Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh :
Tri Cynthia Yupa 1102014268
Gilang Anugrah 1102012097

Pembimbing :
dr. Natalina, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 21 DESEMBER 2020- 31 JANUARI 2021


PENDAHULUAN

Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang


alveolar. Bronkopneumonia adalah inflamasi paru yang terfokus pada area
bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat menyebabkan

obstruksi saluran respiratori.1

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai negara


berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di
negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang
10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian
2
pertahun pada anak balita di negara berkembang. Bronkopneumonia merupakan
penyebab kematian terbanyak pada anak berusia kurang dari 5 tahun, daan
3
merupakan 85% penyakit pernafasan pada anak usia dibawah 2 tahun. Pada bayi
yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus

aureus.4
Bagi kebanyakan anak, prognosisnya bagus. Pneumonia virus cenderung
sembuh tanpa pengobatan. Gejala sisa jangka panjang jarang terjadi. Namun, baik
5
pneumonia stafilokokus dan varicella telah melindungi hasil pada anak-anak.
BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Usia : 1 bulan 14 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Jagawarna, Sukaruhun, Bekasi
No. RM : 193722
Tanggal Masuk : 9 November 2020
Tanggal Periksa : 11 November 2020
Nama Ibu Pasien : Ny. I
Pekerjaan Ibu Pasien : Ibu Rumah Tangga

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada
tanggal 11 November 2020 di ruang Sakura RSUD Kabupaten Bekasi
pukul 10.30.
A. Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dibawa oleh
orangtuanya dengan keluhan sesak napas sepanjang hari, yang timbul secara
tiba-tiba sejak 1 hari SMRS. Riwayat tersedak disangkal. Riwayat batuk
disangkal. Keluhan disertai dengan diare dan demam. Diare dirasakan sejak 3
hari SMRS lebih dari 4 kali perhari tidak disertai dengan lendir dan darah. Ibu
pasien mengatakan bahwa mata anaknya tampak cekung, lebih haus dari
biasanya dan lebih rewel. Demam dirasakan sejak 2 hari yang lalu, demam
dirasakan sepanjang hari namun ibu tidak mengecek suhu tubuhnya.
Ibu pasien membawa pasien ke bidan dan diberikan obat
parasetamol dan obat untuk diare, dan sudah terdapat perbaikan. BAK
dalam batas normal. Pilek dan batuk disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak memiliki riwayat penyakit dahulu
D. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki keluhan yang serupa
E. Riwayat kehamilan
Pasien merupakan anak kedua. Selama hamil, ibu pasien rajin
melakukan pemeriksaan kehamilannya ke bidan sesuai jadwal yang telah
ditentukan. Selama hamil ibu pasien tidak mengalami keluhan mual dan
muntah. Obat-obatan yang dikonsumsi hanya obat penambah darah.
F. Riwayat Persalinan
Pasien lahir dari ibu yang berusia 36 tahun dengan umur kehamilan
34 minggu secara spontan dengan paraji dengan berat lahir 2500gram
namun panjang badan tidak diukur Bayi langsung menangis kuat segera
setelah lahir dan tidak ada kebiruan.
G. Riwayat Imunisasi
Pasien belum pernah diberikan imunisasi.
H. Riwayat Pertumbuhan & Perkembangan
a. Pertumbuhan
Pasien lahir dengan berat badan lahir 2500 gram, namun pasien
tidak diukur saat lahir. Saat ini, pasien berusia 1 bulan dengan berat badan
2300 gram dan panjang badan 47 cm.
b. Perkembangan

Usia Motorik Motorik halus Bicara Sosial


kasar
1 bulan Pasien belum Pasien dapat Pasien dapat Pasien dapat
dapat melirik siapa mengeluarkan menatap muka
mengangkat yang bersuara. suara
kepala
I. Riwayat Nutrisi
Dari awal kelahiran pasien diberikan susu formula, karena ASI ibu
tidak dapat keluar.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda Vital

Tekanan Darah : Pemeriksaan tidak dilakukan

Nadi : 120x/menit

Frekuensi Napas : 44x/menit

Suhu : 36,8°C

SpO2 : 95%

B. Status Gizi

Secara Antopometri

Berat Badan : 2,3 kg

Panjang Badan : 47 cm

BB / U : -3 (Berat Badan Sangat Kurang)


TB / U : -3 (Sangat Pendek)

BB / TB : -3 (Gizi Buruk)

C. Status Lokalis
1. Kepala : Normocephale
2. Mata : CA -/-, SI -/-
3. Hidung : Nafas Cuping Hidung (+), Sekret (-/-)
4. Telinga : Sekret (-/-)
5. Mulut : Kering
6. Leher : Tidak ada pembesaran KGB
7. Thorax
a. Paru
Inspeksi : Simetris kanan-kiri, Retraksi (+)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Wheezing (+/+), Ronkhi (+/+)
b. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I – BJ II Reguler, Gallop (-), Murmur (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Tidak dilakukan
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
9. Ekstremitas : Turgor kurang elastis, CRT <2, edema (-), akral
hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (9 November 2020)

Hematologi Rutin
Hasil Nilai Rujukan
Hb 10.9 9.0 – 16.6 g/dl
Hematokrit 33 30.0 – 54.0 %
Eritrosit 3.29 3/1- - 5.10 10^6/ μL
MCV 102 81 – 121 fL
MCH 33 25 – 37 pg/mL
MCHC 33 26 – 34 g/dL
Trombosit 385 150 – 450 10^3/μL
Leukosit 13.7 6.0 – 14.0 10^3/μL
Hitung Jenis
Basofil 0 0.0 – 1.0 %
Eosinofil 0 1.0 – 6.0 %
Neutrofil 55 50 – 70 %
Limfosit 35 20 – 40 %
NLR 1.57 <= 5.80
Monosit 10 2–9%
LED 44 < 15

Kimia Klinik
Hasil Nilai rujukan
Glukosa 119 80 – 170 mg/dL
Sewaktu Stik

Elektrolit
Hasil Nilai Rujukan
Natrium 148 136 – 146 mmol/L
Kalium 4.5 3.5 – 5.0 mmol/L
Klorida 122 98 – 106 mmol/L

Foto Rontgen Thorax:

Kesan: Tampak infiltrate dikedua lapang paru.

V. RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dibawa oleh orangtuanya


dengan keluhan sesak napas sepanjang hari, yang timbul secara tiba-tiba sejak 1
hari SMRS. Riwayat tersedak dan batuk sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 120x/menit, frekuensi napas
44x/menit, saturasi O2 95%. Status gizi dalam keadaan gizi kurang. Terdapat
pernapasan cuping hidung, pada pemeriksaan thoraks tampak retrakasi dinding
dada dan terdengan wheezing dan ronkhi dikedua lapang paru. Pada ekstremitas
turgor kulit tampak kurang elastis.

Pada pemeriksaan penunjang Lab. Darah didapatkan hipernatremi (148


mmol/L), hiperklorid (122 mmol/L), dan peningkatan LED (44). Pada rontgen
thorax tampak infiltrat dikedua lapang paru.

V. DAFTAR MASALAH

Anak perempuan usia 1 bulan dengan masalah:

Sesak Napas

Gizi Buruk

VI. DIAGNOSIS BANDING

Bronkiolitis

VII. DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumonia

Gizi Buruk

Diare Akut Perbaikan

VIII. PENATALAKSANAAN
a. Non-medikamentosa -
Nasal Canul O2 ½ lpm
- IVFD Kaen 3A 250cc/hari -
Pemasangan NGT
- Kebutuhan nutrisi 460cc/hari (Diit: Susu 8 x 60ml/ hari)
b. Medikamentosa
- Bactesin 2x100mg IV
- Gentamisin 2x5mg IV
- Zinc syrup 1x2,5 ml PO
- Leprolac 1x1 sac PO

IX. EDUKASI
- Menjelaskan kepada orangtua pasien untuk melakukan imunisasi Hepatitis
B, Polio, dan BCG saat kondisi anak sudah membaik
- Memberikan edukasi kepada orangtua pasien mengenai asupan gizi pasien
dan memberitahukan untuk tetap mengontrol pertumbuhan dan perkembangan
anak.

X. PROGNOSIS

Ad vitam : Ad bonam

Ad sanactionam : Ad bonam

Ad fungsionam : Ad bonam
FOLLOW UP

Kamis, 12 November 2020

Keterangan
S Ibu pasien mengatakan sesak sudah berkurang, dan ada batuk
sesekali
O Kesadaran : Composmentis
HR : 140x/menit
RR : 40x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,5°C
Hidung : Terpasang nasal canul O2 ½ lpm
Mulut : Terpasang selang NGT
Thoraks :
Pulmo : wheezing +/+, ronkhi +/+
Ekstremitas : turgor kurang elastis
A Bronkopneumonia
Gizi Buruk
Diare Akut Perbaikan
P Medikamentosa :
- Kaen 3A 250cc/24 jam
- Bactesin 2x100mg IV
- Gentamisin 2x5mg IV
- Zink Syrup 2,5ml PO
- Leprolac sac 1x

- Pemberian susu 8x60cc


Jumat, 13 November 2020

Keterangan
S Ibu pasien mengatakan sesak dan batuk sudah berkurang
O Kesadaran : Composmentis

RR : 35x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,7°C
Hidung : Terpasang nasal canul O2 ½ lpm
Mulut : Terpasang selang NGT
Thoraks :
Pulmo ; wheezing +/+, ronkhi +/+
Ekstremitas : turgor kurang elastis
A Bronkopneumonia
Gizi Buruk
P Medikamentosa :
- Kaen 3A 250cc/24 jam
- Bactesin 2x100mg IV
- Gentamisin 2x5mg IV
- Zink Syrup 2,5ml PO
- Leprolac sac 1x

- Pemberian susu 8x60cc


Sabtu, 14 November 2020
Keterangan
S Ibu pasien mengatakan sesak berkurang dan batuk sudah
tidak ada
O Kesadaran : Composmentis

RR : 35x/menit
SpO2 : 97%
Suhu : 36,5°C
Hidung : Terpasang nasal canul O2 ½ lpm
Mulut : Terpasang selang NGT
Thoraks :
Pulmo ; wheezing +/+, ronkhi+/+
Ekstremitas : turgor kurang elastis
A Bronkopneumonia
Gizi Buruk
P Medikamentosa :
- Kaen 3A 250cc/24 jam
- Bactesin 2x100mg IV
- Gentamisin 2x5mg IV
- Zink Syrup 2,5ml PO
- Leprolac sac 1x

- Pemberian susu 8x60cc


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1.Definisi
Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang
alveolar. Bronkopneumonia adalah inflamasi paru yang terfokus pada area
bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat menyebabkan
obstruksi saluran respiratori dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobus
yang berdekatan.1 yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda asing.
1.2.Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai negara
berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di
negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang
10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian
2
pertahun pada anak balita di negara berkembang. Bronkopneumonia merupakan
penyebab kematian terbanyak pada anak berusia kurang dari 5 tahun, daan

merupakan 85% penyakit pernafasan pada anak usia dibawah 2 tahun.3


1.3.Etiologi
Etiologi pneumonia pada neonates dan bayi kecil meliputi Streptococcus
grup B dan bakteri Gram negative seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau
Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering
disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe
B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja

selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.4


Gambar 1. Tabel etiologi pneumonia pada anak4

1.4.Klasifikasi
a. Berdasakarkan tempat terpaparnya infeksi, dikenal dua bentuk
pneumonia:4
1) Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia)
2) Pneumonia-RS atau pneumonia nosocomial (hospital-acquired
pneumonia)
b. Berdasarkan tempat terjadinya infeksi:1
1) Pneumonia lobaris merupakan pneumonia yang terlokalisir pada
satu atau lebih lobus paru
2) Bronkopneumonia merupakan inflamasi paru yang terfokus pada
area bronkiolus
3) Pneumonitis interstitial yaitu mengacu pada proses inflamasi pada
interstitium yang terdiri dari dinding alveolus, dan ductus alveolar
serta bronkiolus
1.5.Patofisiologi
Patogen penyebab pneumonia masuk ke paru melalui saluran pernafasan.
Sehingga menyebabkan edema yang yang mempermudah proliferasi dan penyebaran
4
kuman ke jaringan sekitarnya. Akumulasi dari eksudat plasma, fibrin, dan serous
fluid akan menyebabkan iritasi pada pernafasan dan menimbulkan respon pertahanan
dari dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan terjadinya batuk dan ronkhi, apabila
cairan mengendap diantara alveolus akan didapatkan gambaran interstitial opacity
pada rontgen thoraks dan apabila cairan mengendap di alveolus akan didapatkan
gambaran konsolidasi lobus pada rontgen thoraks. Selanjutnya akan terjadi oenurunan
efisiensi pertukaran gas yang menyebabkan hipoksemia, selain itu juga akibat dari
penyebaran kuman akan menimbulkan respon sistem inflamasi yang akan melepaskan
sitokin (seperti TNF, IL-1) yang akan meningkatkan pola pernafasan sehingga terjadi
takipnea, dan menyebabkan gangguan pada hypothalamic thermoregulation yang
5
akan menyebabkan demam.

Terdapat 4 tahapan pada pneumonia:6

1) Tahapan pertama terjadi dalan 24 jam dan ditandai dengan alveolar edema
dan vascular congestion
2) Tahapan kedua: disebut juga dengan heaptisasi merah, ditandai dengan
adanya neutrophil, sel darah merah, sel epitel deskuamosa, dan endapan
fibrin
3) Tahapan ketiga: disebut juga hepatisasi abu, terjadi setelah 2-3 hari
kemudian, paru-paru tampak gelap, karena terdapat akumulasi dari
hemosiderin dan hemolisis dari eritrosit
4) Tahapan keempat: disebut sebagai tahapan resolusi, ditandai dengan
pengurangan jumlah endapan fibrin dan perbaikan gambaran paru

1.6.Manifestasi Klinis
7
Gejala yang dapat ditemukan pada pneumonia antara lain:

1) Demam
2) Batuk dengan napas cepat
3) Crackles (ronkhi) pada auskultasi
4) Kepala terangguk-angguk
5) Penapasan cuping hidung
6) Retraksi dinding dada
7) Merintih (grunting)
8) Sianosis

Gejala pneumonia dapat dibagi menjadi yaitu:

a. Pneumonia Ringan
Batuk atau kesulitan bernapas, dengan frekuensi napas cepat:
- Anak umur 2 bulan-11 bulan: ≥50x/menit
- Anak umur 1 tahun-5 tahun: ≥40x/menit
b. Pnemumonia Berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut:
- Kepala terangguk-angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Retraksi dinding dada
- Foto dada menunjukan gambaran pneumonia
Selain itu bisa didapatkan juga tanda berikut:

1) Napas cepat:

- Anak umur < 2 bulan: ≥60x/menit


- Anak umur 2-11 bulan: ≥50x/menit
- Anak umur 1-5 tahun: ≥40x/menit
- Anak umur ≥5 tahun: ≥30x.menit

2) Suara merintih (grunting) pada bayi muda


3) Pada auskultasi terdengar:
- Crackles (ronkhi)
- Suara pernapasan menurun
- Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai:
1) Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
2) Kejang, letargis atau tidak sadar
3) Sianosis
4) Distres pernapasan berat.
Klasifikasi manifestasi pneumonia berdasarkan
WHO:2 a. Bayi kurang dari 2 bulan
- Pneumonia Berat: Napas cepat atau retraksi yang berat
- Pneumonia Sangat Berat: Tidak mau minum, kejang, letargis, demam,
pernapasan irregular
b. Anak umur 2 bulan-5tahun:
- Pneumonia Ringan: Napas cepat
- Pneumonia Berat: Retraksi
- Pneumonia Sangat Berat: Tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,
malnutrisi

1.7. Diagnosis
Diagnosis pneumonia memerlukan bukti pemeriksaan historis atau fisik
dari proses infeksi akut dengan tanda atau gejala gangguan pernapasan atau bukti
radiologis dari infiltrat paru akut. Pendekatan diagnostik sampai batas tertentu
tergantung pada pengaturan (rawat inap atau rawat jalan), tingkat keparahan
penyakit dan usia pasien. Dalam pengaturan klinis yang sesuai, diagnosis dapat
dibuat tanpa radiografi. Pada anak-anak dengan Community Acquired Pneumonia
berat, diagnosis harus dipastikan dengan rontgen dada dan dilakukan proses
investigasi lengkap. Secara umum, diagnosis etiologi harus dicari pada anak-anak
yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan mereka yang gagal untuk
8
merespon pengobatan awal.
Untuk mendiagnosis bronkopneumonia, dokter mengambil riwayat dari
pengasuhnya kemudian melakukan pemeriksaan fisik pada anak tersebut. Jika
dokter mencurigai bronkopneumonia, satu atau lebih dari tes berikut mungkin
diperintahkan untuk mengkonfirmasi diagnosis, dan menentukan jenis serta
3
tingkat keparahan kondisi :
a. Radiografi dada
Tes pencitraan ini memungkinkan dokter untuk memeriksa gambar paru-
3
paru untuk mencari tanda-tanda infeksi. Rontgen dada tidak boleh dianggap
sebagai tes rutin pada anak-anak dengan Community Acquired Pneumonia ringan.
Anak-anak yang cukup sehat untuk keluar dari DE dengan tanda klinis pneumonia
yang jelas tidak memerlukan rontgen dada untuk memastikan diagnosis. Namun
kebanyakan anak-anak yang membutuhkan perawatan di rumah sakit akan
8
memiliki penyakit sedang sampai berat dan akan membutuhkan rontgen dada.

Direkomendasikan agar dilakukan rontgen dada jika8:

- Pneumonia tergolong sedang sampai berat


- Temuan klinis tidak jelas
- Pengecualian penjelasan alternatif untuk gangguan pernapasan (benda
asing, gagal jantung)
- Diduga ada komplikasi seperti efusi pleura
- Pneumonia berkepanjangan atau tidak responsif terhadap antimikroba
- Di lingkungan pedesaan di mana akses ke diagnosa setelah jam kerja
dibatasi, atau keputusan tentang peningkatan perawatan perlu dibuat
lebih awal.
Ada sejumlah hal penting yang perlu dipertimbangkan ketika memutuskan
apakah akan melakukan rontgen dada dalam konteks Community Acquired
Pneumonia 8:
- Temuan radiologis merupakan indikator yang buruk untuk diagnosis
etiologi
- Temuan konsolidasi segmental cukup spesifik untuk pneumonia bakterial
tetapi kurang sensitif. Konsolidasi paru pada anak kecil kadang tampak
seperti bola (pneumonia bulat). Mereka cenderung lebih besar dari 3cm,
soliter, terletak di posterior dan sebagian besar disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae. Mereka biasanya merespons terapi
antimikroba yang sesuai.
- Namun jika lesi gagal sembuh, rujukan ke layanan pernafasan pediatrik
harus dilakukan untuk pertimbangan diagnosis alternatif. Diagnosis
7
alternatif mungkin termasuk salah satu dari yang berikut :
a) Malformasi kongenital paru-paru dan saluran udara (misalnya
sekuestrasi paru, kista bronkogenik, malformasi saluran napas paru
kongenital [CPAM])
b) Tumor toraks (misalnya karsinoid bronkial, karsinoma bronkogenik,
blastoma pleuropulmoner, tumor Wilms metastatik)
c) Massa mediastinal (tumor neurogenik, limfoma, pembesaran kelenjar
getah bening dengan tuberkulosis)
d) Kondisi predisposisi (misalnya inhalasi benda asing, aspirasi,
defisiensi imun)
e) Penemuan pneumatoceles atau efusi yang besar mendukung etiologi
bakteri.
Perubahan rontgen dada mungkin tertinggal dari temuan klinis dan USG.
Ultrasonografi sederhana, bebas radiasi, dan sama baiknya dengan rontgen dada
dalam mengidentifikasi perubahan pleuropulmoner pada anak-anak dengan
dugaan pneumonia. Tampilan yang direkomendasikan tergantung pada usia anak.
Pada anak-anak yang lebih tua dari empat tahun, pandangan dada tegak posterior
depan biasanya diperoleh untuk meminimalkan bayangan jantung. Pada anak-anak
yang lebih kecil, posisi tersebut tidak mempengaruhi bayangan kardiotoraks, dan
tampilan terlentang anterioposterior lebih disukai. Rontgen dada lateral sebaiknya
8
tidak dilakukan secara rutin.

b. Pulse Oksimetri
Tes yang digunakan untuk menghitung jumlah oksigen yang mengalir
3
melalui aliran darah. Oksimetri nadi harus dilakukan pada setiap anak yang
mengalami Community Acquired Pneumonia. Hipoksemia dianggap sebagai faktor
risiko hasil buruk pada anak-anak dengan penyakit sistemik terutama penyakit
pernapasan. Dalam studi prospektif dari Zambia, risiko kematian akibat pneumonia
meningkat secara signifikan saat hipoksemia hadir. Oksimetri nadi berkelanjutan pada
penyakit pernapasan penting untuk dipantau. Jejak dan tren yang baik
diperlukan terus menerus untuk menilai oksimetri nadi secara akurat, oleh karena
itu perlu memantau oksimetri nadi terus menerus dan bukan pemeriksaan
8
langsung "satu kali".
c. Evaluasi Laboratorium
Evaluasi laboratorium pada anak dengan Community Acquired Pneumonia
tergantung pada skenario klinis, usia, keparahan penyakit, adanya komplikasi
potensial, komorbiditas yang mendasari, dan persyaratan untuk masuk. Sebagai
aturan umum, anak-anak yang dirawat sebagai pasien rawat jalan tidak memerlukan
investigasi apapun kecuali penyakit penyerta yang signifikan. Bayi muda (yaitu
kurang dari tiga bulan) yang dicurigai pneumonia, terutama mereka yang demam dan
memiliki tanda-tanda toksisitas memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk
8
menyingkirkan penyebab infeksi lainnya, rujuk ke Pediatric Sepsis Pathway.

Selain itu, pemeriksaan labrotarium darah juga membantu mendeteksi


tanda-tanda infeksi, seperti jumlah sel darah putih yang tidak normal. Ini
membantu menentukan tingkat keparahan infeksi dan apakah bakteri, virus, atau
jamur kemungkinan penyebabnya.3 Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan
8
labrotarorium antara lain :
- Neutrofilia - dapat terjadi pada bakteri atau pada beberapa infeksi virus
akut
- Leukopenia - dapat terjadi dengan infeksi virus atau sepsis berat atau
demam Q (Coxiella burnetti)
- Limfositosis - berhubungan dengan Bordetella pertusis.
Ringan Moderat Berat
Tidak perlu, kecuali Pada anak-anak dengan Harus dilakukan
komorbiditas yang penyakit sedang, ini dapat pada semua anak
signifikan seperti dipertimbangkan karena yang dirawat
(imunodefisiensi) dapat memberikan dengan CAP parah.
informasi yang berguna
dalam hubungannya
dengan presentasi klinis
untuk memungkinkan
keputusan dibuat mengenai
persyaratan untuk masuk
ke rumah sakit. Jumlah sel
darah putih lebih dari
15.000 per mikroliter
menunjukkan penyakit
bakterial; eosinofilia dapat
ditemukan pada anak-anak
yang terinfeksi Chlamydia
trachomatis.

d. Pewarnaan Gram dan Kultur Sputum


Tes laboratorium yang dapat mendeteksi infeksi dari lendir yang batuk
3
seseorang, juga dapat menentukan organisme / kuman penyebab kondisi tersebut.
Pewarnaan Gram dari spesimen sputum yang baik (adanya leukosit, tidak adanya
sel epitel skuamosa) memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang wajar untuk
deteksi dugaan Streptococcus pneumoniae. Namun, spesimen yang baik seringkali
sulit diperoleh pada anak-anak.8
e. Bronkoskopi.
Melibatkan memasukkan tabung tipis dengan cahaya dan kamera melalui
mulut seseorang, ke tenggorokan, dan ke paru-paru. Prosedur ini memungkinkan
dokter untuk melihat ke dalam paru-paru. Tes ini terkadang digunakan untuk
3
penyelidikan lebih lanjut.

1.8.Tatalaksana

a. Pneumonia Ringan7
- Anak di rawat jalan
- Terapi antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.
- Tindak lanjut:
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa
kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak
memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu. Ketika anak kembali,
jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu
makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
b. Pneumonia Berat7
- Anak dirawat di rumah sakit
- Terapi antibiotik: Ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam
pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan selama
5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit
dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5
hari berikutnya.
- Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat
keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau
memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis,
distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25
mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
- Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen
dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin.
- Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV
sekali sehari).
- Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan
buat foto dada.
- Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk
pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5
mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV
setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian).
Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin)
secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3
minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
c. Terapi Oksigen
- Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat.
- Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila
tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen
setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila
saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak
berguna.
- Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk
menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker
kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-
menerus setiap waktu.
- Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas >
70/menit) tidak ditemukan lagi.
- Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter
atau prong tidak tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang
benar serta memastikan semua sambungan baik. Sumber oksigen
utama adalah silinder. Penting untuk memastikan bahwa semua alat
diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta staf
diberitahu tentang penggunaannya secara benar.
d. Perawatan Penunjang

- Bila anak disertai demam (> 390 C) yang tampaknya menyebabkan


distres, beri parasetamol.
- Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat.
- Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan
oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.
- Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur
anak, tetapi hati-hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.
- Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak bisa minum,
pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah
sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan
menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena
akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan
bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang
hidung yang sama.
- Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan.
Beri makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan
anak dalam menerimanya.
e. Pemantauan
Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh
dokter minimal 1 kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan
tampak perbaikan klinis (bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada,
bebas demam dan anak dapat makan dan minum).
3
Pengobatan dan penatalaksanaan bronkopneumonia
a. Keputusan pengobatan didasarkan pada penyebab infeksi, usia dan status
klinis pasien.
b. Antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati pneumonia bakterial.
Penting untuk menyelesaikan antibiotik dengan dosis yang tepat untuk
membersihkan infeksi sepenuhnya dan mencegahnya kembali.
c. Obat batuk bisa digunakan untuk mengurangi batuk.
d. Obat untuk menurunkan demam dan nyeri mungkin diresepkan untuk
menurunkan demam dan meredakan ketidaknyamanan dan nyeri.
e. Bentuk bronkopneumonia ringan dapat diobati di rumah dengan
menggunakan kombinasi istirahat dan pengobatan. Namun, kasus
bronkopneumonia yang lebih parah memerlukan perawatan di rumah sakit.
f. Penting untuk mengikuti rekomendasi diet; makanan harus bergizi dan
diperkaya dengan vitamin. Bayi di bawah 6 bulan harus diberi ASI atau
susu formula.
g. Antibiotik tidak efektif untuk infeksi virus. Untuk bronkopneumonia virus,
dokter mungkin meresepkan obat antivirus. Terapi dapat diarahkan untuk
mengobati gejala. Bronkopneumonia karena virus biasanya hilang dalam 1
hingga 3 minggu.
h. Untuk pasien dengan bronkopneumonia jamur, dokter mungkin
meresepkan obat antijamur.
i. Penting untuk mengikuti petunjuk dokter dengan cermat dan menyelesaikan
pengobatan lengkap.
3
Saat pulih dari bronkopneumonia, penting bagi pasien untuk :

a. Beristirahat yang banyak


b. Minum banyak cairan untuk membantu mengencerkan lendir di dada dan
mengurangi rasa tidak nyaman saat batuk, hal ini juga akan mencegah
dehidrasi pada anak.
c. Minum semua obat, sesuai resep dokter.
d. Batasi kontak sosial dengan orang lain seperti di sekolah.

1.9. Prognosis
Bagi kebanyakan anak, prognosisnya bagus. Pneumonia virus cenderung
sembuh tanpa pengobatan. Gejala sisa jangka panjang jarang terjadi. Namun, baik
pneumonia stafilokokus dan varicella telah melindungi hasil pada anak-anak.5
Anak-anak dengan tuberkulosis berisiko tinggi untuk berkembangnya
penyakit jika kondisi tersebut tidak diobati. Anak-anak yang mengalami gangguan
kekebalan memiliki prognosis yang paling buruk. Setiap tahun, sekitar 3 juta anak
meninggal karena pneumonia dan sebagian besar dari anak-anak ini juga memiliki
penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung bawaan, imunosupresi atau
6
penyakit paru-paru kronis prematuritas.

1.10. Pencegahan
Vaksinasi dapat mencegah beberapa bentuk bronkopneumonia. Ada dua

jenis vaksin yang diberikan untuk mencegah penyakit pneumokokus pada anak3:

• Vaksin konjugasi pneumokokus (PCV13)


Vaksinasi ini dianjurkan untuk semua anak di bawah usia 2 tahun. Ini
dimasukkan sebagai bagian dari imunisasi rutin bayi.
• Vaksin polisakarida pneumokokus (PPSV23)
Vaksin ini direkomendasikan untuk anak-anak di atas usia 2 tahun yang
berisiko terkena penyakit pneumokokus yang serius.

Selain vaksinasi untuk melawan pneumonia, tindakan berikut juga disarankan:

• Mendapatkan vaksinasi penyakit yang dapat menyebabkan pneumonia,


seperti flu, campak, cacar air, vaksin Haemophilus influenza tipe B (Hib),
atau pertusis.
• Bicaralah dengan dokter Anda tentang cara mencegah pneumonia dan
infeksi lain ketika Anda atau seseorang yang Anda kenal menderita kanker
atau human immunodeficiency virus (HIV).
• Cuci tangan secara teratur untuk menghindari kuman.
• Memahami dan mengenali gejala pneumonia.
• Menjaga daya tahan tubuh agar tetap kuat dengan mendapatkan yang
cukup tidur, berolahraga dan makan sehat.
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
2. IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
3. CMS. 2019. Bronchopneumonia in Children. CMS Script Issue:4
4. IDAI. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Ikatan Dokter
Anak Indonesia
5. Ebeledike, C. Ahmad, T. 2020. Pediatric Pneumonia. Dapat diaskes pada:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536940/
6. Calary Guide. 2018. Pediatric Pneumonia: Pathogenesis and Clinical
Findings. Dapat diakses pada: https://calgaryguide.ucalgary.ca/pediatric-
pneumonia-pathogenesis-and-clinical-findings/
7. WHO. 2018. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
World Health Organization
8. NSW. 2018. Infants and Children - Acute Management of Bronchiolitis.
NSW Goverment Health Guideline.

Anda mungkin juga menyukai