah maula Ibnu Abbas (Mudasir. 1999.94).
Diantara para sahabat yang membina hadis di kufah ialah Ali bin Abi Thalib, Saad bin
Abi Waqas, dan Abdullah bin Mas’ud. Diantara para tabi’in yang muncul disini ialah Ar-Rabi’
bin Qasim, Kamal bin Zaid An-Nakhai’, Said bin Zubair Al-Asadi, Amir bin Sarahil Asy-
Sya’ibi, Ibrahim Ankha’I, dan Abu Ishak As-Sa’bi (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di Basrah ialah Anas bin Malik, Abdullah bin
Abbas, Imran bin Husain, Ma’qal bin Yasar, Abdurrahman bin Samrah, dan Abu said Al-
Anshari. Diantara para tabi’in yang muncul disini adalah Hasan Al-Basri, Muhammad bin Sirrin,
Ayub As-sakhyatani, Yunus bin Ubaid, Abdullah bin Aun, Khatadah bin Du’amah As-sudusi,
dan Hisyam bin Hasan (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di Syam ialah Abu Ubaidah Al-Jarah, Bilal
bin Rabah, Ubadah Bin shamit, Mu’adz bin Jabal, Sa’ad bin Ubadah, Abu darda Surahbil bin
Hasanah, Khalid bin Walid, dan Iyad bin Ghanan. Para tabi’in yang muncul disini ialah salim bin
abdillah al-muharibi, Abu Idris Al-khaulani, Umar bin Hanna’I (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di mesir ialah Amr bin Al-as, Uqubah bin
Amr, Kharijah bin Huzafah, dan Abdullah bin Al-Haris. Para tabi’in yang muncul disini ialah
Amr bin Al-Haris, nKhair bin Nu’aimi Al-Hadrami, Yazid bin Abi Habib, Abdullah bin Jafar
dan Abdullah bin Sulaiman Ath-Thawil (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di magrib dan andalus ialah Mas’ud bin Al-
Aswad Al-Balwi, Bilal bin haris bin asim Al-muzaid. Para tabi’in yang munc ul disini adalah
Ziyad bin An-Am Al-Mu’afil, Abdurrahman bin Ziyad, Yazid bin Abi Mansur, Al-Mugirah bin
Abi Burdah, Rifa’ah bin Ra’fi dan Muslim bin Yasar (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di Yaman adalah Muadz bin jabal dan Abu
Musa Al-Asy’an. Para tabi’in yang muncul disini diantaranya adalah Hammam bin Munabah dan
Wahab bin Munabah, Tawus dan Mamar bin Rasid (Mudasir. 1999.95).
Diantara para sahabat yang membina hadis di kharasan adalah Abdullah bin Qasim Al-
Aslami, dan Qasm biun sabit Al-Anshari, Ali bin Sabit Al-Anshari, Yahyab bin Sabih Al-Mugari
(Mudasir. 1999.95).
Pergolakan politik yang terjadi pada masa sahabat yaitu setelah terjadinya perang jamal
dan perang suffin berakibat cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat islam
menjadi beberapa kelompok. Secara langsung ataupun tidak pergolakan politik tersebut
memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadis berikutnya baik pengaruh yang bersifat
negative maupun yang bersifat positif. Pengaruh yang bersifat negative adalah munculnya hadis-
hadis palsu untuk mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok dan untuk
menjatuhkan posisi lawannya. Pengaruh yang bersifat positif adalah terciptanya rencana dan
usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis sebagai upaya penyelamatan
dari pemusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut (Mudasir.
1999.96).