PEMBAHASAN
negaranya merupakan MoU yang dibuat antara negara yang satu dengan negara
dibuat antara badan hukum Indonesia dengan badan hukum Indonesia lainnya atau
asing dan/atau antara badan hukum Indonesia dengan badan hukum asing.
16
Munir Fuady II, Op.Cit, h. 50
26
27
Understanding tersebut.
untuk membina "ikatan moral" saja di antara mereka, dan karcna itu
moral di antara para pihak, tanpa ikatan hukum apa pun, untuk
B. Para pihak memang ingin mengikatkan diri dalarn suatu kontrak, tetapi
maka para pihak telah mengikatkan diri untuk membuat kontrak yang
17
Ibid, h. 51
28
Jawa Barat, dan untuk maksud tersebut para pihak akan merundingkan
Perjanjian Franchise".
C. Para pihak memang berniat untuk mengikatkan diri satu sama lain
dalam suatu kontrak, tapi hal itu belum dapat dipastikan, mengingat
yang harus tetjadi di kemudian hari sebelum para pihak terikat satu
sama lain. Contoh klausul condition precedent Kerja sama yang pokok -
pihak apabila para izin perakitan bagi PT Bahana Putera selaku agen
dalam hat prospek bisnisnya belum jelas benar, dalam arti belum bisa
dibatalkan;
yang alot. Karena itu, daripada tidak ada ikatan apa - apa sebelum
C. Adanya keraguan para pihak dan masih perlu waktu untuk pikir - pikir
lebih rinci mesti dirancang dan dinegosiasi khusus oleh staf - staf yang
18
Munir Fuadi I, Op. Cit, h. 91-92
30
C. Bersifat pendahuluan saja, yang akan diikuti perjanjian lain yang lebih
rinci;
dengan suatu perjanjian yang lebih rinci, perjanjian tersebut akan batal,
tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk
19
Ibid.
20
Salim HS, Op.Cit, h. 53
31
lainnya.
membuat kontrak pada masa yang akan datang, isinya singkat dan jangka
waktunya tertentu.
Dalam suatu bisnis, ada proses bagaimana suatu bisnis itu akhirnya berjalan.
A. Prakontrak
1. Negosiasi;
2. Memorandum of Understanding;
3. Studi kelayakan;
4. Negosiasi ( lanjutan ).
B. Kontrak
21
Munir Fuady, Hukum Kontrak, Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999, (selanjutnya disebut Munir Fuady III), h. 3.
32
2. Perbaikan naskah;
4. Penandatanganan.
C. Pascakontrak
1. Pelaksanaan;
2. Penafsiran;
3. Penyelesaian sengketa.
proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi
untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk
kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan
prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan
hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau
33
menangkap berbagai keinginan pihak - pihak, juga memahami aspek hukum, dan
bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan
benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Dalam penggunaan
bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan
sistematis.
undangan, dalam praktek biasanya penulisan kontrak bisnis mengikuti suatu pola
(1) Judul;
(2) Pembukaan;
(5) Isi;
(6) Penutupan.
tidak hanya dibuat oleh badan hukum privat semata - mata, tetapi juga oleh badan
hukum publik. Begitu juga MoU itu tidak hanya berlaku secara nasional, tetapi
juga internasional. Berdasarkan pernyataan di atas, maka yang menjadi para pihak
B. Badan hukum privat Indonesia dengan badan hukum privat negara asing.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang
adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu
telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan
bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”
35
Apabila para pihak tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka pihak
yang melakukannya dapat dianggap wanprestasi atau ingkar janji dan dapat
dimintai ganti rugi sesuai dengan pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi:
Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan
barulah mulai diwajibkan, apabila siberutang, setelah dinyatakan lalai
memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dibuat tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak
wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak
berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila melewati batas waktu yang
ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata yang
menyakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau
dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri,
ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya
peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan
dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki
pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan
dalam pemberitahuan itu. Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa debitur
36
1. Surat perintah
2. Akta sejenis
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
adanya wanprestasi.
seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam
perjanjian ( fatal termijn ), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu,
melakukan pemenuhan prestasi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada
2. Pembatalan perjanjian;
3. Peralihan resiko;
hanya biaya - biaya yang sungguh - sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau
diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari
kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang
(peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan pernah terjadi jika tidak ada
pristiwa A.
22
Amirizal, Hukum Bisnis, Risalah Teori dan Praktik, Djambatan, Jakarta, 1999, h.36.
23
Nindyo Pramono, Op.Cit, h. 222.
24
Ibid, h. 223
38
Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated
selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori
bebas dari kewajiban membayar ganti rugi, jika debitur karena keadaan memaksa
tidak memberi atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau telah melakukan
untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak
harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan
39
balik.
Mengenai keadaan memaksa ada dua teori, yaitu teori obyektif dan teori
subjektif:
keadaan memaksa, jika pemenuhan prestasi bagi setiap orang mutlak tidak
barang - barang tersebut masih harus dibuat dengan bahan - bahan tertentu, tanpa
diduga bahan - bahan tersebut harganya naik berlipat ganda, sehingga jika A harus
memenuhi prestasinya ia akan menjadi miskin. Dalam hal ini ajaran subyektif
mengakui adanya keadaan memaksa. Akan tetapi jika menyangkut industri besar
Keadaan memaksa dapat bersifat tetap dan sementara. Jika bersifat tetap
maka berlakunya perikatan berhenti sama sekali. Misalnya, barang yang akan
ditunda. Setelah keadaan memaksa itu hilang, maka perikatan bekerja kembali.
Misalnya, larangan untuk mengirimkan suatu barang dicabut atau barang yang
Understanding. Dapat dikatakan sebagai kontrak atau bukan, maka disini akan
dikemukakan terlebih dahulu mengenai asas - asas yang berlaku dalam hukum
yaitu :
mengatur. Artinya bahwa hukum tersebut baru berlaku sepanjang para pihak tidak
mengaturnya lain. Jika para pihak dalam kontrak mengaturnya secara lain dari
yang diatur dalam hukum kontrak, maka yang berlaku adalah apa yang diatur
sendiri oleh para pihak tersebut kecuali undang - undang menentukan lain.
25
Munir Fuady III, Op.Cit, h. 29-32.
41
Salah satu asas dalam hukum kontrak adalah asas kebebasan berkontrak (
freedom of contract ). Artinya adalah bahwa para pihak bebas membuat kontrak
sebagai berikut :
Asas pacta sun servada (janji itu mengikat) ini mengajarkan bahwa suatu
kontrak yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUH
Perdata kita juga menganut prinsip dengan melukiskan bahwa suatu kontrak
Hukum kita juga menganut asas konsensual. Maksudnya asas konsensual ini
adalah bahwa suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika tercapai kesepakatan,
tentunya selama syarat sahnya kontrak lainnya sudah terpenuhi. Jadi, dengan
adanya kata sepakat, kontrak tersebut pada prinsipnya sudah mengikat dan sudah
punya akibat hukum, sehingga mulai saat itu juga sudah timbul hak dan kewajiban
adalah setelah sahnya suatu kontrak, maka kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi
baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak. Tetapi pada
taraf tersebut hak milik belum berpindah ke pihak lain. Untuk dapat memindahkan
hak milik, dipergunakan kontrak lain yang disebut dengan kontrak kebendaan.
kontrak dan saat peralihan hak milik ini, berbeda - beda dari masing - masing
sistem hukum yang ada, yang terpadu ke dalam 2 (dua) teori sebagai berikut :
dimana suatu kontrak baru dianggap sah jika telah dilakukan secara riil.
kehendak dan telah dilakukan levering sekaligus. Kata sepakat saja belum
punya arti apa - apa menurut teori ini. Prinsip transaksi yang bersifat
bahwa jika suatu kata sepakat telah terbentuk, maka kontrak telah mengikat
dikatakan kontrak atau bukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu
Mengetahui materi atau substansi apa saja yang diatur dalam pasal -
terdapat unsur - unsur yang akan membuat salah satu pihak dirugikan
ingin membatalkan kerja sama tersebut dengan dalil proyek tersebut tidak
merugikan pihak lain yang bersangkutan, karena salah satu pihak tersebut
pihak merasa rugi dan merasa kehilangan suatu keuntungan yang besar dari
dinyatakan dengan jelas bahwa kontrak sudah dianggap ada jika dengan
terhadap siapa janji itu diberikan sehingga pihak yang menerima janji
Dan ditentukan pula dalam salah satu pasal lain bahwa untuk pembiayaan
akan diatur pula dalam perjanjian lain yang lebih detil. Apabila substansi
maka berdasarkan asas hukum kontrak bahwa dapat disebut kontrak apabila
semacam ini tidak bisa dikatakan suatu kontrak, karena belum final dalam
pembuatannya.27
26
Ibid, h. 92
27
Ibid, h. 32
45
Holmes yang menyatakan bahwa tidak ada sanksi moral dalam suatu
kontrak.28
berikut :29
1. Gentlement agreement
bentuk yang paling kuat seperti dengan akta notaris sekalipun (tetapi dalam
2. Agreement is agreement
dibuat, apapun bentuknya. Lisan atau tertulis, pendek atau panjang, lengkap/
28
Ibid, h. 11.
29
Munir Fuady II, Op.Cit, h. 92-94.
46
detil ataupun hanya diatur pokok - pokoknya saja, tetap saja merupakan
ini untuk mencari alas yuridis yang tepat bagi penggunaan Memorandum of
Understanding adalah terdapat dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang
pihak tersebut. Selain itu menurut asas kebebasan berkontrak dan asas
konsensual maka hal apa saja asalkan halal menurut hukum dan telah secara
bebas disepakati maka berlaku suatu perjanjian atau jika diterapkan secara
teori yang disebut teori promissory estopel. Teori promissory estoppel atau
kesesuaian kehendak di antara para pihak jika pihak lawan telah melakukan
sesuatu sebagai akibat dari tindakan - tindakan pihak lainnya yang dianggap
implied in law ). Teori ini mengajarkan bahwa dalam hal - hal tertentu,
30
Munir Fuady III, Op.Cit, h. 8.
47
Suatu perjanjian jika yang diatur hanya hal - hal pokok saja, maka
mengikatnya hanya pun hanya terhadap hal - hal pokok tersebut. Sama
halnya jika suatu perjanjian hanya berlaku untuk suatu jangka waktu
tertentu, maka mengikatnya pun hanya untuk jangka waktu tertentu tersebut.
Sungguh pun para pihak tidak dapat dipaksakan untuk membuat perjanjian
paling tidak, selama jangka waktu perjanjian itu masih berlangsung, para
pihak tidak boleh membuat perjanjian yang sama dengan pihak lain. Ini
Understanding tersebut.
atau kerugian secara finansial apabila tidak dilakukannya pemenuhan prestasi dan
Apabila menimbulkan suatu kerugian non moral yaitu material dan mengandung
suatu sanksi yang jelas bagi para pihak yang mengingkarinya, maka Memorandum
sudah setingkat dengan perjanjian berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata mengenai
31
Ibid
48
disebutkan dengan tegas bahwa itu merupakan suatu kontrak, akan tetapi
ada seperti yang ditegaskan dalam teori kontrak de facto ( implied in - fact), yakni
sudah disebut sebagai kontrak, walaupun tidak pernah disebutkan dengan tegas
tetapi pada kenyataan, pada prinsipnya dapat diterima sebagai kontrak yang
dengan teori ini maka kedudukannya dapat disebut sebagai suatu kontrak dan
mengenai suatu hal belum final dan masih membutuhkan perjanjian lain sebagai
Understanding tersebut hanya berkedudukan hanya sebagai “say hello” dalam hal
kesepakatan mengenai suatu proyek - proyek besar. Dan hal ini tentunya tidak
Understanding.33
32
Ibid
33
Munir Fuady II, Op.Cit, h. 90.
49
Understanding.
suatu kontrak maka tidak ada sanksi apapun bagi pihak yang mengingkarinya
kecuali sanksi moral. Upaya penyelesaian untuk masalah ini lebih pada
musyawarah untuk mencari suatu jalan keluarnya. Adanya sanksi moral dalam hal
Dan suatu hari bila ia mengadakan suatu perjanjian lagi terhadap pihak lain maka
kemungkinan dia tidak akan dipercaya lagi dan tidak akan ada lagi yang akan
(sanksi) sehingga bisa mempunyai sanksi. Hal itu tentunya tidak terlepas dari teori
ratifikasi. Dimana yang dimaksud dengan ratifikasi disini adalah suatu tindakan
hal ini akan menguatkan perjanjian yang telah dilakukan sebelumnya. 34 Jadi
diratifikasi menjadi sebuah kontrak baru dengan substansi lebih tegas menyangkut
hak dan kewajiban masing - masing pihak disertai dengan sanksi yang tegas pula
memenuhi prestasi yang telah dilanggarnya atau ia akan dikenai sanksi dari
Hal - hal yang dapat dituntut oleh kreditur bila terjadi wanprestasi tersebut
Apabila dalam suatu kontrak ada provisi atau ketetapan pasal yang
menentukan jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak debitur jika debitur
tersebut wanprestasi, maka pembayaran ganti rugi tersebut hanya sejumlah yang
34
Munir Fuady III, Op.Cit, h. 63.
35
Subekti, Op. Cit, h. 147
51
ditetapkan dalam kontrak tersebut, Tidak boleh dilebihi atau dikurangi (pasal 1249
KUH Perdata). Jadi artinya harus terjadi suatu pemenuhi prestasi yang seimbang
dalam kontrak tersebut. Akan tetapi jika jumlah kerugian yang disebut dalam
kontrak terlalu besar, sangat memberatkan bahkan tidak masuk akal, tentu tidak
masuk akal pula jika jumlah yang sangat besar tersebut harus dibayar oleh pihak
melakukan wanprestasi.36
Ketentuan sebagaimana diatur oleh pasal 1249 KUH Perdata tersebut harus
ganti rugi dalam kontrak oleh para pihak dalam kontrak tersebut memang
yuridis.Misalnya ganti rugi dalam bentuk apa yang diperbolehkan, apa ada batas -
batasnya, dan bagaimana pula jika ganti rugi tersebut terlalu memberatkan
sesuai lagi dengan Teori sama nilai (Equivalent Theori) dimana teori ini
atau sama nilai ( equivalent ). Jelasnya adalah bahwa antara ganti rugi dan penalty
tujuannya masing - masing berbeda. Tujuan ganti rugi dalam kontrak adalah untuk
menetapkan secara pasti suatu jumlah ganti kerugian yang harus dibayar jika
36
Munir Fuady III, Op.Cit, h. 150.
52
dengan sesuatu yang tidak seimbang dengan wanprestasi yang telah dilakukannya.
Untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dari kedua belah
pihak dalam kontrak yang bersangkutan mengenai pemberian ganti rugi, maka
1. Merupakan suatu estimasi yang masuk akal atas suatu kompensasi yang
adil.
2. Jumlah ganti rugi tersebut harus masuk akal baik ditinjau pada saat
4. Jumlah ganti rugi harus layak dimana jumlah ganti rugi yang disebutkan
dalam kontrak tersebut harus masuk akal dan tidak boleh berlebihan.
Kapankah diukur layak atau tidaknya jumlah suatu ganti rugi. Untuk itu ada
1. Teori Konvensional
37
Ibid, h. 151.
53
b. Jika ketika dibuat kontrak, jumlah ganti rugi dalam kontrak tersebut
ganti rugi yang disebut dalam suatu kontrak dianggap layak jika dilihat
Jadi dalam hal ini yang dilihat adalah jumlah pada saat kontrak
dibuat.
54
besar.
Terlepas dari semua hal tersebut, seorang debitur dapat tidak memenuhi
prestasi dalam sebuah kontrak yang dilakukannya jika ada suatu peristiwa yang
tidak terduga pada saat pembuatan kontrak ( force majeure ), keadaan atau
si debitur tersebut tidak dalam beritikad buruk. Hal tersebut sesuai dengan pasal
Tidaklah biaya ganti rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran
keadaan memaksa atau apabila lantaran suatu kejadian tak disengaja si
berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan,
atau lantaran hal - hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.
Apabila dilihat dari sasaran yang terkena force majeure, maka force majeure
Force majeure yang bersifat obyektif ini terjadi atas benda yang
38
Ibid, h. 115.
55
merupakan obyek dari kontrak, maka force majeure seperti ini disebut
itu sendiri. Misalnya jika si debitur sakit keras sehingga tidak mungkin
berprestasi lagi.
Negara
yang mengikat para pihak, maka ketika terjadi pelanggaran klausul dalam
hukum kepada pihak yang dianggap merugikan. Akan tetapi ketika para pihak
kemanakah tuntutan hukum dapat diajukan sedangkan dalam MoU tidak diatur.
Sedangkan para pihak biasanya menghindari dari proses litigasi, selain disebabkan
oleh banyaknya waktu yang terbuang, mereka tidak ingin berhadapan dengan
proses hukum negara lain yang sama sekali asing bagi mereka, serta ada keragu-
raguan bahwa peradilan setempat akan bersikap tidak objektif. Para hakim dari
berupa:
3) Ketidaksepakatan ( disagreement ).
d) Klaim mengenai ganti rugi atas wanprestasi atau perbuatan atau melawan
hukum.
perselisihan antara dua pihak yang bertentangan diserahkan kepada satu pihak
39
Sudargo Gautama, capita Selecta Hukum Perdata Internasional, Alumni Bandung,
1983, h. 57.
57
arbitator tersebut, dapat dipilih oleh pihak-pihak itu sendiri, atau boleh ditunjuk
oleh suatu badan yang lebih, tinggi yang kekuasaannya diakui oleh pihak-pihak
itu. Pelaksanaan prosedur arbitration kedua belah pihak yang bertentangan itu
Dari beberapa definisi yang ada tentang pengertian arbitrase, Munir Fuady
c. Arbiter diajukan oleh para pihak atau ditunjuk oleh badan tertentu;
agak luas menurutnya arbitrase akan bersifat Internasional jika beberapa hal
terpenuhi, yaitu : Pertama, apabila para pihak yang membuat klausul arbitrase atau
perjanjian arbitrase pada saat membuat perjanjian itu mempunyai tempat usaha (
arbitrase yang ditentukan dalam perjanjian arbitrase ini letaknya diluar negara
58
tempat para pihak mempunyai tempat usaha mereka. Ketiga, apabila suatu tempat
di mana bagian terpenting kewajiban atau hubungan dagang para pihak harus
dilaksanakan atau tempat di mana obyek sengketa paling erat hubungannya ( most
closely connected ), memang letaknya diluar negara tempat usaha para pihak.
Keempat, apabila para pihak secara tegas telah menyetujui bahwa obyek
perjanjian mereka ini berhubungan dengan lebih dari satu negara. Maka ketika