BRONKOPNEUMONIA
Disusun oleh :
Tri Cynthia Yupa 1102014268
Gilang Anugrah 1102012097
Pembimbing :
dr. Natalina, Sp. A
aureus.4
Bagi kebanyakan anak, prognosisnya bagus. Pneumonia virus cenderung
sembuh tanpa pengobatan. Gejala sisa jangka panjang jarang terjadi. Namun, baik
5
pneumonia stafilokokus dan varicella telah melindungi hasil pada anak-anak.
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Usia : 1 bulan 14 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Jagawarna, Sukaruhun, Bekasi
No. RM : 193722
Tanggal Masuk : 9 November 2020
Tanggal Periksa : 11 November 2020
Nama Ibu Pasien : Ny. I
Pekerjaan Ibu Pasien : Ibu Rumah Tangga
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada
tanggal 11 November 2020 di ruang Sakura RSUD Kabupaten Bekasi
pukul 10.30.
A. Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dibawa oleh
orangtuanya dengan keluhan sesak napas sepanjang hari, yang timbul secara
tiba-tiba sejak 1 hari SMRS. Riwayat tersedak disangkal. Riwayat batuk
disangkal. Keluhan disertai dengan diare dan demam. Diare dirasakan sejak 3
hari SMRS lebih dari 4 kali perhari tidak disertai dengan lendir dan darah. Ibu
pasien mengatakan bahwa mata anaknya tampak cekung, lebih haus dari
biasanya dan lebih rewel. Demam dirasakan sejak 2 hari yang lalu, demam
dirasakan sepanjang hari namun ibu tidak mengecek suhu tubuhnya.
Ibu pasien membawa pasien ke bidan dan diberikan obat
parasetamol dan obat untuk diare, dan sudah terdapat perbaikan. BAK
dalam batas normal. Pilek dan batuk disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak memiliki riwayat penyakit dahulu
D. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki keluhan yang serupa
E. Riwayat kehamilan
Pasien merupakan anak kedua. Selama hamil, ibu pasien rajin
melakukan pemeriksaan kehamilannya ke bidan sesuai jadwal yang telah
ditentukan. Selama hamil ibu pasien tidak mengalami keluhan mual dan
muntah. Obat-obatan yang dikonsumsi hanya obat penambah darah.
F. Riwayat Persalinan
Pasien lahir dari ibu yang berusia 36 tahun dengan umur kehamilan
34 minggu secara spontan dengan paraji dengan berat lahir 2500gram
namun panjang badan tidak diukur Bayi langsung menangis kuat segera
setelah lahir dan tidak ada kebiruan.
G. Riwayat Imunisasi
Pasien belum pernah diberikan imunisasi.
H. Riwayat Pertumbuhan & Perkembangan
a. Pertumbuhan
Pasien lahir dengan berat badan lahir 2500 gram, namun pasien
tidak diukur saat lahir. Saat ini, pasien berusia 1 bulan dengan berat badan
2300 gram dan panjang badan 47 cm.
b. Perkembangan
Nadi : 120x/menit
Suhu : 36,8°C
SpO2 : 95%
B. Status Gizi
Secara Antopometri
Panjang Badan : 47 cm
BB / TB : -3 (Gizi Buruk)
C. Status Lokalis
1. Kepala : Normocephale
2. Mata : CA -/-, SI -/-
3. Hidung : Nafas Cuping Hidung (+), Sekret (-/-)
4. Telinga : Sekret (-/-)
5. Mulut : Kering
6. Leher : Tidak ada pembesaran KGB
7. Thorax
a. Paru
Inspeksi : Simetris kanan-kiri, Retraksi (+)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Wheezing (+/+), Ronkhi (+/+)
b. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I – BJ II Reguler, Gallop (-), Murmur (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Tidak dilakukan
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
9. Ekstremitas : Turgor kurang elastis, CRT <2, edema (-), akral
hangat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi Rutin
Hasil Nilai Rujukan
Hb 10.9 9.0 – 16.6 g/dl
Hematokrit 33 30.0 – 54.0 %
Eritrosit 3.29 3/1- - 5.10 10^6/ μL
MCV 102 81 – 121 fL
MCH 33 25 – 37 pg/mL
MCHC 33 26 – 34 g/dL
Trombosit 385 150 – 450 10^3/μL
Leukosit 13.7 6.0 – 14.0 10^3/μL
Hitung Jenis
Basofil 0 0.0 – 1.0 %
Eosinofil 0 1.0 – 6.0 %
Neutrofil 55 50 – 70 %
Limfosit 35 20 – 40 %
NLR 1.57 <= 5.80
Monosit 10 2–9%
LED 44 < 15
Kimia Klinik
Hasil Nilai rujukan
Glukosa 119 80 – 170 mg/dL
Sewaktu Stik
Elektrolit
Hasil Nilai Rujukan
Natrium 148 136 – 146 mmol/L
Kalium 4.5 3.5 – 5.0 mmol/L
Klorida 122 98 – 106 mmol/L
V. RESUME
V. DAFTAR MASALAH
Sesak Napas
Gizi Buruk
Bronkiolitis
Bronkopneumonia
Gizi Buruk
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Non-medikamentosa -
Nasal Canul O2 ½ lpm
- IVFD Kaen 3A 250cc/hari -
Pemasangan NGT
- Kebutuhan nutrisi 460cc/hari (Diit: Susu 8 x 60ml/ hari)
b. Medikamentosa
- Bactesin 2x100mg IV
- Gentamisin 2x5mg IV
- Zinc syrup 1x2,5 ml PO
- Leprolac 1x1 sac PO
IX. EDUKASI
- Menjelaskan kepada orangtua pasien untuk melakukan imunisasi Hepatitis
B, Polio, dan BCG saat kondisi anak sudah membaik
- Memberikan edukasi kepada orangtua pasien mengenai asupan gizi pasien
dan memberitahukan untuk tetap mengontrol pertumbuhan dan perkembangan
anak.
X. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanactionam : Ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam
FOLLOW UP
Keterangan
S Ibu pasien mengatakan sesak sudah berkurang, dan ada batuk
sesekali
O Kesadaran : Composmentis
HR : 140x/menit
RR : 40x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,5°C
Hidung : Terpasang nasal canul O2 ½ lpm
Mulut : Terpasang selang NGT
Thoraks :
Pulmo : wheezing +/+, ronkhi +/+
Ekstremitas : turgor kurang elastis
A Bronkopneumonia
Gizi Buruk
Diare Akut Perbaikan
P Medikamentosa :
- Kaen 3A 250cc/24 jam
- Bactesin 2x100mg IV
- Gentamisin 2x5mg IV
- Zink Syrup 2,5ml PO
- Leprolac sac 1x
Keterangan
S Ibu pasien mengatakan sesak dan batuk sudah berkurang
O Kesadaran : Composmentis
RR : 35x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,7°C
Hidung : Terpasang nasal canul O2 ½ lpm
Mulut : Terpasang selang NGT
Thoraks :
Pulmo ; wheezing +/+, ronkhi +/+
Ekstremitas : turgor kurang elastis
A Bronkopneumonia
Gizi Buruk
P Medikamentosa :
- Kaen 3A 250cc/24 jam
- Bactesin 2x100mg IV
- Gentamisin 2x5mg IV
- Zink Syrup 2,5ml PO
- Leprolac sac 1x
RR : 35x/menit
SpO2 : 97%
Suhu : 36,5°C
Hidung : Terpasang nasal canul O2 ½ lpm
Mulut : Terpasang selang NGT
Thoraks :
Pulmo ; wheezing +/+, ronkhi+/+
Ekstremitas : turgor kurang elastis
A Bronkopneumonia
Gizi Buruk
P Medikamentosa :
- Kaen 3A 250cc/24 jam
- Bactesin 2x100mg IV
- Gentamisin 2x5mg IV
- Zink Syrup 2,5ml PO
- Leprolac sac 1x
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.Definisi
Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang
alveolar. Bronkopneumonia adalah inflamasi paru yang terfokus pada area
bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat menyebabkan
obstruksi saluran respiratori dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobus
yang berdekatan.1 yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda asing.
1.2.Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai negara
berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di
negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang
10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian
2
pertahun pada anak balita di negara berkembang. Bronkopneumonia merupakan
penyebab kematian terbanyak pada anak berusia kurang dari 5 tahun, daan
1.4.Klasifikasi
a. Berdasakarkan tempat terpaparnya infeksi, dikenal dua bentuk
pneumonia:4
1) Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia)
2) Pneumonia-RS atau pneumonia nosocomial (hospital-acquired
pneumonia)
b. Berdasarkan tempat terjadinya infeksi:1
1) Pneumonia lobaris merupakan pneumonia yang terlokalisir pada
satu atau lebih lobus paru
2) Bronkopneumonia merupakan inflamasi paru yang terfokus pada
area bronkiolus
3) Pneumonitis interstitial yaitu mengacu pada proses inflamasi pada
interstitium yang terdiri dari dinding alveolus, dan ductus alveolar
serta bronkiolus
1.5.Patofisiologi
Patogen penyebab pneumonia masuk ke paru melalui saluran pernafasan.
Sehingga menyebabkan edema yang yang mempermudah proliferasi dan penyebaran
4
kuman ke jaringan sekitarnya. Akumulasi dari eksudat plasma, fibrin, dan serous
fluid akan menyebabkan iritasi pada pernafasan dan menimbulkan respon pertahanan
dari dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan terjadinya batuk dan ronkhi, apabila
cairan mengendap diantara alveolus akan didapatkan gambaran interstitial opacity
pada rontgen thoraks dan apabila cairan mengendap di alveolus akan didapatkan
gambaran konsolidasi lobus pada rontgen thoraks. Selanjutnya akan terjadi oenurunan
efisiensi pertukaran gas yang menyebabkan hipoksemia, selain itu juga akibat dari
penyebaran kuman akan menimbulkan respon sistem inflamasi yang akan melepaskan
sitokin (seperti TNF, IL-1) yang akan meningkatkan pola pernafasan sehingga terjadi
takipnea, dan menyebabkan gangguan pada hypothalamic thermoregulation yang
5
akan menyebabkan demam.
1) Tahapan pertama terjadi dalan 24 jam dan ditandai dengan alveolar edema
dan vascular congestion
2) Tahapan kedua: disebut juga dengan heaptisasi merah, ditandai dengan
adanya neutrophil, sel darah merah, sel epitel deskuamosa, dan endapan
fibrin
3) Tahapan ketiga: disebut juga hepatisasi abu, terjadi setelah 2-3 hari
kemudian, paru-paru tampak gelap, karena terdapat akumulasi dari
hemosiderin dan hemolisis dari eritrosit
4) Tahapan keempat: disebut sebagai tahapan resolusi, ditandai dengan
pengurangan jumlah endapan fibrin dan perbaikan gambaran paru
1.6.Manifestasi Klinis
7
Gejala yang dapat ditemukan pada pneumonia antara lain:
1) Demam
2) Batuk dengan napas cepat
3) Crackles (ronkhi) pada auskultasi
4) Kepala terangguk-angguk
5) Penapasan cuping hidung
6) Retraksi dinding dada
7) Merintih (grunting)
8) Sianosis
a. Pneumonia Ringan
Batuk atau kesulitan bernapas, dengan frekuensi napas cepat:
- Anak umur 2 bulan-11 bulan: ≥50x/menit
- Anak umur 1 tahun-5 tahun: ≥40x/menit
b. Pnemumonia Berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut:
- Kepala terangguk-angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Retraksi dinding dada
- Foto dada menunjukan gambaran pneumonia
Selain itu bisa didapatkan juga tanda berikut:
1) Napas cepat:
1.7. Diagnosis
Diagnosis pneumonia memerlukan bukti pemeriksaan historis atau fisik
dari proses infeksi akut dengan tanda atau gejala gangguan pernapasan atau bukti
radiologis dari infiltrat paru akut. Pendekatan diagnostik sampai batas tertentu
tergantung pada pengaturan (rawat inap atau rawat jalan), tingkat keparahan
penyakit dan usia pasien. Dalam pengaturan klinis yang sesuai, diagnosis dapat
dibuat tanpa radiografi. Pada anak-anak dengan Community Acquired Pneumonia
berat, diagnosis harus dipastikan dengan rontgen dada dan dilakukan proses
investigasi lengkap. Secara umum, diagnosis etiologi harus dicari pada anak-anak
yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan mereka yang gagal untuk
8
merespon pengobatan awal.
Untuk mendiagnosis bronkopneumonia, dokter mengambil riwayat dari
pengasuhnya kemudian melakukan pemeriksaan fisik pada anak tersebut. Jika
dokter mencurigai bronkopneumonia, satu atau lebih dari tes berikut mungkin
diperintahkan untuk mengkonfirmasi diagnosis, dan menentukan jenis serta
3
tingkat keparahan kondisi :
a. Radiografi dada
Tes pencitraan ini memungkinkan dokter untuk memeriksa gambar paru-
3
paru untuk mencari tanda-tanda infeksi. Rontgen dada tidak boleh dianggap
sebagai tes rutin pada anak-anak dengan Community Acquired Pneumonia ringan.
Anak-anak yang cukup sehat untuk keluar dari DE dengan tanda klinis pneumonia
yang jelas tidak memerlukan rontgen dada untuk memastikan diagnosis. Namun
kebanyakan anak-anak yang membutuhkan perawatan di rumah sakit akan
8
memiliki penyakit sedang sampai berat dan akan membutuhkan rontgen dada.
b. Pulse Oksimetri
Tes yang digunakan untuk menghitung jumlah oksigen yang mengalir
3
melalui aliran darah. Oksimetri nadi harus dilakukan pada setiap anak yang
mengalami Community Acquired Pneumonia. Hipoksemia dianggap sebagai faktor
risiko hasil buruk pada anak-anak dengan penyakit sistemik terutama penyakit
pernapasan. Dalam studi prospektif dari Zambia, risiko kematian akibat pneumonia
meningkat secara signifikan saat hipoksemia hadir. Oksimetri nadi berkelanjutan pada
penyakit pernapasan penting untuk dipantau. Jejak dan tren yang baik
diperlukan terus menerus untuk menilai oksimetri nadi secara akurat, oleh karena
itu perlu memantau oksimetri nadi terus menerus dan bukan pemeriksaan
8
langsung "satu kali".
c. Evaluasi Laboratorium
Evaluasi laboratorium pada anak dengan Community Acquired Pneumonia
tergantung pada skenario klinis, usia, keparahan penyakit, adanya komplikasi
potensial, komorbiditas yang mendasari, dan persyaratan untuk masuk. Sebagai
aturan umum, anak-anak yang dirawat sebagai pasien rawat jalan tidak memerlukan
investigasi apapun kecuali penyakit penyerta yang signifikan. Bayi muda (yaitu
kurang dari tiga bulan) yang dicurigai pneumonia, terutama mereka yang demam dan
memiliki tanda-tanda toksisitas memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk
8
menyingkirkan penyebab infeksi lainnya, rujuk ke Pediatric Sepsis Pathway.
1.8.Tatalaksana
a. Pneumonia Ringan7
- Anak di rawat jalan
- Terapi antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.
- Tindak lanjut:
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa
kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak
memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu. Ketika anak kembali,
jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu
makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
b. Pneumonia Berat7
- Anak dirawat di rumah sakit
- Terapi antibiotik: Ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam
pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan selama
5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit
dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5
hari berikutnya.
- Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat
keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau
memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis,
distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25
mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
- Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen
dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin.
- Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV
sekali sehari).
- Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan
buat foto dada.
- Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk
pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5
mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV
setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian).
Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin)
secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3
minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
c. Terapi Oksigen
- Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat.
- Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila
tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen
setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila
saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak
berguna.
- Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk
menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker
kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-
menerus setiap waktu.
- Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas >
70/menit) tidak ditemukan lagi.
- Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter
atau prong tidak tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang
benar serta memastikan semua sambungan baik. Sumber oksigen
utama adalah silinder. Penting untuk memastikan bahwa semua alat
diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta staf
diberitahu tentang penggunaannya secara benar.
d. Perawatan Penunjang
1.9. Prognosis
Bagi kebanyakan anak, prognosisnya bagus. Pneumonia virus cenderung
sembuh tanpa pengobatan. Gejala sisa jangka panjang jarang terjadi. Namun, baik
pneumonia stafilokokus dan varicella telah melindungi hasil pada anak-anak.5
Anak-anak dengan tuberkulosis berisiko tinggi untuk berkembangnya
penyakit jika kondisi tersebut tidak diobati. Anak-anak yang mengalami gangguan
kekebalan memiliki prognosis yang paling buruk. Setiap tahun, sekitar 3 juta anak
meninggal karena pneumonia dan sebagian besar dari anak-anak ini juga memiliki
penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung bawaan, imunosupresi atau
6
penyakit paru-paru kronis prematuritas.
1.10. Pencegahan
Vaksinasi dapat mencegah beberapa bentuk bronkopneumonia. Ada dua
jenis vaksin yang diberikan untuk mencegah penyakit pneumokokus pada anak3:
1. IDAI. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
2. IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
3. CMS. 2019. Bronchopneumonia in Children. CMS Script Issue:4
4. IDAI. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Ikatan Dokter
Anak Indonesia
5. Ebeledike, C. Ahmad, T. 2020. Pediatric Pneumonia. Dapat diaskes pada:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536940/
6. Calary Guide. 2018. Pediatric Pneumonia: Pathogenesis and Clinical
Findings. Dapat diakses pada: https://calgaryguide.ucalgary.ca/pediatric-
pneumonia-pathogenesis-and-clinical-findings/
7. WHO. 2018. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
World Health Organization
8. NSW. 2018. Infants and Children - Acute Management of Bronchiolitis.
NSW Goverment Health Guideline.