Oleh:
Kelompok 4
SEMESTER/KELAS 2A
UNIVERSITAS ASAHAN
2020/2021
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ................................................................................................................. 17
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bagi para manajer yang efektif, perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi dengan
mengorbankan perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih
penuh perhatian, mendukung dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang
berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif meliputi memperhatikan kepercayaan dan
rasa percaya, bertindak ramah dan perhatian, berusaha memahami permasalah bawahan,
membantu mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberi
informasi kepada bawahan, memperhatikan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan
memberiak pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan.
Cara terbaik untuk menemukan hubungan sebab akibat adalah dengan melakukan
eksperimen dimana perilaku pemipin dimanipulasi dengan melatih para pemipin untuk
meggunakan perilaku tertentu
Banyak dari kategori perilaku yang ditemukan pada penelitian peristiwa kritis
didefenisikan berdasar istilah yang menghubungkan perilaku tersebut dengan persyaratan
spesifik atas pekerjaan dari jeni pemimpin yang dipelajari. Mendefenisikan kategori perilaku
yang tingkat kekhususan ini memudahkan tujuan, seperti pengembangan alat penilaian
kinerja atau penentuan kebutuhan akan pelatihan, namun sulit ntuk membandingkan kategori
tersebut antar studi terhadap berbagai jenis pemimpin.
B. Rumusan Masalah
C.Tujuan Makalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil studi-studi awal, dua buah kuesioner yang direvisi dan dipersingkat
telah dibuat untuk mengukur pertimbangan dan struktur memperkarsai : Leader Behaviour
Description Quesionnaire (LBDQ) dan Supervisory Behaviour Description (SBD
atau SBDQ). Walaupun kedua kuesioner ini sering di perlakukan sama, isi skala perilaku
bagi kedua versi kuesioner tersebut tidaklah sama (Schriesheim & stogill 1975), kuesioner
2
ketiga, yang disebut “Leader Openion Quesionnare” (LOQ), oleh beberapa peneliti telah di
anggap sebagai ukuran mengenai perilaku, namun ia lebih cocok untuk dipandang sebagai
ukuran tentang sikap daripada perilaku.
1. Perilaku yang berorientasi tugas. Para manajer yang efektif tidak mengguanakan
waktu dan usahanya dengan melakukan pekerjaan yang sama seperti para bawahannya.
Sebaliknya para manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang
berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan menagatur pekerjaan, mengkoordinasikan
kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan dan bantuan teknis yang
dibutuhkan.
2.Perilaku yang berorientasi hubungan. Bagi para manajer yang efektif, perilaku yang
berorientasi tugas tidak terjadi dengan mengorbankan perhatian terhadap hubungan
antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung dan membantu
para bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif
meliputi memperhatikan kepercayaan dan rasa percaya, bertindak ramah dan perhatian,
berusaha memahami permasalah bawahan, membantu mengembangkan bawahan dan
memajukan karier mereka, selalu memberi informasi kepada bawahan, memperhatikan
apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan memberiak pengakuan atas kontribusi dan
keberhasilan bawahan.
3
komunikasi, mendorong kerja sama, dan memudahkan pemecahan konflik. Peran manajer
dalam pertemuan kelompok yang utama adalah harus memandu diskusi dan membuatnya
mendukung konstruktif, dan berorientasi pada pemecahan masalah.
Bowers dan Seashore adalah peneliti pertama yang menyusun kuesioner untuk
mejelaskan kepemimpinan rekan sejawat dan juga perilaku kepemimpinan oleh manajer.
Survey organization (Taylor dan Bowers 1972) yang telah digunakan secara luas dalam
organisasi oleh para peneliti di University of Michigan, mempunyai skala yang mengukur
dua perilaku yang berorientasi pada tugas (penekanan dan sasaran pemberian fasilitas kerja).
Kuesioner deskripsi perilaku rentan terhadap beberapa jenis bias dan kesalaan
(Luthans dan Lockwood,1984; Schriesheim dan Kerr 1977; Uleman, 1991). Sebuah sumber
kesalah adalah penggunaan hah-hal ambigu (samar-samar).yang dapat diterjemahkan dalam
beberapa cara berbeda oleh beberapa responden berbeda. Kebanyakan kuesioner
kepemimpinan memiliki format respon tetap yang meminta responden memikirkan kembali
selama periode beberapa bulan atau tahun dan menunjukan beberapa sering atau berapa
banyak seorang pemimpin menggunakan perilaku yang dijelaskan dalam item tertentu.
Sumber kesalah lain item-item kuesioner adalah bias respons. Misalnya beberapa
responden menjawab setiap item dengan cara hampir sama meskipun terdapat perbedaan
nyata dalam perilaku pemimpin itu, karena responden menyukai (atau tidak menyukai)
pemimpin tersebut (Schriesheim, Kinicki dan Schriesheim, 1979).
4
b. Menerjemahkan hubungan sebab akibat dalam studi survei
Cara terbaik untuk menemukan hubungan sebab akibat adalah dengan melakukan
eksperimen dimana perilaku pemipin dimanipulasi dengan melatih para pemipin untuk
meggunakan perilaku tertentu. Beberapa eksperimen telah dilakukan dalam suasana
laboratorium kepada para mahasiswa universitas (Day, 1971; Day dan Hamblin, 1964; Farris
dan Lim, 1969; Herold, 1977; Lowin dan Craig, 1968; Misumi dan Shirakashi, 1966; Sims
dan Manz 1984).penelitian ini memperlihatkan bahwa hubungan sebab akibat beroperasi
dalam dua arah, mdengan perilaku kehasil, dan sebaliknya.
Eksperimen lapangan sulit dilakukan pada organisasi yang sebenarnya dan hanya
sedikit dari eksperimen itu digunakan untuk meneliti dampak dari perilaku kepemimpinan.
Dalam eksperimen lapangan ini, perialku telah dimanupulasi dengan program latihan. Dalam
studi selama 18 bulan terhadap para manajer sebuah pabrik saja, para manajer yang menerima
pelatihan menghsilkan pertimbangan lebih yang banyak dan memerima peringkat kerja
yanglebih tinggi dibanding para Manajer pada kelompok kendali (hand & slocum, 1972).
Hasilnya tidak pasti untuk perilaku yang berorientasi pada tugas. Pada studi mengenai para
penyelia sebuah rumah sakit, pelatihan meningkatkan perilaku pertimbangan dan
menghasilkan kepuasan dan kehadiran lebih tinggi, diukur dua bulan setelah pelatihan
(wexley & Nemeroff, 1975). Dalam studi terhadap para penyelia lini pertama, pelatihan
meningkatkan penggunaan beberapa perilaku yang berorientasi pada hubungan (misalnya,
mendengarkan secara aktif, memberi pujian), dan terdapat peningkatan signifikan atas
peringkat kinerja yang dibuat satu tahun setelah pelatihan oleh atasan dari masing-masing
penyelia (latham & Saari, 1979). Pada studi terhadap penyelia, pelatihan hubungan antar
manusia menghasilkan lebih banyak penggunaan beberapa perilaku yang berorientasi pada
hubungan (misalnya mendengarkan secara aktif, memberi pujian, konsultasi) dan
peningkatan signifikan sebanyak 17 persen atas produktivitas kerja (produksi per jam) terjadi
pada enam bulan setelah pelatihan diselesaikan (Porras &Anderson, 1981). Akhirnya, pada
studi terhadap para penyelia produksi di sebuah parik mebel, produktivitas meningkata (untuk
enam bulan hingga 2 tahun setelah pelatuhan) pada tiga dari empat departemen di mana para
5
penyelianya dilatih untuk menggunakan lebih banyak pujian kepada para bawahannya
(Wikoff, Anderson & Crowell, 1983).
4.Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para atasan, rekan sejawat,
dan pihak luar.
6
efektif dan tidak efektif yang yang dipilih berdasarka kriteria yang bebas, misalnya kinerja
kelomppok. Pendekatan tindak lanjut tersebut telah digunakan dengan sukses pada sebuah
studi yang dilakukan oleh Latham dan Wexley (1977) terhadap penyelia dari para pekerja
dalam usaha perkayuan.
Banyak dari kategori perilaku yang ditemukan pada penelitian peristiwa kritis
didefenisikan berdasar istilah yang menghubungkan perilaku tersebut dengan persyaratan
spesifik atas pekerjaan dari jeni pemimpin yang dipelajari. Mendefenisikan kategori perilaku
yang tingkat kekhususan ini memudahkan tujuan, seperti pengembangan alat penilaian
kinerja atau penentuan kebutuhan akan pelatihan, namun sulit ntuk membandingkan kategori
tersebut antar studi terhadap berbagai jenis pemimpin.
Dalam sebagian besar studi atas perilaku kepemimpinan, para peneliti telah
menggunakan ukuran dan analisis yang mengasumsikan model aditif. Para peneliti ayng
dilakukan di negara-negara barat, hasil model aditif tidak bisa disimpulkan. Perilaku tugas
dan hubungan cenderung terkorelasi secra positif dengan kinerja bawahan, tetapi kolrelasi itu
biasanya lemah (Fisher & Edwards, 1988). Hanya sedeikit studi yang benar-benar telah
menguji interaksi antara perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang terorientasi pada
orang, dan hasilnya tidak konsisten (misalnya, Evans, 1970; Fleishmen & Harris, 1962;
Larson, Hunt & Osborn, 1976). Dalam survei dan studi quasi ekserimental telah memberikan
dukunag yang lebih konsisten (Misumi, 1985), tetapi model multi plikatif tidak diuji.
Penelitian survei atas konsekuensin dari perilaku pemimpin tidak memberikan ujian
yang memadai mengenai model tinggi-tinggi. Beberapa studi telah secara langsung
menyelidiki apakah kedua jenis perilaku pemimpin itu berinteraksi dalam cara yang saling
memudahkan. Bahkan jika sebagian besar studi telah menyimpulkan analisis demikian,
terdapat beberapa keraguan bahwa kuesioner yang digunakan dalam kebanyakan studdi
menjadi dasra yang memadai untuk mengevaluasi teori itu. Studi survei tidak
mempertimbangakan kemungkinan bahwa para pemimpin yang efektif menggunakan
sebentuk perilaku yang berorientasi tuagas maupun hubungan (Blake & Mouton,
7
1982;Sashkin & Fulmer,1988; Yukl, 1989). menurut Blake & mouton, pemimpin efektif
bukanlah seseorang yang secara simultan memperlihatkan dua jenis perilaku yang berbeda,
atau seseorang yang berganti-ganti perilaku, tetapi lebih sebagai seseorang yang memilih
bentuk perilaku tertentu yang secara simultan mencerminkan perhatian baik terhadap tugas
maupun orang.
Sebuah contoh akan membantu memperjelas perbedaan ini. Pemimpin yang tinggi-
tinggi (high-high) mendorong para bawahan untuk menetapkan sasaran yang menantang
tetapi realistis mengenai kualitas produk yang luarbiasa bagusnya dan berkonsultasi dengan
mereka tentang cara-cara untuk meningkatkan kualitas. Pemimpin yang tinggi tugas dan
rendah hubungan menetapkan sasaran kualitas yang sulit dan menekan para bawahan utuk
meningkatkan kualitas. Pemimpin yang rendah tugass dan tinggi hubungan mengabaikan
masalah kualitas tetapi perhatian terhadap bawahan dan berkonsultasi dengan mereka tentang
cara-cara membuat lingkungan kerja menjadi lebih menyenangkan. Pemimpin yang renda-
rendah mengabaikan masalh kualitas dan tidak acuh terhadap kebutuhan dan pilihan para
bawahan.
Interdependensi biasa menjadi amat kompleks dan tidak selalu mungkin untuk
sebelumnya mengintegrasikan perhatian terhadap tugas dan orang. Pilihan yang sulit harus di
lakukan jika serangkaian tindakan memilimiki konsekuensi positif dan negatif. Sebagai
contoh, terkadang tindak mungkin mencapai tujuan tugas kecuali orang diminta untuk
membeuat pengorbanan, meninggalkan tunjangan pribadi, da memderita kesulitan berat yang
tidak akan mereka sukai. Lebih kagi, kebanyakan jenis perilaku memiliki hasil yang makin
berkurang, dan tingkat optimalnya cara merupakan jumlah maksimum dari setiap perilaku.
Sebagai contoh, biasanya menguntungkan bagi pemimpin bila memperjelas persyaratan peran
para bawahan, tetapi pengarahan (“mikromanaging”) yang berlebihan menyebabkan
penolakan, menghalangi inisiatif, dan merendahkan motivasi intrinssik. Biasanya
menguntungkan bagi pemimpin jika memberikan dukungan dan dorongan kepada para
bawahan, tetapi sejumlah besar perilaku mendukung (“menjadi terlalu melindungi”) yang
berlebihan mendorong ketergantungan, membatasi perkembangan, dan pada akhirnya dapat
menyebabkan penolakan. Model tersebut dan sebagian besar penelitian mengenai hal tersebut
tidak mengakui kebutuhan untuk menyeimbangkan nilai-nilai yang saling bersaing dan tidak
menemukan setingkat perilaku yang optimal.
8
Para manajer yang efektif mempunyai perhatian tinggi baik terhadap tugas maupun
orang, namun cara perhatian tersebut diterjemahkan menjadi perilaku berfariasi menurut
situasi dan dari satu bawahawn dengan bawahan lainnya. Jadi, sebuah teori kep[emimpinan
mungkin saja memiliki kedua aspek universal dan situasioanal. Bentuk universal dari teori
mereka adalah orientasi nilai yang digunakan oleh manajer yang tinggi-tingi untuk memilih
perilaku yang cocok, bukan pola tertentu dari perilaku tinggi-tinggi yang diterapkan secara
otomatis pada semua situasi. Aspek situasional dari teori mereka adalah pemikiran bahwa
perilaku tersebut harus relevan dengan situasi agar dapat menjadi efektif. Namun Blake &
Mouton sebenarnya tidak pernah mengembanngkan usulan yang spesifik mengenai perilaku
yang cocok bagi situasi yang berbeda.
Dengan memikirkan sifat pekerjaan manajerial (liahat bab 2), menjadi jelas bahwa
esensi dari pekerjaan demikian adalah sekelompok proses yang saling terjalin (yakni,
mempengaruhi, menangani informasi, membangun jaringan kerja, dan mengambil keputusasn
) biasanya yang menyangkut baik masalah tugas maupun hubungan. Dimensi tugas dan
hubungan dari perilaku secara konseptual dapat berbeda, namun pada prakteknya tiap
peristiwa perilaku mempunyai implikasi baik terhadap tugas maupun terhadap hubungan.
Para manajer telah dibebani tuntutan yang berlebihan dan harus membagi waktunya dan
memilih perilaku yang relevan. Karena itu, para manajer yang efektif akan memiliki perilaku
dapat menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah secara brsama-sama.
Sebuah masalah besar dalam penelitian mengenai kandungan dari perilaku kepemimpinan
adalah identifikasi kategori perilaku yang relevan dan berarti bagi semua pemimpin. Dalam
penelitian atas aktivitas manajerial dalm bab 2, kita melihat bahwa setiap studi menghasilkan
sekempulan kategori perilaku yang agak berbeda yang menyulitkan untuk membandingkan
dan mengintegrasikan hail lintas studi. Kondisi yang sama juga terjadi pada penelitian
deskriptif yang ditinjau dalam bab ini. Konsekuensinya empat dekade terakhir ini telah
menyaksikan timbulnya berbagai konsep perilaku yang membingungkan menyangkut para
manajer dan pemimpin (lihat Bass,1990; Fleishman et al.,1991). Terkadang digunakan istilah
berbeda untuk menunjukan ke jenis perillaku yang sama. Pada saat lainnya, istilah yang sama
tersebut telah didefenisikan secara berbeda oleh eragai ahli teori. Apa yang diperlakukan
sebagai kategori perilaku yang umum oleh seorang ahli teori, dipandang sebagai dua atau tiga
kategori berbeda oleh ahli teori lainnya. Taksonomi yang berbeda telah timbuldari disiplin
penelitian yang berbeda, dan sulit sekali untuk menerjemahkan sejumlah koinsep ke konssep
lainnya.
9
obyektif.Tidak terdapat sejumlah kategori,perilaku yang “benar”.Jadi,taksomi yang di
rancang untuk mempermudah penelitian dan teori tentang efektivitas manajerial mempunyai
focus yang agak berbedah dari taksomi yang di rancang untuk menjelaskan pengamatan atas
aktifitas manajerial,atau taksomi yang di rancang untuk mengkatalogkan tanggung jawab
posisi dari para menejer dan para administrator.
Sumber ketiga dari keragamanantar taksomi perilaku adalah metode yang di gunakan
untuk mengembangkannya.Beberapa taksomi dikembangkan dengan meneliti pola covariance
antar butir (item) perilaku pada kuesioner deskripsi perilaku yang menjelaskan manajer-
manajer actual (metode analisis factor), beberapa taksomi dikembangkan dengan menilai
contoh-contoh perilaku kelompok berdasarkankesamaan yang di rasakan mengenai isi atau
tujuan (klasifikasi penilaian judgmental),dan beberapa taksomi dikembangkan melalui
deduksindari teori (pendekatan teoritis-deduktif).Masing-masing metode mempunyai bias
tersendiri,dan penggunaan berbagai metode menghasilkan taksomi yang agak berbeda,bahkan
jika tujuannya sama.
Hasil analisis factor atas kuesioner yang menggambarkan perilaku juga terpengaruh
oleh pengalaman dan kerumitan kognitif responden.Cukup sulit untuk memberikan peringkat
perilaku kepimimpinan bahkan pada kondisi yang terbaik.Orang yang memiliki pengalaman
yang terbatas dan teori implicit yang amat sederhana tentang kepimimpinan efektif tidaklah
mungkin memperhatikan dan mengingat aspek halus dari perilaku pemimpin yang terjadi
beberapa bulan atau tahun sebelumnya.Orang yang telah memahami taksomi yang rumit akan
akan lebih mungkin memberikan peringkat yang lebih akurat berdasarkan taksomi
itu.Namun,penelitian validasi atas kuesioner kepimimpinan jarang dilakukan terhadap respon
yang memahami kategori perilaku yang mendasari.
Beberapa penelitian terbaru dinyatakan bahwa taksomi tiga dimensi memberikan cara
yang paling hemat dan paling berguna untuk mengelompokkan perilaku spesifik ke dalam
kategori umum (Ekall & Arvonen,1991;Yukl,199a).Taksomi itu merupakan perluasan dari
pendekatan dua factor yang mendominasi sebagian besar teori dan penelitian awal mengenai
perilaku kepimimpinan yang efektif.Namun seperti dalam jaringan manejerial dari Blake &
10
Mouton,model yang mendasari menekankan hubungan antara perilaku dan perhatian
pemimipin,bukan hanya kandungan perilaku tersebut
Ketiga jenis perilaku itu berinteraksi untuk bersama-sama menentukan kinerja unit
kerja.Para pemimpim yang efektif menentukan mana perilaku yang berorientasi
tugas,hubungan dan perubahan yang spesifik yang tepat dan sama-sama dapat dibandingkan
untuk situasi tertentu.
Bagian ini menjelaskan tiga jenis spesifik yang berorientasi tugas yang sangat relevan
bagi kepimimpinan yang efektif.Perilaku itu meliputi: (1)merencanakan,(2)menjelaskan dan
,(3) memantau Perilaku itu jelaskan dan penelitian mengenai setiap jenis perilaku itu ditinjau
secara singkat.
11
penyusunan prosedur untuk menghindari atau menghadapi potensi permasalahan atau
bencana. Akhirnya,merencanakan juga meliputi bagaimana mengalokasikan waktu untuk
tanggung jawab dan sejumlah aktifitas berbeda”(manajemen waktu”).
Pedoman bagi setiap jenis pengklarifikasikan dalam tabel 3-6. Tujuan perilaku
pengklarifikasian ini adalahuntuk memandu dan mengkoordinasi akrtivitas kerja dan
memastikan agar orang-orang mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaiman
melakukannya.
Sangatlah penting agar setiap bawahan memahami kewajiban, fungsi, dan aktivitas
apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan dan hasil seperti apakah yang diharapkan. Bahkan
seorang bawahan yang kompeten dan termotifasi bisa gagal untuk mmencapai tingkat konerja
yang tinggi jika merasa bingung akan tanggung jawab dan prioritasnya. Kebingungan
tersebut merupakan akibat dari usaha yang salah arah dan melalaikan usaha yang penting
yang justru melakukan hal lain yang kurang atau tidak terlalu penting. Makin rumit dan
makin rumit dan makin banyak seginya pekerjaan, maka makin sulit untuk menemukan apa
yang harus dilakukan.
2. PEMANTAUAN OPERASI
12
3. PERILAKU HUBUNGHAN KHUSUS
Bagian bab ini menjelaskan tiga jenis khusus perilaku yang berorientasi hubungan yang
sangat relevan bagi kepemimpinan efektif. Perilaku itu meliputi:
1. Memberikan Dukungan
2. Mengembangkan
13
4. PEDOMAN UNTUK MEMBERIKAN NASIHAT MENTORING
Perlihatkan perhatia atas perkembangan setiap orang.
Bantulah orang itu mengidentifikasi kekurangan keterampilan.
Bantulah orang itu untuk menemukan cara-cara untuk mendapatkan keterampilan
yang diperlukan.
Doronglah kehadiran pada kursus pelatihan yang relevan.
Berikan kesempatan untuk mengembangkan keteampilan dalam pekerjaan.
Berikan saran karier yang membantu.
Promosikan reputasi orang tersebut.
Jadilah model anutan.
tanggung jawab yang lebih besar dalam organisasi saat terjadi lowongan pekerjaan.
3. Memberikanpengakuan
Pujian
Penghargaan
Upacara Pengakuan
14
upacara khusus untuk menghormati karyawan atau tim tertentu dapat memiliki nilai simbois
yang kuat saat dihadiri oleh manajemen puncak, karena merekam emperlihatkan perhatian
mereka atas apek perilaku atau kinerja yang diberikan pengakuan.
15
bersahabat terhadap orang-orang mungkin memenangkan persahabatan dan kesetiaan mereka.
Mengembangkan meliputi perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan yang
berhubungan dengan pekerjaan dan memudahkan penyesuaian pekerjaan dan kemajuan karir
seseorang. Contohnya meliputi pelatihan, pemberian nasihat, dan konseling karir.
Memberikan pengakuan melibatkan memberikan pujian dan memperlihatkan apresiasi
terhadap orang lain atas kinerja yang efektif, keberhasilan yang signifikan, dan konstribusi
penting kepada orgnisasi. Memberikan pengakuan membantu untuk menguatkan perilaku
yang diinginkan, meningkatkan hubungan antar pribadi, dan menigkatkan kepuasaan kerja.
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36389480/makalah_teori_kepemimpinan_dan_perilaku_pemimpi
n_yang_efektif_docx
http://anthoposthink02.blogspot.com/2014/02/makalah-perpektif-tentang-perilaku.html?m=1
https://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/view/18173/18058
https://sg.docworkspace.com/d/sIFXhgPJWjryCgwY
18