Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PERILAKU SPESIFIK DALAM KEPEMIMPINAN


Dosen: Sri Rahma Dewi Saragih,M.Pd

Oleh:

Kelompok 4

Ningsih Rahmadani (20051001)

Elsa Tiara Wulandari (20051008)

SEMESTER/KELAS 2A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ASAHAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali


yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala
berkat, rahmat, taufiq serta hidayahnya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “PERILAKU SPESIFIK DALAM
KEPEMIMPINAN“. Dalam penyusunnya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak, karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada : kedua orang tua yang segenap
keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih sayang dan kepercayaan yang
begitu besar. Dari sanalah semua ke suksesan ini berawal,semoga semua ini bisa memberikan
sedikit kebahagian dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis
berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang
kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat
bagi semua pembaca.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kisaran, 28 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang .................................................................................................... 1


2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
3. Tujuan ................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

Penelitian kepemimpinan di Ohio State Universiti ........................................................... 2

1. Strudi – studi kepemimpinan dari Michigen ........................................................ 3


2. Keterbatasan dari penelitian survei ..................................................................... 4

Pengertian prilaku tegas dan hubungan melalui eksperimen ............................................ 5

1. Penelitian prilaku menggunakan pristiwa kritis .................................................... 6


2. Keterbatasan penelitian peristiwa krisis ............................................................... 6
3. Evaluasi dari pemimpin yang hihg – high ........................................................... 7

Evaluasi dari penelitian mengenai model ......................................................................... 7

1. Rekonsilasi pendekatan universal dan situasional ................................................ 8


2. Taksonomi prilaku kepemimpinan ...................................................................... 9
3. Sumber keragaman antar taksonomi..................................................................... 9

Menggolongkan prilaku ................................................................................................ 10

1. Melakukan klasifikasi peran dan tujuan ............................................................ 12


2. Pemantauan operasi ........................................................................................... 12
3. Prilaku hubungan khusus ................................................................................... 13
4. Pedoman untuk memberikan nasihat mentoring ................................................. 14
5. Bentuk utama pengakuan .................................................................................. 14

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ................................................................................................................. 17

Daftar pustaka ............................................................................................................ 18

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bagi para manajer yang efektif, perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi dengan
mengorbankan perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih
penuh perhatian, mendukung dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang
berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif meliputi memperhatikan kepercayaan dan
rasa percaya, bertindak ramah dan perhatian, berusaha memahami permasalah bawahan,
membantu mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberi
informasi kepada bawahan, memperhatikan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan
memberiak pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan.

Cara terbaik untuk menemukan hubungan sebab akibat adalah dengan melakukan
eksperimen dimana perilaku pemipin dimanipulasi dengan melatih para pemipin untuk
meggunakan perilaku tertentu

Banyak dari kategori perilaku yang ditemukan pada penelitian peristiwa kritis
didefenisikan berdasar istilah yang menghubungkan perilaku tersebut dengan persyaratan
spesifik atas pekerjaan dari jeni pemimpin yang dipelajari. Mendefenisikan kategori perilaku
yang tingkat kekhususan ini memudahkan tujuan, seperti pengembangan alat penilaian
kinerja atau penentuan kebutuhan akan pelatihan, namun sulit ntuk membandingkan kategori
tersebut antar studi terhadap berbagai jenis pemimpin.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja teori kepemimpinan itu ?

2. Bagaimana pemimpin yang efektif itu ?

C.Tujuan Makalah

1.Untuk menjelaskan apa saja teori kepemimpinan

2.Untuk mengetahui bagaiamana pemimpin yang efektif itu

1
BAB II

PEMBAHASAN

( Perpektif Tentang Perilaku Kepemimpinan Yang Efektif )

PENELITIAN KEPEMIMPINAN DI OHIO STATE UNIVERSITY

Kuesioner penelitian tentang kepemimpinan yang efektif di pengaruhi oleh penelitian


awal Ohio State University. Selama tahun 1950-an, tugas awal para peneliti adalah
mengidentifikasikan kategori-kategori perilaku kepemimpinan yang relevan dan
mengembangkan kuesioner yang menjelaskan perilaku ini. Para peneliti telah menyusun
daftar dari sekitar 1.800 contoh perilaku kepemimpinan, kemudian mengurangi daftar
tersebut sehingga 150 hal yang kelihatan menjadi contoh yang baik mengenai fungsi
kepemimpinan yang penting. Kuesioner awal yang terdiri dari hal-hal ini digunakan dengan
sampel personalia militer dan sipil untuk menjelaskan perilaku para penyelia mereka
(Fleihsman, 1953 & Winer, 1957; Hemphil & Coons, 1957

a. Kategori perilaku kepemimpinan

Analisis faktor terhadap respons-respons kuesioner menunjukan bahwa para bawahan


memandang perilaku penyelia mereka terutama berdasarkan dua kategori yang terdefinisi
secara luas, yang satu hubungan dengan tujuan tugas yang lainnya berhubungan dengan
hubungan antar peribadi.

1. Pertimbangan. Pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan mendukung,


memperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan mereka.
Contohnya meliputi melakukan kebaikan kepada bawahan, meluangkan waktu untuk
mendengarkan permasalahn bawahan, medukung atau berjuang bagi bawahan, berkonsultasi
dengan bawahan mengenai hal penting sebelum dilaksanakan, bersedia menerima saran dari
bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagai sesamanya.

2. Struktur memprakarsai (initiating structure). Pemimpin menentukan dan membuat


strukutur perannya sendiri dan peran para bawahan ke arah pencapaian tujuan formal.
Contohnya meliputi, mengkritik pekerjaan yang buruk, menekankan pentingnya memenuhi
tenggat waktu, menugaskan bawahan, mempertahnkan standar kinerja tertentu, meminta
bawahan untuk mengikuti prosedur standar, dan menawarkan pendekatan pendekatan baru
terhadap masalah, dan mengkoordinasikan aktivitas para bawahan yang berbeda-beda.

b. Kuesioner deskripsi perilaku

Berdasarkan hasil studi-studi awal, dua buah kuesioner yang direvisi dan dipersingkat
telah dibuat untuk mengukur pertimbangan dan struktur memperkarsai : Leader Behaviour
Description Quesionnaire (LBDQ) dan Supervisory Behaviour Description (SBD
atau SBDQ). Walaupun kedua kuesioner ini sering di perlakukan sama, isi skala perilaku
bagi kedua versi kuesioner tersebut tidaklah sama (Schriesheim & stogill 1975), kuesioner

2
ketiga, yang disebut “Leader Openion Quesionnare” (LOQ), oleh beberapa peneliti telah di
anggap sebagai ukuran mengenai perilaku, namun ia lebih cocok untuk dipandang sebagai
ukuran tentang sikap daripada perilaku.

1. STUDI-STUDI KEPEMIMPINAN DARI MICHIGAN

Proses penelitian utama kedua mengenai perialaku kepemimpinan telah dilakukan


oleh para peneliti dari University of Michigan pada waktu yang kira-kira sama dengan studi
kepemimpinan dari Ohio State University. Fokus penelitian Michigan adalah identifikasi
hubungan di antara perilaku pemimpin, proses kelompok, dan ukuran mengenai kinerja
kelompok. Penelitian awal adalah sejumlah studi lapangan dengan berbagai macam
pemimpin, termasuk para manajer bagian dalam sebuah perusahaan asuransi (Katz, Maccoby
dan Morse1950), para penyelia di dalam sebuah perusahaan pabrikasi yang besar (Katz dan
Kahn 1952), dan para penyelia dari kelompok bagian kereta api (Katz, Maccoby, Gurin dan
Floor 1951), informasi tentang perilaku manajerialdi kumpulkan dengan cara wawancara dan
kuesioner. Ukuran ojektif mengenai produktifitaskelompok di gunakan untuk
menggolongkan para menejer sebagai relatif efektif atau tidak efktif. Perbandingan anatara
para manajer, yang efektif dan tidak efktif telah mengungkapkan beberapa perbedaan yang
menarik dalam perilaku manajerial, yang diringkaskan oleh Likert (1961-1967).

a. Perilaku kepemimpinan efektif

Penelitian menemukan bahwa tiga jenis perilaku kepemimpinan dapat dibedakan


antara para manajer yang efektif dan manajer tidak efektif. Setiap jenis perilaku dijelaskan
secara singkat.

1. Perilaku yang berorientasi tugas. Para manajer yang efektif tidak mengguanakan
waktu dan usahanya dengan melakukan pekerjaan yang sama seperti para bawahannya.
Sebaliknya para manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang
berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan menagatur pekerjaan, mengkoordinasikan
kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan dan bantuan teknis yang
dibutuhkan.

2.Perilaku yang berorientasi hubungan. Bagi para manajer yang efektif, perilaku yang
berorientasi tugas tidak terjadi dengan mengorbankan perhatian terhadap hubungan
antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung dan membantu
para bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif
meliputi memperhatikan kepercayaan dan rasa percaya, bertindak ramah dan perhatian,
berusaha memahami permasalah bawahan, membantu mengembangkan bawahan dan
memajukan karier mereka, selalu memberi informasi kepada bawahan, memperhatikan
apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan memberiak pengakuan atas kontribusi dan
keberhasilan bawahan.

3.Kepemimpinan partisipatif. Para manajer yang efektif menggunakan lebih banyak


supervisi kelompok daripada mengendalikan setiap bawahan sendiri-sendiri. Pertemuan
kelompok memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki

3
komunikasi, mendorong kerja sama, dan memudahkan pemecahan konflik. Peran manajer
dalam pertemuan kelompok yang utama adalah harus memandu diskusi dan membuatnya
mendukung konstruktif, dan berorientasi pada pemecahan masalah.

b. Kepemimpinan rekan sejawat

Bower dan Seashore (1966) memperluas penelitian tentang perilaku kepemimpinan


dengan berpendapat bahwa kebanyakan fungsi kepemimpinan dapat dilakukan oleh orang
lain selain pemimpin kelompok yang telah ditunjuk. Menurut Bowers dan Seashore (1966 hal
249) terdapat pikiran sehat dan juga alasan teoritis untuk meyakini bahwa seorang pemimpin
yang diakui secara ormal melalui perialaku kepemimpinan penyelianya tersebut menentukan
pola kepemimpinan bersama yang diberikan oleh masing-masing bawahan.

Bowers dan Seashore adalah peneliti pertama yang menyusun kuesioner untuk
mejelaskan kepemimpinan rekan sejawat dan juga perilaku kepemimpinan oleh manajer.
Survey organization (Taylor dan Bowers 1972) yang telah digunakan secara luas dalam
organisasi oleh para peneliti di University of Michigan, mempunyai skala yang mengukur
dua perilaku yang berorientasi pada tugas (penekanan dan sasaran pemberian fasilitas kerja).

2. KETERBATASAN DARI PENELITIAN SURVEI

Penelitian yang menggunakan kuesioner sejauh inimenggunakan metode umum yang


digunakan untuk mempelajari hubungan antara perilaku kepemmpinan yang bersifat
mendasarinya (misalnya, ciri-ciri kepemimpinan, sikap) atau hasil dari perilaku ini (misalnya,
kepuasan dan kinerja bawahan). Namun, sering sulit diterjemahkan makna dari hasil studi
survei ini. Dua sumber kesalahan meliputi keterbatasana kuesioner dan permasalahan dalam
menentukan hubungan sebab akibat (causality).

a. Bias dalam Kuesioner Deskripsi Perilaku

Kuesioner deskripsi perilaku rentan terhadap beberapa jenis bias dan kesalaan
(Luthans dan Lockwood,1984; Schriesheim dan Kerr 1977; Uleman, 1991). Sebuah sumber
kesalah adalah penggunaan hah-hal ambigu (samar-samar).yang dapat diterjemahkan dalam
beberapa cara berbeda oleh beberapa responden berbeda. Kebanyakan kuesioner
kepemimpinan memiliki format respon tetap yang meminta responden memikirkan kembali
selama periode beberapa bulan atau tahun dan menunjukan beberapa sering atau berapa
banyak seorang pemimpin menggunakan perilaku yang dijelaskan dalam item tertentu.

Sumber kesalah lain item-item kuesioner adalah bias respons. Misalnya beberapa
responden menjawab setiap item dengan cara hampir sama meskipun terdapat perbedaan
nyata dalam perilaku pemimpin itu, karena responden menyukai (atau tidak menyukai)
pemimpin tersebut (Schriesheim, Kinicki dan Schriesheim, 1979).

4
b. Menerjemahkan hubungan sebab akibat dalam studi survei

Sebagian besar penelitian mengenai dampak perilaku kepemimpinan telah mengukur


perilaku dengan kuesioner yang diisi oleh para bawahan, dan nilai-nilai perilaku yang
dihasilkan telah dokorelasikan dengan ukuran kriteria yang diperoleh pada titik waktu yang
sama.

PENELITIAN PERILAKU TUGAS DAN HUBUNGAN MELALUI EKSPERIMEN

Cara terbaik untuk menemukan hubungan sebab akibat adalah dengan melakukan
eksperimen dimana perilaku pemipin dimanipulasi dengan melatih para pemipin untuk
meggunakan perilaku tertentu. Beberapa eksperimen telah dilakukan dalam suasana
laboratorium kepada para mahasiswa universitas (Day, 1971; Day dan Hamblin, 1964; Farris
dan Lim, 1969; Herold, 1977; Lowin dan Craig, 1968; Misumi dan Shirakashi, 1966; Sims
dan Manz 1984).penelitian ini memperlihatkan bahwa hubungan sebab akibat beroperasi
dalam dua arah, mdengan perilaku kehasil, dan sebaliknya.

Keterbatasan dan kebanyakan eksperimen laboratorium mengenai kepemimpinan


adalah bahwa eksperimen itu sangant tidak realistis, sehingga sulit menggeneralisasi hasilnya
kepara karyawan dalam organisasi sebenarnya. Dalam usaha untuk menanggulangi
keterbatasan tersebut, dua buah studi telah dilakukan dengan memperkerjakan para
mahasiswa untuk sementara waktu, bekerja paruh waktu, untuk seorang penyelia yang
sebenarnya adalah salah satu peneliti.

Eksperimen lapangan sulit dilakukan pada organisasi yang sebenarnya dan hanya
sedikit dari eksperimen itu digunakan untuk meneliti dampak dari perilaku kepemimpinan.
Dalam eksperimen lapangan ini, perialku telah dimanupulasi dengan program latihan. Dalam
studi selama 18 bulan terhadap para manajer sebuah pabrik saja, para manajer yang menerima
pelatihan menghsilkan pertimbangan lebih yang banyak dan memerima peringkat kerja
yanglebih tinggi dibanding para Manajer pada kelompok kendali (hand & slocum, 1972).
Hasilnya tidak pasti untuk perilaku yang berorientasi pada tugas. Pada studi mengenai para
penyelia sebuah rumah sakit, pelatihan meningkatkan perilaku pertimbangan dan
menghasilkan kepuasan dan kehadiran lebih tinggi, diukur dua bulan setelah pelatihan
(wexley & Nemeroff, 1975). Dalam studi terhadap para penyelia lini pertama, pelatihan
meningkatkan penggunaan beberapa perilaku yang berorientasi pada hubungan (misalnya,
mendengarkan secara aktif, memberi pujian), dan terdapat peningkatan signifikan atas
peringkat kinerja yang dibuat satu tahun setelah pelatihan oleh atasan dari masing-masing
penyelia (latham & Saari, 1979). Pada studi terhadap penyelia, pelatihan hubungan antar
manusia menghasilkan lebih banyak penggunaan beberapa perilaku yang berorientasi pada
hubungan (misalnya mendengarkan secara aktif, memberi pujian, konsultasi) dan
peningkatan signifikan sebanyak 17 persen atas produktivitas kerja (produksi per jam) terjadi
pada enam bulan setelah pelatihan diselesaikan (Porras &Anderson, 1981). Akhirnya, pada
studi terhadap para penyelia produksi di sebuah parik mebel, produktivitas meningkata (untuk
enam bulan hingga 2 tahun setelah pelatuhan) pada tiga dari empat departemen di mana para

5
penyelianya dilatih untuk menggunakan lebih banyak pujian kepada para bawahannya
(Wikoff, Anderson & Crowell, 1983).

Ringkasnya, penelitian eksperimental dalam laboraturium dan suasana lapangan


menemukan bahwa peningkatan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan
biasanya menghasilkan kepuasan dan produktivitas yang lebih tinggi pada para bawahan.
Perilaku yang berorientasi pada tugas tidak dimanipulasi pada banyak studi eksperimental,
dan jika dimanupulasi hasilnya campur aduk dan tidak bisa disimpulkan.

1. PENELITIAN PERILAKU MENGGUNAKAN PERISTIWA KRITIS

Dalam kebanyakan studi tentang peristiwa kritis, peristiwa tersebut dikelompokan


bersama atas dasar isi perilaku yang sama, oleh para peneliti atau oleh panel atasa responden.
Kategori perilaku yang dihasilkan berbeda besar dari satu studi dengan studi lainya. Pembeda
terseut sebagian disebabkan oleh keragaman pemimpin yang telah dipelajari, termasuk
misalnya penyelia produksi (Gellerman, 1976; Heizer, 1972), para menejer toko kelontong
(Anderson &Nilson, 1964) serta para menejer departemen pada toko-toko enceran (Campell,
Dunette, Arvey & Hellervik, 1973), dan para penyelia karyawan perkayuan (Latham &
Wexley, 1977)perbedaan kategori perilaku juga disebabkan oleh sifat proses klaifikasi yang
sembarang (arbitrary) dan subyektif. Meski demikian, penilaian yang mendalam atas hasil-
hassil studi itu memperlihatkan bahwa adanya tinggkat kesamaan diantara studi terseut. Jenis
perilaku pemimpin berikut ini ada dalam seagian besar studi :

1. Merencanakan, mengkoordinasikan operasi

2. Mengawasi bawahan (mengarahkan, memberi instrukssi, memantau kinerja)

3. Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para bawahan

4.Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para atasan, rekan sejawat,
dan pihak luar.

5. Menerima tanggung jawab untuk mengawasi kebijakan organisatoriss, melaksanakan tugas


yang sibutuhkan, dan membuat keputusan yang diperlukan.

2. KETERBATASAN PENELITIAN PERISTIWA KRISIS

Metode peristiwa kritis mempunyai sejumlah keterbatasan. Metode ini


mengasumsikan bahwa sebagian esar responden mengetahui perilaku apa yang penting dan
relevean agi efektifitas pemimpin, dan mengasumsikan bahwa perilaku tertentu itu penting
jika sering muncul pada peristiwa yang dilaporkan oleh banyak orang. Namun para
responden terseut dapat bias persepsi mereka tentang apa yang efektif, dan para responden
dapat cenderung mengingat dan melaporkan peristiwa yang konsisten dengan stereotipe
mereka atau dengan teori implisit tentang pemimpin yang efektif. Para peneliti jarang sekali
melakukan tindakan lanjut atas studi peristiwa kritis dengan penelitian tambahan untuk
memverifikasi bahwa perilaku terseebut mampu menbedakan antara para pemimpin yang

6
efektif dan tidak efektif yang yang dipilih berdasarka kriteria yang bebas, misalnya kinerja
kelomppok. Pendekatan tindak lanjut tersebut telah digunakan dengan sukses pada sebuah
studi yang dilakukan oleh Latham dan Wexley (1977) terhadap penyelia dari para pekerja
dalam usaha perkayuan.

Banyak dari kategori perilaku yang ditemukan pada penelitian peristiwa kritis
didefenisikan berdasar istilah yang menghubungkan perilaku tersebut dengan persyaratan
spesifik atas pekerjaan dari jeni pemimpin yang dipelajari. Mendefenisikan kategori perilaku
yang tingkat kekhususan ini memudahkan tujuan, seperti pengembangan alat penilaian
kinerja atau penentuan kebutuhan akan pelatihan, namun sulit ntuk membandingkan kategori
tersebut antar studi terhadap berbagai jenis pemimpin.

Keterbatasan tersebut dapat ditanggulangi dengan melakukan kodifikasi peristiwa


tersebut dalam kategori perilaku yang ditentukan lebih dulu yang dapat diunkan secara luas,
seperti yang telah dilakukan oleh Yukl dan Fleet (1982). Penggunaan kategori perilaku yang
spesifik dan ssituasional dan yang lebih generik memmungkinkan untuk digunakan pada
penelitian peristiwa kritis untuk mencapai beragam tujuan.

3. PENELITIAN TERHADAP PEMIMPIN YANG HIGH-HIGH

Dalam sebagian besar studi atas perilaku kepemimpinan, para peneliti telah
menggunakan ukuran dan analisis yang mengasumsikan model aditif. Para peneliti ayng
dilakukan di negara-negara barat, hasil model aditif tidak bisa disimpulkan. Perilaku tugas
dan hubungan cenderung terkorelasi secra positif dengan kinerja bawahan, tetapi kolrelasi itu
biasanya lemah (Fisher & Edwards, 1988). Hanya sedeikit studi yang benar-benar telah
menguji interaksi antara perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang terorientasi pada
orang, dan hasilnya tidak konsisten (misalnya, Evans, 1970; Fleishmen & Harris, 1962;
Larson, Hunt & Osborn, 1976). Dalam survei dan studi quasi ekserimental telah memberikan
dukunag yang lebih konsisten (Misumi, 1985), tetapi model multi plikatif tidak diuji.

Sebagian rangkuman, penelitian survei hanya memberikan dukungan terbatas bagi


usulan universal bahwa para pemimpin tinggi-tinggi adalah lebih efektif. Sebaliknya,
penelitian deskriptif dari peristiwa kritis dan wawancara sangat menyarankan agar para
pemimpin yang efektif itu memandu dan memudahkan pekerjaan untuk mencapai tujuan
tugas sambil memelihara hubungan koopreatif dan kerja tim.

EVALUASI DARI PENELITIAN MENGENAI MODEL

Penelitian survei atas konsekuensin dari perilaku pemimpin tidak memberikan ujian
yang memadai mengenai model tinggi-tinggi. Beberapa studi telah secara langsung
menyelidiki apakah kedua jenis perilaku pemimpin itu berinteraksi dalam cara yang saling
memudahkan. Bahkan jika sebagian besar studi telah menyimpulkan analisis demikian,
terdapat beberapa keraguan bahwa kuesioner yang digunakan dalam kebanyakan studdi
menjadi dasra yang memadai untuk mengevaluasi teori itu. Studi survei tidak
mempertimbangakan kemungkinan bahwa para pemimpin yang efektif menggunakan
sebentuk perilaku yang berorientasi tuagas maupun hubungan (Blake & Mouton,

7
1982;Sashkin & Fulmer,1988; Yukl, 1989). menurut Blake & mouton, pemimpin efektif
bukanlah seseorang yang secara simultan memperlihatkan dua jenis perilaku yang berbeda,
atau seseorang yang berganti-ganti perilaku, tetapi lebih sebagai seseorang yang memilih
bentuk perilaku tertentu yang secara simultan mencerminkan perhatian baik terhadap tugas
maupun orang.

Sebuah contoh akan membantu memperjelas perbedaan ini. Pemimpin yang tinggi-
tinggi (high-high) mendorong para bawahan untuk menetapkan sasaran yang menantang
tetapi realistis mengenai kualitas produk yang luarbiasa bagusnya dan berkonsultasi dengan
mereka tentang cara-cara untuk meningkatkan kualitas. Pemimpin yang tinggi tugas dan
rendah hubungan menetapkan sasaran kualitas yang sulit dan menekan para bawahan utuk
meningkatkan kualitas. Pemimpin yang rendah tugass dan tinggi hubungan mengabaikan
masalah kualitas tetapi perhatian terhadap bawahan dan berkonsultasi dengan mereka tentang
cara-cara membuat lingkungan kerja menjadi lebih menyenangkan. Pemimpin yang renda-
rendah mengabaikan masalh kualitas dan tidak acuh terhadap kebutuhan dan pilihan para
bawahan.

Interdependensi biasa menjadi amat kompleks dan tidak selalu mungkin untuk
sebelumnya mengintegrasikan perhatian terhadap tugas dan orang. Pilihan yang sulit harus di
lakukan jika serangkaian tindakan memilimiki konsekuensi positif dan negatif. Sebagai
contoh, terkadang tindak mungkin mencapai tujuan tugas kecuali orang diminta untuk
membeuat pengorbanan, meninggalkan tunjangan pribadi, da memderita kesulitan berat yang
tidak akan mereka sukai. Lebih kagi, kebanyakan jenis perilaku memiliki hasil yang makin
berkurang, dan tingkat optimalnya cara merupakan jumlah maksimum dari setiap perilaku.
Sebagai contoh, biasanya menguntungkan bagi pemimpin bila memperjelas persyaratan peran
para bawahan, tetapi pengarahan (“mikromanaging”) yang berlebihan menyebabkan
penolakan, menghalangi inisiatif, dan merendahkan motivasi intrinssik. Biasanya
menguntungkan bagi pemimpin jika memberikan dukungan dan dorongan kepada para
bawahan, tetapi sejumlah besar perilaku mendukung (“menjadi terlalu melindungi”) yang
berlebihan mendorong ketergantungan, membatasi perkembangan, dan pada akhirnya dapat
menyebabkan penolakan. Model tersebut dan sebagian besar penelitian mengenai hal tersebut
tidak mengakui kebutuhan untuk menyeimbangkan nilai-nilai yang saling bersaing dan tidak
menemukan setingkat perilaku yang optimal.

1. REKONSILASI PENDEKATAN UNIVERSAL DAN SITUASIONAL

Cara perilaku pemimpin dikonseptualisasikan dan diukur juga mempunyai implikasi


terhadap kontroversi mengenai model universal situasional tentang efektifitas kepemimpinan.
Model universal mendalilkan bahwa atribut kepemimpinan tertentu adalah optimal dalam
semua situasi, sedangkan model situasional menyebutkan atribut berbeda berlaku dalam
situasi berbeda. Saat Blake n Mouton (1982) menekankan pada aspek kualitatif yang
membedakan perilaku tinggi-tinggi dari kombinasi lainnya, mereka dengan jelas mengakui
perlunya para pemimpin memilih bentuk perilaku yang spesifik yang cocok bagi waktu atau
situasi tertentu.

8
Para manajer yang efektif mempunyai perhatian tinggi baik terhadap tugas maupun
orang, namun cara perhatian tersebut diterjemahkan menjadi perilaku berfariasi menurut
situasi dan dari satu bawahawn dengan bawahan lainnya. Jadi, sebuah teori kep[emimpinan
mungkin saja memiliki kedua aspek universal dan situasioanal. Bentuk universal dari teori
mereka adalah orientasi nilai yang digunakan oleh manajer yang tinggi-tingi untuk memilih
perilaku yang cocok, bukan pola tertentu dari perilaku tinggi-tinggi yang diterapkan secara
otomatis pada semua situasi. Aspek situasional dari teori mereka adalah pemikiran bahwa
perilaku tersebut harus relevan dengan situasi agar dapat menjadi efektif. Namun Blake &
Mouton sebenarnya tidak pernah mengembanngkan usulan yang spesifik mengenai perilaku
yang cocok bagi situasi yang berbeda.

Dengan memikirkan sifat pekerjaan manajerial (liahat bab 2), menjadi jelas bahwa
esensi dari pekerjaan demikian adalah sekelompok proses yang saling terjalin (yakni,
mempengaruhi, menangani informasi, membangun jaringan kerja, dan mengambil keputusasn
) biasanya yang menyangkut baik masalah tugas maupun hubungan. Dimensi tugas dan
hubungan dari perilaku secara konseptual dapat berbeda, namun pada prakteknya tiap
peristiwa perilaku mempunyai implikasi baik terhadap tugas maupun terhadap hubungan.
Para manajer telah dibebani tuntutan yang berlebihan dan harus membagi waktunya dan
memilih perilaku yang relevan. Karena itu, para manajer yang efektif akan memiliki perilaku
dapat menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah secara brsama-sama.

2. TASKONOMI PERILAKU KEPEMIMPINAN

Sebuah masalah besar dalam penelitian mengenai kandungan dari perilaku kepemimpinan
adalah identifikasi kategori perilaku yang relevan dan berarti bagi semua pemimpin. Dalam
penelitian atas aktivitas manajerial dalm bab 2, kita melihat bahwa setiap studi menghasilkan
sekempulan kategori perilaku yang agak berbeda yang menyulitkan untuk membandingkan
dan mengintegrasikan hail lintas studi. Kondisi yang sama juga terjadi pada penelitian
deskriptif yang ditinjau dalam bab ini. Konsekuensinya empat dekade terakhir ini telah
menyaksikan timbulnya berbagai konsep perilaku yang membingungkan menyangkut para
manajer dan pemimpin (lihat Bass,1990; Fleishman et al.,1991). Terkadang digunakan istilah
berbeda untuk menunjukan ke jenis perillaku yang sama. Pada saat lainnya, istilah yang sama
tersebut telah didefenisikan secara berbeda oleh eragai ahli teori. Apa yang diperlakukan
sebagai kategori perilaku yang umum oleh seorang ahli teori, dipandang sebagai dua atau tiga
kategori berbeda oleh ahli teori lainnya. Taksonomi yang berbeda telah timbuldari disiplin
penelitian yang berbeda, dan sulit sekali untuk menerjemahkan sejumlah koinsep ke konssep
lainnya.

3. SUMBER KERAGAMAN ANTAR TAKSOMI

Terdapat beberapa alas an atas keragaman taksomi yang dikembangkan untuk


menjelaskan perilaku kepimimpinan (Fleishman et,al.,1991;Yukl,1989). Kategori perilaku
adalah atribut abstraksi bukannya atribut berwujud dari dunia nyata. Kategori perilaku di
peroleh dari perilaku yang dapat diamati agar dapat mengorganisasikan persepsi mengenai
dunia dan membuatnya menjadi berarti,namun kategori tersebut tidak ada dalam arti

9
obyektif.Tidak terdapat sejumlah kategori,perilaku yang “benar”.Jadi,taksomi yang di
rancang untuk mempermudah penelitian dan teori tentang efektivitas manajerial mempunyai
focus yang agak berbedah dari taksomi yang di rancang untuk menjelaskan pengamatan atas
aktifitas manajerial,atau taksomi yang di rancang untuk mengkatalogkan tanggung jawab
posisi dari para menejer dan para administrator.

Sumber ketiga dari keragamanantar taksomi perilaku adalah metode yang di gunakan
untuk mengembangkannya.Beberapa taksomi dikembangkan dengan meneliti pola covariance
antar butir (item) perilaku pada kuesioner deskripsi perilaku yang menjelaskan manajer-
manajer actual (metode analisis factor), beberapa taksomi dikembangkan dengan menilai
contoh-contoh perilaku kelompok berdasarkankesamaan yang di rasakan mengenai isi atau
tujuan (klasifikasi penilaian judgmental),dan beberapa taksomi dikembangkan melalui
deduksindari teori (pendekatan teoritis-deduktif).Masing-masing metode mempunyai bias
tersendiri,dan penggunaan berbagai metode menghasilkan taksomi yang agak berbeda,bahkan
jika tujuannya sama.

Keterbatasan Dari Taksomi Berbasis Faktor

Analisis factor terhadap kuesioner survey telah digunakan untuk mengembangkan


sebagian besar taksomi perilaku.Ini merupakan perangkat statistic yang berguna,tetapi
memiliki beberapa keterbatasan serius yang membantu menjelaskan kurangnya konsistensi
bahkan diantara taksomi-taksomi yang dikembangkan dengan metode yang sama untuk
tujuan bersama.Terdapat jenis prosedur analisis factor yang berbeda,dan hasilnya terpengaruh
oleh piliihan subyektif antar prosedur.Hasilnya juga terpengruh oleh kandungan
darikumpulan butir (item),jumlah ambigiutas dalam butir perilaku,pilihan format dan respon
yang digunakan dalam kuesioner,besaransampel dan identitas responden, pengalaman dan
kerumitan kognitif responden,maksud penggunaan dan kerahasiaan data,dan harapan awal
para peneliti.

Hasil analisis factor atas kuesioner yang menggambarkan perilaku juga terpengaruh
oleh pengalaman dan kerumitan kognitif responden.Cukup sulit untuk memberikan peringkat
perilaku kepimimpinan bahkan pada kondisi yang terbaik.Orang yang memiliki pengalaman
yang terbatas dan teori implicit yang amat sederhana tentang kepimimpinan efektif tidaklah
mungkin memperhatikan dan mengingat aspek halus dari perilaku pemimpin yang terjadi
beberapa bulan atau tahun sebelumnya.Orang yang telah memahami taksomi yang rumit akan
akan lebih mungkin memberikan peringkat yang lebih akurat berdasarkan taksomi
itu.Namun,penelitian validasi atas kuesioner kepimimpinan jarang dilakukan terhadap respon
yang memahami kategori perilaku yang mendasari.

Mengintergrasikan Kerangka Kerja Untuk Menggolongkan Perilaku

Beberapa penelitian terbaru dinyatakan bahwa taksomi tiga dimensi memberikan cara
yang paling hemat dan paling berguna untuk mengelompokkan perilaku spesifik ke dalam
kategori umum (Ekall & Arvonen,1991;Yukl,199a).Taksomi itu merupakan perluasan dari
pendekatan dua factor yang mendominasi sebagian besar teori dan penelitian awal mengenai
perilaku kepimimpinan yang efektif.Namun seperti dalam jaringan manejerial dari Blake &

10
Mouton,model yang mendasari menekankan hubungan antara perilaku dan perhatian
pemimipin,bukan hanya kandungan perilaku tersebut

Pehatian terhadap efisiensi tugsa,hubungan manusia,dan perubahan adaptif


dikanseptualisasikan sebagai tiga dimensi idependen bukannya tiga kategori perilaku spesifik
yang saling meniadakan. Perilaku kepimimpinan spesifik akan melibatkan campuran dari tiga
perhatian atau tujuan berikut:

1. Berorientasi Tugas. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan penyesaian


tugas,mengguneeakan personil dan sumber daya secara efisien,dan menyelenggarakan
operasi yang teratur dan dapat diandalkan.

2. Berorientasi Hubungan.Jenis perilaku ini terutama memperhatikan perbaikan hubungan


dan membantu orang,meningkatkan kooperasi dan kerja tim, meningkatkan kepuasan kerja
bawahan,dan membangun identifikasi dengan organisasi.

3. Berorientasi Perubahan.Jenis perilaku ini terutama meperhatikan perbaikan keputusan


strtegis;beradaptasi terhadap perubahan lingkungan;meningkatkan fleksibilitas dan
inovasi;membuat perubahan besar di bidang proses,produk atau jasa;dan mendapatkan
komitmen terhadap perubahan.

Ketiga jenis perilaku itu berinteraksi untuk bersama-sama menentukan kinerja unit
kerja.Para pemimpim yang efektif menentukan mana perilaku yang berorientasi
tugas,hubungan dan perubahan yang spesifik yang tepat dan sama-sama dapat dibandingkan
untuk situasi tertentu.

Perilaku Tugas Yang Spesifik

Bagian ini menjelaskan tiga jenis spesifik yang berorientasi tugas yang sangat relevan
bagi kepimimpinan yang efektif.Perilaku itu meliputi: (1)merencanakan,(2)menjelaskan dan
,(3) memantau Perilaku itu jelaskan dan penelitian mengenai setiap jenis perilaku itu ditinjau
secara singkat.

Merencanakan Aktifitas Kerja

Merencanakan berarti memutuskan apa yang harus dilakukan,bagaimana


melakukannya,siapa yang akan melakukannya,dan kapan hal itu akan di lakukan. Tujuan
perencanaan adalah memastikan pengorganisasian yang yang efektif atas unit
kerja,koordinasi aktifitas,dan penggunaan sumber daya.Merencanakan adalah perilaku yang
didefinisikan dengan luas yang meliputi membuat keputusan tentang
tujuan,prioritas,strategi,organisasi kerja,pemberian tanggung jawab,pembuatan jadwal
aktifitas,dan alokasi sumber daya di antara aktifitas berbeda menurut kepentingan relative
aktifitas tersebut.Nama-nama khusus terkadang di gunakan untuk subvariasi
merencanakan.Sebagai contoh ,”perencanaan operasional”adalah pembuatan jadwal
pekerjaan rutin dan penentuan pemberian tugas untuk hari atau minggu
berikutnya.”perencanaan tindakan”adalah penyusunan langkah tindakan rinci dan jadwal
untuk menerapkan kebijakan baru atau menjalankan proyek perencanaan kontijensi”adalah

11
penyusunan prosedur untuk menghindari atau menghadapi potensi permasalahan atau
bencana. Akhirnya,merencanakan juga meliputi bagaimana mengalokasikan waktu untuk
tanggung jawab dan sejumlah aktifitas berbeda”(manajemen waktu”).

1. MELAKUKAN KLASIFIKASI PERAN DAN TUJUAN

Melakukan klarifikasi merupakan pengkomunikasian rencana , kebijakan dan harapan


peran. Sub-kategori utama dalam melakukan klarfikasi meliputi:

1. Mendifinisikan tanggung jawab dan persyaratan pekerjaan,

2. Menetapkan sasaran kinerja, dan

3. Memberikan tugas-tugas khusus.

Pedoman bagi setiap jenis pengklarifikasikan dalam tabel 3-6. Tujuan perilaku
pengklarifikasian ini adalahuntuk memandu dan mengkoordinasi akrtivitas kerja dan
memastikan agar orang-orang mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaiman
melakukannya.

Sangatlah penting agar setiap bawahan memahami kewajiban, fungsi, dan aktivitas
apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan dan hasil seperti apakah yang diharapkan. Bahkan
seorang bawahan yang kompeten dan termotifasi bisa gagal untuk mmencapai tingkat konerja
yang tinggi jika merasa bingung akan tanggung jawab dan prioritasnya. Kebingungan
tersebut merupakan akibat dari usaha yang salah arah dan melalaikan usaha yang penting
yang justru melakukan hal lain yang kurang atau tidak terlalu penting. Makin rumit dan
makin rumit dan makin banyak seginya pekerjaan, maka makin sulit untuk menemukan apa
yang harus dilakukan.

2. PEMANTAUAN OPERASI

Pemantauan melibatkan pengumpulan informasi tentang operasi unit organisatoris


manajer tersebut, temasuk kemajuan kerja, kinerja setiap bawahan, kualitas produk atau jasa,
dan kenerhasilan proyak atau program. Perilaku memantau dapat bermacam-macam
bentuknya, termasuk pengamatan operasi kerja, memeriksa kualitas sampel pekerjaan, dan
mengadakan pertemuan tinjauan kemajuan dengan seseorang atau kelompok.

Pedoman untuk Memantau Operasi

 Mengidentifikasi dan mengukur indikator kenerja penting.


 Memantau variabel proses kunci dan juga hasilnya.
 Mengukur kemajuan untuk dibandingkan dengan rencana dna anggaran.
 Mengembangkan sumber informasi indipenden tentang kinerja.
 Mengawasi operasi secara langsung jika mungkin.
 Menanyakan pekerjaan khusus tentang pekerjaan.
 Mendorong pelaporan permasalahan dan kesalahan.
 Mengadakan pertemuan tinjauan kemajuan periodik.

12
3. PERILAKU HUBUNGHAN KHUSUS

Bagian bab ini menjelaskan tiga jenis khusus perilaku yang berorientasi hubungan yang
sangat relevan bagi kepemimpinan efektif. Perilaku itu meliputi:

1. Memberikan Dukungan

Memberikan dukungan meliputi beragam luas perilaku yang memperlihatkan


pertimbangna, penerimaan, dan perhatian akan kebutuan dan perasaan orang-orang lain.
Memberi dukungan merupakan komponen inti dari pertimbangan, seperti yang didefenisikan
oleh Fleishman (1953) dan Stogdill (1974), dan ini juga merupakan komponen inti dari
kepemimpinan supertif, sepeti yang didefinisikan oleh Bowers dan Seashor (1966) dan Hause
dan Mitchell (1974).

Panduan Memberi Dukungan

 Perlihatkan penerimaan dan pandangan yang positif.


 Berkelakuanlah sopan penuh perhatia, tidak arogan dan kasar.
 Pelakukan setiap bawahan sebagai manusia atau individu.
 Memperlakukan bawahan sebagai individu.
 Bersabarlah dan selalu beri bantuan ketika memberi instruksi atau penjelasan.
 Berikan simpati dan beri dukungan ketika bawahan gelisa atau kesal.
 Perlihatkan rasa percaya diri kepada seseorang ketika menghadapi tugas yang sulit.
 Berikan bimbingan pekerjaan ketika dibutuhkan.
 Selalu bersedialah membantu memecahkan persoalan pribadi bawahan.

2. Mengembangkan

Mengembangkan meliputi beberapa praktek manjerial yang digunakan untuk


meningkatkan ketrampilan seseorang dan memudahkan penyesuaian pekerjaan dan kemajuan
karier. Perilaku konsumen melakukan pelatihan (coaching), memberikan nasehat
(mentoring), dan konseling karier.

Pedoman untuk Pelatiha atau coaching

Bantulah orang menganalisa kinerjanya dengan memberikan pertanyaan atau


menyarankan aspek-aspek untuk mengujinya lebih teliti. Berikan umpan balik konstruktif
tentang perilaku efektif dan tidak efektif yang diperlihatkan oleh orang tersebut. Sarankan
hal-hal tertentu yang dapat membantu meningkatkan kinerja orang tersebut. Perlihatkan cara
yang lebih baik untukmelakukan tugas atau prosedur yang rumit.Nyatakan kepercayaan
bahwa orang tersebut dapat mempelajari tugas atau prosedur yang sulit. Perlihatkan kepada
orang tersebut tentang cara memecahkan masalah bukan hanya memberikan jawabanny.
Berikan kesempatan untuk mempraktikan prosedur yang sulit sebelum prosedur itu gunakan
dalam pekerjaan.

13
4. PEDOMAN UNTUK MEMBERIKAN NASIHAT MENTORING
 Perlihatkan perhatia atas perkembangan setiap orang.
 Bantulah orang itu mengidentifikasi kekurangan keterampilan.
 Bantulah orang itu untuk menemukan cara-cara untuk mendapatkan keterampilan
yang diperlukan.
 Doronglah kehadiran pada kursus pelatihan yang relevan.
 Berikan kesempatan untuk mengembangkan keteampilan dalam pekerjaan.
 Berikan saran karier yang membantu.
 Promosikan reputasi orang tersebut.
 Jadilah model anutan.
 tanggung jawab yang lebih besar dalam organisasi saat terjadi lowongan pekerjaan.

3. Memberikanpengakuan

Memberikan pengakuan melibatkan memberikan pujian dan memperlihatkan apresiasi


kepada orang lain atas kinerja yang efektif. Keberhasilan yang signifikan, kontribusi yang
penting bagi organisasi. Walaupun paling umum memberikan pengakuan sebagai sesuatu
yang diberikan oleh manajer kepada bawahan, praktik manajerial ini juga digunakan terhadap
rekan sejawat, atasan dan orang-orang diluar unit kerja. Tujuan utama pengakuan, khususnya
saat digunakan kepada bawahan adalah untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dan
komitmen kepada tugas.

5. BENTUK UTAMA PENGAKUAN

Pujian

Pujian terdiri dari komentar lisan,ekspresi,atau bahasa tubuh yang mengakui


keberhasilan dan konstribusi seseorang. Ini merupakan bentuk pengakuan yang paling mudah
digunakan. Kebanyakan pujian diberikan secara pribadi, tetapi dapat digunakan dalam acara
ritual atau upacara public.

Penghargaan

Penghargaan meliputi hal-hal seperti sertifikat keberhasilan,surat penghargaan, plakat,


tropi, medali, atau pita penghargaan. Memberikan penghargaan formal merupakan tindakan
simbolis yang menyampaikan nilaidan prioritas manajer kepada orang-orang dalam
organisasi. Jadi adalah agar penghargaan didasarkan pada kriteria bukannya sifat pilih kasih
atau penilaian sembarangan. Penghargaan yang sangat terlihatmemungkinkan orang lain
untukikutsertadalam proses mengharga isi menerima dan memperlihatkan apresiasi bagi
konstribusinya organisasi.

Upacara Pengakuan

Upacara pengakuan memastikan bahwa keberhasilan seseorang diakui bukan hanya


oleh manajer tetapi anggota organisasi itu. Upacara pengakuan dapat digunakan untuk
merayakan keberhasilan unit kerja atau tim serta keberhasilan seseorang . kebiasaan atau

14
upacara khusus untuk menghormati karyawan atau tim tertentu dapat memiliki nilai simbois
yang kuat saat dihadiri oleh manajemen puncak, karena merekam emperlihatkan perhatian
mereka atas apek perilaku atau kinerja yang diberikan pengakuan.

Selama 50 tahun terakhir, penelitian mengenai hubungan antara perilaku dan


efektivitas kepemimpianan telahdidominasi oleh perspektif tingkat mikro da focus atas proses
dyadic. Penelitian awal sebagian besar mengabaikan cara para pemimpin mempengaruhi
orang dengan menarik nilai-nilai ideology, membantu menerjemahkan makna peristiwa, dan
memudahkan adaptasi dan perubahan lingkungan yang bergolak. Aspek-aspek kepemimpinan
tersebut saa ini ditekankan pada teori kepemimpinan transformasional, karismatik,
danberorientasi pada perubahan.

Taksonomi perilaku merupakan bantuan deskriptif yang dapat membantu kita


menganalisis peristiwa rumit dan memberikan pengertian yang lebih baik mengenai hal
tersebut. Namun ,sangat penting untuk diingat bahwa semua taksonomi perilaku adalah
sembarangan (arbitary), dan tidak mempunyai keabsahan dalam arti kata absolut. Sayangnya,
telah terlalu banyak keasyikan dalam mendapatkan dan menggunakan kategori perilaku yang
“benar” dalam banyak studi lapanagan mengenai perilaku manajerial, hanya sedikit perilaku
yang “benar” yang diukur, yang mengakibatkan banyaknya peluang yang dilewatkan untuk
mengumpulkan informasi yang kaya dan bersifat deskriptif mengenai pola umum perilaku
kepemimpinan. Baik pada penelitian koesioner maupun observasi ,sangatlah penting untuk
bertindak fleksibel terhadap konsepsi perilaku yang digunakan untuk menganalisis pola-pola
perilaku kepemimpinan, bukannya mengansumsikan bahwa kita telah mengetahui lebih dulu
konsep siapa yang paling berguna.

Berapa taksonomi telah diuasulkan untuk menjelaskan jenis perilaku yang


khusus.Perbedaan anta taksonomi dapat dijelaskan sebagi sebuah hasil dari perbedaan dalam
tujuan.,tingkat abstraksi, dan metode pengembangan. Namun, perbedaan dalam label kategori
cenderung untuk mengaburkan sejumlah pemusatan pandangan dalam kandungan prilaku.

Perencanaan ,melakukan penjelasan dan pengawasan merupakan perilaku penting


yang berorientasi tugas yang secara bersama-sama mempengaruhi kinerja bawahan.
Perencanaan melibatkan membuat keputusan tentang tujuan, prioritas, strategi, alokasi
sumber daya, pemberian tanggung jaawab, pembuatan jadwal aktivitas, dan alokasi waktu
manajer itu sendiri. Membuat penjelasan meliputi memberikan tugas, menjelaskan tanggung
jawab pekerjaan, menjelaskan peraturan dan prosedur, mengkomunikasikan prioritas,
menetapkan sasaran kinerja khusus dan tenggat waku, dan memberikan instruksi tentang
bagaimana melakukan sebuah pekerjaan. Pengawasan melibatkan mendapatkan informasi
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi operasi dari unit kerja dan kinerja dari masing-masing
bawahan.

Memberikan dukungan, mengembangkan dan memberikan pengakuan merupakan


perilaku penting yang berorientasi pada hubungan. Memberikan dukungan meliputiki saran
luas prilaku dimana seorang manaje rmemperlihatkan pertimbangan, penerimaan, dan
perhatian kepada kebutuhan dan persaan seseorang.seorang manajer yang perhatian dan

15
bersahabat terhadap orang-orang mungkin memenangkan persahabatan dan kesetiaan mereka.
Mengembangkan meliputi perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan yang
berhubungan dengan pekerjaan dan memudahkan penyesuaian pekerjaan dan kemajuan karir
seseorang. Contohnya meliputi pelatihan, pemberian nasihat, dan konseling karir.
Memberikan pengakuan melibatkan memberikan pujian dan memperlihatkan apresiasi
terhadap orang lain atas kinerja yang efektif, keberhasilan yang signifikan, dan konstribusi
penting kepada orgnisasi. Memberikan pengakuan membantu untuk menguatkan perilaku
yang diinginkan, meningkatkan hubungan antar pribadi, dan menigkatkan kepuasaan kerja.

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Memberikan dukungan, mengembangkan dan memberikan pengakuan merupakan


perilaku penting yang berorientasi pada hubungan. Memberikan dukungan meliputih saran
luas prilaku dimana seorang manajer rmemperlihatkan pertimbangan, penerimaan, dan
perhatian kepada kebutuhan dan perasaan seseorang. seorang manajer yang perhatian dan
bersahabat terhadap orang-orang mungkin memenangkan persahabatan dan kesetiaan mereka.
Mengembangkan meliputi perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan yang
berhubungan dengan pekerjaan dan memudahkan penyesuaian pekerjaan dan kemajuan karir
seseorang.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/36389480/makalah_teori_kepemimpinan_dan_perilaku_pemimpi
n_yang_efektif_docx

http://anthoposthink02.blogspot.com/2014/02/makalah-perpektif-tentang-perilaku.html?m=1

https://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/view/18173/18058

https://sg.docworkspace.com/d/sIFXhgPJWjryCgwY

18

Anda mungkin juga menyukai