Anda di halaman 1dari 4

Nasional

Singgung Jabatan Moeldoko Sebagai Kepala Staf Presiden, Ahmad Dhani Sebut Hasil KLB Demokrat Sah

Ahamad Dhani ikut berkomentar atas hasil Konferensi Luar Biasa (KLB) yang memutuskan Kepala Staf
Presiden Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat menggeser Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dhani yang juga sempat terjun ke dunia politik melalui Partai Gerindra ikut mengutarakan pendapatnya
terkait peristiwa tersebut.

Dhani ikut membuka kembali ingatan lama di mana peristiwa serupa juga teryang terjadi dengan Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tahun 2008. Ia juga menyinggung hal serupa juga terjadi pada era Orde
Baru, saat Soeharto mendukung salah satu parpol melakukan penggantian Ketua Umum.

"Kalau kita menganggap ini biasa, berarti nggak ada gunanya reformasi tahun '98," kata Dhani

Menurut Dhani, peristiwa perebutan kepemimpinan partai seperti yang terjadi di Demokrat saat ini,
sama dengan mengulang masa Orde Baru dan mencoreng upaya yang dilakukan mahasiswa untuk
menuntut reformasi pada tahun 1998.

“Jadi buat saya, ini kan sangat abuse. […] Nanti, partai Demokrat yang asli akan menggugat ke PTUN,
nanti di tingkat pertama, partai demokrat akan menang, kemudian di (ajukan) banding lagi. Tapi ending
endingnya di tingkat akhir, nggak perlu kecewa karena memang inilah kekuasaan yang absolut,” kata
Dhani

Dhani mengatakan, usaha yang dilakukan oleh pihak AHY akan sia-sia karena Partai Demokrat akan tetap
dipimpin oleh Moeldoko. Namun, Dhani tidak menyalahkan peristiwa perebutan kekuasaan tersebut
dan menilai aksi tersebut merupakan hal yang sah.

“Menurut saya, apa yang dilakukan oleh pak Moeldoko dalam merebut atau menggeser kedudukan AHY
sebagai Ketua Umum partai Demokrat itu sah, (untuk) saat ini,”

Dhani menilai, langkah yang diambil oleh Moeldoko adalah sah, mengingat jabatannya sebagai Staf
Kepala Kepresidenan. Dengan kata lain, Moeldoko pantas untuk mendapatkan jabatan tersebut di tubuh
Parta Demokrat.

Dengan jabatan yang dimilikinya sekarang, menurut Dhani, secara tidak langsung, presiden menyetujui
Moeldoko menjadi pengganti Ketua Umum Demokrat.

Kader Partai Gerindra itu juga membandingkan dengan peristiwa yang terjadi di tubuh PKB yang berawal
dari dipecatnya Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB. Cak Imin dianggap tak loyal dengan Gus
Dur, sering bermanuver sendiri dan dinilai bakal menyingkirkan pamannya tersebut. Cak Imin dituding
telah menggalang kekuatan untuk menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) guna menggeser Gus Dur.
Keputusan pemecatan Cak Imin dari Ketua Umum PKB kala itu sudah dilakukan melalui rapat pleno
Dewan Syuro dan Dewan Tanfidz PKB.

Baik Kubu Gus Dur maupun Cak Imin kemudian menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) dengan versi
masing-masing. Pada akhirnya, peristiwa tersebut juga berujung di meja hijau Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan hingga ke Mahkamah Agung dengan hasil akhir kepengurusan Cak Imin dianggap sah.

Dhani menuturkan, hasil akhir persidangan tidak akan mengubah apapun meski kubu AHY mengajukan
banding di masa mendatang.

Sementara kubu AHY telah datang ke Mahkamah Agung pada Senin (8/3/2021) untuk menyerahkan
sejumlah bukti yang menyatakan hasil KLB Desi Serdang illegal dan tidak sah.

Sementara itu, kubu Moeldoko akan mendatangi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham),
Selasa (9/3/2021). Kedatangan ini bertujuan untuk mendaftarkan hasil KLB Partai Demokrat di Deli
Serdang beberapa waktu lalu untuk didaftarkan dalam AD/ART partai yang baru.

Dengan demikian, Demokrat yang baru akan mencabut hasil Kongres Partai Demokrat 2020 yang DALAM
AD/ART 2020 meyebutkan AHY sebagai Ketua Umum terpilih. (Niken Nining Aninsi)

Internasional

Junta Militer Myanmar Cabut Izin 5 Media Akibat Beritakan Kudeta

Junta militer Myanmar telah mencabut izin lima media independen yang kerap memberitakan terkait
kudeta selama kerusuhan politik yang terjadi di Negara tersebut.

Dikutip dari The Guardian, pihak militer Myanmar telah memerintahkan Mizzima, Suara Demokratik
Burma (DVB), Khit Thit Media, Myanmar Now dan 7Day News untuk ditutup

“Perusahaan media tersebut tidak lagi diizinkan untuk menyiarkan atau menulis atau memberikan
informasi dengan menggunakan platform media apa pun atau menggunakan teknologi media apa pun,”
kata Militer di stasiun televisi MRTV.

Pada Senin malam, sebelum junta mengumumkan akan melarang beberapa perusahaan media, tentara
dan polisi menggerebek markas Myanmar Now , Senin (8/3/2021). Mereka menyita komputer, bagian
dari server data ruang berita dan peralatan lainnya.
Tak hanya itu, otoritas Myanmar juga menahan puluhan jurnalis sejak kudeta, dua di antaranya adalah
jurnalis Myanmar Now dan jurnalis foto Associated Press Thein Zaw. Keduanya didakwa melanggar
undang-undang ketertiban umum karena meliput kudeta. Mereka mendapatkan ancaman hukuman
penjara hingga tiga tahun.

Dalam satu video yang dibagikan minggu lalu, Kaung Myat Hlaing, seorang jurnalis yang bekerja untuk
DVB di kota selatan Myeik, merekam dari balkonnya ketika pasukan keamanan mengepung
apartemennya, berteriak agar dia turun.

Suara seperti tembakan dapat terdengar di latar belakang. Dia memanggil, mendesak tetangganya untuk
membantunya. DVB kemudian mengkonfirmasi bahwa jurnalis mereka telah ditahan.

DVB mengatakan tidak terkejut dengan pembatalan lisensinya, dan mengatakan bahwa mereka akan
terus mengudara di TV satelit dan online.

“Kami mengkhawatirkan keselamatan reporter dan staf kami, tetapi dalam pemberontakan saat ini,
seluruh negara telah menjadi jurnalis warga dan tidak ada cara bagi otoritas militer untuk menutup arus
informasi,” kata direktur eksekutif Aye Chan Naing kepada Associated Press.

Sejak kudeta, pengunjuk rasa membanjiri media sosial dengan rekaman protes, dan menggunakan
Facebook Live untuk mendokumentasikan tindakan keras militer terhadap demonstran.

Junta berusaha memblokir media sosial pada awal Februari, tetapi banyak yang menghindari
pemblokiran dengan menggunakan jaringan pribadi virtual (VPN). Namun, pada malam hari, ketika
militer melakukan penggerebekan rumah, junta secara rutin melakukan penutupan internet secara
nasional.

Associated Press melaporkan bahwa penggeledahan dari pintu ke pintu dilakukan, dengan polisi mencari
pengunjuk rasa yang mencari perlindungan di dalam gedung.Sejak itu, para pengunjuk rasa diizinkan
meninggalkan daerah itu.

Sebuah kelompok hak asasi mengatakan kepada Reuters sekitar 50 orang telah ditangkap di Sanchaung
setelah polisi menggeledah rumah, meskipun pemeriksaan masih dilakukan.

Sementara para pengunjuk rasa terjebak, sekretaris jenderal PBB, António Guterres telah menyerukan
pembebasan mereka tanpa kekerasan atau penangkapan.

Juru bicara Guterres, Stéphane Dujarric, mengatakan sekretaris jenderal telah mengikuti perkembangan
yang mendetail, terutama di kota di mana ratusan pengunjuk rasa damai telah dibarikade di dalam
kompleks apartemen perumahan selama berjam-jam.

Pukulan keras terdengar dari daerah itu, menurut seorang wartawan AFP, meskipun tidak segera jelas
apakah suara itu disebabkan oleh tembakan atau granat. Teriakan berulang-ulang terdengar di
streaming Facebook Live.
Pengepungan di Yangon terjadi setelah tiga pengunjuk rasa ditembak mati pada hari Senin. Di kota utara
Myitkyina, pasukan keamanan menggunakan gas air mata dan melepaskan tembakan selama bentrokan
di jalan dengan pengunjuk rasa yang melempar batu.

"Dua pria ditembak mati di tempat, sementara tiga lainnya termasuk seorang wanita ditembak di
lengan," kata seorang petugas medis kepada AFP.

Seorang pengunjuk rasa ketiga ditembak mati di kota Pyapon di wilayah Delta Irrawaddy, seorang saksi
mata dan seorang pejabat penyelamat mengatakan kepada AFP. (Niken Nining Aninsi)

Anda mungkin juga menyukai