Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

DENGUE HEMORAGIC FEVER

Disusun oleh:

Qatrunnada Nadhifah 1102015184

Nabil Dhiya Ulhak 1102014177

Pembimbing:

dr. Ani Ariani, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 21 DESEMBER 2020 – 30 JANUARI 2021

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RSUD KABUPATEN BEKASI

1
DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Pendahuluan

Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam
berdarah dengue muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga
mengakibatkan kepanikan di masyarakat karena berisiko meyebabkan kematian
serta penyebarannya sangat cepat. Angka kejadian demam berdarah terus
meningkat dari 21.092 (tahun 2015) menjadi 25.336 orang (tahun 2016). 1
Penyakit DBD telah menjadi penyakit yang mematikan sejak tahun 2013.
Penyakit ini telah tersebar di 436 kabupaten/kota pada 33 provinsi di Indonesia.
Jumlah kematian akibat DBD tahun 2015 sebanyak 1.071 orang dengan total
penderita yang dilaporkan sebanyak 129.650 orang. Nilai Incidens Rate (IR) di
Indonesia tahun 2015 sebesar 50,75% dan Case Fatality Rate (CFR) 0,83%. Jumlah
kasus tercatat tahun 2014 sebanyak 100.347 orang dengan IR sebesar 39,80% dan
CFR sebesar 0,90%. 2

Dengue fever (DF) dan dengue haemorrhagic fever/DHF adalah penyakit


infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.Virus dengue termasuk dalam famili
Flaviviridae yang memiliki 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Dari keempat serotipe tersebut yang paling banyak ditemukan di Indonesia
adalah DEN-3. DHF tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat,dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
3

2
Definisi

Virus dengue merupakan vector-borne (Arbovirus). Infeksi virus dengue


dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe yang sama tetapi tidak ada perlindungan dengan serotipe lain. Masa
inkubasi virus dengue dalam darah nyamuk 8-12 hari.

Demam Berdarah Dengue dibedakan dari Demam Dengue berdasarkan


adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan.4

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak


ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara,
Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya
adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus
Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den 3 dan Den 4, ditularkan
ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes
aegypti dan Ae. albopictus yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.5

Epidemiologi

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik


dr. Siti Nadia Tarmizi, M. Epid mengatakan kasus Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Indonesia hingga Juli 2020 mencapai 71.633. Ia menyebut 10 provinsi
yang melaporkan jumlah kasus terbanyak ada di Jawa Barat 10.772 kasus, Bali
8.930 kasus, Jawa Timur 5.948 kasus, NTT 5.539 kasus, Lampung 5.135 kasus,
DKI Jakarta 4.227 kasus, NTB 3.796 kasus, Jawa Tengah 2.846 kasus, Yogyakarta
2.720 kasus, dan Riau 2.255 kasus. Dan jumlah kematian di seluruh Indonesia
mencapai 459 jiwa.6

3
Gambar 1. Jumlah data penderita DBD di seluruh Indonesia per Juli 2020

Etiologi
Virus dengue yaitu DENV-1, 2. 3 dan 4 yang merupakan virus RNA single-
stranded dari family Flaviviridae dan genus Flavivirus. Virus dengue merupakan
vector-borne (Arbovirus).

Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya.


Aedes aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies
lainnya seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor
sekunder dan epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes
aegypty.4

Patogenesis
- Imunopatogenesis
Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi
berbagai komponen dari respons imun atau reaksi inflamasi yang terjadi
secara terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan
virus dengue yaitu sel dendrit, monosit/makrofag, sel endotel, dan
trombosit. Akibat interaksi tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator
antara lain sitokin, peningkatan aktivasi system komplemen, serta terjadi
aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun tersebut berlebihan, akan

4
diproduksi sitokin (terutama proinflamasi), kemokin, dan mediator
inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat
tersebut akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan
berbagai bentuk tanda dan gejala infeksi virus dengue.7
- Respon imun humoral
Respon imun humoral diperankan oleh limfosit B dengan menghasilkan
antibody spesifik terhadap virus dengue. Antibody spesifik untuk virus
dengue terhadap satu serotipe tertentu juga dapat menimbulkan reaksi silang
dengan serotipe lain selama enam bulan. Antibody anti dengue yang
dibentuk umumnya berupa immunoglobulin (Ig) G dengan aktivitas yang
berbeda. Virus dengue mempunyai empat serotipe yang secara antigenic
berbeda. Infeksi virus dengue primer oleh satu serotipe tertentu dapat
menimbulkan kekebalan yang menetap untuk serotipe yang bersangkutan
(antibody homotipik). Pada saat yang bersamaan, sebagai bagian dari
kekebalan silang (cross immunity) akan dibentuk antibodi untuk serotipe
lain (antibody heterotipik). Apabila kemudian terjadi infeksi oleh serotipe
yang berbeda, maka antibody heterotipik yang bersifat non atau
subneutralisasi berikatan dengan virus atau partikel tertentu dari virus
serotipe yang baru membentuk kompleks imun. Kompleks imun akan
berikatan dengan reseptor Fcɣ yang banyak terdapat terutama pada monosit
dan makrofag, sehingga memudahkan virus menginfeksi sel. Virus
bermultiplikasi di dalam sel dan selanjutnya virus keluar dari sel, sehingga
terjadi viremia. Kompleks imun juga dapat mengaktifkan kaskade system
komplemen untuk menghasilkan C3a dan C5a yang mempunyai dampak
langsung terhadap peningkatan permeabilitas vascular.
- Respon imun selular
Respon imun selular yang berperan yaitu limfosit T (sel T). Sel T spesifik
untuk virus dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi virus dengue dan
menimbulkan respons beragam berupa proliferasi sel T, menghancurkan
(lisis) sel terinfeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin. Pada
penelitian in vitro, diketahui bahwa baik sel T CD4 maupun sel T CD8 dapat

5
menyebabkan lisis sel target yang terinfeksi dengue. Dalam menjalankan
fungsinya sel T CD4 lebih banyak sebagai penghasil sitokin dibandingkan
dengan fungsi menghancurkan sel terinfeksi virus dengue. Sebaliknya, sel
T CD8 lebih berperan untuk lisis sel target dibandingkan dengan produksi
sitokin. Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe yang berbeda,
ternyata sel T memori mempunyai aktivitas yang lebih besar terhadap
serotipe yang sebelumnya dibandingkan dengan serotipe virus yag baru.
Fenomena ini disebut sebagai original antigenic sin. Dengan demikian,
fungsi lisis terhadap virus yang baru tidak optimal, sedangkan produksi
sitokin berlebihan. Sitokin yang dihasilkan oleh sel T pada umumnya
berperan dalam memacu respon inflamasi dan meningkatkan permeabilitas
sel endotel vascular.
- Mekanisme autoimun
Di antara komponen protein virus dengue yang berperan dalam
pembentukan antibody spesifik yaitu protein F, prM dan NS1. Protein yang
paling berperan dalam mekanisme autoimun dalam patogenesis infeksi
virus dengue yaitu protein NS1. Antibody terhadap protein NS1 dengue
menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit, sehingga
menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut serta dapat memacu
respons inflamasi. Sel endotel yang diaktivasi oleh antibody terhadap
protein NS1dengue ternyata dapat mengekspresikan sitokin, kemokin, dan
molekul adhesi. Selain antibody terhadap protein NS1, ternyata antibody
terhadap prM juga dapat menyebabkan reaksi autoimun. Autoantibodi
terhadap protein prM tersebut dapat bereaksi silang dengan sel endotel.
Proses autoimun ini diduga kuat karena terdapat kesamaan atau kemiripan
antara protein NS1 dan prM dengan komponen tertentu yang terdapat pada
sel endotel dan trombosit yang disebut sebagai molecular mimicry.
Autoantibodi yang bereaksi dengan komponen dimaksud, mengakibatkan
sel yang mengandung molekul mengalami kerusakan. Akibatnya, pada
trombosit terjadi penghancuran sehingga menyebabkan trombositopenia

6
dan pada sel endotel terjadi peningkatan permeabilitas yang mengakibatkan
perembesar plasma.7
- Peran system komplemen
System komplemen diketahui ikut berperan dalam patogenesis infeksi virus
dengue. Pada pasien DBD atau SSD ditemukan penurunan kadar
komplemen, sehingga diduga bahwa aktivasi system komplemen
mempunyai peran dalam patogenesis terjadi penyakit yang berat. Kompleks
imun virus dengue dan antibody pada infeksi sekunder dapat mengaktivasi
system komplemen melalui jalur klasik. Protein NS1 dapat mengaktifkan
system komplemen secara langsung melalui jalur alternative dan apabila
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas vascular. Selain
melalui kedua jalur tersebut, ternyata aktivasi komplemen pada infeksi virus
dengue juga dapat melalui jalur mannose-binding lectin. Aktivasi
komplemen menghasilkan peptide yang mempunyai aktivitas biologic
sebagai anafilatoksin yaitu C3a dan C5a. komplemen C5a menginduksi
produksi beberapa sitokin proinflamasi (seperti TNF-α, IL-1, IL-6, dan IL-
8) dan meningkatkan ekspresi molekul adhesi baik pada neutrophil maupun
sel endotel, sehingga peran C5a dalam peningkatan permeabilitas vascular
sangat besar.7

Manifestasi Klinis7,8

Gambar 2. Manifestasi klinis infeksi virus dengue

7
1. Demam dengue
Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja dan dewasa.
Setelah melalui masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari ( rentang 3-14 hari),
timbul gejala berupa: demam, myalgia, sakit punggung dan gejala
konstitusional lain yang tidak spesifik seperti rasa lemah (malaise),
anoreksia dan gangguan rasa kecap. Demam pada umumnya timbul
mendadak, tinggi (39oC-40oC), terus menerus (pola demam kurva
kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2-7 hari. Pada hari ketiga
sakit pada umumnya suhu tubuh turun, namun masih di atas normal,
kemudian suhu naik tinggi kembali, pola ini disebut sebagai pola demam
bifasik. Demam disertai dengan myalgia, sakit punggung (karena gejala ini,
demam dengue pada masa lalu disebut sebagai breakbone fever), arthralgia,
muntah, fotofobia (mata seperti silau walau terkena cahaya dengan
intensitas rendah) dan nyeri retroorbital pada saat mata digerakkan atau
ditekan. Gejala lain dapat ditemukan berupa gangguan pencernaan (diare
atau konstipasi), nyeri perut, sakit tenggorok dan depresi.
Pada hari sakit ke-3 atau 4 ditemukan ruam makulopapular atau
rubeliformis, ruam ini segera berkurang sehingga sering luput dari perhatian
orang tua. Pada masa penyembuhan timbul ruam di kaki dan tangan berupa
ruam makulopapular dan petekie disleingi bercak-bercak putih (white
islands in the sea of red), dapat disertai rasa gatal yang disebut sebagai ruam
konvalesens. Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa
uji tourniquet yang positif (≥ 10 petekie dalam area 2,8 x 2,8 cm) atau
beberapa petekie spontan. Pada beberapa kasus demam dengue dapat terjadi
perdarahan massif.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit yang normal,
namun pada beberapa kasus ditemukan leukositosis pada awal demam,
namun kemudian terjadi leukopenia dengan jumlah PMN yang turun, dan
ini berlangsung selama fase demam. Jumlah trombosit dapat normal atau
menurun (100.000-150.000/mm3), jarang ditemukan jumlah trombosit
kurang dari 50,000/mm3. Peningkatan nilai hematokrit sampai 10%

8
mungkin ditemukan akibat dehidrasi karena demam tinggi, muntah, atau
karena asupan cairan yang kurang.
2. Demam berdarah dengue
Manifestasi klinis DBD dimulai dengan demam yang tinggi, mendadak,
kontinua, kadang bifasik, berlangsung antara 2-7 hari. Demam disertai
dengan gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti muka
kemerahan (facial flushing), anoreksia, myalgia dan arthralgia. Gejala lain
dapat berupa nyeri epigastric, mual, muntah, nyeri di daerah subcostal kanan
atau nyeri abdomen difus, kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan
konjungtiva yang kemerahan (pharyngeal injection dan ciliary injection)
dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik. Demam dapat mencapai suhu
40oC dan dapat disertai kejang demam.
Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet yang positif, petekie
spontan yang dapat ditemukan di daerah ekstremitas, aksila, muka dan
palatum mole. Epistaksis dan perdarahan gusi dapat ditemukan, kadang
disertai dengan perdarahan ringan saluran cerna, hematuria lebih jarang
ditemukan. Perdarahan berat dapat ditemukan.
Ruam makulopapular atau rubeliformis dapat ditemukan pada fase awal
sakit, namun berlangsung singkat sehingga sering luput dari pengamatan
orang tua. Ruam konvalesens seperti pada demam dengue, dapat ditemukan
pada masa penyembuhan. Hepatomegaly ditemukan sejak fase demam,
dengan pembesaran yang bervariasi antara 2-4 cm bawah arkus kosta.
Hepatomegaly tidak disertai dengan icterus dan tidak berhubungan dengan
derajat penyakit, namun hepatomegaly lebih sering ditemukan pada DBD
dengan syok (sindrom syok dengue/SSD).
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi
pleura, apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites.
Pemeriksaan rontgen foto dada posisi lateral decubitus kanan, efusi pleura
terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan yang sering dijumpai.
Derajat luasnya efusi pleura seiring dengan beratnya penyakit. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat dipakai untuk menentukan asites dan efusi pleura.

9
Penebalan dinding kandung empedu (gall blader wall thickening)
mendahului manifestasi klinis kebocoran plasma lain. Peningkatan nilai
hematokrit (≥20% dari data dasar) dan penurunan kadar protein plasma
terutama albumin serum (>0,5 g/dL dari data dasar) merupakan tanda
indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan
berkurangnya volume intravascular yang akan menyebabkan syok
hipovolemi yang dikenal sebagai sindrom syok dengue (SSD) yang
memperburuk prognosis.
Perjalanan penyakit demam berdarah dengue
a) Fase demam
Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan
menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu
tubuh menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat
disertai berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini
merupakan gangguan ringan system sirkulasi akibat kebocoran plasma yang
tidak berat. Pada kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang
bermakna sehingga akan menimbulkan hipovolemi dan bila berat
menimbulkan syok dengan mortalitas yang tinggi.
b) Fase kritis (fase syok)
Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence), pada
saat ini terjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok
hipovolemi. Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya
syok yaitu dengan mengenal tanda dan gejal yang mendahului syok
(warning signs). Warning signs umunya terjadi menjelang akhir fase
demam, yaitu antara hari sakit ke 3-7. Muntah terus menerus dan nyeri perut
hebat merupakan petunjuk awal perembesan plasma dan bertambah hebat
saat pasien masuk ke keadaan syok. Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada
umumnya tetap sadar. Gejala tersebut dapat menetap walaupun sudah
terjadi syok. Kelemahan, pusing atau hipotensi postural dapat terjadi selama
syok. Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan di tempat pengambilan
darah merupakan manifestasi perdarahan penting. Hepatomegali dan nyeri

10
perut sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan
progresif menjadi di bawah 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematokrit di
atas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan pada
umumnya didahului oleh leukopenia (≥5000 sel/mm3).
Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda paling
awal yang sensitive dalam mendeteksi pembesaran plasma yang pada
umumnya berlangsung selama 24-48 jam. Peningkatan hematokrit
mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu,
pengukuran hematokrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat
berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan volume
intravascular bertambah, sehingga penggantian cairan yang adekuat dapat
mencegah syok hipovolemi.
Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi), namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien
akan jatuh ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif
dan profound shock yang menyebabkan asidosis metabolic, gangguan organ
progresif dan koagulasi intravascular diseminata. Perdarahan hebat yang
terjadi menyebabkan penurunan hematokrit, dan jumlah leukosit yang
semula leukopenia dapat meningkat sebagai respons stress pada pasien
dengan perdarahan hebat. Beberapa pasien masuk ke fase kritis perembesan
plasma dan kemudian mengalami syok sebelum demam turun, pada pasien
tersebut peningkatan hematokrit serta trombositopenia terjadi sangat cepat.
Selain itu, pada pasien DBD baik yang disertai syok atau tidak dapat terjadi
keterlibatan organ misalnya hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan/atau
perdarahan hebat, yang dikenal sebagai Expanded dengue syndrome.
c) Fase konvalesens (fase penyembuhan)
Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48 jam,
terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang
intravascular yang berlangsung secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya.
Keadaan umum dan nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal mereda,
status hemodinamik stabil, dan diuresis menyusul kemudian. Pada beberapa

11
pasien dapat ditemukan ruam konvalesens, beberapa kasus lain dapat
disertai pruritus umum. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi pada
umumnya terjadi pada tahap ini. Hematokrit kembali stabil atau mungkin
lebih rendah karena efek dilusi cairan yang direabsorbsi. Jumlah leukosit
mulai meningkat segera setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi
pemulihan jumlah trombosit umunya lebih lambat. Gangguan pernafasan
akibat efusi pleura masif dan ascites, edema paru atau gagal jantung
kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase pemulihan jika cairan
intravena diberikan berlebihan.

Gambar 3. Perjalan penyakit infeksi dengue

Sindrom syok dengue

Sindrom syok dengue (SSD) merupakan syok hipovolemik yang terjadi


pada DBD, yang diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai
perembesan plasma. Syok dengue pada umumnya terjadi di sekitar penurunan suhu
tubuh (fase kritis), yaitu pada hari sakit ke 4-5 (rentang hari ke 3-7), dan sering kali
didahului oleh tanda bahaya (warning signs). Pasien yang tidak mendapat terapi
cairan intravena yang adekuat akan segera mengalami syok.

12
Diagnosis

- Anamnesis 4,,7,8,9
o Demam merupakan tanda utama, terjadinya mendadak tinggi
selama 2-7 hari, disertai lesu, tidak mau makan dan muntah.
o Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri
perut.
o Diare kadang-kadang dapat ditemukan
o Pendarahan paling sering dijumpai adalah pendarah kulit dan
mimisan
- Pemeriksaan Fisik
o Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus
(kontinua)
o Manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena,
maupun uji tourniquet positif
o Nyeri kepala, myalgia, artralgia, nyeri retroorbital
o Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di
sekitar rumah
o Hepatomegaly

Tanda bahaya (warning signs)

Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok


pada penderita DBD.

- Klinis
Demam turun tetapi keadaan anak memburuk, nyeri perut dan nyeri tekan
abdomen, muntah yang menetap, letargi, gelisah, perdarahan mukos,
pembesaran hati, akumulasi cairan dan oliguria
- Laboratorium
o Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat
jumlah trombosit

13
o Hematokrit awal tinggi

Demam berdarah dengue dengan syok terkompensasi


Ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi maupun
dekompensasi

o Takikardia
o Takipnea
o Tekanan nadi (perbedaan antara sistolik dan diatolik) < 20 mmHg
o Waktu pengisian kapiler (capillary refill time/CRT)> 2 detik
o Kulit dingin
o Produksi urin (urine output) menurun, < 1 ml/kgBB/jam
o Anak gelisah

Demam berdarah dengue dengan syok dekompensasi

o Ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi


maupun dekompensasi
o Takikardia
o Hipotensi (sistolik dan diatolik turun)
o Nadi cepat dan kecil
o Pernapasan Kusmaull atau hiperpne
o Sianosis
o Kulit lembab dan dingin
o Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

Expanded dengue syndrome

Memenuhi kriteria DD atau DBD baik disertai syok maupun tidak, dengan
manifestasi klinis komplikasi infeksi virus dengue atau dengan manifestasi klinis
yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala: kelebihan cairan, gangguan elektrolit,
ensefalopati, ensefalitis, perdarahan hebat, gagal ginjal akut, Haemolytic uremic
syndrome (HUS), gangguan jantung (gangguan konduksi, miokarditis, pericarditis
dan Infeksi ganda

14
- Pemeriksaan penunjang
Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:

o Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur
o Ditemukan adanya efusi pleura, asites
o Hipoalbuminemia, hypoproteinemia
o Trombositopenia < 100.000/mm3
o Darah perifer: kadar hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit,
trombosit. Pada hapusan darah perifer juga dapat dinilai limfosit plasma
biru.

Patokan diagnosis DBD (WHO) berdasarkan gejala klinis dan laboratorium

 Klinis
Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu
bentuk perdarahan lain (petekia, purpura,ekimosis,epistasis,perdarahan
gusi), hematemesis dan melena.
2. Pembesaran hati
3. Syok yang ditandai nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun
(≤20mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistol ≤80mmHg)
disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung
, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis disekitar
mulut
 Laboratorium
Trombositopenia (≤100.000/ul) dan hemokonsentrasi yang dapat
dilihat dari peningkatan nilai hematokrit ≥20% dibandingkan dengan nilai
hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. Diagnosis klinis
ditegakkan bila didapatkan >2 gejala klinis dan satu dari riteria laboratorium
(atau hanya peningkatan hematorit) cukup untuk menegakkan diagnosis
DBD.

15
WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 Derajat yaitu :

1. Derajat I
Demam di sertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet +.
2. Derajat II
Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan/ perdarahan lain
3. Derajat III
Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
Tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab,dan pasien menjadi gelisah.
4. Derajat IV
Syok berat, nadi tdk teraba dan TD tidak dapat di ukur.

Deteksi antigen
Deteksi antigen virus dangue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen), yaitu suatu
glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan
dan replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak
hari pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari
demam dan kemudian makin menurun setelahnya.

Gambar 4. NS-1 antigen dengue dan IgM serta IgG anti dengue pada
infeksi primer dan sekunder.

16
Tatalaksana9
Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian (I) DBD, (2) Demam
Dengue, (3) DBD derajat 1 dan 2, (4) DBD derajat III dan IV (DSS).
Penggantian cairan
 Jenis cairan
Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid isotonic. Penggunaan cairan
hipotonik seperti NaCl 0,45% hanya untuk pasien < 6 bulan atas dasar
pertimbangan fungsi fisiologis yang berbeda dengan anak yang lebih besar.
Dalam keadaan normal setelah satu jam pemberian cairan hipotonis, hanya
1/12 volume yang bertahan dalam ruang intravascular sedangkan caira
isotonis ¼ volume yang bertahan, sisanya terdistribusi ke ruang intraselular
dan ekstraselular. Cairan koloid hiperonkotik (osmolaritas>300 mOsm/L)
seperti dextran 40 atau HES walaupun lebih lama vertahan dalam ruang
intravascular tetapi memiliki efek samping seperti alergi, mengganggu
fungsi koagulasi dan berpotensi mengganggu fungsi ginjal.
 Jumlah cairan
Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi
klinis dan temuan laboratorium. Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat
kebocoran plasma >20%, oleh karena itu jumlah cairan yang diberikan
diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan (maintenance) ditambah dengan
perkiraan deficit cairan 5%. Pemberian cairan dihentikan bila keadaan
umum stabil dan telah melewati fase kritis, pada umumnya pemberian
cairan dihentikan setelah 24-48 jam keadaan umum anak stabil.

Tabel 3. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal


BB Rumatan Rumatan +
ideal (mL) Defisit 5%
(kg) (mL)
5 500 750
10 1.000 1.500
15 1.250 2.000
20 1.500 2.500

17
25 1.600 2.850
30 1.700 3.200

Tabel 4. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal


Jumlah cairan Kecepatan
(mL/kgBB/jam)
½ rumatan 1,5
Rumatan 3
Rumatan + defisit 5
5%
Rumatan + deficit 7
7%
Rumatan + defisit 10
10%

 Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu >38oC dengan
interval 4-6 jam, hindari pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan
kompres hangat.
 Nutrisi
Apabila pasien masih bisa minum, dianjurkan minum yang cukup, terutama
minum cairan yang mengandung elektrolit.
- Pemantauan
 Selama perawatan pantau keadaan umum pasien, nafsu makan, muntah,
perdarahan, dan tanda peringatan (warning signs)
 Perfusi perifer, harus sering diulang untuk mendeteksi awal gejala syok
 Tanda-tanda vital, seperti suhu, frekuensi nadi, frekuensi nafas dan tekanan
darah harus dilakukan setiap 2-4 jam sekali
 Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasi atau pemberian
cairan intravena (sebagai data dasar), diupayakan dilakukan setiap 4-6 jam
sekali
 Volume urin perlu ditampung minimal 8-12 jam

18
 Diupayakan jumlah urin ≥1.0 mL/kgBB/jam (berat badan diukur dari berat
badan ideal)
 Pada pasien dengan risiko tinggi, misalnya obesitas, bayi, ibu hamil,
komorbid (diabetes mellitus, hipertensi, thalassemia, sindrom nefrotik dan
lain-lain) diperlukan pemeriksaan laboratorium atas indikasi
 Pantau: darah perifer lengkap, kadar gula darah, uji fungsi hati, dan system
koagulasi sesuai indikasi
 Apabila diperlukan pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi adanya efusi
pleura, pemeriksaan yang diminta adalah foto radiologi dada dengan posisi
lateral kanan decubitus (right lateral decubitus)
 Periksa golongan darah
 Pemeriksaan lain atas indikasi, misalnya ultrasonografi abdomen, EKG dan
lainnya.

Tatalaksana sindrom syok dengue terkompensasi


- Berikan terapi oksigen 2-4 L/menit
- Berikan resusitasi cairan dengan cairan kristaloid isotonic intravena dengan
jumlah ciran 10-20 mL/kgBB dalam waktu 1 jam. Periksa hematokrit.
- Bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10 mL/kgBB/jam selama 1-
2 jam
- Bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap
menjadi 7, 5, 5, 3, 1,5 mL/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam
pasca resusitasi, cairan intravena sudah tidak diperlukan.
- Bila syok tidak teratasi, periksa analisis gas darah, hematokrit, kalsium dan
gula darah untuk menilai kemungkinan adana A-B-C-S (A=asidosis,
B=bleeding, C=calcium, S=sugar) yang memperberat syok hipovolemik.
Apabila salah satu atau beberapa kelainan tersebut ditemukan, segera
lakukan koreksi.

Tatalaksana sindrom syok dengue dekompensasi


- Berikan terapi oksigen 2-4 L/menit

19
- Lakukan pemasangan akses vena, apabila dua kali gagal atau lebih dari 3-5
menit, berikan cairan melalui prosedur intraosseus
- Berikan cairan kristaloid dan/atau koloid 10-20 mL/kgBB secara bolus
dalam waktu 10-20 menit. Pada saat bersamaan usahakan dilakukan
pemeriksaan hematokrit, analisis gas darah, gula darah dan kalsiun
- Apabila syok teratasi, berikan cairan kristaloid dengan dosis 10
mL/kgBB/jam selama 1-2 jam
- Apabila keadaan sirkulasi tetap stabil, berikan larutan kristaloid dengan
jumlah cairan dikurangi secara bertahap menjadi 7, 5, 5, 3, 1,5
mL/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam pasca resusitasi, cairan
intravena sudah tidak diperlukan.
- Apabila syok belum teratasi, periksa ulang hemtokrit, jika hematokrit tinggi
diberikan kembali bolus kedua. Koreksi apabila asidosis, hipoglikemia atau
hipokalsemia.
Bila hematokrit rendah atau normal dan ditemukan tanda perdarahan masif,
berikan transfuse darah segar (fresh whole blood) dengan dosis 10
mL/kgBB atau fresh packed red cell dengan dosis 5 mL/kgBB. Jika nilai
hematokrit rendah atau turun namun tidak ditemukan tanda perdarahan
berikan bolus kedua, apabila tidak membaik pertimbangkan pemberian
transfuse darah.

 Pemantauan DBD dengan syok


1. Tanda vital setiap 15-30 menit, selanjutnya setiap jam apabila syok sudah
teratasi
2. Analisis gas darah, gula darah, kalsium pada saat masuk rumah sakit
terutama pada pasien syok dekompensasi atau yang mengalami syok yang
berkepanjangan
3. Hematokrit harus diperiksa sebelum pemberian cairan resusitasi pertama
dan kedua, selanjutnya tiap 4-6 jam
4. Produksi urin harus ditampung dan diukur

20
5. Apabila ditemukan gangguan fungsi organ atau system lain seperti ginjal,
hati, gangguan pembekuan, dan jantung: periksa fungsi ginjal, fungsi hati,
fungsi koagulasi dan EKG
6. Periksa keadaan respirasi (napas cepat, napas cuping hidung, retraksi, ronki
basah tidak nyaring), peninggian tekanan vena jugularis (jugular venous
pressure.JVP), hepatomegaly, asites, efusi pleura. Edema paru jika tidak
diobati akan menimbulkan asidosis, sehingga pasien dapat kembali jatuh ke
dalam syok.

Komplikasi10
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya
ensefalopati.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila
syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung
HC03- dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer
dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3.
Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali
tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya
kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka
diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah
diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan
diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya

21
antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam
hati.
b. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom
uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka
setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting
diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg
berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik,
sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai akute tubular necrosis,
ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.
b. Edema paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit
ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler,
apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematocrit tanpa memperhatikan hari
sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada
rontgen dada.

Prognosis
Baik, apabila segera dilakukan pertolongan dan pengobatan intensif,
terutama yang mengenai penderita muda yang sehat. Pasien dengan pneumotoraks
spontan hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari
observasi maupun setelah pemasangan tube toracostomy. Kekambuhan jarang

22
terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka.
Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai
komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder prognosisnya tergantung
penyakit paru yang mendasari.11

Pencegahan

Salah satu caranya adalah dengan melakukan PSN 3M Plus.12

1. Menguras, merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang


sering menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum
dan tempat penampungan air lainnya. Dinding bak maupun penampungan
air juga harus digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk
yang menempel erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun
pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus
hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6 bulan.
2. Menutup, merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan
air seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai
kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat
lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang nyamuk.
3. Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur
ulang), kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur
ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.

Yang dimaksudkan Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan tambahan seperti


berikut:

 Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk


 Menggunakan obat anti nyamuk
 Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
 Gotong Royong membersihkan lingkungan

23
 Periksa tempat-tempat penampungan air
 Meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup
 Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras
 Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
 Menanam tanaman pengusir nyamuk

Vaksin Dengue

Saat ini vaksin dengue yang telah beredar terdiri dari 4-serotipe rekombinan, dan
live aatenuacted vaccine. Vaksin CYD-TDV diindikasikan untuk umur 9-16 tahun
di Indonwsia. WHO menganjurkan pemberian vaksin dengue pada negara dengan
seroprevalensi >70%. 13

24
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : An. A
Usia : 8 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : KP.Burangkeng Rt 001/006, Burangkeng, Setu,
Bekasi
Berat Badan : 28 kg
Tinggi Badan : 150 cm
No RM : 196300
Tanggal Masuk : 19 Desember 2020
Tanggal Periksa : 22 Desember 2020

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ayah pasien pada
tanggal 22 Desember 2020 di ruang sakura RSUD Kabupaten Bekasi pukul
09.00 WIB.
A. Keluhan Utama
Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
mendadak, tinggi, dan terus menerus.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi bersama kedua
orang tuanya dengan keluhan demam tinggi mendadak dan terus menerus
selama 4 hari. Demam disertai menggigil. Saat demam keluarga pasien
membawa pasien ke klinik dan melakukan pengukuran suhu tubuh pada
hari ke-2 390C. Demam sempat turun setelah diberikan obat penurun panas
( Paracetamol 3x1 ) dari klinik namun kembali naik lagi. Saat dibawa ke
IGD suhu tubuh 400C. Terdapat keluhan sakit pada seluruh kepala serta
pusing yang dirasakan saat demam. Badan terasa nyeri dan lemas. Pasien

25
muntah isi cairan 1 kali pada hari ke-1 demam dan masih merasa mual pada
saat dibawa ke IGD. Nafsu makan pasien menurun namun masih mau
minum. Keluhan mimisan, muncul bintik-bintik merah pada kulit,
perdarahan pada gusi, muntah serta buang air besar berdarah disangkal.
Keluhan batuk, pilek dan sesak napas disangkal. Buang air kecil dan buang
air besar dalam batas normal.
Pasien tidak habis berpergian ke luar kota atau luar negeri. Pasien
jarang jajan sembarangan selama pandemi ini. Di lingkungan rumah pasien
jarang melakukan fogging dan teman-teman sekitar rumahnya banyak yang
terkena demam berdarah saat ini.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung Bawaan : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Trauma : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung Bawaan : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Trauma : disangkal

E. Riwayat Sosial
Pasien tinggal dirumah bersama ayah, ibu dan adiknya yang berusia
2 tahun. Terdapat dua ventilasi rumah. Pasien tidur bersama adiknya.

F. Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak kedua. Selama hamil, ibu pasien rajin
melakukan pemeriksaan kehamilannya ke bidan sesuai jadwal yang telah
ditentukan. Selama hamil ibu pasien tidak mengalami keluhan mual dan

26
muntah. Obat-obatan yang dikonsumsi hanya obat penambah darah serta
vitamin-vitamin.

G. Riwayat Persalinan
Pasien lahir dari ibu yang berusia 22 tahun dengan umur kehamilan
37 minggu secara spontan dengan berat lahir 2500gram dan panjang badan
45 cm. Bayi langsung menangis kuat segera setelah lahir dan tidak ada
kebiruan.

H. Riwayat Imunisasi
Tabel 5. Imunisasi Dasar Pasien
Imunisasi Bulan
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 3 5 6 7 8
Hepatitis B 1 2 3
DPT 1 2 3 4 5
BCG 1
Polio 0 1 2 3 4 5
Campak 1
MMR 1
Kesimpulan : Imunisasi dasar sesuai rekomendasi IDAI 2011

I. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Pertumbuhan

Pasien lahir dengan berat badan lahir 2500 gram, dan panjang badan
45 cm. Menurut keterangan dari ibu kandungnya, berat badan pasien selalu
mengalami kenaikkan disetiap bulannya. Saat ini, pasien berusia 8 tahun 10
bulan dengan berat badan 28 kg dan tinggi badan 140 cm.

b. Perkembangan

Pasien berkembang sesuai dengan usianya tidak ada keterlambatan


dalam perkembangan personal-sosial, motorik halus, bahasa dan motorik

27
kasar. Pasien mampu mengikuti pelajaran disekolahnya dan prestasi pasien
naik dari tahun ke tahun. Pasien tidak mengalami gangguan perilaku.
Kesan Perkembangan : Tumbuh kembang baik sesuai dengan usia
Gangguan Perkembangan : Tidak terdapat gangguan
perkembangan
J. Riwayat Nutrisi

Tabel 6. Nutrisi pasien

Umur BUAH/
ASI/ PASI BUBUR SUSU NASI TIM
(Bulan) BISKUIT

0–2 ASI - - -

2–4 ASI - - -

4–6 ASI - - -

6–8 ASI+PASI √ √ -

8 – 10 ASI+PASI √ √ -

10-12 ASI+PASI √ √ √
Kesan : Anak mendapat ASI eksklusif, makanan sesuai usia anak

JENIS MAKANAN FREKUENSI DAN JUMLAHNYA

Nasi/ pengganti 2-3x/ hari, satu piring, tidak habis

Sayur 2-3x/minggu, satu mangkuk kecil, tidak habis

Daging 1x/bulan, perpotong

Ayam 1x/ minggu, perpotong

Telur 2x/ minggu, perbutir

Ikan 1-2x/ minggu,perekor

Tahu 2x/ minggu

Tempe 2x/ minggu

Susu (merek/ takaran) Susu milo 1-2x/ bulan

28
Kesan : Makanan kurang bervariasi dan kurang memenuhi kebutuhan gizi

III. Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 23 Desember 2020 pukul 13:00 WIB.

A. Status Generalis
1) Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2) Kesadaran : Composmentis
3) Tanda Vital
- Tekanan darah 100/70 mmHg
- Nadi : 84x/menit
- Frekuensi Napas : 20x/menit
- Suhu : 36,5°C
- SpO2 : 97%
- Pemeriksaan Rumple leede:

Ditemukan >20 petekie (+), pada lengan pasien

B. Status Gizi
Secara antropometri
Berat badan : 28 kg
Tinggi badan : 140 cm
Umur : 8 tahun 10 bulan

29
Gambar 11. Kurva CDC Anak

30
28
 BB/U : 28,5 𝑥100 = 98,25%
140
 TB/U : 132 𝑥100 = 106,0%
28
 BB/TB : 34 𝑥100 = 82,35%

Obesitas : > 120%


Overweight : 110-120%
Gizi Baik : 90-110%
Gizi Kurang : 70-90%
Gizi Buruk : < 70%
Kesan : Gizi kurang

C. Status Lokalis
1. Kepala : Normocephale
2. Mata : CA -/-, SI -/-
3. Hidung : Nafas Cuping Hidung (-), Sekret (-/-)
4. Telinga : Sekret (-/-)
5. Mulut : Mukosa mulut basah, sianosis (-)
6. Leher : Tidak ada pembesaran KGB
7. Thorax
a. Paru
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, retraksi(-)
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki(-/-), Wheezing(-/-)

b. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada RIC V medial dari linea
midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan RIC IV linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri RIC V linea midclavicula sinistra
Batas atas jantung RIC II linea parasternalis sinistra

31
Auskultasi : BJI-II Reguler, Gallop(-), murmur(-)

c. Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung, tidak terdapat asites, efloresensi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)nyeri ketok CVA (-), shifting
dullness (-)
Perkusi : supel, massa (-), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), ballotement (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

9. Ekstremitas :

Edema Akral Hangat

- - + +

- - + +

CRT < 2 detik

IV. Pemeriksaan Penunjang


A. Laboratorium

Tabel 7. Hasil laboratorium pasien


19/12/2020
Hematologi
Darah lengkap
Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 15,5 g/dL 10,8-15,6 g/dL
Hematokrit 45% 33-38%
Eritrosit 5,80 10^6/uL 3,80-5,80 10^6/uL
MCV 76 fL 69-93 fL
MCH 27 pg/mL 22-34 pg/mL
MCHC 35 g/dL 32-36 g/dL
Trombosit 72 10^3/uL 150-450
Leukosit 3.4 10^3/uL 4.0-12.0 10^3/uL
Hitung jenis
Basofil 0% 0,0-1,0 %
Eosinofil 1% 1,0-6,0 %

32
Neutrofil 43 % 50-70%
Limfosit 46 % 20-40 %
NLR 0,93 <= 5,80
Monosit 11 % 2-9 %
Laju Endap Darah (LED) 11 mm/jam <15 mm/jam
Kimia klinik
Glukosa sewaktu stik 109 mg/dL 80-170 mg/dL
Elektrolit
Natrium 132 mmol/L 136-146 mmol/L
Kalium 4,2 mmol/L 3,5-5,0 mmol/L
Klorida (Cl) 101 mmol/L 98-106 mmol/L

20/12/2020
Hematologi
Darah rutin
Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 14,3 g/dL 10,8-15,6 g/dL
Hematokrit 43% 33-38%
Eritrosit 5,43 10^6/uL 3,80-5,80 10^6/uL
Trombosit 35 10^3/uL 150-450
Leukosit 4,9 10^3/uL 4.0-12.0 10^3/uL

21/12/20
Hematologi
Darah rutin
Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 14,5 g/dL 10,8-15,6 g/dL
Hematokrit 43% 33-38%
Eritrosit 5,43 10^6/uL 3,80-5,80 10^6/uL
Trombosit 30 10^3/uL 150-450
Leukosit 5,2 10^3/uL 4.0-12.0 10^3/uL

22/12/20
Hematologi
Darah rutin
Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 14,5 g/dL 10,8-15,6 g/dL
Hematokrit 42% 33-38%
Eritrosit 5,45 10^6/uL 3,80-5,80 10^6/uL
Trombosit 59 10^3/uL 150-450
Leukosit 4,9 10^3/uL 4.0-12.0 10^3/uL

33
V. Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi bersama kedua orang
tuanya dengan keluhan demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 4 hari.
Demam disertai menggigil. Saat demam keluarga pasien membawa pasien ke
klinik dan melakukan pengukuran suhu tubuh pada hari ke-2 390C. Demam sempat
turun setelah diberikan obat penurun panas dan antibiotik dari klinik namun
kembali naik lagi. Saat dibawa ke IGD suhu tubuh pasien 400C. Terdapat keluhan
sakit pada seluruh kepala serta pusing yang dirasakan saat demam. Badan terasa
nyeri dan lemas. Pasien muntah isi cairan 1 kali pada hari ke-1 demam dan masih
merasa mual pada saat dibawa ke IGD. Nafsu makan pasien menurun namun masih
mau minum. Di lingkungan rumah pasien teman-temannya banyak yang terkena
demam berdarah saat ini.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi pasien dalam keadaan gizi
kurang. Pemeriksaan rumple leed menunjukan hasil (+). Pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukopenia dan trombositopenia serta peningkatan nilai hematokrit.

VI . Daftar Masalah
Anak perempuan usia 8 tahun dengan masalah:
Febris hari ke 4
Gizi kurang
Trombositopenia
Leukopenia

VII. Diagnosis Banding


Dengue Fever
Tifoid

VIII. Diagnosis Kerja


Dengue Hemoragic Fever grade I
Gizi kurang

34
IX. Tatalaksana
A. Non Medikamentosa
 Rawat Inap
 Beri minum air putih 1-2 liter/hari atau 1 Sdm tiap 5 menit
 Cek hematologi rutin per 24 jam
 IFVD RL 6ml/kgBB/jam
𝑇𝑒𝑡𝑒𝑠 28 𝑘𝑔 𝑥 6𝑐𝑐 𝑥 20 3.360
= = = 56 𝑡𝑝𝑚
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60
 Perbaiki kebutuhan nutrisi pasien. Berikan kalori awal 50-75% dari
kebutuhan kalori total. Berikan secara oral
Kebutuhan kalori (rumus Harris-Benedict) untuk pasien gizi kurang
Tabel 8. RDA for height age

RDA umur 8 tahun= 80


Ideal weight=34kg
Kcal= RDA (kcal/kg) for height age x ideal weight (kg)
Kcal=80x34= 2.720 Kcal

B. Medikamentosa
 Paracetamol drip 10mg/kg/x 3x1 p.r.n
10𝑥28 = 280 𝑚𝑔/𝑥

35
 Injeksi Ranitidine 1mg/kg/x
1𝑥28 = 28𝑚𝑔/𝑥
 Syrup Domperidon 0,2 mg/kgBB/x 3x1
0,2x28 = 5,6mg/x
Sediaan 5mg/5ml

X. Edukasi
 Melakukan fogging pada lingkungan sekitar rumah
 Menjelaskan tentang penyakit, kondisi, pengobatan serta perawatan yang
dilakukan di rumah sakit.
 Meminum obat penurun panas saat demam muncul
 Mengingatkan pasien untuk banyak minum air putih
 Memberikan pasien makanan yang sehat dan bergizi
 Melakukan gerakkan 3M (menguras, menutup dan mengubur)

XI. Prognosis
Quo Ad Vitam : Ad bonam
Quo Ad Functionam : Ad bonam
Quo Ad Sanationam : Ad bonam

XII. Follow Up
Rabu, 23 Desember 2020

Tabel 9. Follow up pasien


Keterangan
S Ayah pasien mengatakan bahwa anaknya sudah tidak ada keluhan
O KU: Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7°C
SpO2 : 98%
Mata : CA(-/-), SI (-/-)
Hidung: Napas cuping hidung (-)
Thorak: Retraksi (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-),
Cor :
Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-),

36
Keterangan
A Dengue fever
P  IFVD RL 5ml/kgBB/jam
 Paracetamol drip 300mg p.r.n
 Injeksi Ranitidin IV 30mg 2x1
 Injeksi Ondancentron IV 3mg 3x1

Laboratorium

23/12/20
Hematologi
Darah rutin
Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 14,4 g/dL 10,8-15,6 g/dL
Hematokrit 42% 33-38%
Eritrosit 5,39 10^6/uL 3,80-5,80 10^6/uL
Trombosit 139 10^3/uL 150-450
Leukosit 5,2 10^3/uL 4.0-12.0 10^3/uL

24/12/2020
Pasien telah dipulangkan karena perbaikan klinis dan laboratorium.

37
PEMBAHASAN KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan didapatkan adanya


demam mendadak sejak 4 hari SMRS disertai menggigil, mual dan muntah, badan
terasa lemas, sakit kepala, nyeri otot dan sendi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
hasil rumple leed tes (+). Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdapat
trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Sehingga pasien di diagnosis DHF
(Dengue Haemorrhagic Fever) derajat 1.

Hal ini sesuai dengan kriteria WHO untuk mendiagnosa DHF yaitu apabila
didapatkan 2 gejala klinis dari demam tinggi mendadak 2-7 hari, manifestasi
perdarahan, hepatomegali dan syok. Ditambah satu kriteria laboratorium dari
trombositopenia <100.000 sel/mm3 dan tanda kebocoran plasma (peningkatan
hematokrit ≥20% nilai standar/ penurunan hematokrit ≥20%, setelah mendapat
terapi cairan / efusi pleura atau perikardial, asites, hipoproteinemia). Menurut
kriteria WHO, tanda pada DHF derajat 1 yaitu demam di sertai gejala tidak khas
dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet +.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinkesprov Jawa Timur. (2017). Profil kesehatan Provinsi Jawa Timur


tahun 2016. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Kota Surabaya.
2. Kemenkes RI. 2016. Profil kesehatan Indonesia tahun 2015. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta.
3. Syafira Ulfa Adlia, 2017. Perbedaan gejala klinis dan derajat penyakit
infeksi dengue pada anak dan dewasa di rumah sakit umum daerah a. Dadi
tjokrodipo bandar lampung. Fakultas Kedokteran Universitas Bandar
Lampung.
4. Halstead SB.2014. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam :
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders. h.400-406
5. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI. 2020. Profil Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
6. Soedarmo, S.S.P., Garna, H., Hadinegoro, S.R.S., et al. 2008. Buku Ajar
Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia
7. Setiabudi D. 2015. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue
Haemorrhagic Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A,
penyunting. Proceedings Book 13th National Congress of Child Health.
KONIKA XIII. Bandung, July 4-7. h. 329
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia.2014. Pedoman Pelayanan Medis
9. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls. 2014. Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati
N, penyunting. Current Management of Pediatrics Problems. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6
September.h. 63
10. RA Chandra,2014. Komplikasi demam dengue. Bab II Tinjauan Pustaka

39
11. Soewondo ES. 2016. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue
Pengelolaan pada Penderita Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
XIII.
12. Kementrian Kesehatan Indonesia. 2019. Upaya Pencegahan DBD Dengan
3M Plus. https://promkes.kemkes.go.id/upaya-pencegahan-dbd-dengan-3m-
plus. Diakses tanggal 7 Januari 2020.
13. Marcdante JK, et al. 2018. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-
6. Singapura: Ikatan Dokter Indonesia. h 406

40

Anda mungkin juga menyukai